PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi Kasus pada Komunitas Gay di Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DALAM TINJAUAN

HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

  

INDONESIA

(Studi Kasus pada Komunitas Gay di Salatiga)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

OLEH:

FARIUL IBNU HUDA

  

21110019

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

  

MOTTO

SEDANGKAN AMAL TANPA ILMU ITU

BERBAHAYA, dan JADIKAN IMAN SEBAGAI

PENUNTUN KEDUANYA”

  

PERSEMBAHAN

Untuk Orang-Orang yang Ku Sayangi

  

Karya ini aku persembahkan kepada kedua orang tuaku yang

tersayang, Bapak Munawar dan Ibu Sumarti.

  Adik Tercinta, IsnatainiNurFitriana

Teman-teman seperjuangan di perkuliahan (Akhwal Al

Syakhsiyyah) Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Salatiga

  

Terima kasih

Atas doa dan support yang telah diberikan

  

ABSTRAK

  Huda, Fariul Ibnu. 2015. Perilaku Seksual Kaum Gay dalam Tinjauan Hukum

  Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Kasus Komunitas Gay di Salatiga). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal

  Al-Syakhsyiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Kata Kunci: Perilaku Seksual, Kaum gay, Hukum Islam, dan Perundang- undangan.

  Penelitian ini mengkaji tentang perilaku seksual kaum gay pada

komunitas gay di Salatiga dalam tinjauan hukum Islam dan perundang-undangan

di Indonesia. Fokus penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah

(1) Bagaimana kebiasaan perilaku seksual kaum gay di Kota Salatiga?(2) Apa

faktor-faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang gay pada komunitas

gay di Salatiga?(3) Bagaimana pandangan hukum dan perbandingan sanksi

hukum dari hukum Islam dengan perundang-undangan di Indonesia?.

  Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunnakan metode pengumpulan

data, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Penganalisaan deskriptif

tersebut juga bertolak dari analisis yuridis sistimatis yang untuk pendalamannya

dilengkapi dengan analisis komparatif.

  Temuan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: (1)Berdasarkan

penelitian penelitian di lapangan dalam kehidupan komunitas homoseksual atau

gay ditemukan beberapa istilah dalam kehidupan homoseksual. Istilah tersebut

berdasarkan kegiatan seks yang dilakukan oleh pelaku homoseksual. Beberapa

istilah tersebut, antara lain: gay bottom, gay top, gay vers, dan gay kucing. Gay

bottom, merupakan istilah untuk menyebutkan seorang homoseksual yang

orientasi seksualnya sebagai penerima atau objek. Gay top merupakan istilah

untuk menyebutkan seorang homoseksual yang orientasi seksualnya sebagai

pemberi. Gay vers merupakan homoseksual yang bisa menjadi gay bottom dan

gay top, bergantung dari pasangan homoseksualnya. Gay kucing merupakan

sebutan untuk homoseksual yang melakukan hubungan seksual hanya untuk

mendapatkan imbalan. Istilah lain adalah pelacur laki-laki. (2) Dari hasil

penelitian diketahui faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi seorang gay

pada komunitas gay yaitu faktor biologis, faktor lingkungan dan faktor media

sosial.(3)Dalam Hukum Islam perilaku hubungan sejenis adalah haram, baik itu

dilakukan dengan orang yang belum dewasa maupun sesama orang dewasa. Di

Indonesia penanganan kasus homoseksual masihlah kurang karena pemerintah

tidak tegas melarangnya hanya untuk kasus-kasus komersial saja yang

dipidanakan sedangkan untuk kasus-kasus sosialnya masih belum dipidanakan.

Dalam perundang-undangan di Indonesia perilaku seksual homoseks secara

eksplisit dapat didapati dalam pasal 292 KUHP dan pasal 4 ayat 1(a) UU No. 44

  

Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman sanksi bagi pelaku tindak pidana

homoseksual, dalam hukum Islam ada tiga pendapat bagi pelaku tindak pidana

homoseksual jenis hukuman yang dijatuhkan adalah pertama dibunuh secara

mutlak, kedua hadd sebagaimana hadd zina dan ketiga takzir. Sedangkan dalam

orang yang belum dewasa dan diancam pidana penjara lima tahun. Dan dalam

pasal pasal 4 ayat 1(a) UU No. 44 Tahun 2008 pemidanaan perilaku seksual

homoseks dalam bentuk pornografi diancam pidana penjara paling singkat 6

bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling sedikit dua ratus

lima puluh juta rupiah dan paling banyak enam milyar.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahminirrahim,Alhamdulillahirobbil ‘alamin,

  Peneliti menyampaikan rasa syukur yang mendalam atas nikmat yang Allah SWT anugerahkan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA(Studi Kasus Komunitas Gay Salatiga) ” dengan baik dan penuh dedikasi.

  Penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah.

  3. Sukron Ma’mun, M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.

  4. Munajat, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang telah sudi kiranya meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.

  5. Kepada semua pihak yang belum dapat penulis sampaikan satu persatu.

  Semoga Allah berkenan untuk membimbing dan memberikan hidayah dalam setiap langkah hidupnya. Kemudian, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

  Salatiga, 14 September 2015 Fariul Ibnu Huda

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

NOTA PEMBIMBING ................................................................................. ii

PENGESAHAN ............................................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... iv

MOTTO ......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

PENGANTAR ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .............................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5 D. Kegunaan Penelitian .......................................................... 5 E. Penegasan Istilah .............................................................. 5 F. Telaah Pustaka .................................................................. 7 G. Metodologi Penelitian ....................................................... 11 H. Sistematika Penulisan ....................................................... 15 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG GAY A. Konsep Seks, Seksualitas, Orientasi Seks, Perilaku Seksual, Seks Menyimpang, dan Gender .......................... 17 1. Seks ............................................................................. 17 2. Seksualitas ................................................................... 18 3. Orientasi Seks ............................................................. 20 4. Perilaku Seksual .......................................................... 20 5. Seks Menyimpang ....................................................... 22

  6. Gender ......................................................................... 27 B. Homoseksual ..................................................................... 28 1.

  Pengertian Homoseksual ............................................. 28 2. Penyebab Homoseksual .............................................. 29 3. Kategori Homoseksual ................................................. 29 4. Macam-macam Homoseksual ..................................... 30 5. Pengakuan Diri ............................................................ 32 6. Bentuk Seksual ............................................................ 32 7. Akibat Homoseks ........................................................ 33 8. Perbedaan antara Gay, Waria, dan Laki-laki Seks

  Laki-laki ...................................................................... 34 C. Seksualitas dalam Hukum Islam dan Perundang

  • undangan di Indonesia ..................................................... 37 1.

  Seksualitas dalam Hukum Islam ................................. 37 2. Seksualitas dalam Perundang-undangan di Indonesia 45

  BAB III FENOMEMA KOMUNITAS GAY DI SALATIGA A. Gambaran Umum Kota Salatiga ....................................... 50 B. Fenomena Komunitas Gay di Kota Salatiga ..................... 54 1. Komunitas Gay di Salatiga .......................................... 54 2. Faktor-faktor Menjadi seorang Gay ............................ 62 3. Proses Coming Out pada Gay ..................................... 63 4. Bentuk Perilaku Seksual pada Gay ............................. 67 5. Perkawinan Sejenis ..................................................... 68 6. Keberagamaan bagi Seorang Gay ............................... 70 C. Peran Serta Lembaga Keislaman dan Lembaga Pemerintah Daaerah terhadap Persoalan Komunitas Gay di Salatiga ................................................................... 73 1. Peran Lembaga Keislaman .......................................... 73 2. Peran Lembaga Pemerintah Daerah ............................ 74

  BAB IV PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DI KOTA SALATIGA DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Kebiasaan Perilaku Seksual Kaum Gay di Kota Salatiga .............................................................................. 77 B. Faktor-Faktor yang Mendorong Seseorang Menjadi Seorang Gay pada Komunitas Gay di Salatiga ................. 78 C. Pandangan Hukum dan Perbandingan Sanksi Hukum Dari Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap Perilaku Seksual Komunitas Gay

  di Salatiga .......................................................................... 81 1.

  Pandangan Hukum Islam terhadap Perilaku Seksual kaum Gay .................................................................... 81

  2. Pandangan Perundang-undangan di Indonesia terhadap Perilaku Seksual kaum Gay .......................... 87

  3. Bentuk Sanksi yang Diberikan terhadap Pelaku Homoseks Menurut Agama Islam ............................... 92 4. Bentuk Sanksi yang Diberikan terhadap Pelaku

  Homoseks Menurut Hukum Pidana ............................ 98

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 103 B. Saran .................................................................................. 105

DARTAR PUSTAKA .................................................................................... 107

LAMPIRAN

  

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia yang tertuang dalam Pembukaan dan Pasal 28 UUD 1945. Sehingga, setiap orang memperoleh pengakuan, jaminan, kebebasan,

  perlindungan, dan kepastian hukum atas hak-hak mereka oleh negara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.

  Masyarakat tidak dapat dipisahkan pula dengan kebudayaan. Dalam masyarakat selalu memiliki tatanan nilai, norma atau kaidah sebagai komponen kebudayaan yang berbeda antara tempat satu dengan yang lainnya. Di satu tempat ada perilaku yang dianggap melanggar atau menyimpang dari norma yang ada, tetapi di tempat yang lain dianggap tidak melanggar, bahkan menjadi hal yang wajar.

  Seksualitas merupakan sebuah persoalan yang selama ini dianggap sebagai penyimpangan publik, jika seksualitas tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Namun, seksualitas juga sangat menarik perhatian dan sangat pribadi. Seksualitas juga dipandang sebagai faktor yang tidak pernah berubah, karena dianggap given secara biologis dan kenyataan akan potensi kebebasan yang selama ini terpenjara oleh batas-batas peradaban. Seksualitas merupakan sebuah konstruksi sosial yang beroprasi dalam wilayah-wilayah kekuasaan (Giddens, 1992:1).

  Dalam masyarakat Jawa, persoalan seksualitas sering dianggap tabu atau tidak layak untuk dibicarakan secara umum. Akan tetapi, ada fenomena menarik di Kota Salatiga mengenai hal yang berhubungan dengan seksualitas diantaranya menyangkut homoseksualitas. Kaum homoseksual khususnya dalam komunitas gay di Salatiga, menyebut dirinya dengan sebutan MSM, kependekan dari “men who have sex with man”. Penggunaan istilah bahasa Inggris ini mereka gunakan untuk mengaburkan konotasi negatif dalam masyarakat. Dalam hubungan sesama jenis ini ternyata ada beberapa tingkatan mengenai ketertarikan sesama jenis diantaranya ada yang sebatas mengagumi secara fisik, tetapi ada juga yang sampai pada hubungan seksual sesama jenis.

  Tidak hanya di Salatiga, komunitas homoseksual juga tersebar di seluruh kota-kota di Indonesia dan dalam perilakunya mereka tidak menutupi status homoseksualnya, baik sesama gay maupun masyarakat umumnya. Mereka terang-terangan mengumbar kebersamaan dan kemesraan, perilaku tersebut dapat terlihat seperti bergandengan tangan, duduk berdekatan dengan mesra, dan berpelukan tanpa sedikitpun terlihat canggung dan malu.

  Namun, permasalahan homoseksualitas di Indonesia dianggap tabu bagi masyarakat dan pemerintah karena jarang adanya diskusi publik membahas dibicarakan secara terbuka. Serta penilaian masyarakat terhadap homoseksual dalam beberapa sudut pandang yaitu dilihat dari sudut pandang agama dianggap sebagai dosa, dari sudut pandang medis dianggap sebagai penyakit, dari sudut pandang hukum dianggap sebagai penjahat, dan dari sudut pandang pendapat masyarakat dianggap sebagai penyimpangan sosial.

  Dimanapun di seluruh dunia, hampir seluruh sistem sosial menolak kehidupan homoseksual termasuk di Negara Indonesia. Sehingga tidak mudah kehidupan homoseksual di Indonesia. Keberadaan kaum homoseksual dalam masyarakat masih dianggap ancaman, walaupun mereka tidak merugikan siapapun, baik secara fisik maupun spikis. Secara yuridis formal Indonesia, homoseksual bukanlah suatu kejahatan dengan demikian bentuk diskriminasi terhadap mereka termasuk pelanggaran hukum.

  Dalam hukum positif Indonesia, hubungan seksual antar sesama jenis diatur dalam pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama jenis yang diketahui dan sepatutnya belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Dalam pasal tersebut perilaku cabul sesama jenis bisa diindentikkan dengan homoseksual dan pelanggaran dalam pasal tersebut hanya berlaku bagi pelaku homoseksual terhadap anak di bawah umur. Berbeda dengan agama Islam yang diatur dalam Al Qur’an maupun Al Hadits secara

  qath’i (tegas) dan muhkamat (jelas ketetapan hukumnya) menentang keras perilaku ini.

  Di dalam Al Qur’an Allah menyebut perbuatan dalam hadits perbuatan tersebut ditentang oleh nabi dan hukumannya pun beragam seperti dihukum dengan cara dera, had, dan takzir.

  Indonesia sebagai negara dan mayoritas muslim terbesar di dunia akan menjadi perhatian penting melihat kontradiksi hukum Islam dengan KUHP sebagai perundang-undangan di Indonesia sebagai produk hukum. Salah satu hal yang menarik membandingkan hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap persoalan perilaku homoseksual. Serta menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga-lembaga keislaman dan lembaga pemerintah di Salatiga terhadap permasalahan komunitas homoseksual dalam hal ini peneliti memilih meniliti komunitas Gay di Salatiga. Dan setelah mengkaji lebih dalam peneliti membuat laporan dalam bentuk skripsi dengan judul: PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA (Studi Kasus pada Komunitas Gay di Salatiga) .

B. RUMUSAN MAASALAH

  Dari latar belakang di atas ada beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana kebiasaan perilaku seksual kaum gay di Kota Salatiga ? 2.

  Apa faktor-faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang gay pada komunitas gay di Salatiga?

  3. Bagaimana pandangan hukum dan perbandingan sanksi hukum dari hukum Islam dan perundang-undangan terhadap perilaku seksual komunitas gay di C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang ada, maka skripsi ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan kebiasaan perilaku seksual kaum gay di Salatiga.

  2. Menjelaskan faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang gay pada komunitas gay di Salatiga.

  3. Menjelaskan pandangan hukum dan perbandingan sanksi hukum dari hukum Islam dengan perundang-undangan di Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan program penelitian ini antara lain: 1. Secara teoritis yaitu menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya kajian hukum tentang pemahaman nilai, norma, landasan, dan sanksi dalam permasalahan komunitas gay.

2. Secara praktis yaitu dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan literatur bagi masyarakat Salatiga dan masyarakat luas.

E. Penegasan Istilah 1. Perilaku Seksual

  Perilaku seksual adalah cara seseorang mengekspresikan hubungan seksualnya. Perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya, interpretasi agama, adat tradisi, dan kebiasaan dalam suatu masyarakat. Karena itu, perilaku seksual merupakan konstruksi sosial, tidak bersifat antara orientasi seksual dan perilaku seksual. Sayangnya, tidak banyak orang yang mau memahami perbedaan kedua istilah ini secara arif. Akibatnya, tidak sedikit yang memahami keduanya secara rancu dan salah kaprah.

  Berbicara tentang perilaku seksual, ada banyak cara di samping cara yang konvensional memasukkan penis ke dalam vagina, juga dikenal cara lainnya dalam bentuk oral seks dan anal seks (disebut juga sodomi atau liwâth dalam bahasa Arab). Sodomi atau liwâth adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur (anus), baik dubur lelaki maupun dubur perempuan (Mulia dkk, 2011: 18).

2. Komunitas

  Adalah kelompok organisme (orang dan sebagainya) yg hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1995).

  Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak" (Wenger, 2002: 4).

   Gay

  Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orangtau sifat-sifat homoseksual. Istilah ini awalnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan "bebas/ tidak terikat", "bahagia" atau "cerah dan menyolok". Kata ini mulai digunakan untuk menyebut homoseksualitas mungkin semenjak akhir abad ke-19 M, tetapi menjadi lebih umum pada abad ke 20. Damerujuk pada diakses pada tanggal 1 November 2014).

F. Telaah Pustaka

  Marzuki Umar Sa’abah dalam penelitiannya yang berjudul “Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Komtemporer Umat Islam” menyimpulkan homoseksual merupakan rasa tertarik dan mencintai pada kelamin sejenis.

  Untuk kaum pria sering juga dikenal kaum “gay” sedangkan wanita disebut “lesbian”. Dalam mengekspresikan dirinya dikenal 3 macam bentuk: 1. Aktif, bertindak sebagai pria agresif; 2. Pasif, bertingkah laku dan berperan pasif feminim sebagai wanita; 3. Berganti peran, kadang memerankan fungsi wanita, kadang-kadang jadi pria.

  Penyebab homoseksual pada pria sampai saat ini masih dalam perdebatan, beberapa penyebab antara lain: a. faktor seks; b. pengaruh hubungan homoseks, karena ia pernah menghayati pengalaman homoseks yang menggairahkan pada masa remaja; d. bisa juga karena pengalaman traumatis dengan ibunya, sehingga timbul kebencian antipati terhadap ibu dan wanita pada umumnya.

  Drs. Jokie MS Siahaan, M. Si. dalam penelitiannya yang berjudul “Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiologi” menyimpulkan homoseks dapat dijelaskan dalam beberapa dimensi. Termasuk diantaranya adalah sikap untuk mengekspresikan hubungan seksual atau kecenderungan erotis, kesadaran akan konsep diri homoseksual, atau kenyataan hubungan seks dengan sesama jenisnya baik laki-laki maupun perempuan. Orang yang menjalani perilaku homoseksual ini (baik laki-laki maupun perempuan) berasal dari kelas sosial, tingkat pendidikannya bervariasi, mewakili semua jenis pekerjaan dan profesi, mempunyai bermacam kepentingan dan kegemaran, dan mungkin sudah menikah atau single.

  Dalam penelitian yang terkenal tentang seksualitas di Amerika, mengungkapkan sebanyak 37% laki-laki pernah mempunyai pengalaman homoseksual dalam suatau masa kehidupannya, tetapi hanya 4% yang benar- benar homoseksual yang mengekspresikan kecenderungan erotisnya pada sesama laki-laki. Adapun sisanya kemungkinan hanya karena rasa ingin tahu, dianiaya, atau dibatasi seksualnya. Temuan ini menjelaskan bahwa mempunyai hubungan homoseksual tidak berarti seorang menjadi homoseks. Yang lebih penting secara sosiologis adalah pengungkapan identitas homoseksual. Salah seks. Merupakan persatuan yang nyata antara takdir peran seks dan reaksi tak sadar bahwa takdir itu merupakan ciri-ciri dari peran seks. Dengan kata lain, seorang menghayati peran seks tertentu, mengembangkan konsep dirinya dengan jenis kelamin yang lain, dan mengadopsi sebagian besar karakteristik perilaku jenis kelamin lain tersebut.

  Neng Djubaedah, S.H., M.H. dalam penelitianya yang berjudul “Pornografi Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam” menyimpulkan hukum Islam sebagai salah satu sistem yang berlaku (di samping hukum Barat dan hukum Adat) dan merupakan bagian dari agama Islam berlaku di Indonesia berdasarkan pembukaan dan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahan. Pasal tersebut menentukan bahwa “negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hazairin (almarhum), guru besar Hukum Islam dan Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia telah menafsirkan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya dalam enam tafsiran. Tiga tafsiran di antaranya berkaitan dengan keberlakuan hukum-hukum seluruh agama yang berlaku di Indonesia, di antara hukum (agama) Islam.

  , di dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau

  Pertama

  berlaku suatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam begitu pula dengan agama lainnya. Kedua, Negara Republik Indonesia wajib melaksanakan syariat Islam bagi umat Islam begitu pula dengan agama lainnya. Ketiga, syariat tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk melaksanakannya dan karena itu dapat sendiri dilakukan oleh setiap pemeluk setiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya masing- masing.

  Febri Ayu Choiriyah dalam skripsinya yang berjudul “Kehidupan Waria Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus Perilaku Keberagaman di Pondok

  Pesantren Waria Senin-Kamis Notoyudan Yogyakarta

  )” menyimpulkan tidak seorangpun yang ingin hidup sebagai waria. Menjadi waria bukanlah pilihan.

  Mereka merasa tidak nyaman atas penciptaan dirinya dan merasa terjebak dalam fisik yang salah. Status waria tidak diakui sehingga cenderung dilecehkan masyarakat. Mereka kehilangan hak termasuk dibidang keagamaan. Diskriminasi ini telah memangkas akses mereka di sektor sosial-ekonomi, sehingga hanya mampu bertahan pada praktik-praktik pelacuran. Di sisi lain waria juga mempunyai kesadaran hidup secara religius.

  Penelitian tentang perilaku seksual memang sudah pernah dilakukan namun berdasarkan pengamatan penulis belum ada hukum yang konkret terhadap perilaku seksual kaum gay dalam tinjauan hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia (Studi Kasus pada Komunitas Gay di

  Salatiga)

  . Oleh karena itu, penulis ingin menggali lebih dalam bagaimana kedua hukum tersebut memandang kaum gay dari segi perilaku seksualnya serta sejauh mana perbedaan kedua hukum tersebut.

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

  metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif dipillih untuk menghasilkan data deskriptif yang diperlukan dalam studi ini. Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis terjun langsung mewawancarai beberapa orang gay dalam komunitas gay dan para tokoh lembaga keislaman maupun lembaga pemerintahan di Salatiga.

  2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana

  penelitian tersebut akan dilaksanakan. Adapun tempat atau lokasi penelitian dalam rangka penulisan proposal ini yaitu di Kota Salatiga.

  Pemilihan lokasi penelitian ini berkaitan langsung dengan masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

  3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.

  Sumber data primer; yaitu hasil temuan data di lapangan melalui wawancara dengan komunitas gay dan tokoh-tokoh lembaga keislaman dan lembaga pemerintahan daerah di Salatiga. Adapun wawancara dengan tokoh-tokoh lembaga keislaman dan lembaga pemerintahan daerah bertujuan untuk mengetahui peran lembaga keislaman sebagai lembaga dakwah dan peran lembaga pemerintahan daerah sebagai corong hukum terhadap fenomena perilaku seksual kaum gay di Salatiga.

  Sumber data sekunder; yaitu data yang diperoleh dari literatur buku- buku, surat kabar, majalah, catatan, perundang-undangan dan kepustakaan ilmiah lain yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian.

4. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara

  Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1998:115). Pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan. Wawancara dilakukan penulis dengan beberapa sumber: 1)

  Anggota komunitas gay di Salatiga. Dalam hal ini penulis mewawancarai 4 (empat) subjek yang berperilaku gay karena 4 (empat) orang inilah yang mau diajak untuk diwawancarai. 2)

  Tokoh pemuka pada lembaga keislaman dalam hal ini penulis ingin mewancarai ketua dari organisasi NU dan Muhammadiyah.

  Dan dari lembaga pemerintahan sendiri penulis mewawancarai dari pihak Komisi Penanggulangan AIDS Salatiga (KPA). Alasan penulis mengambil pengumpulan data dari kedua lembaga tersebut adalah untuk mengetahui peran lembaga keislaman sebagai lembaga dakwah dan peran lembaga pemerintahan daerah sebagai corong hukum terhadap fenomena perilaku seksual kaum gay di Salatiga.

   Dokumentasi

  Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya (Suharsimi, 1997 : 236).

  Dalam penelitian ini, penulis mencari data dari buku, majalah, transkrip, foto, dan catatan yang terkait aktivitas komunitas gay di Salatiga, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk menambah data yang ada pada peneliti.

  5. Analisis Data

  Data yang diperoleh untuk gambaran yang komperehensif dan akurat dari penelitian ini, maka akan dilakukan analisis deskriptif kualitatif, sehingga kondisi faktual pada penelitian ini dapat dihasilkan. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis data-data yang telah terkumpulkan melalui dokumen, interview atau wawancara untuk memperoleh perspektif yang jelas.

  6. Pengecekan Keabsahan Data

  Pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan triangulasi sebagai tehnik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap obyek penelitian (Moleng, 2004: 330). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan informasi dari berbagai pihak yaitu para anggota komunitas gay, para tokoh lembaga dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis.

7. Tahap-tahap Penelitian

  Prosedur penelitian ini dilakukan meliputi tiga tahap yaitu : a.

   Tahap Prapenelitian

  Dalam tahap ini peneliti membuat rancangan penelitian, membuat instrumen penelitian dan membuat ijin penelitian.

b. Tahap Penelitian

  1) Melakukan penelitian, yaitu mengadakan wawancara kepada komunitas gay dan tokoh-tokoh lembaga Islam serta lembaga pemerintahan di Salatiga.

2) Pengamatan secara langsung mengenai kegiatan komunitas gay.

  3) Kajian pustaka yaitu pengumpulan data dari informasi dan buku- buku.

c. Tahap Pembuatan Laporan

  Dalam tahap ini peneliti menyususn data hasil penelitian untuk dianalisis kemudian dideskripsikan sebagai suatu pembahasan dan terbentuk suatu laporan hasil penelitian.

H. Sistematika Penulisan

  Pembahasan skripsi ini melalui tiga tahap, yaitu pendahuluan, isi, dan tersebut terdapat sub-sub bab. Sistematika pembahasannya dapat dilihat sebagai berikut:

  Bab Pertama : Pendahuluan. Bagian ini merupakan bagian yang paling

  umum pembahasannya karena berisi dasar-dasar penelitian ini. Isi dari bagian ini terdiri dari: Latar Belakang Masalah; yaitu menjelaskan faktor-faktor yang menjadi dasar atau pendukung timbulnya masalah yang akan diteliti serta memperjelas alasan-alasan yang dianggap menarik dan penting untuk diteliti, penegasan istilah; menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam judul skripsi agar tidak terjadi salah penafsiran, rumusan masalah; diperlukan untuk mengetahui permasalahan dalam penelitian secara komperensif dan terfokus. Telaah Pustaka; menjelaskan tentang penelitian sebelumnya selain mengumpulkan teori, peneliti menambahkan komentar, kritik (kelebihan dan atau kekurangan teori dalam pustaka), perbandingan dengan teori (pustaka) lain, kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan. Tujuan penelitian, kegunaan penelitian; sebagai cara pandang dan acuan terhadap penelitian yang dilakukan. Metode penelitian; dimasukkan sebagai langkah-langkah yang aka ditempuh dalam menganalisa data.

  Bab Kedua . Pada bab ini membahas tentang studi tentang gay serta

  berbagai perspektif tentang gay. Sub bab pertama yaitu deskripsi tentang seksualitas, perilaku seksual, orientasi seksual, dan penyimpangan seksual. Sub bab kedua deskripsi gay yang meliputi pengertian dan kategorisasi gay. Merupakan penjelasan proses menjadi gay, membedakan antara gay, waria, dan dalm perspektif Islam dan Perundang-undangan Indonesia.

  Bab Ketiga . Pada bab ini memuat tentang gambaran umum lokasi

  penelitian. Fenomena komunitas gay di Salatiga yang meliputi gambaran komunitas gay di Salatiga, faktor-faktor menjadi seorang gay, proses Coming

  

Out pada gay, bentuk perilaku seksual pada gay, perkawinan gay, dan

  keberagamaan pada seorang gay. Gambaran peranan lembaga keislaman dan lembaga pemerintah dalam persoalan komunitas gay di Salatiga.

  Bab Keempat . Bab ini merupakan menganalisa kebiasaan perilaku

  seksual kaum gay di Salatiga, faktor-faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang gay dan menganalisa pandangan dan perbandingan antara Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indoneisa terhadap kasus Gay di Salatiga.

  Bab Kelima . Penutup. Bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran- saran sebagai akhir dari pengkajian ini.

  

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG GAY A. Konsep Seks, Seksualitas, Orientasi Seks, Perilaku Seksual, Seks Menyimpang, dan Gender 1. Seks Seks (sex) adalah sebuah konsep tentang pembedaan jenis

  kelamin manusia berdasarkan faktor-faktor biologis, hormonal, dan patologis. Karena dominannya pengaruh paradigma patriarkhis dan hetero- normativitas dalam masyarakat, secara biologis manusia hanya dibedakan secara kaku ke dalam dua jenis kelamin (seks), yaitu laki-laki (male) dan perempuan (female). Demikian pula konsep jenis kelamin yang bersifat sosial, manusia juga hanya dibedakan dalam dua jenis kelamin sosial (gender), yakni laki-laki (man) dan perempuan (woman) (Mulia. dkk, 2011: 9).

  Makna lain seks lebih ditekankan pada keadaan anatomis manusia yang kemudian memberi “identitas” kepada yang bersangkutan. Seseorang yang memiliki anatomi penis disebut laki-laki. Sedangkan orang yang memliki anatomi vagina disebut perempuan. Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktifitas seksual. Karena penekanannya lebih pada hal-hal yang bersifat anatomis, maka seks kemudian sering dimaknai sempit sebagai hubungan badan antara laki-laki dan permpuan. Nasarudin Umar menyebutkan bahwa istilah seks lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologis seseorang, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya (Syafi’ie, 2009: 25).

2. Seksualitas

  Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, agama, dan spiritualitas. Seksualitas merupakan hal positif, berhubungan dengan jati diri seseorang dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya. Sayangnya, masyarakat umumnya masih melihat seksualitas sebagai negatif, bahkan tabu dibicarakan. Ada perbedaan penting antara seks dan seksualitas. Seks adalah sesuatu yang bersifat biologis dan karenanya seks dianggap sebagai sesuatu yang stabil. Seks biasanya merujuk pada alat kelamin dan tindakan penggunaan alat kelamin itu secara seksual. Meskipun seks dan seksualitas secara analisis merupakan istilah yang berbeda, namun istilah seks sering digunakan untuk menjelaskan keduanya. Misalnya, seks juga digunakan sebagai istilah yang merujuk pada praktik seksual atau kebiasaan (Mulia. dkk, 2011: 11).

  Akan tetapi, perbedaan antara keduanya sangat jelas, seks merupakan hal yang given atau terberi. Sebaliknya, seksualitas merupakan konstruksi sosial-budaya. Seksualitas adalah konsep yang lebih abstrak, mencakup aspek yang tak terhingga dari keberadaan manusia, termasuk di dalamnya aspek fisik, psikis, emosional, politik, dan hal-hal yang terkait dengan berbagai kebiasaan manusia. Seksualitas, sebagaimana rumit dari perasaan dan hasrat. Tidak heran jika seksualitas mempunyai konotasi, baik positif maupun negatif, serta mengakar dalam konteks masyarakat tertentu (Mulia. dkk, 2011: 11).

  Vance menyebutkan bahwa seksualitas melingkupi makna personal dan sosial, pandangan yang menyeluruh tentang seksualitas mencakup peran sosial, kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan seksual, hubungan, pikiran, dan perasaan. Seksualitas, sebagaimana terdefinisi secara kultural dan berkembang dalam sejarah sosial, mempunyai konotasi berbeda dalam komunitas, masyarakat dan kelompok yang berbeda. Bahkan, dalam masyarakat yang sama, pemahaman seksualitas akan berbeda menurut umur, kelas sosial, budaya, dan agama (Mulia. dkk, 2011: 13).

  Seksualitas bukanlah bawaan atau kodrat, melainkan produk dari negosiasi, pergumulan, dan perjuangan manusia. Seksualitas merupakan ruang kebudayaan manusia untuk mengekspresikan dirinya terhadap orang lain dalam arti yang sangat kompleks, menyangkut identitas diri (self

  ), tindakan seks (sex action), perilaku seksual (sexual behavior),

  identity dan orientasi seksual (sexual orientation) (Mulia. dkk, 2011: 14).

  3. Orientasi Seks

  Orientasi seksual adalah kapasitas yang dimiliki setiap manusia Orientasi seksual bersifat kodrati, tidak dapat diubah. Tak seorang pun dapat memilih untuk dilahirkan dengan orientasi seksual tertentu. Studi tentang orientasi seksual menyimpulkan ada beberapa varian orientasi seksual, yaitu heteroseksual (hetero), homoseksual (homo), biseksual (bisek), dan aseksual (asek). Disebut hetero apabila seseorang tertarik pada lain jenis. Misalnya, perempuan tertarik pada laki-laki atau sebaliknya.

  Dinamakan homo apabila seseorang tertarik pada sesama jenis. Lelaki tertarik pada sesamanya dinamakan gay, sedangkan perempuan suka perempuan disebut lesbian. Seseorang disebut bisek apabila orientasi seksualnya ganda: tertarik pada sesama sekaligus juga pada lawan jenis.

  Sebaliknya, aseksual tidak tertarik pada keduanya, baik sesama maupun lawan jenis (Mulia. dkk, 2011: 16).

  4. Perilaku Seksual

  Perilaku seksual adalah cara seseorang mengekspresikan hubungan seksualnya. Perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya, interpretasi agama, adat tradisi, dan kebiasaan dalam suatu masyarakat. Karena itu, perilaku seksual merupakan konstruksi sosial, tidak bersifat kodrati, dan tentu saja dapat dipelajari. Di sinilah perbedaan mendasar antara orientasi seksual dan perilaku seksual. Sayangnya, tidak banyak orang yang mau memahami perbedaan kedua istilah ini secara arif. Akibatnya, tidak sedikit yang memahami keduanya secara rancu dan salah kaprah (Mulia. dkk, 2011: 20). tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

  Perilaku seksual dibagi menjadi 2 macam (Demartoto, 9-10), yaitu: a.

  Seks Penetratif 1)

  Seks Vaginal 2)

  Seks anal: Hubungan seks dengan penetrasi kepada anus pasangannya.

  3) Seks Oral

  a) Oro-Penile (Fellatio)

  Sexualoralisme (suatu keadaan dimana kepuasan didapat

  dengan menggunakan bibir, mulut dan lidah kepada organ genetalia pasangannya) yang dilakukan untuk melakukan rangsangan ke penis.

  b) Oro-Vulva (Cunnilingus)

  Sexualoralisme yang dilakukan dengan cara melakukan rangsangan ke vagina. c) Oro-Anus (Anilungus)

  Sexualoralisme yang dilakukan dengan cara melakukan

  4) seks dengan alat yang dimasukkan b.

  Seks non penetratif 1)

  Seks Manual 2)

  Seks dengan sentuhan/kontak badan

3) Seks dengan alat yang tidak dimasukkan.

  4) Seks Sado-Masochist (S&M)

  5) Melihat pornografi

  6) Seks Fantasi

  7) Seks lewat telepon/intemet 5.

   Macam-macam Seks yang Menyimpang

  Menurut Sigmund Freud yang dikutip Yatimin (2003: 54) bahwa kebutuhan seksual adalah kebutuhan vital pada manusia. Jika tidak terpenuhi kebutuhan ini akan mendatangkan gangguan kejiwaan dalam bentuk tindakan abnormal. Berbicara mengenai tindakan abnormal pasti berhadapan dengan masalah yang menyangkut tingkah laku normal dan tidak normal. Garis pemisah antara tingkah laku normal dan tidak normal selalu tidak jelas. Para ahli psikologi mengalami kesulitan untuk membedakan apa yang dimaksud dengan bertingkah laku normal dan abnormal.

  Di lihat dari sudut pandang ilmu psikologi pendidikan, yang dimaksud dengan tingkah laku abnormal ialah tingkah laku yang atau perorangan (Yatimin, 2003: 54).

  Sarlito Wirawan (1982: 127) membagi tindakan abnormal (perilaku penyimpangan seksual dan perilaku penyimpangan seksual) kepada dua jenis, yaitu : a.

  Perilaku Penyimpangan Seksual karena Kelainan Pada Objek.

  Pada penyimpangan ini dorongan seksual yang dijadikan sasaran pemuasan lain dari biasanya. Pada manusia normal objek tingkah laku seksual ialah pasangan dari lawan jenisnya, tetapi pada penderita perilaku penyimpangan seksual objeknya bisa berupa orang dari jenis kelamin berbeda, melakukan hubungan seksual dengan hewan (betiality), dengan mayat (Necrophilia), sodomi, oral sexual, homoseksual, lesbianis, dan pedophilia.

  b.

  Perilaku Penyimpangan Etika Seksual karena Kelainan pada Caranya.

  Pada penyimpangan jenis ini dorongan seksual yang dijadikan sasaran pemuasan seksual tetap lawan jenis, tetapi caranya bertentangan dengan norma-norma susila dan etika. Yang termasuk perilaku penyimpangan etika seksual jenis ini ialah perzinaan, perkosaan, hubungan seks dengan saudaranya (mahramnya) sendiri, melacur, dan sejenisnya. Ada beberapa jenis perilaku penyimpangan seksual dan perilaku penyimpangan etika seksual. Jenis-jenis tersebut dapat dijelaskan sebagai seksual: 1.

  Sadisme adalah pemuasan nafsu seksual yang dilakukan dengan jalan menyakiti lawan jenisnya bahkan tidak jarang sampai meninggal dunia.

  2. Masochisme ialah pemuasan nafsu seksual yang dilakukan dengan jalan menyakiti diri sendiri.

Dokumen yang terkait

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 15

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 14

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 89

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 80

SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARIS MASYARAKAT MUSLIM DI DESA KALONGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 88

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL SAWAH TAHUNAN (STUDI KASUS DI DESA PURWOREJO KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 90

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MULTIBARANG (Studi Kasus di BMT Anda Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

0 2 121