Pemaknaan Orang Muda Katolik (OMK) pada kegiatan gereja : sebuah studi fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang - USD Repository

  

PEMAKNAAN

ORANG MUDA KATOLIK (OMK) YANG AKTIF

PADA KEGIATAN GEREJA

  (

Sebuah Studi Fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung

Semarang)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Disusun Oleh:

YANUAR PRIHASTOMO

02 9114 006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

  

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN MOTTO

  

Semakin kita mencari tahu,

semakin sadar bahwa kita tidak

tahu apa-apa

  (Socrates)

“ Tak ada orang yang terlahir jenius. Berusaha

mengasah kemampuan & berjuang dengan segenap

hati, itulah yang dinamakan dengan jenius sejati... ”

  (Harlem Beat) Diam dan mendengarkan, atau berbicara dan mencari tahu? Sebenar-benarnya pada akhir nanti engkau akan tahu, dan memilih. Akan menjadi bijak, atau hebat… Atau mungkin kedua-duanya…

  (Ieyasu)

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Dengan penuh cinta dan kasih, kupersembahkan karya ini kepada: Allah Bapa, Penyelenggara Alam Semesta Yesus Kristus, Guru kehidupanku Bapak dan Ibu; kepercayaan Tuhan untukku Kakak dan adikku Sahabat serta teman-teman; “kekasih hati” dalam kesetiaan dan kebersamaan Hal apapun; yang telah saling “memperkaya” Pemikir-pemikir hebat sepanjang masa

PEMAKNAAN ORANG MUDA KATOLIK (OMK) YANG AKTIF KETIKA BERPERAN PADA KEGIATAN GEREJA

  (Sebuah Studi Fenomenologi di Paroki Pugeran, Kevikepan DIY, Keuskupan Agung Semarang)

  Yanuar Prihastomo ABSTRAK

  Desain penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaknaan orang

muda katolik (OMK) yang aktif ketika berperan pada kegiatan Gereja. Peneliti tertarik terhadap

fenomena ini karena adanya suatu dinamika kehidupan yang menarik. OMK dengan kesibukannya

menjalani tugas perkembangan, dihadapkan pada pilihan kegiatan-kegiatan Gereja. Keadaan

seperti ini ternyata tidak menyurutkan minat OMK untuk selalu meluangkan waktunya mengisi

kegiatan Gereja. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui apa sebenarnya

pemaknaan kegiatan Gereja bagi mereka. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang muda

katolik yang hidup dan berkegiatan di paroki Pugeran, Yogyakarta. Subjek diperoleh dengan

berdasar pada pedoman penelitian kualitatif, yaitu sampel harus berfokus pada intensitas.

Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara yang mendalam. Analisa penelitian ini

menggunakan modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari Moustakas (1994). Verifikasi data

dilakukan dengan proses intersubjective validity, yaitu menguji kembali pemahaman peneliti

dengan pemahaman subjek melalui interaksi timbal balik atau disebut juga back-and-forth. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan kegiatan Gereja bagi OMK adalah sebagai proses

pembentukan/pencapaian identitas diri. Proses pembentukan/pencapaian identitas adalah ketika

individu mampu mengintegrasikan potensi-potensi, ketrampilan dalam melakukan identifikasi

dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial,

menjaga pertahanan terhadap ancaman, serta mampu memutuskan peran-peran yang cocok bagi

dirinya (Erikson, 1974). Jadi proses pembentukan/pencapaian identitas diri OMK terjadi karena

adanya kebutuhan, kesadaran, dan keinginan yang terkombinasi dengan sosio-historis yang unik

dan khas dari keluarga Kristiani dan Gereja.

  Kata kunci: Identitas diri, orang muda katolik, Gereja

UNDERSTANDING THE CATHOLIC YOUTH (OMK) WHO ACTIVELY INVOLVED

  (A Phenomenological Study in Pugeran Parish, Yogyakarta Special Province, Semarang Diocese)

  Yanuar Prihastomo ABSTRACT

  This phenomenological research aimed to figure out the understanding process of

Catholic Youth (OMK) who actively involved in Church activities. The researcher feels anxious to

see this phenomenon due to the interesting life dynamism these young people had. OMK, in which

has many activities to do as an actualization of their responsibility in living their life process, had

to deal with Church activities. In fact, this condition did not decrease their interests in spending

their time to take part in Church activities. Based on such phenomenon, the researcher is eager to

find out what is the meaning of Church activities for them. There are three Catholic youth who live

and actively involved in Pugeran Parish, Yogyakarta taken as the subject of this research. These

three subjects were taken based on qualitative research orientation, in which the subjects should

focus on intensity. Data collection was gained through deep interviews. The writer uses modified

Moustakas’ (1994) Stevick-Colaizzi-Keen method in research analysis. The data verification was

taken through inter-subjective validity process. In this process, the researcher’s and the subjects’

understanding were re-examined through reciprocity interaction which also called back-and-forth.

The result of this research shows that the meaning of Church activities for OMK is as a part of self

identity figuration/achievement process. What is meant by self identity figuration/achievement

process here is when an individual is able to integrate potentials, have identifying skills together

with those who are having the same agreement, and able to adapt with social environment, to

maintain the protection from threat, and able to decide suitable roles for themselves (Erikson,

1974). In conclusion, self identity figuration/achievement process of OMK occurred from the

needs, awareness and desires combined with unique and special characteristics of socio-historical

backgrounds in Christian family and church.

  Keywords: phenomenology, self-identity, catholic youth, church

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah Bapa di Surga atas rahmat dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selesainya penulisan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

  1. Allah Bapa yang telah memberikan kesempatan ‘coretan tak berarti’ ini berada di kanvas agungNya.

  2. Yesus Kristus dengan ajaran-ajaran kehidupanNya

  3. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Faultas Psikologi atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.

  4. Ibu Titik Kristiani, M. Psi., dan Ibu Tanti Arini, M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bekerja keras membimbing selama masa studi dengan penuh kesabaran, serta mencurahkan perhatian dengan sepenuh hati.

  5. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran. Maaf, Pak Didik. Saya pernah seperti domba yang sempat (meng)hilang….

  6. Segenap dosen Psikologi, terima kasih atas ilmu serta dinamika yang saya dapat selama kuliah di fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta.

  7. Karyawan Psikologi, Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Muji, Mas Doni, dan para cleaning service. Terima kasih atas bantuannya selama ini. Bagi kami, Anda adalah pahlawan mahasiswa.

  8. Semua teman-teman Psikologi, antara angkatan ’98 sampai ’08 yang tidak bisa kami sebut satu-persatu. Terima kasih atas dinamikanya selama ini.

  9. Bapak Muhabdan, Ibu Anna Suparti, mbak Asih dan mas Edi, Danna, Lik Uri, Lik Mah dan Nur serta semua saudaraku, terima kasih atas segala perhatian, kesabaran, dukungan, dan doa yang telah diberikan.

  10. The Tumindak Ngiwo (Kopeto, Windra, Neri, Achong Yo’i, Wawan, Aris, Ganyong, Barjo, Suko, Dika, Doni, Laura, Almh. Cynthya Dewi Putri, Alm. Michael Cahyo Pamungkas, Danang, Pak Guru Purwoko, Alit, Sigot, Eyang, Imam, Mbak Ayu’, Cik Seni; nuwun yo, cik..hehe, Yoga, Ciput, Dik Sari, Klowor, Ricky, Itong, Berta, Min- min, Sisir, Ine’ dan semua ‘anggota-anggotanya’). Tujuh tahun telah menjadi keluarga besar kedua. Yo dadi masku, mbakku, adikku…. Pokoke saudaraku.

  11. Teman-teman Psi ’02 seperjuangan. Kang Adi, Dimas, Ching He, Dodi, Aan, Bona, Lisna, Ning, Dani, Echa, Ndaru, Tisa, Tita, Ian, Pongki, Si Be, Panji, Niko, Ndus, Memei, Hera, Festa, Trisa, Mita, Nanut, Diah…..Akeh tenan, je… 12. Ngadicool Brother (Bayu, Toni, Robert, dan Mas Nunung). Ayo! Dolan-dolan, tembak-

  tembakan, futsal, nguliner, mojok…. njut dolan-dolan meneh! *Jo lali ngurus lingkungan, dab…. xi

  13. Saint Cool. (Dab Lilik, mbak Ninik, mbak Novi, bang Gupi, Mas Oko, Marji, Seno, Ajeng, Praci, Iot and The Gank…Mari kita berkarya dan membangun…Dengan week end dan pesta!!

  14. Rumah Taman (Sani; Matur nuwun atas semua selama 8 tahun ini. Mas Paku, Cucuk, Pecek, Agung ‘mie’, Doni; Mreneo. Motong aku…) 15. Rm. Warsito. Matur nuwun atas doanya. Ayo, katanya suka nguliner?! : ) 16. Teman-teman Gereja Pugeran. Fajar; Nuwun. ‘Api’ tengah malamnya

  manjur! , Ajeng & Ireda; yang sabar & tetap semangat yo, nduk : ) Nuwun atas bantuan tambahan data MPP dan PIA nya.

  17. Rekan-rekan PIA & MPP. Matur nuwun sedoyo kemawon… 18.

  Rekan-rekan kevikepan DIY. Denta, Ivan, Choice, Mita, Yayan, Eta, Ayo’, Opit, Nono’, Rony, Babi, Erick, Dian, Dita… 19. Semua teman yang pernah menjadi satu kepanitiaan dimanapun.

  20. Zpegata ‘95 3B. 26, 15, 5, 40, 14, 23….Top! Wis tuo ngene, tetep (niat)

  bersatu! : ) 21.

  Eks Rekan-rekan divisi Psikososial PRY. Mbak Thia, Mas Muji, Pak Frans, Mbak Lia Ndut, Mbak Alfa, Sius, Pati, Mbak Ike, Mbak Edina, Ayu, Bimo, Mas Kristo, Vembri, Siril….Mari kita belajar klinis…: ) 22. Kepuh Crew (Jatmiko, Ika, Patrick, Uci’, Sasa, Asti, Nopra, Vita dan

  Ayu’) 23. Tokoh Kepuh (Pak dan Bu Warsidi, Mas Cahyo, Mas Alex, Bu Guru Nita,

  Ryan, Febri, Mbak Yuli, Cecep, Pak Polisi….)

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...................................... ii HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI .................................................. iii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ............................................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................. xvii DAFTAR SKEMA .............................................................................................. xviii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xix

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

  1. Manfaat Teoritis ................................................................. 7

  2. Manfaat Praktis .................................................................. 8

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9 A. Peran Kepemudaan Orang Muda Katolik (OMK) .......................... 9 1. Peran dan Peranan ................................................................ 9 2. Aktif dan Keaktifan .............................................................. 12 3. Identitas ................................................................................ 13 4. Orang Muda Katolik…….……………………...….…........26 5. Pemuda dan Kepemudaan……….…………….……….…...27 B. Peran Kepemudaan Gereja dan di Kehidupan Sehari-hari .............. 27 C. Kerangka Penelitian ........................................................................ 29 BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 30 A. Jenis Penelitian ................................................................................. 30 B. Fokus Penelitian ............................................................................... 33 C. Subjek Penelitian .............................................................................. 33 D. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 35 E. Analisa Data ..................................................................................... 36 F. Keabsahan Data atau Verifikasi Data ............................................... 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 38 A. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 39 B. Situasi dan Kondisi Kehidupan Gereja Pugeran .............................. 39

  1. Dinamika Kegiatan Gereja ..................................................... 39

  2. Data Aktivitas Kegiatan OMK ............................................... 40

  C. Deskripsi Subjek Penelitian ........................................................ 42

  D. Tema-tema .................................................................................. 45

  1. Tema-tema dasar pengalaman berkegiatan untuk Gereja ...... 45

  2. Sintesa data pengalaman ........................................................ 61

  E. Status Identitas ............................................................................ 63

  F. Pembahasan ................................................................................. 65

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 68 A. Kesimpulan ................................................................................. 81 B. Kelemahan Penelitian .................................................................. 82 C. Saran ............................................................................................ 83 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 88

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Konsep dan Tema Pengalaman.................................................................58 Tabel 2. Sintesa Data Pengalaman..........................................................................61 Tabel 3. Model Status Identitas .............................................................................. .63

DAFTAR SKEMA

  Skema 1. Skema dinamika pengalaman berkegiatan OMK untuk Gereja……...…66

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Verbatim Subjek 1 .............................................................................. 88 Lampiran 2. Horizonalization Subjek 1 ................................................................. 101 Lampiran 3. Tekstural Subjek 1 ............................................................................. 113 Lampiran 4. Struktural Subjek 1 ............................................................................ 123 Lampiran 5. Struktur Umum Subjek 1 .................................................................... 124 Lampiran 6. Data Statistik MPP ............................................................................. 125 Lampiran 7. Data Statistik PIA ............................................................................... 125 Lampiran 8. Data Statistik Koor..............................................................................127 Lampiran 9. Data Statistik Lektor......................................................................... 128

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kepemudaan Gereja, tidak dapat dipungkiri bahwa peran

  orang muda katolik sangat penting bagi terlaksananya visi-misi Gereja dalam menjalankan tugasnya di masyarakat. Orang muda katolik secara umum, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan karya-karya/agenda Gereja yang telah diberikan kepadanya. Seperti yang telah disepakati, kaum muda dituntut secara aktif untuk menghidupi kegiatan-kegiatan kepemudaan maupun umat secara umum (Isnugroho, wawancara, 13 September 2009). Tugas orang muda tercantum dalam buku pedoman yang telah disusun oleh Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia. Isinya secara garis besar adalah bahwa mereka diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berharga nanti baik kepada masyarakat maupun kepada umat katolik/Gereja (Komisi Kepemudaan KWI, 1991). Dengan adanya pedoman ini, orang muda katolik berada pada posisi yang cukup penting dan berpengaruh pada kebijakan-kebijakan Gereja dalam mengisi agendanya.

  Sebenarnya jika dilihat dari fasilitas dan alokasi dana, Gereja memang sudah cukup peduli dalam memberikan perhatiannya. Bantuan pendidikan untuk pelajar yang cukup aktif di kepemudaan sudah dianggarkan dari awal. Gereja dengan mudah memberikan aliran dana yang sesuai dengan kebutuhan jika memang itu mengikuti prosedur dan mekanisme yang benar (Nur, wawancara, 3 Juli 1010). Gereja telah memberikan penghargaan, kesempatan, tanggung jawab dan kepercayaan pada kaum muda dengan dibentuknya organisasi sebagai wadah yang dinamakan Mudika (muda-mudi katolik). Dalam hal ini mereka diposisikan sebagai subjek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina (Komisi Kerasulan Awam KWI, 1994).

  Kesulitan yang terjadi adalah terbenturnya antara loyalitas dan totalitas orang muda di kegiatan kepemudaan Gereja, dengan tugas perkembangan/pribadi mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, disini loyalitas dan totalitas teruji. OMK harus mengelola waktu sebaik mungkin, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan pribadi, seperti: sekolah, kuliah, pekerjaan, pembagian tugas-tugas sebagai anak di rumah, dan lain-lain. Tugas perkembangan kaum muda dalam tahap dewasa dini, seperti; kuliah, mulai bekerja, mulai membina keluarga, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial cepat atau lambat akan dialami dan dilakukan oleh sebagian besar kaum muda. Sedangkan tugas perkembangan pada masa-masa sebelumnya (remaja) juga harus dilalui dengan baik, seperti; studi/sekolah, mencapai peran sosial dan perilaku sosial yang diharapkan, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku- mengembangkan ideologi (Havighurst dalam Hurlock, 1996).

  Pada kenyataannya tugas perkembangan para orang muda katolik pada umumnya tidak berjalan dengan lancar dan cenderung terbengkalai (Toni, wawancara, 23 Januari 2010). Mereka berusaha menyisihkan waktu belajar dan pekerjaan mereka untuk bisa meluangkan waktu membantu kegiatan-kegiatan umat lingkungan, wilayah, maupun paroki. Maka tidak heran jika muncul keluhan dan terjadi benturan kepentingan antara orang tua dengan para pengurus di lingkungan maupun di struktur kepengurusan Gereja.

  Walaupun hak-hak orang muda sudah terfasilitasi, tetap saja itu bukan merupakan suatu hal yang mampu menjawab problematika-problematika yang terkait dengan permasalahan OMK yang dimana tugas-tugas pribadi begitu sangat padat dan menguras cukup banyak waktu serta tenaga. Alih-alih ingin mengembangkan diri dan memaksimalkan fasilitas yang ada, mereka malah melupakan tugas utama mereka untuk belajar dan bekerja (Lilik, wawancara, 31 Januari 2010). Keadaan ini bisa kita temui di banyak lingkungan, dimana perselisihan-perselisihan kecil muncul di tengah keluarga OMK.

  Usaha orang muda untuk bisa berperan secara total di kegiatan kepemudaan Gereja kadang tidak sebanding dengan pengorbanannya merelakan tugas akademiknya yang tertunda dan terbengkalai. Biarpun begitu, mereka tetap memberikan waktunya pada kegiatan kepemudaan Gereja walaupun terhambat dalam memenuhi tugas pribadi (Yudha, wawancara pribadi, 3 Sepetember 2009). Pada kenyataannya ada hal yang mendorong para orang muda ini untuk tetap mencurahkan perhatiannya. Dalam 10 tahun terakhir, masih terlihat banyaknya keterlibatan dengan berbagai macam peran pada para orang muda katolik di paroki-paroki. Praktis, dari event-event yang diselenggarakan dari tingkat lingkungan, wilayah, paroki sampai tingkat mudika rayon, hampir bisa dikatakan selalu ada kaum muda yang melibatkan diri.

  Peran diharapkan oleh kaum muda. Mereka mengharapkan melakukan sesuatu atau berperilaku yang kemudian memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok. Di sisi lain adanya harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu (Biddle & Thomas dalam Suhardono, 1994). Orang lain pada umumnya dalam konteks ini adalah masyarakat secara umum, masyarakat Gereja/para keluarga Kristiani dan Gereja itu sendiri. Biasanya kaum muda ini masuk dalam kepanitiaan-kepanitiaan yang telah dibentuk, baik itu dari struktur kepengurusan lingkungan, wilayah, maupun paroki.

  Orang muda katolik adalah sebuah kelompok dalam tahap perkembangan dimana mereka melakukan aktivitas secara aktif untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran. Hal ini merupakan berlangsungnya eksplorasi dalam pembentukan identitas dirinya (Marcia dalam Santrock, 2003).

  Keadaan seperti yang telah diulas diatas merupakan contoh kecil dari dinamika orang muda yang menjalani perannya sebagai anggota umat Gereja.

  Salah satu ciri (penggerak) orang muda Gereja adalah mereka harus memiliki perhatian dan kepedulian sebagaimana diharapkan dalam tugas kerasulan awam yang diberikan kepadanya (Komisi Kepemudaan KWI, 1994). Mengenai peran dan tugas orang muda Gereja ini, Komisi Kepemudaan KWI telah memberikan definisi peran orang muda sebagai pedoman, pemahaman, keselarasan, dan nilai- nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peran kepemudaan tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pembinaan dan perbuatan secara aktif dan terorganisasi dalam menjalankan tugas sebagai kaum muda Gereja (Komisi Kepemudaan KWI, 2008).

  Tugas dan peran ini tidak hanya sebuah bentuk rasa dan kepekaan akan kesadaran di dalam pengetahuan keagamaan saja, bahkan diharapkan ada tuntutan yang lebih dari pada itu, yaitu kemampuan di dalam organisasi kemasyarakatan secara umum (eksternal). Hal ini dikarenakan orang muda Gereja adalah kaum minoritas yang hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk.

  Kemajemukan masyarakat ini tidak hanya dalam konteks agama saja, tetapi juga budaya, ras, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain. Paroki Pugeran Yogyakarta merupakan sebuah daerah di tengah kota dimana disitu terjadi pertemuan antar budaya dan bermacam-macamnya latar belakang kesukuan dari hampir seluruh pelosok Indonesia. Interaksi dalam kegiatan antar OMK yang tinggal di daerah paroki Pugeran Yogyakarta dengan masyarakat umum menunjukkan dinamika yang cukup menarik. Adanya usaha untuk saling berbaur antar satu OMK dengan OMK yang lain merupakan suatu ciri tersendiri bagi para OMK yang tinggal di paroki Pugeran Yogyakarta. Beragamnya latar belakang ini pada akhirnya akan memunculkan berbagai minat, kepentingan, dan konsentrasi OMK dalam menjalani kehidupan dan kegiatan sehari-harinya.

  Berdasarkan data dan fakta-fakta yang ada di lapangan, peneliti mencoba mengetahui apa makna kegiatan kepemudaan sebagai sebuah hasil refleksi atas pengalaman-pengalaman mereka sebagai penggerak/aktivis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk mengetahui pemaknaan kegiatan kepemudaan bagi mereka yang hidup dan berdinamika di masyarakat.

  Melalui penelitian fenomenologi, fenomena peran kepemudaan sebagai central

  

phenomenon (Creswell, 1998). Fenomenologi yang dikedepankan oleh Hussler

  (dalam Hadiwijoyo, 1998) menyatakan bahwa pengalaman merupakan alat untuk mencari kebenaran terhadap dunia sekitar manusia, karena di dalam kehidupannya manusia selalu berhubungan dengan dunia di luarnya. Oleh karena itu di dalam fenomenologi, proses pemaknaan terhadap fenomena menjadi subyek utama penelitian, yang dalam penelitian ini adalah bagaimana orang muda katolik memaknai peran, fungsi, dan tugasnya sebagai salah satu bagian Gereja di saat mereka dihadapkan pada permasalahan kehidupan. Hal ini dapat muncul karena adanya suatu proses refleksi atas pengalaman-pengalaman kegiatan yang pernah dirasakan oleh orang muda katolik sehingga memunculkan suatu sikap tersendiri sebagai salah satu wujud dari pemaknaan mereka.

  Penelitian ini memakai subyek dengan batasan tertentu yang telah ditetapkan sejak awal. Subyek yang diwawancara adalah para OMK yang aktif.

  Subyek dipilih minimal saat ini sedang masuk dalam struktur keanggotaan pengurus, baik itu tingkat lingkungan, wilayah, maupun paroki, dan atau selalu membantu serta mengambil peran di kepanitiaan pada acara-acara rutin yang diselenggarakan gereja, misal; Natal dan Paskah.

  Dengan melihat adanya suatu rasa takjub di mana masih adanya orang muda yang peduli dan berperan demi eksistensi orang muda Gereja meskipun dengan benturan kepentingan, serta kesemrawutan kehidupan sosial, peneliti ingin melihat proses pemaknaan mereka sehingga masih tetap berkegiatan. Melalui penelitian inilah mereka dapat merefleksikan secara menyeluruh mengenai proses pemaknaan mereka akan pengalamannya sehingga memunculkan suatu gairah tertentu yang menyebabkan mereka tetap menghidupi komunitas kepemudaan.

  Sehingga peneliti dapat mengetahui pemaknaan orang muda untuk tetap eksis sebagai penggerak kaum muda Gereja.

  B. Rumusan Masalah

  Apa dan bagaimana orang muda katolik (OMK) yang aktif memaknakan kegiatan kepemudaan Gereja?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemaknaan OMK yang aktif atas pengalaman-pengalaman berkegiatan mereka pada Gereja.

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Sebagai penyajian fakta-fakta dan pengetahuan tentang deskripsi pengalaman berkegiatan orang muda katolik pada kegiatan Gereja.

  b.

  Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang sosial dan pendidikan (agama) tentang proses pemaknaan kegiatan Gereja oleh orang muda katolik terkait dengan proses tugas perkembangan.

2. Manfaat Praktis

  a.

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi bagi semua orang muda untuk dapat memahami kegiatan kepemudaan, dan adanya kesadaran akan kehidupan serta penghargaan yang lebih pada orang muda yang lain, sehingga memunculkan rasa solidaritas antar orang muda.

  b.

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi bagi masyarakat agar semakin memahami eksistensi orang muda (Gereja) di dalam masyarakat, baik dalam bidang sosial maupun pendidikan (agama).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini peneliti berusaha menjelaskan hal-hal yang dapat menjadi

  pemahaman teoritis akan suatu aktivitas pengalaman terkait dengan kegiatan- kegiatan kepemudaan Gereja oleh OMK dan konsep-konsep atau komponen apa yang harus ada agar suatu pengalaman dapat disebut sebagai pemaknaan akan pengalaman; pola dan struktur yang ada di dalam kegiatan kepemudaan; penjelasan mengenai definisi dan batasan keaktifan, Orang Muda Katolik beserta aspek kepemudaan menurut kesepakatan yang telah diakui, setelah itu masuk ke peran kepemudaan Gereja dan peran dalam kehidupan sehari-hari baik aktual maupun ideal; serta di akhir bab ini adalah pertanyaan dari penelitian ini.

A. Peran Kepemudaan Orang Muda Katolik 1. Peran dan peranan

  Menurut Baron & Byrne (2005), peran adalah suatu set perilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok, dan merupakan deferensiasi fungsi di dalam kelompok. Orang- orang yang berbeda melakukan tugas-tugas yang berbeda dan diharapkan dapat mencapai hal-hal berbeda demi kelompok. Peran dapat membantu memperjelas tanggung jawab dan kewajiban anggota-anggotanya, jadi dalam hal ini peran sangat berguna.

  Menurut Biddle & Thomas (dalam Suhardono, 1994), peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Teori peran oleh Biddle & Thomas dibagi dalam 4 golongan, yaitu: a.

  Orang-orang yang mengambil bagian dalam dalam interaksi sosial b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku d. Kaitan antara orang dan perilaku

  Menurut Biddle & Thomas (dalam Suhardono, 1994), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a.

  Harapan tentang peran. Maksudnya adalah bahwa harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.

  b.

  Wujud perilaku dalam peran. Maksudnya adalah bahwa peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Wujud ini nyata, bukan sekedar harapan. Perilaku nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu orang ke orang lain. Peran dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil akhirnya, terlepas dari cara pencapaian tujuan atau hasil tersebut. Sarbin (dalam Suhardono, 1994) menyatakan perwujudan peran (role enactment ) dapat dibagi-bagi dalam & golongan menurut intensitasnya.

  Intensitas ini diukur berdasarkan keterlibatan diri aktor dalam peran yang dibawakannya. Tingkat intensitas tertentu adalah keadaan dimana diri aktor saat tidak terlibat. Perilaku peran dibawakan secara otomatis dan mekanistis. Tingkat tertinggi akan terjadi jika aktor melibatkan seluruh pribadinya dalam perilaku peran yang sedang dikerjakan.

  Menurut Soekanto (1983), peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya.

  Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal berukut ini: a.

  Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

  b.

  Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  c.

  Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

  Menurut pendapat Ahmadi & Supriyono (1991), peranan adalah suatu kompleks pengharapan manusia, caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sedangkan peranan sosial merupakan pengharapan-pengharapan kemasyarakatan tentang tingkah laku dan sikap yang dihubungkan dengan status tertentu tanpa menghiraukan kekhususan orang yang mendukung status itu. Selain peranan sosial, dijelaskan juga peranan individual, yaitu pengharapan-pengaharapan tingkah laku di dalam status tertentu yang berhubungan erat dengan sifat-sifat khusus dari individu-individu itu sendiri.

2. Aktif dan Keaktifan

  Dalam American Psychology Assosiation Dictionary of Psychology (2007), aktif didefinisikan sebagai: a.

  Sekarang ini masih dalam kondisi berfungsi/berjalan, atau memerankan beberapa aksi, secara terus menerus atau sementara waktu.

  b.

  Menggunakan sebuah efek atau pengaruh dalam suatu proses atau hal/benda.

  Dari keterangan di atas, aktif dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana subjek dalam keadaan berfungsi semestinya dalam menjalankan suatu peran secara terus menerus atau sementara waktu. Selain itu pada diri subjek masih terdapatnya pengaruh dalam sebuah proses yang ada (kegiatan).

  Sedangkan menurut Kartono & Gulo (1987), keaktifan adalah istilah umum yang dikaitkan dengan kondisi yang selalu bergerak, eksplorasi, dan berbagai respon lainnya terhadap rangsangan sekitar.

  Menurut Tim Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (1998), seseorang dikatakan aktif ketika ia melibatkan diri secara positif dalam kehidupan keluarga, Gereja, dan masyarakatnya. Hal ini terkait dengan aspek pengembangan kaum muda, yaitu: pengembangan kepribadian, katolisitas, kemanusiaan dan kemasyarakatan, kepemimpinan dan organisasi, serta intelektualitas dan profesionalitas.

3. Identitas a. Pengertian Identitas Diri

  Berbicara mengenai identitas, konsep identitas dalam ilmu psikologi umumnya menunjukkan pada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, pada keyakinan yang pada dasarnya tetap tinggal sama seluruh jalan perkembangan hidup kendati pun segala macam perubahan (Erikson, 1989).

  Menurut Moore (dalam Gunarsa, 2000), identitas adalah proses identifikasi. Identifikasi adalah proses menjadi (becoming) seorang subyek, dan ia melibatkan identifikasi diri seseorang dengan seseorang atau sesuatu yang lain sedemikian rupa sehingga subyektivitas (ke-diri-an) dikonstitusikan melalui serangkaian identifikasi tersebut.

  Identitas diri menurut Marcia (1980) adalah suatu organisasi yang dinamis, dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan- keyakinan yang terstruktur dengan sendirinya dalam diri individu. Sedangkan Gunarsa (2000) berpendapat bahwa identitas diri adalah inti pribadi yang tetap ada, suatu cara tertentu yang sudah terbentuk sebelumnya yang menentukan peran sosial yang harus dilakukan.

  Identitas dapat didefinisikan secara ringkas dan kira-kira sebagai suatu kesatuan yang unik yang memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi orang lain dan bagi diri sendiri; yang mengintegrasikan segala gambaran diri yang dihadiahkan atau dipaksakan padanya oleh orang lain bersama perasaan-perasaannya sendiri tentang siapakah dia dan apakah yang dapat dibuatnya (Erikson, 1989).

  Dari beberapa pendapat para ahli mengenai definisi identitas diri, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri merupakan pemahaman yang berkesinambungan tentang siapa dirinya, kemana arah tujuan, serta menyadari peran-peran sosial yang akan dilakukan dalam masyarakat.

  Identitas didefinisikan oleh Erikson sebagai “kesamaan dirinya dalam waktu, serta pengamatan yang berhubungan dengannya, yaitu bahwa orang lain pun mengakui kesamaan dan kontinuitas itu” (Erikson, 1989).

  Erikson mengetengahkan sekurang-kurangnya empat aspek pokok kepribadian yang termuat dalam identitas itu, yakni: a. Satu kesadaran akan identitas pribadi

  “Identitas pribadi” seseorang berpangkal pada pengalaman langsung

  bahwa dia selama sekian banyak tahun yang lewat tetap tinggal sama. Rasa identitas pribadi ini juga berkaitan dengan “identitas ego”, dan identitas pribadi bisa disebut sebagai identitas ego apabila identitas itu menyangkut kualitas “eksistensial” dari subyek, yang berarti bahwa subyek itu mandiri dengan suatu gaya pribadi yang khas. Maka identitas ego yang dimaksud adalah mempertahankan “suatu gaya individualitasnya sendiri”. Namun kesamaan batiniah dengan diri sendiri serta gaya hidup pribadi yang unik harus diterima dan diteguhkan oleh orang lain dan masyarakat. b. Suatu usaha tak sadar untuk mencapai suatu kesinambungan watak pribadi Suatu proses pembentukan identitas dimana daya upaya tak sadar untuk mencapai suatu kontinuitas watak pribadi yang memainkan peranan penting. Merupakan suatu proses perkembangan yang pada dasarnya pelan-pelan terjadi secara tak sadar dalam inti diri individu. Jadi identitas adalah satu proses restrukturasi segala identifikasi dan gambaran diri terdahulu, dimana seluruh identitas fragmenter yang terdahulu (pun yang negatif) diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diantisipasi.

  c. Tindakan-tindakan tersembunyi dari sintesis ego Manusia menemukan identitasnya apabila dia dapat menggabungkan semua identitasnya, semua identifikasi anaknya terdahulu di dalam suatu susunan baru. Jadi identitas adalah suatu prestasi sintesis pribadi, dimana ego harus mengintegrasikan segala macam identifikasi terdahulu menjadi suatu baru tersendiri yang menggabungkan segala unsure dalam satu kesatuan.

  d. Suatu solidaritas batin dengan cita-cita serta identitas kelompoknya (Erikson, 1989)

  Pembentukan identitas adalah suatu proses yang terjadi dalam inti dari pribadi,dan juga di tengah-tengah masyarakat, sehingga mengandung dimensi sosial dan budaya. Jadi identitas adalah suatu rasa tetap tinggal sama diri sendiri, yang berkaitan dengan partisipasi tetap pada ciri-ciri khas watak kelompok tertentu, pada cita-cita kelompok tertentu, atau pada identitas yang sama dari kelompok tertentu.

  Pakar psikologi Marcia (dalam Santrock, 1995) menganalisa teori perkembangan identitas Erikson. Fokus dalam penelitiannya adalah seberapa banyak subjek mengeksplorasi pilihan identitas (krisis) dan seberapa luasnya mereka membuat komitmen.

  Krisis (crisis) didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas selama remaja memilih di antara pilihan-pilihan bermakna. Kata krisis yang dipakai oleh Marcia sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai eksplorasi terhadap peran (Santrock, 2003). Eksplorasi adalah suatu aktivitas yang secara aktif dilakukan individu untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran.

  Berlangsungnya eksplorasi dalam pembentukan identitas diri, khususnya yang berkaitan dengan pilihan studi lanjutan, ditandai dengan faktor-faktor berikut: i.

  Knowledgeability, yaitu sejauh mana tingkat pengetahuan yang dimiliki individu yang ditunjukkan oleh keluasan dan kedalaman informasi yang berhasil dihimpun tentang berbagai alternatif pilihan studi lanjutan. ii.

  Activity directed toward gathering information, yaitu aktivitas yang terarah untuk mengumpulkan informasi yang menyangkut semua aktivitas yang dipandang untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. iii.

  Considering alternative potential identity element, yaitu sejauh mana individu mampu mempertimbangkan berbagai informasi yang telah dimiliki tentang berbagai kemungkinan dan peluang dari setiap alternatif yang ada. iv.

  Desire to make an early decision, yaitu keinginan untuk membuat keputusan secara dini yang ditunjukkan oleh sejauh mana individu memiliki keinginan untuk memecahkan keragu-raguan atau ketidakjelasan secepat mungkin secara realistis dan meyakini apa yang dipandang tepat bagi dirinya. Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. Komitmen ditunjukkan oleh sejauh mana keteguhan pendirian remaja terhadap pilihan-pilihan peran yang dipilihnya yang ditandai oleh faktor-faktor berikut: i.

  Knowledgeability, yaitu merujuk pada sejumlah informasi yang dimiliki dan dipahami tentang keputusan pilihan-pilihan yang telah ditetapkan. Remaja yang memiliki komitmen mampu menunjukkan pengetahuan yang mendalam, terperinci dan akurat tentang hal0hal yang telah diputuskan. ii.

  Activity direct toward implementing the chosen identify element, yaitu aktivitas yang terarah pada implementasi elemen identitas yang telah ditetapkan. iii.

  Emotional tone, yaitu nada emosi yang merujuk kepada berbagai perasaan yang dirasakan individu baik dalam penetapan keputusan maupun dalam mengimplementasikan keputusan tersebut. Nada emosi terungkap dalam bentuk keyakinan diri, stbilitas dan optimisme masa depan. iv.

  Identification with significant other, yaitu identifikasi dengan orang- orang yang dianggap penting yang ditunjukkan sejauh mana remaja mampu membedakan aspek positif dan negatif dari figur yang dianggap ideal olehnya. v.

  Projecting one’s personal future, yaitu kemampuan memproyeksikan kemampuan dirinya ke masa depan dengan ditandai oleh kemampuan mempertautkan rencananya dengan aspek lain dalam kehidupan masa depan yang mereka cita-citakan. vi.

  Resistence to being swayed, yaitu sejauh mana individu memiliki ketahanan terhadap godaan-godaan yang bermaksud untuk mengalihkan keputusanyang telah mereka tetapkan. Mereka tetap teguh pada keputusannya, tetapi mereka bukan anti perubahan.

  Mereka mampu menghargai berbagai kemungkinan perubahan, mereka mengkaitkannya dengan kemampuan pribadi dan peluang yang ada (Marcia, 1993).

b. Pengertian Status Identitas

  Pandangan-pandangan kontemporer tentang pembentukan identitas pada prinsipnya merupakan elaborasi dari teori psikososial Erikson.

  Marcia juga percaya bahwa pembentukan identitas merupakan tugas utama yang harus diselesaikan selama masa remaja. Dalam hal ini Marcia menulis: The formation of an ego identity is a major event in the

  

development of personality. Occuring during late adolescence, the

consolidation of identity marks the end of childhood and the beginning of

adulthood” (Marcia dalam Desmita, 2005).

  Proses pencapaian status identitas yang diawali dengan masa eksplorasi dimulai pada masa remaja. Diharapkan pada masa perkembangan selanjutnya individu telah memiliki suatu komitmen yang menandakan dimilikinya suatu identitas tertentu. Archer (dalam Santrock, 2003), mengungkapkan, banyak peneliti status identitas yakin bahwa pola umum individu yang mengembangkan identitas-identitas yang positif mengikuti siklus “MAMA” moratorium-achiever-moratorium-achiever. Siklus ini dapat diciptakan sepanjang hidup (Francis, Fraser, dan Marcia, dalam Santrock, 2003). Perubahan-perubahan pribadi, keluarga dan masyarakat tidak dapat dihindari, dan ketika perubahan-perubahan itu terjadi, fleksibilitas dan ketrampilan individu sangat berperan penting dalam memfasilitasi perubahan-perubahan tersebut. Alan Waterman (dalam Santrock, 2003) mengungkapkan, beberapa peneliti meyakini perubahan-perubahan identitas yang paling penting terjadi di masa muda daripada di masa remaja awal.

  Marcia (dalam Santrock, 2003), mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity. Seperti yang telah dipaparkan diatas, Marcia menggunakan dua kriteria, yaitu krisis dan komitmen. Dalam penelitian itu, Marcia melakukan proses wawancara tentang status identitas yang meliputi pertanyaan-pertanyaan dalam tiga area (namun dapat dimodifikasi sesuai dengan usia interviewee), yaitu pekerjaan, ideologi, dan nilai hubungan antar pribadi.

  Marcia mendefinisikan 4 model status identitas, yaitu (1) Identity

  

Foreclosure , (2) Identity Diffusion, (3) Identity Moratorium, (4) Identity

Achievement . Keempat hal ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Identity Foreclosure (Pencabutan Identitas)

  Status dari orang-orang yang telah membuat suatu komitmen tanpa pemikiran atau pertimbangan yang matang disebut foreclosure.

  Komitmen ini dibuat tanpa melalui tahap krisis (exploration). Mereka telah memilih suatu pekerjaan, agama, atau pandangan ideologi. Tetapi pemilihan ini dibuat terlalu awal (tanpa pertimbangan dan keputusan sendiri). Pilihan-pilihan tersebut lebih ditentukan oleh orang tua daripada oleh mereka sendiri. Misalnya, memutuskan untuk menjadi seorang dokter bedah karena ayah dan kakeknya adalah seorang dokter bedah. Mereka membuat suatu keputusan tanpa mengetahui apa akibatnya di masa yang akan datang.