BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 14828488888 BAB VI Aspek Teknis Per Sektor Final

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

BAB VI
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
6.1. Rencana Program Investasi Sektor Pengembangan Permukiman
Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya
adalah mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman,
nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib
memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak
huni, sejahtera, berbudaya dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini
meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan
permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial
budaya di perkotaan.
Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial
budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi
masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain,
pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan permukiman diantaranya

adalah :
1. Peran Kota dalam pengembangan wilayah.
2. Rencana pembangunan Kota.
3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kota bersangkutan seperti struktur
dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya.
4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
5. Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan)
Pengembangan Permukiman.
6. Logical Framework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi dalam
pengembangan permukiman.
7. Keterpaduan Pengembangan Permukiman dengan sektor lainnya dilaksanakan pada
setiap tahapan penyelanggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan
pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam
perencanaan teknik.
8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia.
9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efesiensi dalam Pengembangan
Perkotaan pada kota bersangkutan.
10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat
tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.

11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun
swasta.
12. Kelembagaan dalam penyelenggaraan Pengembangan Permukiman.
VI-1

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

13. Investasi PS Air Minum dengan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal
pemulihan biaya.
14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan
sarana dan prasarana dalam Pengembangan Permukiman, perlu dilakukan
identifikasi lebih lanjut.
15. Safeguard Sosial dan Lingkungan.
16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis
disertakan dalam bentuk lampiran.
Tabel 6.1
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkaitPengembangan
Permukiman
No

1.

Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainnya
Jenis Produk
Nomor & Tahun
Perihal
Pengatuaran
Peraturan Daerah 11 Tahun 2012
Rencana Tata
Ruang Wilayah
Kota Bontang 20122032

Amanat
Rencana pengembangan
perumahan dan permukiman
berdasarkan tingkat
kepadatan. Kepadatan tinggi
ada di Kel. Bontang Kuala,
Berbas Pantai, Loktuan.
Kepadatan sedang berada di

Kel. Gunung Elai, Bontang
Baru, Api-Api, Berbas Tengah,
Tanjung Laut, Tanjung Laut
Indah, Satimpo, Kanaan,
Telihan, Belimbing dan
Guntung. Kepadatan rendah di
Kel. Bontang Lestari.

6.1.1. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Beberapa isu yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi perkembangan permukiman
di Kota Bontang adalah sebagai berikut :
a. Keterbatasan lahan, sebagaimana diketahui bahwa wilayah daratan Kota Bontang
hanya sekitar 29% dari luasan adiministarasi keseluruhan kota, atau sekitar 14.780
Ha. Sisa lahan yang dapat dikembangkan hanya seluas 5.248 Ha, sudah termasuk
areal terbangun seluas 1.950 Ha dan lahan pertanian seluas 3.075 Ha.
b. Lahan di Kota Bontang, khususnya di wilayah pengembangan baru (daerah Bontang
Selatan) merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang
menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah

teluk/laut, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak
beraturan.

VI-2

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

c. Dinamika Penduduk Kota Bontang dan Ketergantungan Pertumbuhan Ekonomi Kota
Terhadap Sektor Migas. Dengan kenyataan bahwa Kota Bontang banyak dibentuk
oleh masyarakat pendatang, serta kehidupan perkotaan yang banyak didorong
kegiatan industri besar Kota Bontang yang bertumpu pada sektor sumberdaya migas,
maka dikuatirkan bahwa perkembangannya bisa sangat berbeda apabila sumberdaya
alam tersebut mengalami penyurutan sehingga produksi industrinya berkurang, yang
tentunya akan berpengaruh besar terhadap pertambangan ekonomi kota.
d. Seiring perkembangan perekonomian kota, sektor produksi perikanan laut pun
tengah digalakan oleh Pemerintah Kota Bontang. Bersamaan dengan itu, kondisi
permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi
lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya kegiatan produksi
hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga

kebersihan lingkungan.
e. Sebagimana dipahami dari RTRW Kota Bontang 2012, maka sebagian wilayah Sub
BWK A4 dan A5 termasuk kedalam wilayah lindung Taman Nasional Kutai (TNK),
khususnya di kawasan tumbuhnya mangroove/bakau di sepanjang pesisir wilayah.
Namun pada kenyataannya, di wilayah tersebut telah tumbuh dan berkembang
kawasan permukiman pesisir, sebagian bahkan berkembang ke arah pusat kota,
menyatu dengan kawasan terbangun yang telah ada. Perubahan guna lahan ini
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan lindung tersebut.
f. Rencana pengembangan fisik Kota Bontang diarahkan ke bagian Selatan Kota,
tepatnya ke arah BWK di Kecamatan Bontang Selatan. Namun dalam kenyataannya,
dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya
masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat
menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga
dikenal sebagai ”Kota Baru Bontang” ini.
g. Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan
informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan kota, maka informasi/data
mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam
kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kota
Bontang dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya
koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang

dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kota Bontang. Untuk itu, diperlukan
upaya sinkronisasi basisdata perumahan dan permukiman, termasuk utnuk
memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga
memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data
untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya.
Sasaran pencapaian target dalam pembangunan PSD Permukiman terdiri dari target
nasional dan target daerah. Terkait dengan program rencana investasi jangka menengah
diharapkan selama lima tahun kedepan target dalam pengembangan bidang perumahan
dan permukiman terutama pemenuhan pembangunan dan pengembangan PSD dapat
terpenuhi untuk standar minimal pelayanan Kota Bontang. Disamping itu diharapkan
VI-3

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

dapat disusun prioritasisasi berdasarkan kebutuhan mendesak yang kiranya harus segara
diupayakan penyelesaian dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan PSD permukiman.
Adapun lebih lanjut mengenai pembahasan pencapaian target sasaana dalam bidang
pengembangan PSD perumahan dan permukiman adalah sebagai berikut :
Tabel 6.2

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kota Bontang
No

Isu Strategis

Keterangan

1.

Kawasan padat kumuh di
kawasan pesisir

2.

Keterbatasan lahan

3.

Kondisi lahan yang masih
mentah dan memerlukan

biaya yang sangat mahal

4.

Perkembangan
permukiman liar di
kawasan lindung
Infrastruktur masih minim
di kawasan
pengembangan kota baru
dan pulau-pulau kecil

5.

 Degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan,
bercampurnya kegiatan produksi hasil perikanan laut, serta
buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan.
 Berdasarkan studi Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Bontang
tahun 2011, teridentifikasi kawasan permukiman kumuh Kota

Bontang seluas 126 ha yang tersebar di 15 Kelurahan.
Terdapatnya kawasan lindung yang cukup luas di daratan Kota
Bontang dan lahan milik perusahaan menjadikan lahan permukiman
yang dapat dikelola oleh pemerintah terbatas.
Kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung
akibat rembesan drainase alami dari arah teluk/laut, serta masih
banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak
beraturan.
Perkembangan permukiman di kawasan lindung disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat dan terbatasnya lahan
permukiman di Kota Bontang.
Infrastruktur dan sarana prasarana dasar yang belum merata di
kawasan pengembangan kota baru di Kelurahan Bontang Lestari
dan pulau-pulau kecil.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
B.1. Gambaran Umum
1. Kondisi Ketersediaan Perumahan
Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kota Bontang berdasarkan sensus sebesar
143.683 jiwa atau sejumlah 35.738 kepala keluarga. Untuk idealnya dimana 1

rumah tangga menempati 1 rumah maka Kota Bontang membutuhkan sebanyak
35.738 unit rumah.
Tabel 6.3
Jumlah Penduduk, Jumlah KK dan Jumlah Rumah Kota Bontang
Tahun 2010-2014
No
1.
2.
3.

Keterangan

Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
143.683 148.412 152.089 155.880 159.614
35.920 37.103 38.022 38.970 39.903

Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah KK Asumsi 1 KK 4 Jiwa
Jumlah Rumah (unit)
Asumsi 1 KK 1 Rumah Dengan 4 35.920
Jiwa (Kondisi Ideal)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bontang

37.103

38.022

38.970

39.903

VI-4

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Tabel 6.4
Data Kondisi Rusunawa di Kota Bontang
No
1.

Lokasi
Rusunawa
Kel. Api-Api

Tahun
Pembangunan
2013-Sekarang

Pengelola
-

Jumlah
Penghuni
-

Kondisi Prasarana
CK yang Ada
Masih dalam proses
pembangunan

2. Tingkat Kepadatan Permukiman
Kepadatan rata-rata bangunan rumah di Kota Bontang adalah 2 unit/Ha.
Kepadatan bangunan tertinggi dimiliki oleh kecamatan Bontang Utara, yaitu 4
unit/Ha, sedangkan kepadatan terendah dimiliki oleh Kecamatan Bontang Selatan
dengan rata-rata hanya 1 unit/Ha. Sedangkan dalam skala kelurahan, kepadatan
bangunan rumah tertinggi dimiliki oleh Kelurahan Berbas Tengah di Kecamatan
Bontang Selatan, yaitu sebesar 30 unit/Ha.
Tabel 6.5
Kepadatan Bangunan Perumahan Kota Bontang
No

Kelurahan

A
1
2
3
4
5
6
B
1
2
3
4
5
6
C
1
2
3

Kec. Bontang Selatan
Bontang Lestari
Satimpo
Berbas Pantai
Berbas Tengah
Tanjung Laut
Tanjung Laut Indah
Kec. Bontang Utara
Bontang Kuala
Bontang Baru
Api-Api
Gunung Elai
Loktuan
Guntung
Kec. Bontang Barat
Kanaan
Gunung Telihan
Belimbing
Jumlah Total

Luas Wilayah
Daratan (Ha)
10.440
8.092
1.561
70
98
135
484
2.620
567
208
459
179
358
849
1.720
650
198
872
14.780

Jumlah Rumah
(Unit)
10.564
552
2.196
1.375
2.946
1.818
1.677
10.336
469
1.685
2.208
2.070
3.286
618
4.506
523
1.325
2.658
25.406

Kepadatan Bangunan
(Unit/Ha)
1
0
1
20
30
13
3
4
1
8
5
12
9
1
3
1
7
3
2

Sumber : RP4D Kota Bontang 2006

VI-5

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Kepadatan bangunan rumah terendah dimiliki oleh Kelurahan Bontang Lestari,
dikarenakan luas Kelurahan Sekambing yang besar tidak diimbangi oleh jumlah
unit rumah yang tersedia.
3. Kawasan Perumahan Yang Dikelola Oleh Swasta
Kawasan perumahan teratur dan terencana merupakan kawasan yang sesuai
dengan arahan rencana tata ruang yang berlaku, dengan difasilitasi pemberian
ijinya, serta dieksekusi oleh pemerintah itu sendiri maupun oleh pengembang.
Kawasan permukiman ini telah dilengkapi dengan fasilitas yang baik dan
dirancang dengan arsitektur yang tertata baik, serta memiliki akses yang cukup
mudah ke sarana dan prasarana yang ada.
Tabel 6.6
Kawasan Perumahan Teratur dan Terencana
No

Perumahan

1

6

Perumahan Bontang
Permai
Pesona Bukit Sintuk
BSD KIE (Bukit Sekatup
Damai)
Pama Persada
HOP PT. Badak (HOP
l,ll,lll)
HOP PT. Badak (HOP Vl)

7

Tingkat
Hunian

Pengelola

Lokasi

Jumlah

Swasta

Kel. Api-api

100

Swasta

Kel Belimbing

600 (120)

60%

Swasta

Kel. Gn Elai

310

75%

Swasta

Kel. Bontang Lestari

224(172)

60%

Swasta

Kel. Satimpo

281

Swasta

Kel. Gn Elai

259

KCY (Kaltim Ciptayasa)

Swasta

Kel. Api-Api

249

8

Disnaker

Swasta

Kel. Telihan

53/58

9

Korpri l

Swasta

Kel. Bontang Lestari 1000 (240)

10

Korpri ll

Swasta

Kel. Bontang Lestari

300

11

Rudal

Swasta

Kel. Gn. Elai

155

12

Polres

Swasta

Kel. Gn. Elai

105

13

STM Negeri

Swasta

Kel. Gn. Elai

69

14

Lembah Asri

Swasta

Kel. Belimbing

300 (85)

15

KPR-BTN PKT

Swasta

Kel. Gn. Elai

750

16

Indominco

Swasta

Kel. Telihan

-

2
3
4
5

80%

40%

Sumber : RP4D Kota Bontang 2006
4. Kawasan Kumuh di Kota Bontang
Kota Bontang memiliki beberapa spot kawasan permukiman yang tergolang
kumuh. Kawasan perumahan ini dibangun atas swadaya masyarakat, dan identik
dengan perumahan kumuh, seperti slums ataupun squatters. Berikut data yang
menunjukan persebaran lokasi kawasan permukiman kumuh di Kota Bontang.

VI-6

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Tabel 6.7
Persebaran Lokasi Permukiman Kumuh di Kota Bontang Tahun 2011
No
A
1
2
3
4
5
6
B
1
2
3
4
5
6
C
1
2
3

Lokasi Kawasan Kumuh
Kec. Bontang Selatan
Bontang Lestari
Satimpo
Berbas Pantai
Berbas Tengah
Tanjung Laut
Tanjung Laut Indah
Kec. Bontang Utara
Bontang Kuala
Bontang Baru
Api-Api
Gunung Elai
Loktuan
Guntung
Kec. Bontang Barat
Kanaan
Gunung Telihan
Belimbing
Jumlah Total

Luas
Kawasan
(Ha)

Jumlah
Lokasi

Luas
Permukiman
Kumuh

Jumlah
Rumah
Kumuh

8.192
314,2
105
4.452,4
135
492

11
1
3
18
8
14

15,81
0,46
0.72
13.04
11.86
9,41

267
19
82
625
407
330

627
208
125,829
354,5
358
849

1
3
10
6
10
11

0,37
1.17
1,98
5,50
14.99
44.37

6
36
57
203
705
457

650
672
872
18.407

7
3
3
109

1.38
2.31
2.63
126

43
52
105
3.394

Sumber : Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Bontang 2011
5. Pembangunan Kasiba di Kota Bontang
Berbagai rencana pembangunan maupun upaya pengembangan fisik kawasankawasan fungsional di sekitar Kasiba menjadi salah satu faktor pengaruh bagi
upaya pengembangan Kasiba selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
 Kegiatan Pengembangan :
- Gedung DPRD dan kompleks pemerintahan kota (kawasan pusat
pemerintahan baru Kota Bontang), ± 4 km di Utara Kasiba
- Perumahan PT.PAMA (sebagian telah dihuni) ± 4,5 km di Utara Kasiba
 Kegiatan Pembangunan :
- Kawasan pendidikan STITEK, ±2,5 km di Utara Kasiba
- Stadion Olahraga Bontang (untuk PON 2008), ±1 km di Timur Kasiba
- Kawasan Perikanan Terpadu ± 4 km di Utara Kasiba
- Sekolah Pelayaran Kota Bontang ± 5 km di Utara Kasiba
- TPA Kota Bontang ± 5,5 km di Utara Kasiba
Prasarana & Sarana di sekitar Kasiba belum berkembang, mengingat luasan dan
sebaran kawasan terbangun di wilayah Kelurahan Bontang Lestari yang belum
cukup banyak / besar luasannya.
Jaringan pipa air bersih (PDAM) belum mencapai wilayah ini, sehingga penduduk
di permukiman-permukiman yang ada lebih banyak mengandalkan sumur bor
sendiri. Namun demikian, guna mengantisipasi perkembangan wilayah,
khususnya berkaitan dengan upaya pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan
VI-7

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

baru, Pemkot Bontang dibantu oleh Ditjen Cipta Karya - Departemen PU telah
membuat sumur uji produksi dengan kedalaman ±250 m yang terletak di wilayah
sekitar Kawasan Pusat Pemerintahan baru tersebut (±4 km di Utara Kasiba).
Untuk kebutuhan listrik di kawasan-kawasan terbangun sekitar Kasiba Bontang
Lestari, jaringan listrik kota (PLN) yang berasal dari pembangkit listrik Kota
Bontang belum tersambung. Hal ini menyebabkan kawasan-kawasan terbangun,
khususnya permukiman baru yang dikembangkan oleh Developer, mengandalkan
Generator-Set sendiri yang bertenaga Solar dan didistribusikan ke rumah-rumah
melalui jaringan listrik internal di dalam kompleks perumahan tersebut (contoh:
Perum BPI– PT.PAMA), sementara rumah-rumah penduduk yang tinggal di
dusun sekitar Kelurahan Bontang Lestari umumnya belum terlayani oleh listrik.
Adapun infrastruktur pendukung yaitu :
 Sistem Jaringan Jalan Eksisting
Jaringan jalan yang telah ada di dalam Kasiba merupakan jalan poros utama
Kasiba dengan ROW 22m. Selain jalan poros tersebut, yang telah
dikembangkan adalah jalan utama didalam perumahan KORPRI – Tahap I
berupa jalan lingkungan dengan ROW 18m dan 12m.
 Infrastruktur & Utilitas Pendukung Kawasan
Infrastruktur yang telah tersedia antara lain jaringan listrik di dalam perumahan
KORPRI – I, yang terhubung pada sekitar 200 rumah yang telah dibangun,
dengan sumber pembangkit energi listrik berupa generator-set yang
dikhususkan bagi kebutuhan perumahan KORPRI – I saja.
Kawasan pengembangan baru / kota baru Bontang diperkirakan akan berkembang
dalam 10 tahun, dengan masa pembangunan kawasan adalah 5 tahun, untuk
kemudian dalam 5 tahun selanjutnya akan berkembang secara normal. Salah satu
demand rumah yang akan dipenuhi oleh Kasiba, berdasarkan arahan
pembangunan wilayah yang dijelaskan oleh Pemkot Bontang, adalah perumahan
PNS Pemkot Bontang, terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan
kota ke wilayah Pusat Pemerintahan Baru di Kelurahan Bontang Lestari.
Proyeksi jumlah penduduk yang akan menghuni Kasiba adalah sekitar ± 12.000
jiwa (3.000 keluarga) yang berasal dari pegawai pemerintahan (PNS) yang
diperkirakan pindah ke Kasiba ditambah dengan akibat berganda (multiplier
effects) dengan asumsi 30% dari jumlah pegawai pemerintahan setelah Kasiba
selesai dibangun (tahun ke-5).
Kedua faktor penghuni Kasiba ini (pegawai pemerintahan dan multiplier effectnya) kemudian diproyeksikan hingga tahun ke-10 dengan pertumbuhan penduduk
7% (sumber: RDTR Kota Bontang). Kebutuhan rumah yang akan ditimbulkan
oleh keberadaan pusat pemerintahan dan perkembangan kawasan sekitarnya ini
adalah sekitar 3.000 unit rumah (asumsi: 1 keluarga menempati 1 rumah) sebagai
pembulatan dari 2.939.

VI-8

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

6. Pembangunan Lisiba Kelurahan Bontang Lestari - Kota Bontang
Pertimbangan penetapan Lingkungan Siap bangun atau Lisiba sebagaimana
dirinci dalam Rencana Tapak/Blok Peruntukan RTR Kasiba Bontang Lestari
didasarkan pada kesesuaian dengan rencana distribusi kepadatan penduduk yang
pada akhirnya akan menunjukkan tipikal/jenis rumah yang akan dikembangkan
dalam suatu lingkungan, serta terkait dengan pertimbangan keruangan dan faktor
pentahapan pembangunan yang juga merupakan masukan dari Pemerintah Kota
Bontang sendiri. Dengan alasan tersebut, terdapat 4 kelompok Lisiba yang
dibedakan berdasarkan karakteristik berikut :
 Lisiba 1 – disediakan bagi pengembangan rumah kecil / RSH dengan type
36/200 serta Rusunawa type 21, yang lebih banyak diperuntukkan bagi
golongan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, khususnya dari
pegawai negeri sipil (PNS) Kota Bontang.
 Lisiba 2 – disediakan bagi pengembangan rumah menengah dengan type
72/400 yang merupakan tahapan lanjutan dari pengembangan Kasiba
berdasarkan demand kebutuhan rumah di Kota Bontang
 Lisiba 3 – merupakan pengembangan lanjut terhadap perumahan Korpri
Bontang tahap pertama dengan jenis rumah kecil / RSH type 36/200.
 Lisiba 4 – disiapkan untuk pengembangan lebih jauh guna pemenuhan
kebutuhan perumahan baru dalam skala rumah besar type 120/600.
Selanjutnya, masing-masing Lisiba dikembangkan kedalam blok-blok peruntukan
yang lebih detil sebagaimana telah dijelaskan dalam Dokumen RTR Kasiba
Bontang Lestari. Dalam konteks pengembangan kawasan prioritas, maka setiap
Lisiba dan blok peruntukan di dalamnya akan dibahas sesuai dengan tahapan
pembangunannya.
Penentuan kawasan priroitas didasarkan pada skala prioritas kepentingan
pembangunan yang dijabarkan kedalam strategi pentahapan. Sesuai dengan
jangka waktu perencanaan yang mencapai 5 tahun rencana, maka tahapan
prioritas penanganan lingkungan dalam Kasiba Bontang Lestari akan
dikembangkan kedalam 5 tahap pengembangan.
Adapun untuk kebutuhan PSD di Kawasan Kasiba dan Lisiba di Kota Bontang
secara umum adalah sebagai berikut :

VI-9

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Tabel 6.8
Kebutuhan PSD Kasiba dan Lisiba Bontang Lestari
No

Kebutuhan

Komponen

1

Kebutuhan rumah

Jumlah unit rumah
yang dibutuhkan

2

Pembangunan
jaringan jalan

Jumlah kebutuhan
jaringan jalan yang
harus disediakan

3

Hidran Umum

Kebutuhan pemenuhan
hidran umum

4
5

Jaringan air
limbah
Jaringan drainase

6

Persampahan

Pengelolaan air limbah
skala kota
Pengembangan
jaringan drainase
Pengembangan
pengelolaan sistem
persampahan

7

Air bersih

Pengembangan
alternatif dalam
penyediaan air bersih

Keterangan
Jumlah kebutuhan rumah diperkirakan
mencapai 3000 unit sampai dengan tahun
proyeksi 2016 dengan pertumbuhan
penduduk sekitar 7%
Asusmsi kebutuhan rumah, bahwa 1
keluarga menempati 1 unit rumah
Kebutuhan pengembangan jaringan jalan
di kawasan kasiba lisiba adalah kebutuhan
pengembangan jaringan jalan kolektor
sekunder, lokal sekunder dan lokal primer.
Hidran ditempatkan pada lokasi yang
memiliki kepadatan yang tinggi, di pusatpusat kegiatan, dengan jarak 100 - 200 m,
untuk daerah lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi setempat.
Lokasi hidran dekat jalan besar atau
persimpangan jalan yang mudah dicapai.
Diperlukan pengembangan IPAL skala
Kota 1 unit di Bontang Lestari
Sistem pengembangan jaringan drainase
terbuka dan jaringan drainase tertutup
Di Bontang Lestari diperlukan
pengembangan Transfer Depo untuk 1
Kelurahan berjumlah 1 unit. pada kawasan
ini juga sudah dikembangkan TPA Bontang
Lestari dengan sistem sanitary landfill.
Pemanfaatan jaringan air bersih kota
memerlukan upaya penyediaan reservoir
serta pemipaan baru, mengingat sumber
air baku kota yang paling dekat dengan
lokasi Kasiba terletak 4-5 Km di Utara
Kasiba, dengan debit 30 ltr/dtk. Integrasi
dengan sistem jaringan air bersih kota
akan menjadi tahapan lanjut setelah
adanya pembangunan reservoir air di
lokasi sumber air baku tersebut.
Pembangunan dan pengembangan sistem
jaringan air bersih internal kawasan,
memanfaatkan 2 titik air di dalam Kasiba
yang terletak sekitar 200 m dan 500 m dari
bagian Timur Jalan Poros Utama Kasiba,
dengan kedalaman masing-masing
mencapai 70m dan debit 1 ltr/dtk. Untuk
itu, diperlukan adanya pembangunan
reservoir guna menampung dan
mengontrol debit aliran air bersih ke fungsifungsi kegiatan di dalam Kasiba.

VI-10

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

7. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman
a. Jalan Lingkungan

Untuk jalan lingkungan di kawasan permukiman yang ada di Kota Bontang
hampir sebagian besar berupa jalan semen, aspal dan kayu ulin. Untuk jalan-jalan
lingkungan pelaksanaan pembangunan melalui Dinas Pekerjaan Umum Bidang
Cipta Karya dan melalui Program Prolita yang dilaksanakan oleh KelurahanKelurahan. Untuk kegiatan pengembangan jaringan jalan adalah pembuatan jalan
baru, semenisasi gang lingkungan dan pembuatan serta perbaikan jalan kayu ulin
khususnya di kawasan permukiman pesisir.
b. Saluran Air Hujan/ Drainase
Sistem drainase di kawasan permukiman yang ada di kota Bontang saat ini masih
banyak yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase jalan
yang harusnya hanya berfungsi atau di desain untuk menampung dan mengalirkan
limpasan air hujan yang jatuh ke badan jalan tetapi juga berfungsi untuk
menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas saluran
tersebut tidak cukup sehingga meluap.
Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran drainase kota berupa
saluran dari pasangan batu, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari daluran
tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar
baik itu berasal dari material tanah/pasir dan sampah baik organik maupun non
organik. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang menghambat
kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kota Bontang disebabkan oleh :
 Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai /besar.
 Kemiringan dasar saluran yang terlalu landai.
 Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah.
 Tingginya muka air di sungai utama dan anak-anak sungainya saat terjadi
banjir, menyebabkan aliran dari outlet drainase tidak dapat masuk ke sungai.
 Tertutupnya sebagian lubang-lubang drainase jalan akibat proses pengaspalan
sehingga menghambat aliran yang akan masuk ke saluran.
 Penutupan bagian atas saluran secara permanen dengan sedikit man hole
menyulitkan dalam pemeliharaan saluran.
c. Prasarana Air Minum
Sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di kawasan
permukiman Kota Bontang sebagian besar sudah menggunakan air perpipaan, baik
dari PDAM maupun swasta. Namun masih ada juga masyarakat Kota Bontang
menggunakan air bersih dengan mengambil dari air hujan dan air bawah tanah
(sumur dangkal) yang mana air hujan atau air bawah tanah yang dikonsumsi untuk
dijadikan air minum tidak dapat dijamin tingkat kesehatannya.
Wilayah yang terdiri dari pulau-pulau terkecil dan keadaan topografinya,
menjadikan penduduk sulit untuk mendapatkan air bersih, sehingga diperlukan
instalasi penampungan air hujan (PAH) atau diperlukan terminal air yang disuplay
melalui kapal air untuk wilayah pesisir dan mobil tangki untuk wilayah darat.
VI-11

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Secara umum untuk prasarana air bersih di kawasan permukiman sudah sebagian
besar dilayani oleh jaringan PDAM. Untuk jumlah pemakai SR sebanyak 129.600
jiwa atau 21.600 SR dengan pemakai persambungan adalah 6 jiwa dan jumlah
pemakai HU sebanyak 5500 dengan jumlah HU terpasang 55 unit dengan
pemakai per HU unit adalah 100 jiwa.
Jumlah pemakaian air perhari perorang adalah 180 l/org/hari dengan asumsi satu
sambungan untuk 6 orang maka jumlah pemakaian air persambungan adalah
1.080 l/samb/hari. Untuk pemakaian air domestik dengan jumlah penduduk pada
tahun 2014 sebanyak 159.614 maka jumlah pemakaian air domestik adalah
sebesar 28.730.520 l/hari.
Sumber air baku yang dimanfaatkan adalah sumur dalam (deep well). Kondisi
deep well Kota Bontang pada tahun 2014 terdapat 18 unit dengan kondisi 12 unit
aktif dan 6 unit tidak aktif yang tersebar dibeberapa lokasi. Jumlah kapasitas
konstruksi deep well terpasang sebesar 465 l/dt dengan realisasi kapasitas deep
well sebesar 302,02 l/dt.
d. Prasarana Air Limbah
Untuk kebutuhan sanitasi masyarakat Kota Bontang belum memiliki sanitasi
terpusat, akan tetapi pada beberapa Kelurahan sudah memiliki IPAL Kawasan dan
sanitasi komunal dengan sistem MCK Plus Biogester (SANIMAS). Jumlah IPAL
Kawasan yang telah terbangun sebanyak 4 unit yaitu di Kelurahan Bontang Kuala,
Berbas Pantai, Guntung dan Loktuan. Jumlah total pengguna SANIMAS
Kelurahan Tanjung Laut adalah 231 jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak
atau 56 KK. Sedangkan jumlah total pengguna SANIMAS di Indah adalah 436
jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak atau 108 KK. Sisanya menggunanan
MCK atau langsung dibuang ke sungai serta di bibir pantai. Limbah cair industri
(dari industri besar maupun kecil) masih sering dibuang ke lingkungan tanpa
pengolahan. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk biasanya dilakukan
oleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan truk tinja atau secara manual.
Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk rumah tangga (RT) baru disedot kalau
fasilitasnya sudah buntu.
Untuk prasarana penampungan air kotor/tinja, sebagian besar sudah ditunjang
dengan tangki septik, baik individu maupun komunal, walaupun masih ada yang
menggunakan sungai, dan lubang tanah, sesuai dengan ketersediaan sarana yang
ada.
Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja
serta prasarana penampungan akhir kotoran (tinja). Di Kota Bontang, sebagian
besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (kloset leher angsa),
walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan
dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (masjid, langgar, dll)
maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).
Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir untuk keperluan
BAB-nya masih ada yang dilakukan dibibir-bibir pantai. Hal ini dikarenakan
VI-12

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan kurangnya
memperhatikan kesehatan. Kondisi ini juga dipengaruhi kurangnya dukungan
PSD di kawasan permukiman khususnya di kawasan padat kumuh dan kawasan
kumuh pesisir.
e. Prasarana Persampahan

Pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah ke TPS dilaksanakan oleh
penghasil sampah. Masyarakat penghasil sampah memindahkan sampah yang
dihasilkannya ke suatu tempat yang berfungsi sebagai TPS, dapat berupa
peralatan terbuka, bak sampah, atau kontainer.
Untuk pola penanganan lainnya terkait persampahan di kawasan permukiman,
pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah dilaksanakan oleh petugas
kebersihan (petugas kantor Kebersihan) dan secara langsung dipindahkan ke
dalam truk pengangkut sampah. Pola individu langsung ini dilaksanakan pada
daerah-daerah permukiman teratur dan permukiman dipinggir jalan utama yang
dilalui oleh truk pengangkut sampah.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Rumusan pokok permasalahan dalam pembangunan perumahan dan permukiman di
Kota Bontang terdapat tiga hal yakni permasalahan yang mendesak untuk ditangani,
permasalahan yang perlu diantisipasi, dan permasalahan kelembagaan dan tata laksana
pembangunan perumahan dan permukiman. Untuk penjabaran lebih lanjut adalah
sebagai berikut :
Tabel 6.9
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Bontang
No
1

Permasalahan Pengembangan
Tantangan Pengembangan
Permukiman
Aspek Teknis
a) Kepemilikan lahan
a. Status kepemilikan lahan
dan bangunan di wilyah
pengembangan ‘Kota Baru”
di Bontang Selatan.
b) Pendataan perumahan
masih belum optimal

a. Perbedaan skala/satuan
proses pengumpulandan
data antar instansi

Alternatif solusi
a. Perlunya upaya tegas
secara normatif dengan
pemberlakuan PERDA
tata ruang;
b. Relokasi kawasan
permukiman dengan ganti
untung pada penduduk;
c. Penyiapan lahan untuk
relokasi kawasan
permukiman.
d. Pembebasan lahan pada
kawasan pengembangan
baru;
e. Pendekatan persuasif
kepada masyarakat seiring
dengan adanya upaya
pengembangan
pembangunan kawasan;
f. Standarisasi variabel dan
unit/satuan data antar
instansi
VI-13

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

No

Permasalahan Pengembangan
Permukiman

Tantangan Pengembangan

Alternatif solusi
g. Pengembangan sistem
informasi basis data
perumahan dan
permukiman .

2

3

Aspek Kelembagaan
a) Belum optimlnya
kelembagaan dalam
pengembangan
perumahan dan
permukiman

Aspek Pembiayaan

a. Kurang dimanfaatkannya
organisasi/kelembagaan
yang telah ada seperti
BP4D, Forum Kota, dan
lain-lain.

a. Keterbatasan dana APBD
dalam pengembangan
permukiman Kota Bontang

a. Perlunya pembentukan
Badan Pengelola (BP)
Kasiba seiring dengan
upaya pengembangan
Kasiba Bontang Lestari
yang sedang berjalan.
b. Pengelolaan perumahan
yang dikembangkan oleh
swasta (resmi) kerap
dilakukan oleh
developer/pengembang
kawasan tersebut. Namun
demikian, ada beberapa
lokasi yang badan
pengelolanya tidak aktif
lagi, terutama setelah
rumah-rumah dalam
kawasan tersebut laku
terjual (habis) dan aktivitas
di lingkungan
permukimannya berjalan
lancar, walaupun
sesungguhnya developer
selalu memiliki tanggung
jawab untuk menjalankan
pelayanan pengelolaan
perumahan. Akibatnya di
beberapa lokasi
perumahan, pengelolaan
dilakukan secara swadaya
oleh warga masyarakat.
a. Mengoptimalkan
penggalian dana dari
berbagai sumber baik dari
Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Provinsi untuk
membantu dalam
pengembangan
permukiman.
b. Mengoptimalkan dukungan
masyarakat dan peran
swasta melalui CSR.

4

Aspek Lingkungan
Permukiman
a) Lingkungan Kumuh

a. Spot permukiman kumuh di
wilayah kota lama Bontang
(Kecamatan Bontang Utara)

a. Program-program
penataan kualitas
lingkungan dapat
VI-14

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

No

Permasalahan Pengembangan
Permukiman
b. Kurangnya ketersediaan
prasarana permukiman
yang memadai
c. Berkembangnya Industri
Rumah Tangga Polutif di
Kawasan Perumahan
Padat
d. Intervensi Lahan
Permukiman ke Kawasan
Lindung
e. Penurunan Kualitas
Lingkungan Permukiman
f. Degradasi kawasan
g. Kebutuhan prasarana dan
sarana umum

Tantangan Pengembangan
khususnya kelurahan pesisir
memiliki kepadatan
penduduk yang tinggi.
b. Beberapa permukiman
kumuh warga ada yang
letaknya di belakang
bangunan besar.
c. Pengolahan air limbah untuk
kawasan permukiman diatas
air wilayah pesisir.
d. Industri rumah tangga yang
keberadaanya tidak sesuai
dengan fungsi perumahan.
e. Kurangnya mekanisme
kontrol memungkinkan
pengembangan lahan-lahan
permukiman mengintervensi
kawasan-kawasan dengan
fungsi lindung.
f. Penertiban permukiman
pada Taman Nasional Kutai
g. Penurunana kualitas
lingkungan di kawasan
permukiman nelayan
Bontang Kuala.
h. Perkembangan kawasan
permukiman di kawasan
pesisir dan sempadan
pantai sehingga perlu
adanya penertiban kawasan
tersebut.
i. Keterbatasan lahan secara
kualitas pada kawasan
pengembangan yang belum
dikembangkan, seperti pada
Bontang Lestari.
j. Pembangunan sarana dan
prasarana yang dapat
menjangkau seluruh Kota
Bontang terutama pada
kawasan pengembangan
baru diperkirakan
membutuhkan banyak
baiaya.

Alternatif solusi

b.

c.

d.

e.

f.

diarahkan pada lokasilokasi prioritas tersebut
Peningkatan kualitas hidup
warga permukiman kumuh,
khususnya yang terkait
dengan peningkatan kondisi
perekonomian secara
berkelanjutan.
Pembangunan dan
pengembangan prasarana
dan sarana umum (PSU),
seperti air minum, jaringan
jalan akses, pengelolaan
limbah dan jaringan listrik
serta jaringan komunikasi
khususnya kawasan kumuh
dan bontang Lestari.
Merelokasi industri rumah
tangga polutif menjadi salah
satu solusi melalui upaya
pengembangan kawasan
perumahan berbasis industri
yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana
lingkungan dan sarana dan
prasarana pengolahan
limbah industri.
Regulasi dan kontrol serta
pengendalian yang ketat,
dengan menegaskan bahwa
kawasan lindung tidak boleh
diintervensi dengan
penggunaan lahan apapun
termasuk permukiman.
Relokasi maupun penyiapan
lahan permukiman baru dan
penyiapan perumahan baru.

VI-15

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

6.1.2. Analisisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
A. Analisis Permasalahan
Terjadi kecenderungan naiknya angka kebutuhan perumahan di Bontang, ini disebabkan
oleh karena :
a. Menurunnya kualitas perumahan akibat rendahnya tingkat perawatan sehingga
banyak rumah yang tergolong tidak lagi layak huni,
b. Naiknya kebutuhan perumahan di wilayah perkotaan Kota Bontang sebagai akibat
dari pesatnya pertumbuhan penduduk karena faktor pengaruh migrasi disamping
angka kelahiran yang cukup besar dan juga tidak terlepas dari keberadaan 2 (dua)
buah perusahaan berskala nasional di Kota Bontang yaitu PT. Pupuk Kalimantan
Timur Tbk. Dan PT. Badak NGL yang membuat terjadinya kecenderungan naiknya
kebutuhan rumah sewa di Kota Bontang, dimana hal itu disebabkan oleh :
1. Daya beli masyarakat yang kurang sanggup terhadap rumah yang berstatus hak
milik,
2. Naiknya jumlah pendatang sementara,
3. Bagi masyarakat kelas atas, meningkatnya pertimbangan kepraktisan pengelolaan
dan kemudahan akses. Kedepan penyediaan perumahan terbanyak tetap dilayani
oleh developer. Penyediaan perumahan oleh pemerintah dalam bentuk
publik/hearing bagi kelas paling bawah akan ada sebagai bentuk penyelamatan.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaan rumah terbatas backlog kebutuhan rumah
20%. Sedangkan tiap tahun kebutuhan akan rumah layak terus bertambahnya sejalan
dengan pertumbuhan penduduk. Permasalahan backlog kebutuhan rumah akan terus
bertambah besar jika tidak pengembangan perumahan tidak dilakukan. Berdasarkan
gap analisis berikut akan terlihat kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan
rumah akan semakin besar jika tidak melakukan pengembangan perumahan lima
tahun ke depan. Gap analisis mengasumsikan pertumbuhan rumah sejalan dengan
pertumbuhan KK (0,90%).
Permasalahan pengembangan perumahan juga terkendala adanya keterbatasan lahan
di Kota Bontang. Sebagaimana diketahui, bahwa wilayah daratan Kota Bontang
hanya sekitar 29% dari luasan adiministarasi keseluruhan kota, atau sekitar 14.780
Ha. Dari jumlah lahan tersebut, terdapat 4 bagiam besar pemanfaatan lahan potensial,
yaitu:
1. Kawasan Hutan Lindung dan Taman nasional Kutai (TNK) seluas ± 5.950 Ha
2. Area PT. Badak LNG seluas ± 1.572 Ha
3. Area PT. Pupuk kaltim seluas ± 2.010 Ha
4. Sisa lahan yang dapat dikembangkan hanya seluas 5.248 ha.
Terkait dengan adanya keterbatasan lahan, sebagai akibat perkembangan penduduk
di Kota Bontang yang terus bertambah terutama penduduk migran maka tentunya
kebutuhan perumahan pun terus bertambah. Sebagai akibatnya kurangnya dukungan
sumberdaya ekonomi yang kuat masyarakat dalam membeli lahan, maka yang terjadi
adalah intervensi area kawasan hutan lindung sebagai area permukiman ilegal.

VI-16

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

Sebagai arahan penanganan kedepan diharapkan
pengembangan dalam pemanfaatan lahan permukiman.

ada

zoning

regulation

Berkembangnya kawasan perkotaan di wilayah Kota Bontang menuntut tersedianya
lahan khususnya permukiman sebagai komponen guna lahan kota dengan proporsi
terbesar. Kurangnya mekanisme kontrol memungkinkan pengembangan lahan-lahan
permukiman mengintervensi kawasan-kawasan dengan fungsi lindung. Kondisi ini
perlu diantisipasi melalui regulasi dan kontrol serta pengendalian yang ketat, dengan
menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh diintervensi dengan penggunaan
lahan apapun termasuk permukiman.
Seiring perkembangan perekonomian Kota Bontang, sektor produksi perikanan laut
pun tengah digalakan oleh Pemerintah Kota Bontang. Bersamaan dengan itu, kondisi
permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi
lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya kegiatan produksi
hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan.
Banyak hal yang terkait dengan keberadaan kantong – kantong kawasan kumuh di
Kota Bontang. Pada dasarnya yang utama adalah kurangnya dukungan PSD
Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman. Hal ini juga ditambah dengan tingkat
perekonomian masyarakat yang tergolong lemah dan minimnya skill yang dimiliki
sehingga berdampak sangat kompleks bagi penyebab berkembangnya kantong –
kantong kawasan kumuh di Kota Bontang.
Dengan adanya kantong–kantong kawasan kumuh maka permasalahan perumahan
dan permukiman yang mendesak adalah keberadaan spot permukiman kumuh di
wilayah kota lama Bontang (Kecamatan Bontang Utara) yang terdiri dari beberapa
Kelurahan, khususnya di Kelurahan-Kelurahan pesisir yaitu:
1. Kelurahan Berbas Pantai
2. Kelurahan Berbas Tengah
3. Kelurahan Loktuan
4. Kelurahan Tanjung Laut Indah
Wilayah-wilayah tersebut, khususnya Berbas Pantai, memiliki tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi, begitu pula dengan jumlah spot permukiman kumuh yang
berhasil diidentifikasi oleh Pemkot Bontang sendiri. Kekumuhan terkait dengan
kehidupan warganya yang sebagian besar sebagai Nelayan, dimana akibat kenaikan
harga BBM maka semakin banyak nelayan yang tidak dapat melaut, sehingga
kesulitan ekonomi keluarga nelayan semakin besar, dan prioritas mereka lebih
kepada bagaimana bertahan hidup ketimbang menjaga lingkungan permukiman
mereka.
Permasalahan permukiman kumuh juga diakibatkan sebagai dampak berkembangnya
industri yang polutif terutama di kawasan padat permukiman dan kawasan pesisir.
Pada beberapa kawasan padat di Kota Bontang, berdasarkan informasi dari Dinas
koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil, terdapat beberapa kegiatan industri rumah
tangga polutif (misal industri tahu tempe) yang keberadaannya tidak sesuai dengan
VI-17

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

fungsi perumahan. Diperlukan upaya pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi
perumahan dengan fungsi industri rumah tangga polutif. Upaya merelokasi industri
rumah tangga polutif menjadi salah satu solusi melalui upaya pengembangan
kawasan perumahan berbasis industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan dan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri.
Selain itu, dibeberapa lokasi yang lebih kedalam ke arah pusat kota, khususnya di
kawasan Berbas Tengah dan Tanjung Laut, terdapat permukiman kumuh warga yang
letaknya ”tersembunyi” di belakang bangunan-bangunan besar perumahan maupun
pertokoan, dan agak menjorok kedalam dalam suatu perkampungan tengah kota.
Kondisi ini juga dikarenakan minimnya dukungan Prasarana dan Sarana Dasar
Permukiman terutama air bersih, sanitasi dan sumber daya ekonomi masyarakat yang
masih rendah. Sebagai dampaknya perhatian terhadap keikutsertaan dalam
berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungan sangat kurang mendapat perhatian.
Rencana pengembangan fisik Kota Bontang diarahkan ke bagian Selatan Kota,
tepatnya ke arah BWK di Kecamatan Bontang Selatan. Namun dalam kenyataannya,
dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya
masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat
menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga
dikenal sebagai ”Kota Baru Bontang” ini. Kondisi ini disebabkan banyak hal yakni
terutama masalah pendanaan dalam pengembangan kawasan baru di Bontang Lestari.
Beberapa prasarana permukiman seperti seperti penerangan jalan (PJU), air minum,
pengolahan air limbah, dan lain-lain merupakan masalah tersebdiri di Kota Bontang.
Di beberapa lokasi permukiman, khususnya spot-spot permukiman spontan,
penerangan jalan terasa kurang, seperti jalan menuju kawasan permukiman di
Bontang Kuala dan Berbas Pantai. Saluran dan fasilitas pengolahan air limbah/ tinja
juga menjadi prasarana yang perlu segera disediakan, terutama di kawasan
permukiman atas air di wilayah pesisir, yang masih banyak mengandalkan buangan
alami, mengakibatkan penumpukkan air limbah yang akan terlihat pada saat air laut
sedang surut. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah kesehatan lingkungan.
Sebagai dampak belum optimalnya pemerataan pembangunan di Kawasan Kota Baru,
maka hal ini berdampak pada tingkat lambannya perkembangan daerah ini. Sebagai
antisipasi kedepan maka dalam hal ini Pemerintah Daerah Kota Bontang terus
menggalakkan upaya percepatan pengembangan dan pembangunan pada Kawasan
Kota Baru.
Permasalahan perkembangan kawasan permukiman pada sempadan sungai
merupakan salah satu fenomena yang menunjukkan persaingan dalam penggunaan
lahan yang bersifat intervensi pada kawasan sempadan sungai. Kondisi ini sebagai
akibat para penduduk kurang dapat menjangkau haga beli tanah pada kawasan
perkotaan sehingga mereka lebih memilih untuk memanfaatkan lahan pada kawasan
sempadan sungai.
Untuk permasalah kelembagaan perumahan dan permukiman di Kota Bontang yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
VI-18

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

 Kurang dimanfaatkannya organisasi/kelembagaan yang telah ada seperti BP4D,
Forum Kota, dan lain-lain.
 Perlunya pembentukan Badan Pengelola (BP) Kasiba seiring dengan upaya
pengembangan Kasiba Bontang Lestari yang sedang berjalan.
 Pengelolaan perumahan yang dikembangkan oleh swasta (resmi) kerap dilakukan
oleh developer/pengembang kawasan tersebut. Namun demikian, ada beberapa
lokasi yang badan pengelolanya tidak aktif lagi, terutama setelah rumah-rumah
dalam kawasan tersebut laku terjual (habis) dan aktivitas di lingkungan
permukimannya berjalan lancar, walaupun sesungguhnya developer selalu
memiliki tanggung jawab untuk menjalankan pelayanan pengelolaan perumahan.
Akibatnya di beberapa lokasi perumahan, pengelolaan dilakukan secara swadaya
oleh warga masyarakat.
Tabel 6.10
Alternatif Pemecahan Permasalahan PSD Perumahan dan Permukiman
No
1

2

3

4

5

6

Permasalahan

Alternatif Pemecahan

Lingkungan kumuh

a) Penyediaan dukungan PSD perumahan dan permukiman;
b) Relokasi kawasan jika hal ini dimungkinkan;
c) Penyediaan perumahan bagi nelayan (RUSUNAWA);
d) Dapat dialakukan penataan dan peremajaan kawasan.
Minimnya PSD permukiman
a) Perlunya penyediaan PSD perumahan dan permukiman;
b) Proritas pada kawasan pengembangan baru mengingat
adanya keterbatasan dana APBD Kota;
c) Perlunya prioritasi program pembangunan PSD dengan
kebutuhan mendesak yang perlu ditangani.
Berkembanya indutri polutif
a) Perlunya pembekalan ketrampilan bagi para penduduk
pada kawasan padat kumuh
setempat teruatam pada pengembangan sektor ekonomi hasil
tangkapan laut nelayan;
b) Pemindahan kawasan indutsri berbasis aglomerasi dengan
dukungan fasilitas dan utiltas yang memadahi;
c) Sosialisasi dan pelibatan masyarakat secara penuh.
Intervensi kawasan
a) Perlunya upaya tegas secara normatif dengan pemberlakuan
permukiman pada kawasan
PERDA tata ruang;
lindung
b) Relokasi kawasan permukiman dengan ganti untung pada
penduduk;
c) Penyiapan lahan untuk relokasi kawasan permukiman.
Kepemilikan lahan
a) Pembebasan lahan pada kawasan pengembangan baru;
b) Pendekatan persuasif kepada masyarakat seiring dengan
adanya upaya pengembangan pembangunan kawasan;
c) Sosialisasi kebijakan-kebijakan terkait dengan
pengembangan kawasan pembangunan .
Pendataan perumahan masih a) Pengembangan sistem informasi data base secara
belum optimal
komputerisasi;
b) Pembentukan kelembagaan sistem informasi data base
pengembangan perumahan dan permukiman;
VI-19

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG

No

Permasalahan

7

Intervensi kawasan
permukiman di sempadan
sungai

8

Belum optimlnya
kelembagaan dalam
pengembangan perumahan
dan permukiman

Alternatif Pemecahan
c) Kemitraan dalam pengembangan sistem informasi
pengembangan perumahan dan permukiman.
a) Perlunya upaya tegas secara normatif dengan pemberlakuan
PERDA;
b) Pemasangan patok kawasan yang dikuatkan dengan PERDA
kawasan sempadan sungai;
c) Relokasi kawasan permukiman dengan ganti untung pada
penduduk;
d) Penyiapan lahan untuk relokasi kawasan permukiman;
e) Pembebasan lahan pada kawasan sempadan sungai.
a) Perlunya pembentukan Badan Pengelola (BP) Kasiba seiring
dengan upaya pengembangan Kasiba Bontang Lestari yang
sedang berjalan;
b) Upaya ini dapat dilakukan dengan pemantapan kelembagaan,
menjalin kemitraan, mengoptimalkan kelembagaan yang
sudah ada dan pemantapan peraturan perundang-undangan.

Sumber : Hasil Kajian
Terkait dengan permasalahan kelembagaan perumahan dan permukiman di Kota
Bontang maka diperlukan adanya upaya–upaya penguatan kelembagaan, program
kemitraan dan pelibatan peran aktif masyarakat dalam program – program
pengembagan pembangunan. Dengan adanya upaya ini diharapkan pembangunan dapat
lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Rekomedasi
Program-program bidang perumahan dan permukiman yang diusulkan dalam lima tahun
mendatang di Kabupaten/Kota dapat dikelompokkan ke dalam beberapa fokus program,
yaitu:
 Dengan adanya apot-spot kawasan kumuh di Kota Bontang, maka diharapkan perlu
adanya peningkatan kualitas lingkungan dengan penyediaan dukungan PSD
permukiman. Untuk kegiatan penyediaan perumahan dalam rangka mengurangi spotspot kawasan kumuh dapat dilakukan dengan penyediaan RUSUNAWA untuk
penduduk nelayan.
 Untuk persoalan berkembangnya industri polutif di kawasan padat kumuh, maka
diperlukan upaya-upaya pendekatan yang partisipatif serta adanya pembekalanpembekalan ketrampilan bagi penduduk setempat dalam pengembangan bidang
ekonomi.
 Pengelolaan air limbah secara terpusata di Kota Bontang belum tersedia, maka untuk
jangka panjangnya perlu penyediaan IPAL Kawasan di setiap kelurahan.
 Menyikapi persoalan penyediaan air bersih, pada saat ini pelayanan air bersih
khususnya di Kota Bontang masih terkendala antara kebutuhan dengan tingkat
suplay produksi air bersih. Dengan adanya keterbatasan sumber-sumber air baku
yang dimanfaatkan maka perlu dicarikan alternayif-alternatif pengembangan air
bersih guna menunjang cakupan pelayanan air bersih di Kota Bontang. Sebagai dasar
VI-20

RENCANA TERPADU DAN PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH
(RPI2-JM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA BONTANG