Peran Tiongkok dalam Kerjasama SCO Shang

Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Tiongkok
“Peran Tiongkok dalam Kerjasama SCO ( Shanghai Cooperation
Organization) : Hubungan kerjasama Tiongkok dengan Rusia”
Tugas Makalah ini ditujukan untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah
Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Tiongkok

Disusun oleh :
Dinar Rizky Muliatama
(0801513034)
HI 13 A

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Al Azhar Indonesia
2016

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Asia Tengah merupakan wilayah yang sangat penting, dimana terletak diantara dua benua
yang menyimpan sejumlah kisah penting dalam sejarah dunia. Setelah kekuasaan Uni Soviet
runtuh wilayah ini kembali menarik perhatian sejumlah negara termasuk Tiongkok. Setelah
disintegrasi dengan Uni Soviet, negara-negara di Asia Tengah harus menghadapi sejumlah
permasalahan keamanan. Secara umum kondisi keamanan regional di wilayah ini dapat
dikatakan berada dalam bahaya, karena harus menghadapi konflik internal di dalam negerinya
sendiri maupun konflik antar negara.
Salah satu organisasi internasional yang muncul berdasarkan pada sebuah konteks
keamanan yang baru yaitu dengan dibentuknya sebuah organisasi Shanghai Cooperation
Organization (SCO) yang merupakan sebuah organisasi kerjasama antar regional yang muncul di
kawasan Asia Tengah. SCO sendiri merupakan sebuah organisasi kerjasama antar pemerintah
yang memfokuskan dirinya pada aspek ekonomi, politik serta keamanan. Fokus dan tujuan dari
pembentukan SCO sendiri pada awalnya lebih menekankan pada sebuah forum diskusi yang
berdasar pada pembangunan dalam berbagai bidang ekonomi, politik maupun keamanan, akan
tetapi setelah peristiwa 11 September 2001 fokus dari SCO mengalami perubahan menjadi
penguatan kerjasama pada aspek keamanan dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam
menangani permasalahan yang berkaitan dengan separatism, terrorism, dan extremism1.
Kelompok kriminal terorism, separatim dan ekstremism dikenal dengan nama three
evils, dimana cukup meresahkan pemerintah negara-negara Asia Tengah, karena keterlibatan

mereka pada perdagangan narkotika dan menjalin hubungan dengan kelompok di sejumlah
negara seperti Afganistan. Perkembangan masalah keamanan ini tidak hanya meresahkan negaranegara di Asia Tengah, tetapi juga di negara sekitar termasuk Tiongkok. Tiongkok yang secara
langsung berbatasan dengan Asia Tengah turut serta menaruh perhatiannya dan menjalin
hubungan dengan negara-negara di wilayah ini. Keterlibatan Tiongkok di wilayah ini pada
awalnya terutama didorong oleh isu-isu yang berkaitan dengan keamanan perbatasan antara
1

Michael Snyder, The Shanghai Cooperation Organization: A New Order on Central Asia, 2008. hal. 18

2

dirinya dan beberapa negara di wilayah ini, kemudian dengan munculnya three evil forces
Tiongkok berupaya melindungi wilayahnya dari ancaman tersebut, serta menginginkan stabilitas
di wilayahnya2.
Dalam SCO, Rusia mengembangkan suatu hubungan dengan negara-negara anggota SCO
guna menjembatani hubungan yang kuat antara Rusia dengan Asia Tengah, sebab SCO telah
maju sebagai salah satu forum kerjasama keamanan regional dan dianggap membawa dampak
positif dalam perkembangan dunia baik di bidang politik, ekonomi, dan keamanan di kawasan
Asia Tengah. Disamping itu dalam pembentukan SCO, Rusia menginginkan suatu peningkatan
ekonomi dengan Tiongkok dan negara-negara di kawasan Asia Tengah. Akan tetapi tidak hanya

itu saja Rusia juga mempunyai kepentingan yang terdiri dari kepentingan politik dan keamanan
untuk melindungi warga negaranya, wilayah teritorialnya, serta mempertahankan sistem
politiknya dari ancaman dan pengaruh negara lain3.

1.2. Rumusan Masalah
1.Bagaimana Hubungan Kerjasama antara Tiongkok dengan Rusia di dalam Organisasi SCO?

BAB II
2

Erna Heraawati. kepentingan Tiongkok dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO). Jurnal Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 2013
3
Margaretha, Erline, Kepentngan Rusia dalam Pembentukan Shanghai Cooperation Organization (SCO), Jurnal
Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman, 2013

3

PEMBAHASAN
2.1. Dinamika Hubungan Kerjasama Tiongkok dan Rusia

Hubungan yang terjalin antara Rusia dan Tiongkok terus mengalami fluktuasi dan
mengalami berbagai perubahan yang cukup mencolok sejak pertengahan abad ke 20 hingga awal
abad ke 21. Sejak Federasi Rusia masih berbentuk Uni Soviet hingga pada akhirnya runtuh pada
tahun 1991, kedua negara memiliki hubungan yang cukup menarik untuk diamati, yang kerap
kali diwarnai dengan kerjasama, dan ketegangan yang fluktuatif dan penuh dengan ambiguitas.
Dimana awalnya menjadi sekutu strategis pada tahun 1950an dengan sebutan “brothers in
arms”, hingga berubah menjadi saingan dan mengalami hubungan yang panas di tahun 1960an4.
Hubungan Rusia dan Tiongkok tetap tegang sepanjang dekade akibat Perang Dingin, namun
sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991, hubungan bilateral kedua negara terlihat mulai
mengalami perbaikan besar. Hubungan Rusia dan Tiongkok mulai dinormalisasi kembali sejak
Mikhail Gorbachev mengunjungi Tiongkok pada tahun 1989, mengakhiri konfrontasi terbuka 30
tahun antara kedua negara5. Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus mengalami penyesuaian
dan perbaikan yang intensif dimana pada 1996 melalui pertemuan Boris Yeltsin dan Jiang
Zemin, kedua negara secara resmi membentuk kemitraan strategis.
Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, meninggalkan berbagai permasalahan dan
konflik bagi Rusia sebagai negara pewarisnya, membuat Rusia bergelut dalam masalah ekonomi
dan transformasi politik yang membuatnya kehilangan power dalam dunia internasional. Sebagai
negara baru pecahan Soviet, Rusia berusaha memulihkan kembali kestabilan nasional
negaranya , tidak hanya melalui reformasi politik namun juga ekonomi yang saat itu sedang
kolaps. Berbagai upaya dilakukan Rusia untuk memulihkan perekonomian dalam negerinya,

termasuk melalui pemulihan industri militer yang sempat vakum selama beberapa saat. Industri
pertahanan merupakan bagian yang penting dalam sektor ekonomi Rusia, 6.1 juta pekerja
bergantung pada industri pertahanan pertahanan Rusia6. Namun, ditengah krisis ekonomi serta
macetnya produksi dalam industri pertahanan akibat ketiadaan modal, ketersediaan bahan baku
4

Westad Odd, Arne ed, Brothers in Arms: The Rise and Fall of The Sino-Soviet Alliance, 1945-1963. Washington,
DC: Wodrow Wilson Center Press, 1998. Hal 110
5
Bitzinger, Richard A. and J.D Kenneth Boutin, Tiongkok’s Defence Industry: Change and Continuity in
Rising Tiongkok: power and reassurence, ed. Ron Huisken, 125-143 , Canberra, A.C.T:ANU E Press,
2009. Hal 65
6
Donaldson, Robert H. and John A.Donaldson. The Arms Trade in Russian-Chinese Relations: Identity, Domestic
Politics, and Geopolitical Positioning. Dalam International Studies, Vol. 47, No. 4. 2003. Hal. 713

4

yang minim, serta macetnya kredit menyebabkan banyaknya pengangguran di sektor ini tak
dapat


dihindari.

Tercatat

2,5

juta

pekerja

meninggalkan

sektor

pertahanan

akibat

ketidakmampuan pemerintah membayar mereka, karena penurunan pasar dan investasi yang

drastis dalam sektor ini, yang kemudian berimbas pada peningkatan jumlah pengangguran
nasional7. Keadaan industri pertahanan yang mengalami kejatuhan ini dinilai akan menimbulkan
bahaya di sektor perekonomian negaranya yang kemudian memaksa pemerintah untuk
melakukan segala cara untuk menyelamatkan industrinya. Selain penelitian dan pengembangan
teknologi yang mutakhir, pasar baru serta investasi bagi industri ini juga mutlak diperlukan8.
Rusia dan Tiongkok memiliki sejarah hubungan perdagangan senjata yang cukup
kompleks dimasa lalu. Selama awal hingga pertengahan 1950an, Uni Soviet merupakan supplier
senjata terbesar bagi Tiongkok. Akan tetapi, kerjasama harus terhenti ketika tensi ketegangan
hubungan kedua negara meningkat di era 1960an9. Sebagai partner lama di bidang perdagangan
senjata, Tiongkok yang saat itu sedang mengalami embargo senjata akibat tragedi Tiananmen di
tahun 1989 dipandang sebagai pasar yang potensial bagi industri pertahanan Rusia. Terlebih
pemerintah dan para industrialis pertahanan Rusia percaya bahwa Tiongkok sedang
membutuhkan peningkatan militer melalui pengadaan senjata terkait perlombaan senjata dengan
Taiwan dan Asia Tenggara. Pada 1992, hubungan perdagangan senjata antara kedua negara
kembali dimulai, dimana pada tahun ini Rusia kembali mensuplai peralatan militer dan lisensi
teknologi kepada Tiongkok dengan menjual 24 pesawat tempur SU-27S10.
Namun, peningkatan keuntungan dan ekspor senjata Rusia ke Tiongkok tidak selamanya
bertahan. Setelah mencapai puncaknya pada awal 2000an, penjualan senjata mulai menurun
drastis pada akhir dekade. Terlihat penurunan ekspor senjata Rusia ke Tiongkok dimana ekspor
senjata Rusia ke Tiongkok mengalami penurunan sebesar 40 persen dan hanya mencapai kurang

dari 20 persen. Penurunan yang terjadi pada ekspor senjata Rusia ke Tiongkok ini tentu bukan
tanpa sebab. Penurunan ekspor terjadi karena situasi yang telah berubah dalam industri prtahanan
Tiongkok, dimana
7

Ibid

8

9

industri pertahanan Tiongkok saat ini telah mampu memproduksi

Sergounin ,Alexander A and Sergey V. Subbotin, “Sino Millitary – Technical Cooperation: a Russian
View.” in Russia and The Arms Trade, edited by Ian Anthony , SIPRI, Oxford University Press, 1998. Hal
40
Ibid.

10


Vitaly, Vasilev. Russia-Tiongkok Millitary Arms Trade master’s thesis, National Sun Yat Sen University,
2007

5

persenjataan militer secara lebih mandiri. Hal ini juga tidak terlepas dari ekspor senjata serta
transfer teknologi militer dan lisensi yang dikirim Rusia ke Tiongkok. Jika sebelumnya
Tiongkok hanya mampu memproduksi pesawat tempur SU-27 dibawah lisesnsi Rusia, kini
industri militer mereka telah berkembang pesat dan mampu memproduksi peralatan militer
dalam berbagai desain dan teknologi secara mandiri 11. Bahkan, Tiongkok tak segan mengcopy
secara illegal berbagai produk militer buatan Rusia dalam produksinya yang kemudian sempat
menimbulkan polemik diantara kedua negara.
Aroma persaingan justru tercipta diantara Rusia dan Tiongkok. Dimana dua negara yang
semula terlihat sebagai partner strategis di bidang perdagangan senjata ini saat ini justru
terlihat sebagai kompetitor. Hal ini terlihat ketika Tiongkok mulai menunjukkan sepak
terjangnya sebagai eksportir senjata di pasar senjata internasional.

2.2. Hubungan Kerjasama Tiongkok dan Rusia di SCO
Secara resmi sendiri SCO dibentuk pada tanggal 15 Juni 2001, dimana anggotanya terdiri
atas Rusia, Tiongkok, Tajikistan, Kazakhstan, Kyrgysztan, serta Uzbekistan. Lahirnya SCO

sendiri tidak bisa lepas dari keberadaan Shanghai Five yang notabene nya merupakan sebuah
komunitas bersama antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Tiongkok dalam
upaya untuk mengatasi permasalahan perbatasan yang terjadi di antara mereka. Shanghai Five
sendiri memberikan sebuah landasan bagi SCO yang mana merupakan sebuah rezim keamanan
baru yang berlandaskan atas prinsip The Shanghai Spirit, dimana adanya komitmen negaranegara anggotanya yang mengikatkan diri dalam nilai-nilai yang dibangun melalui sebuah
kerjasama secara bersama12.
Selain itu, isu-isu global seperti Terorism, separatism dan ekstremism dikenal dengan
nama three evils semakin mendorong berdirinya SCO untuk menjaga stabilitas di wilayahnya
dari pengaruh luar yang semakin berkembang, Tiongkok kemudian menjalin hubungan
kerjasama dengan sejumlah negara-negara Asia Tengah dan sekitarnya. Kerjasama ini bermula
pada forum dialog Shanghai Five yang kemudian dikembangkan dengan mekanisme yang lebih
11

Weitz, Richard. Tiongkok – Russia Security Relations: Strategic Parallelism Without Partnership or
Passion?, Strategic Studies Institute,2008. Hal.24

12

Abdul Rivai Ras, Shanghai Cooperation Organization (SCO): Pengaruh dan Prospeknya Terhadap Lingkungan
Strategis Asia Pasifik, Jakarta: FISIP UI, 2003, hal. 26


6

baik dalam sebuah organisasi regional Shanghai Cooperation Organization (SCO). Keterlibatan
Tiongkok dalam organisasi regional ini tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan yang ingin
dicapai. Kerjasama dalam kerangka multilateral ini memungkinkan Tiongkok berperan lebih
aktif dan menghindari konflik serta menjaga keamanan dengan negara-negara Asia Tengah, serta
tetap menjaga kepentingannya13.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut tidak lepas dari lemahnya pranata
hukum serta instrumen keamanan yang ada pada masing-masing negara kawasan. Sehingga
untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak cukup dilakukan secara individu melainkan melalui
sebuah kerjasama dalam bentuk sebuah organisasi keamanan regional. Muncul SCO sendiri
bahwasanya masing-masing negara anggota sepakat untuk melakukan destabilisasi pengaruh
baik dari kelompok terorism, separatism, dan ekstremism yang muncul di kawasan tersebut 14.
Dengan adanya SCO dapat memperkuat hubungan sebagai sesama anggota, memperkuat
efektifitas kerjasama antar anggota dalam hal politk, ekonomi dan perdagangan , ilmu
pengetahuan dll.
Pembentukan SCO yang dimotori oleh Rusia dan Tiongkok di kawasan Asia Tengah
sendiri merupakan sebuah upaya bagi kedua negara tersebut untuk mendapatkan pengaruh di
kawasan tersebut. Hal ini dilakukan karena melihat nilai strategis yang ada di kawasan Asia
Tengah sendiri secara geopolitik merupakan daerah Land Locked yang menjadi penghubung
antara Asia dengan Eropa dan sebaliknya . Apabila

dilihat secara umum, maka terdapat

dominasi dari Rusia serta Tiongkok dalam menjalankan roda organisasi dalam SCO. Adapun
anggota-anggota lainnya di SCO hanya sebatas mampu menjaga kepentingan nasionalnya dalam
aspek keamanan maupun ekonomi, dan mampu menjalin kerjasama yang utuh dalam rezim15.
Keterlibatan Tiongkok dalam SCO juga untuk meraih kepentingan internasional yang
merupakan kepentingan yang identik diantara Tiongkok dan negara anggota SCO lainnya
terutama dalam bidang keamanan. Tiongkok, Rusia dan negara - negara yang tergabung dalam
SCO memiliki kepentingan yang sama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia

13

Charter of The Shanghai Cooperation Organization, diakses dari http://www.sectsco.org/EN123/show.asp?
id=69 , pada 3 Januari 2015, Pk 16.00 Wib
14
Opcit, Michael Snyder, hal 18
15
Xue-Tong, Yan. Analysis Of Tiongkok’s National Interest. United State of America : Center for Nonproliferation
Studies. 2002. Hal 70

7

Tengah. Munculnya sejumlah kelompok radikal di Asia Tengah menjadi ancaman bagi negaranegara anggota SCO.
Dalam proses pembentukan SCO, berbagai perkembangan positif ke arah regionalism
ekonomi mulai tercipta di kalangan negara-negara Asia Tengah, Tiongkok dan Rusia yang
berlandaskan kepada saling kepercayaan, dan berkerjasama dalam keamanan. Saat ini lingkup
kerjasama SCO telah mencakup area luas yaitu :
Pertama, Kerjasama Politik dan Keamanan SCO terutama berfokus pada negara-negara
anggotanya. SCO merupakan salah satu organisasi internasional pertama yang secara eksplisit
mendukung perang terhadap “three evil forces” yakni terorisme, separatisme dan ektrimisme di
kawasan Asia tengah. Pada awal pembentukannya pada tahun 2001, negara-negara SCO
menempatkan

perang

atas

“three

evil

forces”

sebagai

prioritas

utamanya

melalui

penandatanganan Shanghai Convention on Combating Terrorism, Saparatism, and Extremism.
Selain melakukan kerjasama militer dan keamanan, SCO juga merupakan sebuah komunitas
politik, yang bertujuan untuk mewujudkan tatanan dunia yang multipolar, dari satu negara atau
kelompok negara tertentu di dalam sistem politik internasional16.
Kedua, Kerjasama Ekonomi merupakan salah satu sektor kerjasama utama bagi SCO,
meskipun pada awalnya terkesan tertutupi oleh begitu tingginya level kerjasama dalam sektor
keamanan. Hal ini terlihat dengan dirumuskan kerangka acuan bagi peningkatan status kerjasama
inter-SCO Outline on The Multi-Lateral Economic and Trade Cooperation Among the Member
States of Shanghai Cooperation Organization yang disepakati oleh negara-negara anggota SCO
pada pertemuan tingkat Perdana Menteri di Bishkek, Kyrgizstan pada tahun 200417.
Ketiga, Kerjasama pendidikan dan kebudayaan juga merupakan salah satu sektor
kerjasama dalam kerangka SCO. Untuk pertama kalinya di Beijing, RRC pada 12 April 2002 di
tandatangani pernyataan bersama untuk kerja sama lanjutan. Pertemuan ketiga dari Menteri
Kebudayaan berlangsung di Tashkent, Uzbekistan, pada tanggal 27-28 Mei 2006, dengan
pembentukan suatu wadah yang dapat memainkan peranan besar di dalam kegiatan riset ilmiah
nagara-negara SCO. Sebuah Festival Seni SCO dan pameran diadakan untuk pertama kalinya di
16

Matveeva, Anna dan Antonio Gistuozzi. The SCO: A Regional Organization on The Making, Crisis State
Research Centre. 2008. Hal 67
17
Ibid.

8

Astana, Kazakhstan pada juli 2005. Kegiatan ini kemudia secara rutin diadakan menjelang
pertemuan puncak negara-negara anggota SCO18.
Kerjasama SCO yang dilandasi tujuan yang sama di kawasan Asia Tengah tersebut
merupakan bentuk dari usaha Rusia dan Tiongkok guna mendapatkan pengaruh mereka di Asia
tengah maupun di kancah politik internasional. Serta telah memberikan wadah bagi negaranegara anggota yang berkepentingan dalam mengatasi keamanan regional dan memberi
kemudahan bagi anggotanya dalam melakukan koordinasi dan menjalankan mekanisme
keamanan regional. Terbukti dengan adanya SCO ini hubungan kedua negara saat ini menjadi
lebih baik.

BAB III
KESIMPULAN

18

Ibid.

9

Hubungan yang terjalin antara Rusia dan Tiongkok terus mengalami perubahan demi
perubahan

yang cukup mencolok sejak pertengahan hingga awal abad ke 21 Tiongkok dan

Rusia memiliki hubungan yang cukup menarik dimana sering kali diwarnai dengan hubungan
kerjasama dan ketegangan yang penuh dengan ambiguitas. Bisa dikatakan hubungan kedua
negara ini pada awalnya sebagai hubungan yang erat dan menjadi sekutu strategis, dimana pada
akhirnya berubah menjadi saingan dan mengalami hubungan yang panas di tahun 1960an. Sejak
saat itu, hubungan kedua negara terus mengalami penyesuaian dan perbaikan yang intensif.
Pada 15 Juni negara Asia Tengah membentuk SCO sebagai peningkatan hubungan yang
telah terjali lewat Shanghai Five. Dilatarbelakangi atas dasar faktor geopolitik, ekonomi dan
militer yang sangat komplek dan melibatkan pertimbangan yang serius diantara kedua negara.
Eksitensi Rusia dan Tiongkok dalam SCO pada dasarnya dipandang sebagai simbol kebesaran
SCO sebagai organisasi regional, sehingga bagaimanapun kedua negara itu merupakan penentu
dalam merealisasikan misinya. Pembentukan SCO yang dimotori oleh Rusia dan Tiongkok di
kawasan Asia Tengah sendiri merupakan sebuah upaya bagi kedua negara tersebut untuk
mendapatkan pengaruh di kawasan tersebut. Tidak mengherankan apabila strategi multipolar
SCO banyak diwarnai oleh kedua negara besar ini.
Kerjasama SCO yang dilandasi tujuan yang sama di kawasan Asia Tengah tersebut
merupakan bentuk dari usaha Rusia dan Tiongkok guna mendapatkan pengaruh mereka di Asia
tengah maupun di kancah politik internasional. Terbukti dengan adanya SCO ini hubungan
kedua negara saat ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU

10

Abdul Rivai Ras, Shanghai Cooperation Organization (SCO): Pengaruh dan Prospeknya
Terhadap Lingkungan Strategis Asia Pasifik, Jakarta: FISIP UI, 2003.
Bitzinger, Richard A. and J.D Kenneth Boutin, Tiongkok’s Defence Industry: Change and
Continuity in Rising Tiongkok: power and reassurence, ed. Ron Huisken, 125-143 , Canberra,
A.C.T:ANU E Press, 2009.
Donaldson, Robert H. and John A.Donaldson. The Arms Trade in Russian-Chinese Relations:
Identity, Domestic Politics, and Geopolitical Positioning. Dalam International Studies, Vol. 47,
No. 4. 2003.
Westad Odd, Arne ed, Brothers in Arms: The Rise and Fall of The Sino-Soviet Alliance, 19451963. Washington, DC: Wodrow Wilson Center Press, 1998.
JURNAL
Erna Heraawati. kepentingan Tiongkok dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO).
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. 2013.
Margaretha, Erline, Kepentngan Rusia dalam Pembentukan Shanghai Cooperation Organization
(SCO), Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Mulawarman, 2013.
Matveeva, Anna dan Antonio Gistuozzi. The SCO: A Regional Organization on The Making,
Crisis State Research Centre. 2008.
Michael Snyder, The Shanghai Cooperation Organization: A New Order on Central Asia, 2008.
Sergounin ,Alexander A and Sergey V. Subbotin, “Sino Millitary – Technical Cooperation: a
Russian View.” in Russia and The Arms Trade, edited by Ian Anthony , SIPRI, Oxford
University Press, 1998.
Weitz, Richard. Tiongkok – Russia Security Relations: Strategic Parallelism Without
Partnership or Passion?, Strategic Studies Institute,2008.
Xue-Tong, Yan. Analysis Of Tiongkok’s National Interest. United State of America : Center for
Nonproliferation Studies. 2002.
THESIS
Vitaly, Vasilev “Russia-China Millitary Arms Trade” master’s thesis, National Sun Yat Sen
University, 2007.
WEBSITE
Charter

of

The

Shanghai

Cooperation

Organization,

diakses

dari

http://www.sectsco.org/EN123/show.asp?id=69 , pada 3 Januari 2015, Pk 16.00 Wib

11