Meningkatkan Keterampilan Berhitung Penj (1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG PEJUMLAHAN
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MEDIA
PERMAINAN

Disusun Oleh :
Rahmi Gusnia Jelvida (1815150831)

KELAS A 2015

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG PEJUMLAHAN PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MEDIA PERMAINAN

Rahmi Gusnia Jelvida
1815150831

Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang berkembang pesat saat

ini tidak terlepas dari matematika. Matematika merupakan ilmu tentang logika. Logika sangat
penting karena dengan logika kita dapat berpikir dengan benar. Matematika melatih
kemampuan berpikir kritis, logis, analitis, dan sistematis.
Menurut Reys dalam Murniati (2008:46) berpendapat bahwa matematika adalah
telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan
suatu alat.1 Matematika dianggap sebagai suatu alat atau bahasa atau seni yang didalamnya
terdapat pola dan hubungan.
Menurut Hans Freudental dalam Marsigit tahun 2008 yang dikutip kembali oleh
Ahmad Susanto (2013:189), menyatakan matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. 2 Dengan demikian, matematika merupakan cara

berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang dan bentuk dengan aturan-aturan
yang telah ada yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Dari berbagai pernyataan dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
matematika adalah suatu alat, bahasa, serta ilmu yang mempelajari tentang pola dan hubungan
yang diatur secara logis yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Kurikulum pendidikan di Indonesia memuat beberapa pelajaran pokok yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKn, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Jasmani.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah
dasar. Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, logis, analitis, sistematis,
1

Neneng Eliana, 2016, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Melalui Permainan Lompat Henti. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 1, hal.91. 10.21009/JPD.071.08
2
Dwi Mujiani, 2016, Pengaruh Media Pembelajaran dan Kecerdasan Logis Matematis terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 2, hal. 201. 10.21009/JPD.072.02

kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah
dasar antara lain menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan
sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan
kerjasama. Pengetahuan matematis yang didapat anak di SD akan sangat mempengaruhinya
pada jenjang pendidikan berikutnya. 3 Dengan adanya pembelajaran matematika di sekolah
dasar ini, maka diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berhitung siswa dan berpikir
secara logis.
Namun mata pelajaran ini seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian
orang, tidak terkecuali bagi anak-anak. Mereka beranggapan bahwa matematika merupakan
mata pelajaran yang sulit. Mereka juga beranggapan bahwa mereka tidak berminat dalam
bidang matematika. Anggapan-anggapan seperti inilah yang membuat mereka pasrah ketika

menghadapi kesulitan. Sikap tersebut mengakibatkan mereka semakin tidak suka terhadap
pelajaran matematika, sehingga berdampak pada keterampilan belajar matematika siswa yang
rendah. Salah satu ciri dari mata pelajaran matematika yang telah dikenal masyarakat pada
umumnya yaitu adanya kegiatan berhitung.
Keterampilan berhitung merupakan keterampilan dasar yang penting dalam
pembelajaran matematika. Muchtar A. Karim (1996: 11) mengatakan bahwa keterampilan
operasi hitung merupakan salah satu tujuan khusus pengajaran matematika di sekolah dasar
(SD). Keterampilan operasi hitung terdapat beberapa bentuk yaitu penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Salah satu keterampilan operasi hitung yang menjadi pokok materi
pelajaran matematika sekolah dasar adalah operasi penjumlahan. Keterampilan hitung
penjumlahan harus dikuasai siswa sampai tahap terampil. Apabila keterampilan ini belum
dikuasai siswa dengan baik, maka untuk mempelajari materi selanjutnya siswa juga akan
mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.
Keterampilan berhitung penjumlahan memiliki manfaat yang cukup besar dalam
kehidupan sehari-hari. Penerapan keterampilan hitung penjumlahan dalam kehidupan seharihari tampak pada kegiatan jual beli, pengukuran pembuatan bangunan rumah, pembuatan
ukuran pakaian, dan lain sebagainya. Hal tersebut senada dengan pendapat yang disampaikan
oleh Ahmad Yani (1996:20), keterampilan berhitung merupakan keterampilan intelektual
sangat bermanfaat bagi seseorang, penguasaan keterampilan dalam berhitung juga bermanfaat

3


Eka Puji Lestari, Kuswadi, Karsono. 2014. Peningkatan Keterampilan Berhitung Bilnagan Bulat Melalui
Pendekatan Realistic Mathematics Education.

untuk banyak hal, seperti membantu mengatasi segala persoalan dalam kehidupan praktis
sehari-hari, membantu mempermudah pemahaman konsep-konsep yang dipelajari, dan
membantu mempermudahkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diminati.
Seseorang yang memiliki keterampilan berhitung yang rendah akan mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang berhubungan dengan operasi hitung penjumlahan.
Melihat besarnya manfaat keterampilan hitung penjumlahan maka matematika perlu untuk
dipelajari dengan baik.
Menyadari bahwa penguasaan keterampilan berhitung itu sangat penting. Namun,
kenyataannya banyak siswa yang lemah (kurang) dalam keterampilan tersebut. Masih ada
siswa yang belum bisa melakukan operasi hitung khususnya penjumlahan seperti yang
ditemukan oleh Neneng Eliana (2016:91) dalam jurnal penelitiannya bahwa;
“Pada umumnya hasil belajar matematika di sekolah dasar lebih rendah jika
dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.Hal ini terjadi pula di Sekolah Dasar
Negeri 16 Panjak. Hasil belajar matematika materi operasi penjumlahan bilangan bulat
pada siswa kelas IV sangat rendah. Banyak siswa yang belum mampu menentukan hasil
akhir dengan benar. Mereka hanya menebak hasil akhir bertanda positif atau negatif.

Hal ini dapat dibuktikan dari hasil tes formatif secara tertulis yang mereka kerjakan.
Tes diberikan sebanyak dua kali dengan soal yang sama. Hasil yang diperoleh pada tes
pertama dan ke dua menunjukkan perbedaan pada setiap anak. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka belum memahami materi operasi penjumlahan bilangan bulat.” 4
Hal itu menunjukan bahwa masih ada siswa sekolah dasar yang belum bisa melakukan
operasi penjumlahan alias keterampilan berhitungnya masih lamban. Hal tersebut senada
dengan yang disampaikan oleh Dwi Mujiani (2016 : 200) dalam jurnal penelitiannya bahwa
pada usia siswa sekolah dasar (7 sampai 13 tahun), menurut teori kognitif Piaget merupakan
tahap operasional konkret. Berdasarkan teori perkembangan kognitif ini, anak pada usia
sekolah dasar umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat
abstrak. Karena sifat abstrak tersebut, matematika relatif tidak mudah dipahami oleh siswa
sekolah dasar pada umumnya. 5

4
5

Neneng Eliana, op.cit. hal.91.
Dwi Mujiani, op.cit. hal. 200.

Selain itu, berdasarkan data TIMSS (Trends in International Mathematics and Science

Study) tahun 2011 skor rata-rata prestasi matematika kelas 8 di Indonesia berada di peringkat

38 dari 42 negara. Bahkan Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya seperti Singapura, Thailand dan Malaysia (Sindonews.com). Begitu juga hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soedjadi tahun 2000 dalam Ahmad Susanto, (2013: 191)
mengemukakan bahwa daya serap rata-rata siswa sekolah dasar untuk mata pelajaran
matematika hanya sebesar 42%.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa disebabkan oleh berbagai faktor internal
(dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar diri siswa). Faktor internal tersebut
misalnya : kematangan usia peserta didik, kecerdasan, minat belajar, siswa kurang berpikir
kreatif, motivasi siswa, kondisi fisik dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal misalnya:
penerapan metode pembelajaran yang masih terpusat pada guru (teacher centered), penerapan
model pembelajaran konvensional (ceramah, tanya jawab, PR), pengaturan kelas yang
monoton, pembelajaran di kelas kurang dinamis, terbatasnya media pembelajaran, sarana dan
prasarana, dan sebagainya.6
Dari kutipan diatas dapat dijabarkan bahwa rendahnya keterampilan hitung siswa salah
satunya disebabkan karena guru dalam mengajar cenderung berada di depan kelas dengan
metode pembelajaran yang monoton yaitu ceramah. Siswa jarang ditanya seputar materi yang
sedang diajarkan. Hal tersebut manjadikan keterlibatan siswa di dalam proses pembelajaran
matematika menjadi kurang, sehingga siswa lebih sering diam ketika proses pembelajaran.

Tidak terlibatnya siswa dalam proses pembelajaran menjadikan siswa tidak aktif untuk
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Selain itu jarangnya komunikasi guru dengan siswa
dalam kegiatan pembelajaran seperti tanya jawab tentang materi pelajaran, menjadikan siswa
hanya duduk diam mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Siswa hanya menulis atau
menjawab pertanyaan jika ditanya atau disuruh oleh gurunya. Hal tersebut menjadikan sikap
siswa cenderung pasif dalam menerima materi pelajaran. Sikap pasif siswa terlihat dari
beberapa siswa yang menyandarkan kepalanya di tangan, memperhatikan penjelasan guru
dengan merebahkan kepalanya di meja, beberapa siswa yang berjalan-jalan di dalam kelas,
seringnya siswa berbicara sendiri, dan bermain-main sendiri atau dengan temannya ketika
kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.

6

Ibid., hal. 200.

Kesulitan yang dihadapi siswa, diperparah lagi dengan usaha yang juga kurang
maksimal dari guru. Strategi pembelajaran yang diterapkan kurang menarik minat siswa.
Pelajaran matematika menjadi mata pelajaran yang sangat serius. Pembelajaran demikian
hanya menambah keabstrakan konsep matematika sebagaimana dikemukakan Dienes dalam
Sukadi dan Suharjana (2009: 1) mengatakan bahwa setiap konsep atau prinsip matematika

dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada peserta didik
dalam bentuk-bentuk konkrit. Hal tersebut bersesuaian dengan tahap perkembangan anak
sekolah dasar dengan mengacu pada teori Piaget dalam Santrock (2006: 41) yang menyatakan
“the child can now reason logically about concrete events and classify objects into different
sets”. Mengingat tahap perkembangan anak sekolah dasar tersebut dan objek matematika yang

abstrak maka Santrock (2006: 46) mengemukakan “…use concrete materials in
mathematics…”7
Jadi dalam mentransfer matematika pada anak usia sekolah dasar maka dianjurkan
untuk menggunakan benda-benda konkrit untuk memudahkan mereka dalam memahaminya.
Disebabkan pokok dari pembelajaran matematika yang begitu abstrak serta anak usia sekolah
dasar berada pada tahap operasional konkret.
Ketika peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa SD dilingkungan rumah,
kebanyakan siswa mengatakan mudah bosan dalam kegiatan pembelajaran matematika.
Mereka kurang tertarik dengan cara guru mengajar, karena guru mendominasi proses
pembelajaran dengan ceramah. Kurangnya variasi kegiatan seperti penggunaan media sebagai
alat bantu mengajar dalam proses pembelajaran menjadikan siswa tidak mampu menyerap
materi pelajaran dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai sepenuhnya.
Masa anak-anak adalah masa untuk belajar dan bermain. Siswa sekolah dasar termasuk
masa dimana siswa dapat belajar mengenai sesuatu hal melalui bermain. Siswa yang belajar

dengan membaca buku pelajaran atau hanya mendengarkan guru yang mengajar tentu akan
mudah merasa bosan sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif. Santrock (2007: 216)
mengemukakan bahwa permainan adalah aktivitas menyenangkan yang dilakukan untuk
bersenang-senang. Fungsi permainan menurut Freud dan Erikson (dalam Santrock 2007: 216),
bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena ketegangan mengendur

7

Musakkir Musakkir, 2015, Pengaruh Media Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Kabupaten Tanah Tidung. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 6 No. 1, hal.
38. 10.21009/JPD. 061.04

dalam permainan, anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan
memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan,
yang meningkatkan kemampuan si anak untuk menghadapi masalah. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan merasa senang dan melalui bermain anak
juga senang untuk belajar. Apabila hal tersebut diterapkan pada pembelajaran matematika
maka siswa dapat belajar sambil bermain, sehingga siswa akan merasa senang belajar
matematika dan anggapan matematika sulit akan hilang dengan sendirinya.
Seseorang yang belajar akan merasa senang jika dirinya mampu memahami apa yang

sedang dipelajari. Hal tersebut akan lebih baik jika diterapkan pada pembelajaran matematika.
Siswa akan merasa senang belajar matematika jika mereka memahami materi apa yang sedang
dipelajari. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya upaya dari guru dalam mengajar matematika
agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik, aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan
memahami materi matematika yang sedang dipelajari. Pokok pembelajaran matematika
merupakan suatu konsep yang berbentuk abstrak, oleh karena itu agar memudahkan siswa
dalam mempelajari dan memahami konsep matematika dibutuhkan adanya perantara atau
media dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran matematika hendaknya menggunakan media agar pembelajaran menjadi
interaktif dan menarik perhatian siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Namun
lazimnya dalam pembelajaran yang dijumpai, guru lebih teoretis dan penyajian materi pelajaran
tanpa membuat koneksi dengan pengetahuan awal siswa yang diperoleh dalam lingkungannya.
Amanto dan Slettenhaar dalam Ahmadi Fauzan (2004: 1) menyatakan bahwa pada umumnya
pembelajaran matematika di sekolah dasar (SD) khususnya untuk topik-topik berhitung
berlangsung secara mekanistik. Pada pembelajaran secara mekanistik, proses pembelajaran
dimulai dengan guru menerangkan algoritma atau rumus-rumus disertai beberapa contoh,
kemudian siswa mengerjakan latihan sesuai contoh yang diberikan guru. Temuan yang senada
dikemukakan Astuti dan Leonard (2002: 102) bahwa pada umumnya, selama ini pembelajaran
matematika lebih difokuskan pada aspek komputasi yang bersifat algoritmik. Berbagai studi
menunjukkan bahwa siswa pada umumnya dapat melakukan berbagai perhitungan matematik,

tetapi kurang menunjukkan hasil yang menggembirakan terkait penerapannya dalam kehidupan
seharihari. Keadaan tersebut juga ditemui di SDN 001 Sesayap ketika melakukan observasi
pada Oktober 2014. Pelajaran matematika disajikan dengan memasuki materi pelajaran tanpa

menghubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman siswa serta tanpa menggunakan media
pembelajaran. 8
Menyikapi kenyataan tersebut dan mamperhatikan pendapat yang dikemukakan, perlu
dilakukan perbaikan dengan menggunakan media dalam pembelajaran. Syaiful Bahri
Djamarah (2011: 120) menyatakan bahwa bila media adalah sumber belajar, maka secara luas
media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan anak
didik memperoleh pegetahuan dan keterampilan. Berangkat dari pendapat tersebut maka untuk
mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran tersebut diantaranya dapat dilakukan
dengan menggunakan media berbasis kearifan lokal.9
Media pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok. Salah satunya,
Briggs dalam Sadiman (2011: 23) mengidentifikasi 13 macam media yang digunakan dalam
proses belajar mengajar, yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak,
pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film,
televisi dan gambar10.
Berkaitan dengan hal tersebut, media pembelajaran yang sering digunakan di sekolah
dasar dan sesuai dengan karakteristik siswa SD yang sesuai dengan tahap perkembangannya
adalah dengan menggunakan media permainan. Media Permainan mengutamakan keaktifan
siswa dan menciptakan rasa senang pada siswa, sehingga siswa yang pasif diharapkan akan
menjadi aktif dan memiliki keterampilan dalam melakukan operasi hitung khususnya
penjumlahan. Kline (dalam Pitadjeng, 2006: 1) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Belajar matematika akan efektif jika dilakukan
dalam suasana yang menyenangkan.
Media permainan berfungsi untuk menyalurkan pesan dari guru kepada siswa.
Penggunaan media permainan ini dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan
bagi siswa. Selain biayanya relatif murah dan praktis, juga kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Namun demikian, penggunaan media permainan jauh lebih
menyenangkan. Dengan menggunakan media yang tepat dan bervariasi, dapat menimbulkan
kegairahan belajar dan mengatasi sikap pasif siswa. 11

8

Ibid., hal. 37.
Ibid., hal. 38.
10
Dwi Mujiani, op.cit. hal. 200.
11
Ibid., hal. 200-201.

9

Menyadari latar belakang masalah di atas, penulis berupaya untuk mengatasinya, yakni
dengan menerapkan media permainan. Penerapan permainan Lompat Henti yang
menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berhitung penjumlahan. Mayesty
dalam Sujiono Sujiono (2010:34) menyatakan bahwa bagi seorang anak, bermain adalah
kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup
adalah permainan.12

12

Neneng Eliana, op.cit. hal.94.