Tayangan Bermasalah dalam Program Acara

Abstract

This research intend to analyze the warning or alert of Indonesia Broadcasting Commis- sion (KPI) to the television programs during 2009. Content Analysis Method employed on 123 television programs, to see the tendency of the programs. This research also goes on details onto the analysis of the role of KPI in the broadcasting system. This result found that violence and sadism, pornography and sexualities, the erosion humility values and morality, can be found in Indonesian television programs that was dominated by entertainment programs with kinds of genres such as: “electronic cinema”, “infotainment”, “reality show”, “variety show” and “a situational comedy.” This condition is caused by the strict competition of the television stations in getting the television rating. In addition, regulation of broadcasting shows a blur situation around the authorities overlapping between KPI with Department of Communication and Informatics. This condition put the broadcasting industrial onto numbers of problems, and one of the biggest problem is many critics of television programs which are considered problematic and is not appropriate to consume by the people.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teguran yang diberikan oleh Komisi Penyiaran Indo- nesia (KPI) pada program-program televisi Indonesia selama tahun 2009. Metode Analisis isi digunakan untuk mengkaji kecenderungan 123 program televisi bermasalah yang mendapat teguran KPI tersebut. Penelitian ini juga menganalisis peran KPI dalam sistem penyiaran Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan kekerasan dan sadisme, pornografi dan seksualitas, serta pelecehan terhadap nilai-nilai kesopanan dan moralitas banyak ditemukan dalam program-program televisi yang didominasi oleh program-program hiburan, seperti sinetron, infotainment, reality show, variety show, dan komedi situasi. Kondisi ini disebabkan oleh persaingan antar stasiun televisi yang sangat ketat dalam memperebutkan rating. Selain itu, persoalan regulasi penyiaran yang tidak jelas, terutama terkait dengan tumpang tindihnya wewenang antara KPI dan Departemen Komunikasi dan Informatika menyebabkan aneka permasalahan. Salah satu masalah terbesarnya adalah masih banyaknya program-program bermasalah yang tidak layak dikonsumsi oleh publik.

Kata kunci : KPI, tayangan bermasalah, televisi

247 Pendahuluan

Selain pujian terhadap berkembangnya peran kontrol sosial yang mendorong keterbukaan informasi, dan munculnya berbagai program acara yang lebih kreatif, televisi Indonesia pasca- reformasi dibanjiri kritik dari masyarakat. Publik resah dengan semakin banyaknya tayangan- tayangan bermasalah di televisi yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa.

Terbukti dari semakin banyaknya keluhan masyarakat terhadap program-program televisi yang dapat dicermati pada berbagai media. Ta- yangan yang sering dikeluhkan masyarakat pada umumnya menyoroti tayangan bermuatan seksual dan pornografi, yang dinilai memberikan pengaruh negatif, khususnya terhadap anak-anak dan remaja. Selain persoalan seks dan pornografi, pro- gram-program televisi juga dikritik karena kerap memunculkan kekerasan.

Kekerasan dalam berbagai bentuknya, ba- ik dalam bentuk fisik maupun non fisik, dimun- culkan dalam tayangan-tayangan televisi. Hal ini, dianggap tidak sesuai dengan jati diri bangsa In- donesia yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, lembut, dan tidak menyukai penyelesaian konflik dengan kekerasan. Secara umum, tayangan televisi dinilai oleh khalayak sebagai tayangan yang tidak bermutu dan tidak mendidik.

Dari sisi kategori atau genre program, beberapa jenis program kerap mendapat sorotan dari khalayak, seperti sinetron, reality show, in- fotainment, bahkan program Agama (Religius) juga tidak lepas dari kritik. Penayangan program sinetron, misalnya menjual mimpi tentang identitas masyarakat kelas atas, hidup serba mudah, hedonisme, dan sebagainya. Apalagi sinetron sepanjang sejarahnya, selalu menempati urutan teratas program-program televisi Indonesia. Demikian juga dengan penayangan program infotainment . Program ini berisikan informasi tentang seputar dunia orang termasyur (celebrity) yang dikemas dalam tayangan hiburan (entertain- ment ). Identitas masyarakat yang dekat dengan gosip atau desas-desus, glamor, remeh, tidak menghargai privasi, dan sebagainya, seolah-olah dijejalkan kepada masyarakat Indonesia setiap harinya, dan dikonstruksikan secara berkesinam- bungan melalui program ini.

Di sisi lain, penayangan program-program agama (religious) tidak hanya mengundang pujian, namun juga menuai kritik, misalnya kritik terhadap cara televisi dalam menangkap momen religius hanya sebatas sebagai fenomena rating, miskinnya kreativitas stasiun televisi dalam mengemas pro- gram religius, serta konsistensi makna dan filosofi ajaran agama yang digambarkan teks-teks pro- gram. Program-program religius di bulan Rama- dhan, misalnya lebih banyak didominasi oleh unsur- unsur hiburan dibandingkan dengan tujuan pen- didikan dan sosialisasi basic values agama. Domi- nannya aspek hiburan dalam program keagamaan mengandung sejumlah akibat etis yang cukup se- rius. Di antaranya adalah pengaburan batas yang tegas antara hiburan dan kenyataan, dan kemung- kinan khalayak lebih menerima faktor hiburannya ketimbang pesan yang ingin disampaikan. Penga- buran informasi (miss information) karena peng- hapusan content message tertentu demi emo- tional appeal . Esensi makna religiusitas dapat menyimpang di tengah khalayak (Mulyana dan Solatun, 2007: 338).

Banyaknya program bermasalah yang kurang berkualitas pada televisi Indonesia khu- susnya di era reformasi, menunjukkan satu perso- alan serius yang harus mendapat perhatian semua pihak. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk mengawasi jalannya penyiaran Indonesia mengakui, bahwa keluhan masyarakat terhadap program-program bermasalah di televisi terus mengalir ke lembaga ini. Di tahun 2009, tidak kurang dari 8098 penga- duan yang diterima KPI pusat, baik yang dilapor- kan secara pribadi ataupun kelompok. Data itu, belum termasuk aduan yang masuk ke Komisi Pe- nyiaran Indonesia Daerah (KPID) di 33 provinsi di Indonesia. Menurut ketua KPI pusat, periode itu, Sasa Djuarsa Sendjaja, tingginya angka peng- aduan masyakarat ke KPI, baik melalui e-mail, web , telpon, sms, tidak lepas dari mulai tumbuhnya jiwa kritis dan juga literasi media yang ada. Bebe- rapa program kegiatan KPI, seperti sosialisasi dan dialog publik, dinilai cukup efektif merangsang kepedulian publik. Publik merasa ikut mengawasi dan kemudian melaporkan siaran-siaran yang di- nilai melanggar norma dan aturan yang ada (http: //www.kpi.go.id/?etats=detail&nid=1715, diakses

28 April 2010).

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia

248 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262

Kritik terhadap program televisi juga Televisi pada hakikatnya adalah suatu dilontarkan oleh para tokoh masyarakat, agama- fenomena budaya dan medium bagi aktivitas wan, akademisi, dan sebagainya. KH Maktum, kebudayaan (Burton, 2000: 1). McQuail (2005: pemimpin Pondok Pesantren Ciwaringin, Cirebon,

4) menjelaskan bahwa televisi merupakan saluran menilai parahnya tayangan televisi yang berasal utama dan perwujudan suatu kebudayaan, sebagai dari Jakarta, dan telah ikut merusak moral dan gambaran realitas sosial dari identitas sosial, mental masyarakat (Koran Tempo, 3 Februari gagasan, kepercayaan, dan nilai-nilai. 2007).

Sebagai salah satu jenis media massa yang Elly Risman, dari Yayasan Kita dan Buah paling populer, televisi membentuk cara berfikir Hati juga mengaku resah dengan buruknya kualitas masyarakat, menyebarkan pesan yang mere- acara televisi. Gosip, kekerasan dan tayangan fleksikan kebudayaan dalam masyarakat, dan pornografi kerap tampil menghiasi layar kaca. menyediakan informasi bagi masyarakat yang Tayangan ini banyak menuai protes, namun karena beragam. Hal ini menjadikan televisi sebagai bagian rating menjadi tujuan, tayangan-tayangan itu tetap dari kekuatan lembaga masyarakat dan memiliki tak terbendung. Indria Laksmi Gamayanti psi- pengaruh yang kuat dalam bentuk konstruksi kolog dari Rumah Sakit Sardjito mengatakan realitas sosial dan kebudayaan (Littlejohn dan program-program televisi telah membuat ke- Foss, 2005: 273 dan 294). Pengaruh televisi yang hidupan remaja saat ini menjadi kacau balau. kuat bagi masyarakat tampak dari fungsinya Mereka menjadi mudah melawan orang tua, ce- sebagai alat sosialisasi, media pengetahuan dan pat pacaran, konsumtif, suka ke kafe, berpakai- pandangan dunia, serta agen dalam perubahan an tidak sopan, dan lain-lain. Sarlito Wirawan, (Heidt, 1987: 3). psikolog senior juga menyebutkan televisi hanya

Media massa memiliki peranan penting mementingkan rating sehingga tidak lagi mem- dalam pembangunan masyarakat. McQuail perhatikan kaidah pendidikan, moral dan etika (2005: 82-83) menyebut konsep penengah (me- (Republika, 11 Februari 2007).

diation ) untuk menunjukkan peranan media ter- Kritik terhadap program-program tele- kait dengan realitas sosial. Terdapat beberapa visi Indonesia sebenarnya merupakan fenomena metafor untuk menggambarkan fungsi media yaitu: umum televisi di banyak tempat lainnya. Televisi Pertama , sebagai “jendela” yang memungkinkan seringkali dikritik karena berusaha meraih kita melihat lingkungan sekitar. Kedua, sebagai khayalak seluas mungkin demi iklan. Akibatnya “cermin” untuk merefleksikan diri. Ketiga, sebagai program-program yang sebenarnya penting, “penyaring” yang menyeleksi pengalaman yang seperti program pendidikan menjadi terabaikan. akan diberi penekanan atau diabaikan. Keempat, Hiburan yang ditayangkan juga dinilai tidak sebagai “papan penunjuk jalan” yang secara aktif bermutu, karena menonjolkan kekerasan dan menunjukkan arah, memberikan bimbingan atau seks. Selain itu kreativitas para pengelola program instruksi. Kelima, sebagai forum untuk mem- televisi juga menjadi sorotan. Jika sesuatu jenis presentasikan ide khalayak dengan berbagai program dinilai sukses, maka akan diikuti oleh kemungkinan respon dan umpan balik. Keenam, stasiun-stasiun lain yang memproduksi program sebagai “disseminator” yang menyebarluaskan serupa (Rivers, 2003: 283). Penyebab utama dari informasi atau membuat informasi tidak dapat berbagai kritik tersebut adalah semakin diping- diakses semua orang, dan Ketujuh, sebagai “in- girkannya persoalan moral dan etika dalam kehi- terlocutor ’ atau penghubung informasi dalam dupan media.

perbincangan interaktif (McQuail, 2005: 83). Bagaimana sebenarnya peran KPI dalam

Media massa menyediakan beragam in- sistem penyiaran Indonesia untuk meningkatkan formasi, gambar, cerita, pengaruh, baik berda- kualitas tayangan televisi? Bagaimana bentuk- sarkan keperluan khalayak, tujuan media sendi- bentuk tayangan bermasalah yang muncul di televisi ri (seperti mendapatkan pengaruh), maupun Indonesia? Untuk menganalisis kedua perma- mengikuti motif institusi sosial lain (seperti iklan, salahan tersebut, teori-teori tentang televisi, propaganda, memberikan citra yang baik, atau budaya dan realitas sosial dapat digunakan.

memberi informasi). Dalam fungsinya itu, media

249

massa juga menjalankan peran “mediasi terhadap realitas” (McQuail, 2005: 83). Peranan sebagai penengah (mediation) dapat diihat dari proses seleksi dan aliran penggambaran realitas yang dilakukan media. Realitas itu diseleksi dan dikonstruksi. Hal ini merefleksikan peluang yang tersedia dan berbeda untuk mendapatkan akses media dan juga pengaruh logis media dalam kontruksi realitas. Dalam prakteknya, pengalaman individu dan masyarakat tidak selalu menempatkan media sebagai penengah. Media juga melakukan kontak dengan institusi sosial lainnya (seperti partai politik, organisasi kerja, lembaga keagamaan,dan sebagainya). Terdapat juga kemungkinan bahwa pengalaman pribadi dijadikan sebagai bahan pemberitaan media (seperti kejahatan, kemiskinan, penyakit, perang dan konflik). Sumber-sumber informasi tersebut tidak berdiri secara independen, tetapi saling melakukan kontrol dalam interaksi dan berfungsi sebagai penengah.

Terkait masalah ini McQuail (2005:78) memberikan tipologi sederhana dengan tabulasi silang yang menjelaskan hubungan timbal-balik : “struktur sosial mempengaruhi budaya”, dan “budaya mempengaruhi struktur sosial”. Me- nurutnya terdapat empat model yang menjelaskan hubungan antara budaya (isi media) dan ma- syarakat, yaitu : Pertama, media dilihat sebagai salah satu aspek dari masyarakat (berdasarkan basis atau strukturnya), dan materialisme menjadi pilihannya, maka budaya tergantung pada ekonomi dan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Da- lam hal ini pemilik media dapat mengawal dan mengendalikan media tersebut. Kedua, Media di- pandang sebagai bagian dari budaya (melalui isi- nya) yang memiliki pengaruh yang signifikan bagi perubahan sosial melalui motivasi dan tindakan perseorangan. Ketiga, media dan masyarakat dipandang memiliki hubungan saling bergantungan (interdependence). Keduanya saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan yang lain (sebagai masyarakat dan budaya). Media sebagai industri budaya akan memberi umpan balik permintaan informasi dan hiburan dari masyarakat, dan pada saat yang sama media massa mendorong inovasi dan memberi kontribusi pada iklim perubahan sosial-budaya, yang menjadi keperluan baru dalam komunikasi. Keempat, media dan masyarakat dipandang tidak memiliki hubungan satu dengan

yang lain, atau bersifat otonom (independent). Posisi ini mendukung pendapat yang tidak percaya terhadap kekuatan media untuk mempengaruhi ide, nilai dan perilaku (McQuail, 2005: 79-80).

Budaya ditemukan dalam ruang sebagai perantara (mediation), ruang antara manusia dan realitas, ruang komunikasi untuk memproduksi makna. Pengalaman manusia didefinisikan sebagai bagian dari kontribusi dari budaya khusus manusia yang tergabung dalam komuniti tertentu atau masyarakat. Manusia hidup dalam dunia penuh makna yang mereka produksi melalui budaya. Kebudayaan (Culture) difahami sebagai “the medium in which human beings externalize (objectivity) and internalize (subjectivity) their meaningful experiences of the world” (Gross- berg, 2006: 23).

Jika komunikasi diartikan sebagai “a sym- bolic process whereby reality is produced, main- tained, repaired and transformed ”, maka ke- terkaitannya dengan kebudayaan jelas terlihat. Pengertian ini sangat terkait dengan konsep The Social Construction of Reality yang menjelas- kan bagaimana budaya menggunakan tanda dan simbol untuk konstruksi dan memelihara realitas yang seragam. Menurut teori itu, orang- orang mempertukarkan bentuk budaya sekaligus makna. Ada makna yang bersifat objektif (disebut symbols ), dan yang subjektif (diistilahkan seba- gai sign). Media massa memiliki peranan utama dalam konstruksi realitas tersebut (Baran, 2009: 428-429).

Organisasi media mendistribusikan pe- san yang mempengaruhi dan merefleksikan kebu- dayaan dalam masyarakat, dan menyediakan informasi secara bersamaan untuk khalayak besar yang heterogen, menjadikan media bagian dari kekuatan institusi masyarakat (Littlejohn and Foss, 2005: 273). Granville Williams (1996) dalam (Burton, 2000: 15-16) merangkum dua pandangan terkait peranan dan fungsi media dalam masyara- kat sebagai berikut: (1) media yang menekankan nilai-nilai komersial pada segala sesuatu, dan me- mandang khalayak sebagai konsumen atau (2) me- dia yang beragam dan pluralis, kreatif dan sadar bahwa banyak kekuatan media yang dapat berla- wanan dengan berbagai kepentingan demokrasi.

Terdapat beberapa hipotesis terkait faktor- faktor yang mempengaruhi isi (content) media

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia

250

massa, yaitu: Pertama, isi media merefleksikan realitas sosial (media massa adalah cermin masyarakat). Kedua, Isi media dipengaruhi oleh sosialiasi dan sikap pekerja media. Hal ini terkait dengan pendekatan bahwa komunikator adalah pusat. Ketiga, isi media dipengaruhi oleh media rutin secara organisasional. Keempat, isi media dipengaruhi oleh institusi sosial dan kekuatan di luar media. Kelima, isi media adalah fungsi posisi ideologi dan memelihara status quo (pendekatan hegemoni) McQuail, 2005: 129-130).

Marshall McLuhan melihat apapun pesan yang disampaikan media akan memberi pengaruh pada individu dan masyarakat. Ide dasar inilah yang disebut dengan Medium Theory (Littlejohn dan Foss, 2005: 277). Harold Adams Innis dalam Littlejohn dan Foss (2005: 278) juga menekankan bahwa media komunikasi adalah esensi dari peradaban, dan sejarahnya diarahkan oleh media dominan dalam setiap masa. Bagi McLuhan dan Innis, media adalah perpanjangan dari pemikiran manusia. Donald Ellis dalam Littlejohn dan Foss (2005:278) secara lebih khusus menekankan bahwa media yang berkuasa dalam setiap masa akan membentuk perilaku dan pemikiran. Jika media berubah, maka cara kita berfikir, mengelola informasi dan menghubungkan satu hal dengan yang lain, juga akan berubah.

Berbagai bentuk budaya inilah yang kemudian digambarkan melalui media massa. Masyarakat secara rutin memilih dan merang- kaikan representasi-representasi dan wacana- wacana simbolik melalui media yang tersedia unt- uk publik menjadi wacana-wacana budaya tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Lull, 1998: 84). Artikulasi dan penyebaran ide-ide tertentu, termasuk bentuk-bentuk kebudayaan dalam masyarakat akan membentuk kesadaran (con- sciousness ) yang merupakan intisari atau totalitas sikap, pendapat, dan perasaan yang dimiliki individu atau kelompok (Lull, 1998: 223).

Berbagai penjelasan teoritis tersebut di atas menunjukkan bahwa televisi sebagai bentuk budaya tidak terlepas dari realitas yang ada dalam masyarakat. Program-program televisi pada hakekatnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial. Jika kemudian televisi dipenuhi oleh berbagai program siaran bermasalah yang tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat, maka sudah

selayaknya para pemangku kepentingan (stake- holders ) penyiaran mengambil peran yang lebih aktif untuk mewujudkan penyiaran yang lebih berkualitas.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode Ana- lisis isi (content analysis) terhadap keseluruhan teguran yang diberikan KPI terhadap program televisi nasional pada tahun 2009. Pada tahun 2009 KPI melayangkan 123 teguran kepada berbagai stasiun televisi terkait dengan pelanggaran terha- dap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Pro- gram Siaran (P3SPS). Penelitian ini menganalisis seluruh teguran tersebut secara total sampling dengan mengkaji beberapa unit analisis dan kategorisasi, yaitu : Stasiun Televisi (TVRI, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, Trans TV, Metro TV, Trans7, TV One, Global TV, dan lainnya), Jenis Teguran (Himbauan, Klarifikasi, Penghen- tian, Penghentian Sementara, Peringatan, Tegur- an, Lainnya), Kategori Program (Sinetron, Film Televisi atau Serial, Film Layar Lebar, Quiz atau Game Show , Komedi Situasi, Reality Show, Va- riety Show , Hiburan Tradisional, Infotainment, Musik, Olahraga, Program Anak, Talkshow, Be- rita, Dokumenter, Agama, Iklan, Program Televisi Secara Umum), Jenis Pelanggaran (Kekerasan dan Sadisme, Seksualitas, Pelanggaran Kepentingan Publik, Pelecehan Agama, Pelecehan Kelompok Marginal, Pelecehan Norma Kesopanan dan Ke- susilaan, Mistik dan Supranatural, Pelanggaran Hak Anak, Remaja dan Perempuan, Pelanggaran Ketentuan tentang Rokok, Kombinasi, Lainnya), dan Sumber Program (Dalam Negeri, Luar Negeri).

Hasil Penelitian dan Pembahasan Peran KPI dalam Sistem Penyiaran Indonesia

Prinsip-prinsip dasar sistem penyiaran In- donesia dapat dicermati dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002. Undang-undang ini resmi berlaku tanggal 28 Disember 2002 dan menganut sistem penyiaran lokal berjaringan. Selain itu undang-undang ini mengenalkan sebuah lembaga independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di tingkat pusat dan Komisi

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia 251

Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) untuk menga- (http://www.kpi.go.id/?lang=&etats= detailmenu& tur sistem penyiaran Indonesia.

nid=23).

Hadirnya KPI sebagai lembaga inde- Sejak KPI periode pertama (2003-2006) penden (bukan pemerintah, atau pelaku penyiaran dibentuk, dan ditetapkan tanggal 27 Disember atau siapapun yang berkepentingan secara 2003, serta dilanjutkan oleh KPI periode kedua langsung) yang berfungsi sebagai pengatur dunia dan ketiga, berbagai program terkait dengan penyiaran merupakan langkah maju dalam sistem kegiatan kontrol terhadap dunia penyiaran di In- penyiaran Indonesia. Di berbagai negara, lembaga donesia, telah dilakukan. Khusus dalam bidang isi semacam ini juga ditemukan untuk mengatur siaran KPI telah menyusun Peraturan Pedoman penyiaran. Beberapa lembaga sejenis, diantaranya Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran adalah : Federal Communications Commision/ (P3-SPS), dan melakukan pemantauan terhadap FCC (Amerika Serikat), Independent Televisi secara nonstop terhadap semua tayangan televisi. Commision (Inggris), Canadian Radio-Televisi Jika ada pelanggaran maka KPI akan memberi- and Telecommunications Commision (Kanada), kan teguran atau peringatan. Protes dan aduan dari Australian Broadcasting Athority (Australia), masyarakat tentang isi siaran diteruskan dan Independent Broadcasting Autority (Afrika diproses oleh KPI, sekaligus mengajak mengajak Selatan), Conseil Superieur De L’Aaudio-viseul masyarakat agar melek media siaran (media li- (Perancis), dan masih banyak lagi.

teracy ).

Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Tayangan bermasalah yang melanggar Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah (tu- P3-SPS yang telah ditetapkan, merupakan per- juh orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat hatian KPI. Berbagai teguran, klarifikasi atau Daerah. KPI-KPID diberikan wewenang untuk bahkan penghentian siaran, diberikan kepada mengatur dunia penyiaran, mulai dari menetapkan stasiun televisi yang dinilai melanggar. Untuk standar program siaran hingga memberi sanksi memberikan kekuatan lebih pada teguran yang terhadap lembaga penyiaran yang melanggar.

dilakukan KPI, pada tanggal 5 Oktober 2006, KPI merupakan wujud dari peran serta KPI menjalin kerjasama dengan Polri melalui Me- masyarakat yang berfungsi untuk mewadahi morandum of Understanding . Kerjasama terse- aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat but memungkinkan pelanggaran-pelanggaran akan penyiaran. Sistem penyiaran Indonesia me- penyiaran bisa ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian nempatkan publik sebagai pemilik dan pengen- (Newsletter KPI, Oktober-Desember 2006). dali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi

Sejauh ini, walaupun belum optimal, KPI adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka telah menunjukkan perannya dalam menata sis- penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi ke- tem penyiaran Indonesia. Berbagai peringatan dan pentingan publik. Dasar dari fungsi pelayanan teguran yang diberikan KPI, terutama terkait ta- informasi yang sehat adalah prinsip Diversity of yangan tayangan kekerasan dan porno, juga telah Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity mendorong masyarakat untuk ikut “menekan” of Ownership (prinsip keberagaman kepemi- pengelola media agar menghentikan tayangan- likan).

tayangan yang dapat merusak moral bangsa

Wewenang KPI adalah: (1) Menetapkan (Republika, 26 januari 2007). standar program siaran; (2). Menyusun peraturan

dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran Tayangan Bermasalah: Teguran KPI

(diusulkan oleh asosiasi atau masyarakat penyiaran kepada KPI); (3) Mengawasi pelaksanaan pera-

Peran serta masyarakat untuk melakukan turan dan pedoman perilaku penyiaran serta stan- pemantauan terhadap isi siaran televisi semakin dar program siaran; (4) Memberikan sanksi terha- meningkat dari tahun ke tahun. Pada kepengurusan dap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku KPI Periode 2003-2006 misalnya, jumlah aduan penyiaran serta standar program siaran; (5) Mela- masyarakat yang masuk ke KPI berjumlah 1.637 kukan koordinasi dan atau kerjasama dengan Pe- laporan. Dari aduan tersebut, sebanyak 255 penga- merintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. duan ditangani oleh KPI (Sekundatmo, 2007).

252 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262

Tabel 1. Teguran KPI terkait ProgramTelevisi Bermasalah

No

Stasiun TV

1 TVRI 1 0,8

5 ANTV 6 4,9

9 Trans7 10 8,1

10 TVOne 5 4,1

11 Global TV

12 Semua TV

123 100,0 Sumber : Diolah dari data KPI (2009)

Pada KPI periode berikutnya, jumlah dan tidak adanya pelanggaran terhadap Undang- pengaduan masyarakat kepada KPI yang menge- Undang Penyiaran, Peraturan Pemerintah, Pedo- luhkan tayangan bermasalah di televisi semakin man Perilaku Penyiaran (P3), dan Standar Pro- meningkat. Pada tahun 2009 saja, tidak kurang gram Siaran (SPS). dari 8098 pengaduan yang diterima KPI pusat,

Sepanjang tahun 2009, KPI memberikan baik yang dilaporkan secara peribadi ataupun 123 teguran kepada stasiun televisi terkait dengan kelompok. Data itu, belum termasuk aduan yang pelanggaran yang dilakukan. masuk ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Pada tabel 1 diperoleh informasi bahwa (KPID) di 33 provinsi di Indonesia. (http://www. semua stasiun televisi pernah mendapatkan tegur- kpi.go.id/ ?etats=detail&nid =1715, diakses 28 an dari KPI. Teguran yang bersifat umum (kepa- April 2010).

da seluruh stasiun) merupakan jumlah yang ter- Berbagai keluhan yang disampaikan oleh banyak, yaitu 19 teguran. Setelah itu, secara khu- masyarakat yang tidak puas dengan program sus, TPI merupakan stasiun yang mendapat teguran televisi Indonesia, ditindaklanjuti oleh Komisi terbanyak (15 teguran), dan TVRI memperoleh Penyiaran Indonesia (KPI). Sesuai wewenangnya teguran paling sedikit (satu teguran). Sebagai dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun televisi publik, TVRI ingin menunjukkan peran un- 2002, salah satu tugas KPI adalah memantau tuk menghadirkan program-program siaran yang seluruh isi siaran televisi untuk menjamin kualitas dinilai layak dikonsumsi dan mencerahkan, se-

Tabel 2. Jenis Teguran KPI pada Program Televisi Bermasalah

No

Jenis teguran

1 Himbauan 44 35,8

2 Klarifikasi 8 6,5

3 Penghentian 2 1,6

4 Penghentian sementara

5 Peringatan

6 Teguran 56 45,5

7 Lainnya 1 0,8 123 100,0 Sumber : Diolah dari data KPI (2009)

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia 253

Tabel 3. Kategori Program yang di Tegur KPI

No

Berdasarkan kategori program

1 Sinetron

2 Film Televisi/Serial

3 Film Layar Lebar (Movie) 5 4,1

4 Quis/Game Show

5 Komedi Situasi

6 Reality Show

7 Variety Show 5 4,1

8 Hiburan Tradisional 0 0,0

12 Program Anak

13 Tal kshow 9 7,3

14 Berita

15 Dokumenter/Features/Magazine

16 Agama/Religius

18 Program televisi secara umum 7 5,7 123 100,0

Sumber : Diolah dari data KPI (2009)

hingga jarang mendapat teguran. Pawito (2008) sebuah program dipermasalahkan masyarakat. menunjukkan tiga level prioritas televisi publik “Peringatan” biasanya diberikan jika KPI sudah ketika harus bersaing dengan televisi swasta ko- menilai bahwa stasiun televisi tidak memauhi him- mersial, yaitu : prioritas program, target khalayak, bauan yang diberikan. “Teguran” merupakan peri- dan pertimbangan kultivasi dan reputasi bagi ngatan yang lebih keras lagi. Jika berbagai teguran asesibilitas terhadap minat-minat dan kebutuhan tidak ditaati, KPI kemudian akan memberikan publik. TVRI lebih banyak menampilkan progam sanksi administratif berupa : “Penghentian Semen- acara berkategori informasi, dokumenter, pendi- tara” dan “Penghentian”. dikan, pentas seni dan ilmu pengetahuan, sehingga

Dari tabel 3, terlihat bahwa KPI masih terhindar dari beragam bentuk tayangan berma- lebih banyak memberikan “teguran” dan “him- salah. Sayangnya, kategori acara tersebut kurang bauan” yang bersifat tidak mengikat. Sikap yang mendapat apresiasi khalayak yang lebih tertarik lebih tegas seperti “penghentian sementara” atau dengan program acara hiburan.

“penghentian” masih sangat minim jumlahnya. Teguran yang diberikan KPI terkait pro- Tentu saja hal ini kurang menimbulkan efek jera gram televisi yang dinilai bermasalah, biasanya bagi stasiun televisi yang menyiarkan tayangan dibagi dalam beberapa jenis, yaitu : “himbauan”, bermasalah. “klarifikasi”, “peringatan”, “teguran”, “penghentian

Seluruh program televisi yang diper- sementara”, “penghentian” dan “lainnya”. masalahkan oleh KPI, sinetron merupakan “Himbauan” biasanya diberikan KPI sebagai na- jenis program yang paling banyak mendapat te- sihat untuk mengingatkan kembali, agar stasiun- guran (16,3 persen). Jumlah tersebut sama dengan stasiun televisi mematuhi peraturan yang ada. teguran yang diberikan terhadap iklan yang disi- “Klarifikasi” diberikan jika KPI menginginkan arkan televisi (16,3 persen). Jenis-jenis tayangan- penjelasan lebih lanjut dari stasiun televisi, bila tayangan lain juga secara merata mendapat teguran

254 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262 Tabel 4. Jenis Pelanggaran Program Televisi yang di Tegur KPI

No Jenis Pelanggaran

1 Kekerasan dan Sadisme

3 Pelanggaran Kepentingan publik

4 Pelecehan Agama 5 4,1

5 Pelecehan Kelompok Marginal 3 2,4

6 Pelecehan Norma Kesopanan dan Kesusilaan

7 Mistik dan Supranatural

8 Pelanggaran Hak Anak, Remaja dan Perempuan

9 Pelanggaran Ketentuan tentang Rokok

10 Kombinasi

11 Lainnya 7 5,7

Total

Sumber : Diolah dari data KPI (2009)

KPI. Tabel berikut ini menunjukkan data seleng- wajah masyarakat penuh kekerasan, baik ekonomi kapnya :

maupun sosial (Republika, 11 April 2007). Sinetron menjadi program yang paling

Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran banyak mendapat teguran KPI. Tontonan yang (P3), dan Standar Program Siaran (SPS) yang umumnya menjual mimpi itu menerpa khalayak disusun oleh KPI, terdapat berbagai jenis pe- mulai dari pagi hingga malam. Ada yang hadir sekali langgaran yang harus dihindari oleh stasiun televisi dalam sepekan, tapi ada juga yang setiap hari dalam menyiarkan program-programnya. Jenis pe- (stripping). Walaupun berbagai kritik dialamatkan langgaran tersebut adalah: kekerasan dan sadisme, pada program acara ini, tetap saja ratingnya tinggi. seksualitas, pelanggaran kepentingan publik, Banyak sinetron misalnya, dikritik karena terin- pelecehan agama, pelecehan kelompok marginal, dikasi sebagai karya plagiat dari program serupa pelecehan norma kesopanan dan kasususilaan, di berbagai negara seperti Taiwan, Cina, Korea, mistik dan supranatural, pelanggaran hak anak, India, dan Meksiko.

remaja dan perempuan, pelanggaran dan keten- Selain itu, menurut kongres pertama alum- tuan tentang rokok, dan aturan-aturan lainnya. ni FFTV-IKJ sinetron lebih mengedepankan

Dari tabel 4 tampak bahwa kekerasan dan kehilangan akal sehat. Tayangan ini lebih berperan sadisme merupakan jenis pelanggaran tertinggi sebagai pameran konsumsi serta eksploitasi un- (28,5 persen), diikuti oleh seksualitas (24,4 per- sur drama yang sifatnya vulgar. Sehingga hal ini sen), pelanggaran terhadap kepentingan publik menghilangkan sifat empati dan memunculkan (13 persen), dan kombinasi berbagai jenis pe-

Sumber : dokumentasi KPI (2009)

Gambar 1

Contoh Tayangan Televisi yang Mengandung Kekerasan dan Sadisme

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia 255

langgaran (10,6 persen). Hal ini menunjukkan menarik untuk ditonton ternyata seringkali me- bahwa kekerasan, sadisme dan seksualitas meru- nampilkan kata-kata kasar dari para nara-sumber pakan komoditas yang banyak dieksploitasi dalam yang ditampilkan. Pada program talkshow “Cur- program-program televisi Indonesia.

hat Bareng Anjasmara” yang disiarkan TPI, mi- Kekerasan dan sadisme banyak ditemu- salnya, para narasumber secara penuh emosi me- kan pada program televisi, mulai dari film layar nampilkan kata-kata kasar dan penuh makian, yang lebar (movie), reality show, sinetron, talkshow, kemudian berlanjut dengan kekerasan fisik. Demi- berita, bahkan program anak-anak. Komisi Pe- kian juga dengan siaran berita langsung (live) yang nyiaran Indonesia sebenarnya telah mengatur se- menampilkan debat anggota parlemen, Gayus cara tegas masalah pembatasan dan pelarang-an Lumbuun dan Ruhut Sitompul, dalam kasus Bank kekerasan dan sadisme di televisi melalui Pedoman Century, juga menampilkan kekerasan verbal Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Si- berupa makian dan kata-kata kasar. aran (SPS). Dalam pasal 25 SPS diatur masalah

Kekerasan dalam bentuk kata-kata dan Pembatasan Program Kekerasan. Sedangkan Pro- makian juga banyak didapati dalam program gram Siaran Kekerasan yang dilarang, diatur da- sinetron. Dialog para tokoh di sinetron seringkali lam pasal 26.

diwarnai dengan umpatan dan kata-kata kasar, Aturan tentang pembatasan dan pela- bahkan juga diiringi dengan kekerasan fisik berupa rangan siaran kekerasan dan sadisme tersebut tamparan, pemukulan dan sebagainya. Para bintang banyak dilanggar oleh stasiun televisi. Terbukti dalam sinetron banyak sekali menampilkan dialog dengan masih banyaknya stasiun televisi me- yang berisikan makian dan kata-kata kasar yang nyiarkan siaran kekerasan dan sadisme, seperti tidak patut didengar. Tentu saja hal ini merupakan contoh siaran berikut ini:

contoh yang buruk bagi masyarakat. Sinetron- Contoh tersebut di atas menunjukkan de- sinetron yang awalnya dirancang bernuansa agama ngan jelas siaran-siaran kekerasan dengan juga kerapkali menampilkan kekerasan, baik sadisme. Adegan secara rinci yang menggambar- secara fisik maupun kata-kata dan makian. Si- kan darah yang menyembur badan yang dipo- netron yang dipenuhi dengan simbol-simbol agama tong atau ditusuk pedang, jelas merupakan siaran (Islam) juga dipenuhi dengan berbagai bentuk yang seharusnya dilarang untuk ditayangkan. kekerasan. Hal ini tentu saja memberikan citra yang Film layar lebar produksi asing yang ditayangkan buruk terhadap agama Islam yang seharusnya di televisi banyak yang menayangkan kekerasan merupakan agama yang santun dan damai. dan sadisme seperti itu. Selain pada film layar le-

Selain, dalam program hiburan seperti bar, ternyata siaran kekerasan dan sadisme juga sinetron, reality show, talkshow dan lainnya, ke- ditemukan pada program-program produksi dalam kerasan dan sadisme juga banyak ditemui pada negeri, seperti pada program reality show dan program berita. Berita-berita tentang kejahatan sinetron.

juga menampilkan kekerasan dan sadisme se- Selain bersifat fisik, kekerasan juga di- cara vulgar. Dalam sebuah berita yang yang di- tampilkan dalam bentuk kata-kata kasar dan ma- tayangkan sebuah stasiun televisi misalnya, di- kian. Secara jelas, KPI telah melarang kekeras- tampilkan gambar secara jelas seorang gadis yang an seperti ini, pada Standar Program Siaran menikam perutnya sendiri. Gambar pisau yang (SPS) pasal 27 ayat (1) sampai dengan (6). Berba- tertancap di perut sang gadis sangat vulgar dan gai bentuk kata-kata kasar dan makian terlarang tidak layak untuk ditampilkan. Demikian juga ditayangkan di televisi, seperti yang diatur secara dengan tayangan detik-detik eksekusi hukuman detail pada pasal dan ayat-ayat tersebut.

mati untuk Sadam Husein, dan ditampilkannya Sayangnya, aturan tersebut banyak di- secara jelas korban bencana alam. Tayangan- langgar stasiun televisi. Kekerasan dalam bentuk tayangan kekerasan juga banyak ditemukan pa- kekerasan verbal, banyak ditemukan pada ber-

da program berita, khususnya beritaberita keja- bagai program televisi seperti talkshow, siaran hatan. berita langsung (live) dan sinetron. Talkshow yang

Aturan tentang pembatasan dan pela- seharusnya menjadi program perbincangan yang rangan pemberitaan kekerasan dan kejahatan,

256 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262

secara terperinci sebenarnya telah diatur dalam yang kasar, dan sebagainya. Demikian juga pro- pasal 28 dan 29 Standar Program Siaran yang gram anak, tak luput dari perilaku kekerasan. ditetapkan KPI. Pasal 28 secara rinci mengatur

Pada program anak-anak, munculnya tentang pembatasan pemberitaan kekerasan dan tayangan kekerasan dan sadisme tentu saja mem- kejahatan. Sedangkan pasal 29 mengatur tentang prihatinkan. Program tersebut sejatinya ditujukan pelarangan pemberitaan kekerasan dan kejahatan, bagi anak-anak agar mereka mendapat nilai-nilai seperti larangan menyajikan rekonstruksi keja- positif bagi perkembangan dirinya seperti nilai hatan secara rinci, cara membuat bahan peledak, agama, pendidikan, budi pekerti dan moral. Ber- hasil interogasi tersangka tindak kejahatan, materi dasarkan survei komposisi penonton televisi pemberitaan yang mengandung muatan rekayasa, berdasarkan usia, penonton usia 5-15 tahun me- mencemarkan nama baik dan membahayakan nempati porsi yang cukup besar yaitu hampir 30 objek pemberitaan, hingga penayangan langsung persen (data AGB Nielsen 2008). Sementara itu, gambar wajah, adegan, nama pelaku, korban pe- berbagai penelitian maupun kajian ditemukan merkosaan, dan pelaku bunuh diri.

program tayangan anak yang banyak mengandung Pelarangan tayangan yang tergolong unsur kekerasan, seksualitas, mistik dan perilaku kekerasan dan sadisme juga didapati pada ta- negatif yang justru membawa pengaruh buruk bagi yangan pemberitaan tentang bencana alam dan perkembangan diri dan mental sang anak (Uyun, musibah. Terjadinya beberapa kali bencana alam 2009). Program anak kerap dijumpai dalam film dan musibah di beberapa daerah di Indonesia animasi/kartun. Terdapat begitu banyak film kartun mendapat liputan yang luas dari media massa, yang bernuansa kekerasan seperti peperangan, baik media cetak maupun elektronik. Televisi me- perkelahian, aksi menjahili seseorang dan adegan rupakan media yang paling kerap menayangkan tembak menembak. perkembangan terkini dari lokasi musibah. Hanya

Berdasarkan hasil penelitian yang dila- saja, cara peliputan yang cenderung vulgar sering kukan KPI, pada bulan Maret 2009, ditemukan digunakan televisi.

empat kategori pelanggaran dalam program Siaran musibah atau bencana alam yang anak yaitu: (1) mengandung unsur kekerasan; cenderung vulgar seringkali menampilkan gambar (2) mengandung unsur mistik; (3) mengandung korban atau mayat secara rinci. Padahal KPI telah unsur pornografi; (4) mengadung unsur perilaku memberikan batasan dalam Standar Program negatif seperti mengejek atau menghina seseorang Siaran (SPS) pada pasal 55 dan 56 tentang dengan menggunakan kata-kata yang merendahkan Peliputan Bencana Alam dan Musibah. Aturan dan memaki orang lain dengan kata-kata kasar dalam pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa (Uyun, 2009). program siaran peliputan bencana alam atau

Berdasarkan penelitian yang dilakukan musibah wajib mempertimbangkan proses pe- oleh KPI, beberapa contoh program anak-anak mulihan korban, keluarga dan atau masyarakat yang memiliki konten yang membahayakan bagi yang terkena bencana alam. Selain itu Program mereka, antara lain : Ultraman Tiga (Global TV), siaran peliputan bencana alam atau musibah dila- Tarzan Cilik (RCTI), George of The Jungle rang menambah penderitaan atau trauma korban, (RCTI), Gekifu (Indosiar), Casper’s Scare menampilkan gambar korban atau mayat secara School (RCTI), Kaiketsu Zorori (ANTV), Trans- detil (big close up, medium close up, extreme former Galaxy forces (ANTV), Ronaldowati close up ) dan berbagai jenis larangan lainnya se- babak 2 (TPI), Back at Barnyard (GlobalTV) . cara rinci.

(http://www.kpi.go.id/?etats=detail&nid=1051) Selain dalam film layar lebar, sinetron,

Contoh kasus kekerasan pada program talkshow, reality show dan berita, tayangan ke- anak-anak yang pernah ramai diperbincangkan kerasan juga dapat ditemukan pada program acara adalah program Smackdown. Program tersebut komedi dan anak-anak. Program hiburan yang pernah sangat populer di Lativi (sekarang TVOne). memancing gelak tawa dari penontonnya, tidak Disebabkan dampaknya yang buruk dan protes jarang menampilkan kekerasan yang tidak pantas, masyarakat karena jatuh korban di berbagai seperti menampar, memukul, kata-kata sindiran daerah, akibat menonton acara ini, maka KPI

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia 257

melalui surat Nomor 553/K/KPI/11/06 tanggal 29 menyajikan adegan-adegan rekonstruksi per- November 2006, menghentikan program tersebut kosaan yang melibatkan korban anak-anak dan (Newsletter KPI, Oktober-Desember 2006).

remaja (Newsletter KPI, Juli-September 2005). Selain masalah kekerasan, seksualitas dan

KPI, sebenarnya telah mengatur masalah pornografi juga merupakan bentuk pelanggaran pembatasan dan pelarangan seksualitas dalam yang paling banyak dikeluhkan masyarakat. KPI pasal 16 dan 17 Standar Program Siaran (SPS). mengakui menerima banyak keluhan masyarakat Pasal 16 mengatur tentang pembatasan adegan tentang semakin beraninya televisi menampilkan seksual, dan pasal 17 memuat pelarangan adegan materi seks secara vulgar dalam program komedi, seksual dengan kriteria yang sangat rinci. sinteron, pertunjukan musik, klip video musik, talks

Hanya saja, stasiun televisi, banyak yang show , variety show, film serta feature dan do- melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas. kumenter.

Beberapa program televisi menunjukkan dengan Pada tahun 2005 misalnya, berdasarkan jelas penayangan secara vulgar isi seksualitas dan pemantauan KPI, materi seks tampil secara vul- pornografi dalam tayangan infotainment dan film gar dalam berbagai program komedi seperti layar lebar. Pada program infotainment cuplikan Komedi Nakal (TransTV), Komedi Tengah adegan-adegan bermuatan seksual pada film layar Malam (Lativi). Demikian juga dengan program lebar yang sedang dikupas, juga ditemukan. komedi yang ditayangkan saat jam keluarga lazim Secara jelas, terdapat juga program-program yang menonton (sebelum pukul 22.00), seperti Chat- dinyatakan oleh KPI sebagai program bermasalah ting (TPI), Bajaj Bajuri dan Extravaganza yang menayangkan seksualitas dan pornografi, (TransTV), yang lazim menyajikan humor-humor seperti adegan hubungan seksual atau mengarah berasosiasi seks. Kehidupan malam yang kental pada hubungan yang seksual yang tidak pantas. dengan nuansa seks juga disajikan secara terbuka Selain muncul dalam film layar lebar, tayangan dan vulgar dalam program-program feature se- bernuansa seksualitas dan pornografi juga banyak perti Fenomena (TransTV) dan Saksi Mata (Glo- ditemui dalam program sinetron dan iklan ko- bal TV). Sejumlah stasiun bahkan memiliki pro- mersial. Kecenderungan untuk mengeksploitasi gram-program yang secara khusus mengeksploi- tubuh perempuan masih kerap dijumpai. Berikut tasi tubuh perempuan, seperti: Di Balik Lensa ini contoh tayangan bermasalah yang mengandung (ANTV), The Scene (Lativi). Acara musik seperti unsur seksualitas dan pornografi secara vulgar. Sang Bintang (SCTV) dan berbagai klip video

Selain film layar lebar, sinetron dan pro- yang banyak ditayangkan Global TV dan O-Chan- gram infotainment, iklan-iklan yang mengambil nel juga lazim menyajikan artis berpakaian minim, tema percintaan remaja, juga banyak dibumbui dengan gaya sensual dan menonjolkan seks. KPI dengan tayangan yang mengarah pada seksualitas juga secara khusus memprihatinkan berbagai dan pornografi. Tayangan-tayangan semacam ini program laporan jurnalistik yang dengan leluasa tentu memberikan pengaruh yang buruk kepada

Sumber : dokumentasi KPI (2009)

Gambar 2

Contoh Tayangan Televisi yang Mengandung Unsur Seksualitas dan Pornografi

258 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, September - Desember 2010, halaman 246 - 262

penontonnya. Eksploitasi masalah seksualitas khalayak menghadirkan khayali, fantasi dan ilusi juga muncul pada program bincang-bincang tentang keberadaan the other yang bersifat abstrak (talkshow) yang mengangkat masalah ke- (suatu realitas di luar realitas). Walaupun tidak cenderungan seksualitas yang menyimpang, mi- segencar pada tahun-tahun sebelumnya, di tahun salnya bagaimana seks menyimpang antara ibu 2009, tayangan mistik di televisi dan supranatural dan anak, serta ayah dan anak, diperbincangkan masih kerap muncul dan menuai kritik dari secara terbuka. Tentu saja hal ini merupakan pe- masyarakat. langgaran terhadap norma-norma dan nilai-nilai

Penjelasan dan contoh-contoh di atas yang dianut masyarakat Indonesia. Para pelakunya semakin memperjelas bahwa tayangan televisi In- pun dengan terbuka menceritakan pengalaman- donesia masih banyak yang bermasalah. KPI telah pengalamannya menjalani seks menyimpang mencoba untuk memberikan peringatan terhadap kepada publik. Selain persoalan tayangan sek- tayangan-tayangan bermasalah tersebut, walaupun sualitas dan pornografi yang vulgar, KPI juga mem- tayangan-tayangan sejenis tetap saja muncul. Bila berikan peringatan kepada tayangan talkshow dilihat dari dari sisi sumber program, berbagai yang banyak menampilkan pelanggaran terhadap pelanggaran yang terdapat dalam program televisi sopan santun dan pelecehan terhadap perempuan. Indonesia ternyata didominasi oleh program yang

Selain masalah seksualitas dan pornografi, berasal dari dalam negeri berjumlah 113 tayangan tayangan yang bernuansa mistik dan supranatural (91,9 persen), sedangkan sisanya (10 tayangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. KPI atau 8,1 persen) bersumber dari luar negeri. kemudian juga merespon dengan memberikan

Data tersebut menunjukkan bahwa pro- peringatan pada tayangan-tayangan yang dinilai gram produksi dalam negeri ternyata bukannya tidak mendidik karena terlalu banyak meng- tanpa masalah. Justru tayangan yang dibuat oleh eksploitasi mistik dan supranatural. Sebenarnya para pekerja televisi di dalam negeri banyak yang KPI telah mengatur tentang pembatasan dan mengandung persoalan, sehingga mendapat pelarangan program siaran mistik dan supranatural teguran dari KPI. Data di atas juga menunjukkan dalam Standar Program Siaran, pasal 32, 33, 34 bahwa, televisi Indonesia saat ini sudah tidak terlalu dan 35, tentang Pembatasan dan Pelarangan Pro- menggantungkan diri pada tayangan-tayangan gram Siaran Mistik dan Supranatural.

asing. Program-program produksi dalam negeri Pelanggaran terhadap ketentuan-keten- diharapkan dapat memenuhi selera penonton lokal, tuan tersebut masih sering dijumpai. Pada tahun tetapi tetap saja, permasalahan banyak muncul dari 2009, pelanggaran terhadap ketentuan mistik dan program-program buatan dalam negeri tersebut. supranatural ini memang tidak sebanyak pada

tahun-tahun sebelumnya, ketika tayangan mistik Pembahasan

pernah menjadi tayangan yang diproduksi secara massal oleh hampir seluruh televisi Indonesia,

Tayangan-tayangan bermasalah yang karena memiliki rating yang tinggi dan digemari muncul di televisi merupakan ekses dari kebebas- masyarakat.

an bermedia yang muncul sejak masa reformasi. Tayangan mistik dalam berbagai kema- Jika pada era sebelumnya, isi televisi lebih banyak sannya, mulai dari reality show, talkshow hingga ditentukan oleh negara (state-centered) maka di sinetron pernah sangat populer di televisi Indone- era setelahnya isi penyiaran ditentukan oleh pa- sia dalam rentang waktu 1998-2006. Menurut sar (marked-centered). Harapan agar isi televisi Syahputra (2009), tayangan mistik ditelevisi dan media penyiaran lainnya lebih berorientasi pada mengacu pada praktek simulasi yang diartikan publik (public centered), masih menjadi agenda sebagai praktek reka ulang terhadap suatu pe- besar dalam penyiaran Indonesia. ristiwa atau realitas. Sehingga, sebuah simulasi

Fenomena tayangan bermasalah tersebut bukanlah suatu peristiwa atau representasi realitas. menunjukkan salah satu bukti bahwa televisi Tayangan televisi yang seragam dan selalu diulang- sepenuhnya menjadi alat kapitalisme yang ber- ulang melalui praktek simulasi memiliki kekuatan orientasi pasar. Pada era ini, industri penyiaran yang berbahaya karena mampu memaksa televisi mengalami peralihan dari state regula-

Afifi, Pelanggaran Etika pada Program Acara Televisi di Indonesia 259

tion menuju market regulation (Sudibyo, 2004: terkait dengan regulasi berupa masih tumpang 349). Dalam konteks ini, televisi Indonesia men- tindihnya kewenangan KPI dengan pemerintah jadikan nilai-nilai komersial sebagai orientasi uta- yang diwakili oleh Departemen Komunikasi dan ma dan memandang khalayak sebagai konsumen. Informasi (Depkominfo). Hal ini sejalan dengan pandangan Granville Wil-

Keberadaan KPI dijamin oleh Undang- liams (Burton, 2000: 15-16) tentang peran dan Undang Penyiaran, tetapi dalam praktiknya posisi fungsi media dalam masyarakat yang dominan.

KPI sebagai regulator dunia penyiaran belum Televisi telah berorientasi pasar, ada sepenuhnya berjalan mulus. Terutama ketika pe- tuntutan-tuntutan produksi yang tidak seim- merintah melalui Departemen Komunikasi dan bang dengan kapasitas produksi stasiun-stasiun Informasi membuat paket Peraturan Pemerintah televisi dan industri penopangnya. Ada masalah (PP) yang mencoba mengembalikan dominasi sumber manusia, teknologi dan keuangan yang pemerintah dan mengecilkan wewenang KPI da- menghambat proses pemenuhan tuntutan pasar. lam dunia penyiaran. Persoalan yang muncul kemudian adalah homo-