Perempuan dalam Kepemimpinan Politik docx

Perempuan dalam Kepemimpinan Politik
Dinar Meidiana (2014130006)
Banyak kajian mengenai perempuan dalam kepemimpinan politik, lebih banyak
membahas mengenai hukum boleh atau tidaknya. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia,
tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik, baik pemimpin
partai, maupun pemimpin dalam tataran pemerintahan. Namun, seringkali hukum bagi
perempuan memimpin dicampur dengan hukum islam. Berbagai hadits dan ayat Al Quran
digunakan untuk menjadi referensi hukum yang sah. Hal ini menjadi perdebatan menarik ketika
terdapat seorang perempuan menjadi pemimpin. Hal ini juga dikonstruk oleh budaya yang selalu
membedakan perempuan dan laki laki, baik derajat, maupun karakter, dan sebagainya.
Perempuan seringkali diposisikan di bawah laki laki. Sehingga, ketika perempuan mengambil
posisi di atas (seorang pemimpin politik) selalu diperdebatkan. Perempuan selalu diidentikkan
dengan feminine, penuh kasih sayang, lemah lembut, dan lebih sering menggunakan perasaan
dalam berpikir. Sedangkan laki laki adalah manusia yang maskulin, kuat, dan rasional, lebih
menggunakan logika dalam berpikir.
Sebetulnya, tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi seorang pemimpin politik,
apalagi di negara demokrasi. Pemimpin politik tidak selalu presiden, tapi bisa juga pemimpin
partai, anggota dewan, gubernur, walikota, dan sebagainya. Menurut saya, perempuan memiliki
peran dan pengaruh bagi kelangsungan suatu negara. Karakter perempuan yang berperasaan
sangat penting untuk memutuskan sebuah kebijakan. Maka dari itu, perempuan memiliki peran
untuk menyeimbangkan laki laki dalam memutuskan dan membuat sebuah kebijakan. Sebab,

sebuah kebijakan tidak semua bisa diputuskan berdasarkan rasio dan logika, namun juga
perasaan yang memang lebih banyak dimiliki oleh perempuan.
Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berkembang pula pemikiran
mengenai perempuan dengan munculnya berbagai pemikiran feminisme. Hal ini dibuktikan
dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang kuota 30% bagi perempuan di kursi
parlemen. Perempuan dalam kepemimpinan politik menjadi jembatan untuk mengantarkan
aspirasi perempuan. Sehingga perempuan tidak lagi dianggap sebagai manusia yang rendah
derajatnya, tapi perempuan dapat bergerak lebih luas dengan memperjuangkan hak dan

aspirasinya. Jadi, perempuan dalam kepemimpinan politik ialah menyeimbangkan peran laki laki
untuk membuat kebijakan, serta menyuarakan aspirasi dan memperuangkan hak perempuan.