Pemilihan umum di Indonesia perjuangan
Pemilihan umum di Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah
amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres),
yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga
pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan
pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari
rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota
legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Daftar isi
1 Sejarah
2 Asas
3 Jadwal
4 Komponen sistem pemilu [4]
5 Penetapan hasil pemilu
6 Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
7 Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
8 Jumlah partai politik di Indonesia
9 Pemilihan umum anggota lembaga legislatif
o 9.1 Pemilu 1955
o 9.2 Pemilu 1971
o 9.3 Pemilu 1977-1997
o 9.4 Pemilu 1999
o 9.5 Pemilu 2004
o 9.6 Pemilu 2009
o 9.7 Pemilu 2014
10 Pemilihan umum presiden dan wakil presiden
o 10.1 Pemilu 2004
o 10.2 Pemilu 2009
o 10.3 Pemilu 2014
11 Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
12 Lihat pula
13 Referensi
14 Pranala luar
Sejarah
Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
"Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak
boleh diwakilkan.
"Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara.
"Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
"Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh
si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan
sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat
memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta
atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta
pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Jadwal
Posisi
Tipe
Presiden dan
wakil presiden
DPD
DPR
Gubernur dan
wakil gubernur
2014
Presiden (Juli
&
September)
DPD&DPR
(April)
2015
2016
2018
Tidak
Ya
Riau,
Lampung,
Jatim,
Maluku,
Malut
2017
2019
Presiden (Juli
&
September)
DPD&DPR
(April)
Tidak
Ya
Sumut,
Sumsel,
Sumbar,
Aceh, Babel, Jabar, Jateng, Riau,
Jambi,
Jakarta,
Bali, NTB, Lampung,
Bengkulu, Sulteng,
Banten,
NTT, Kalbar, Jatim,
Kepri,
Sulbar
Gorontalo, Kalsel,
Maluku,
Kalteng,
Pabar
Kaltara,
Malut
Kaltim, Sulut
Sulsel,
Sultra, Papua
Walikota/Bupati
dan wakil
walikota/bupati
Variasi
Jika RUU Pemilu disahkan menjadi UU Pemilu maka:[1][2][3]
Posisi
Tipe
2014
Presiden (Juli
& September)
DPD&DPR
(April)
Presiden dan wakil
presiden
Ya
DPD
DPR
Gubernur dan wakil Riau,
2015
2016
2017 2018
Tidak
Tidak
Sumbar, Jambi, Sulteng,
2019[2][3]
Presiden & Kepala
daerah
(Juli&September)
DPD & DPR (Juli)
Ya
Tidak
Semua provinsi
Posisi
gubernur
2014
2015
2016
Lampung,
Bengkulu,
Jatim, Maluku, Kepri, Kalteng, Sulbar
Malut
Kaltim, Sulut
Walikota/Bupati dan
wakil
walikota/bupati
Variasi
2019[2][3]
2017 2018
Tidak
Variasi
Keterangan:
1. Tahun 2019 Pemilihan Umum dilakukan serentak untuk semua jenis di seluruh wilayah.
2. Pilkada pada tahun 2017 serta 2018 dimundurkan dan tahun 2020 serta 2021 dimajukan
pada tahun 2019 serta Setiap Tahun yang variasi.
Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada
tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.[2][3]
Komponen sistem pemilu [4]
Pemilu Terbuka/tertutup Distrik/proporsional/campuran
1955
proporsional
1971
1977
1982
tertutup
1987
distrik
1992
1997
1999
2004
2009
terbuka
campuran
2014
Penetapan hasil pemilu
Pemilihan
Putaran
pertama
Presiden dan wakil
presiden
Minimal
50%
Kepala daerah dan
wakil kepala daerah
DPR
Minimal
30%
Suara
Putaran
kedua
Minimal
50%
n/a
Keterangan
syarat calon diajukan dimana partai politik
memilki batas ambang 25% kursi parlemen atau
20% suara sah
Putaran
pertama
terbanyak
Pemilihan
Putaran
kedua
Keterangan
(batas ambang
3,5%)
DPRD
DPD
Suara
terbanyak
Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
Pemilihan
Presiden
Gubernur
Walikota/Bupati
DPR
DPRD
DPD
DPRA
DPRP
Total
2
64
1022
560
100 per kabupaten/kota
4 per provinsi
70
50
Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
Tahun
1955
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004
2009
2014
Pemenang
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
PNI
57 (22.17%)
Golkar
360 (65.55%)
Golkar
232 (64.44%)
Golkar
242 (67.22%)
Golkar
299 (74.75%)
Golkar
282 (70.5%)
Golkar
325 (76.47%)
PDIP
153 (33.12%)
Golkar
128 (23.27%)
Demokrat 150 (26.79%)
PDIP
109 (19.5%)
Tempat kedua
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
Masyumi 57 (22.17%)
NU
56 (21.79%)
PPP
99 (38.52%)
PPP
94 (26.11%)
PPP
61 (15.25%)
PPP
62 (15.5%)
PPP
89 (22.25%)
Golkar
120 (25.97%)
PDIP
109 (19.82%)
Golkar
107 (19.11%)
Golkar
91 (16.3%)
Jumlah partai politik di Indonesia
Tahun Jumlah
1955 tidak terbatas
1971 3
Tempat ketiga
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
NU
45 (17.51%)
Parmusi
24 (9.33%)
PDI
29 (8.05%)
PDI
24 (6.66%)
PDI
40 (10%)
PDI
56 (14%)
PDI
11 (2.75%)
PPP
58 (12.55%)
Demokrat 55 (10%)
PDIP
95 (16.96%)
Gerindra 73 (13%)
Tahun Jumlah
1977
1982
1987
1992
1997
1999 48
2004 24
2009 38
2014 12
2019 14
Pemilihan umum anggota lembaga legislatif
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 11 kali pemilu anggota lembaga legislatif
yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014.
Pemilu 1955
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante
Indonesia 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota
DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di
bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama,
Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu
ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi
masyarakat.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai
Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik
(yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan
Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. PemiluPemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu
tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999
dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan
Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu
Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid
(Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi
karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,
rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk
mewakili kepentingan daerah.
Pemilu 2009
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Indonesia 2009
Pemilu 2014
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu
2004.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden
dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono.
Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil
mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang
diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan
Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum
pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian
kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai presiden.
Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono
berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%,
mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf
Kalla-Wiranto.
SEJARAH
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan
pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yangpaling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa
daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya
pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga
memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu
akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR
yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat
kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu
ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam
Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan
Partai
Syarikat
Islam
Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik
(yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan
Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. PemiluPemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu
tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999
dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu
Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid
(Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi
karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk
memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu
sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden
(sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih
melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak
dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan
calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil
presiden secara terpisah.
Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April,
lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia
sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam
pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak
ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan
diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas
masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional
dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan
merupakan partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen
perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai
Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32
persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan
partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya
gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak
mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan
bersaing untuk pemilu tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut sebagai pemilu yang
terburuk selama sejarah Indonesia.
Nah bagaimana dengan pemilu 2014. Pemilu 2014 akan di ikuti oleh 10 Partai politik nasional
dan ditambah dengan 3 partai politik lokal (khusus Aceh). Pastinya hasil dari pemilu 2014 akan
kita nantikan.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah
amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres),
yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga
pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan
pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari
rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota
legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Daftar isi
1 Sejarah
2 Asas
3 Jadwal
4 Komponen sistem pemilu [4]
5 Penetapan hasil pemilu
6 Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
7 Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
8 Jumlah partai politik di Indonesia
9 Pemilihan umum anggota lembaga legislatif
o 9.1 Pemilu 1955
o 9.2 Pemilu 1971
o 9.3 Pemilu 1977-1997
o 9.4 Pemilu 1999
o 9.5 Pemilu 2004
o 9.6 Pemilu 2009
o 9.7 Pemilu 2014
10 Pemilihan umum presiden dan wakil presiden
o 10.1 Pemilu 2004
o 10.2 Pemilu 2009
o 10.3 Pemilu 2014
11 Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
12 Lihat pula
13 Referensi
14 Pranala luar
Sejarah
Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
"Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak
boleh diwakilkan.
"Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara.
"Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
"Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh
si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan
sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat
memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta
atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta
pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Jadwal
Posisi
Tipe
Presiden dan
wakil presiden
DPD
DPR
Gubernur dan
wakil gubernur
2014
Presiden (Juli
&
September)
DPD&DPR
(April)
2015
2016
2018
Tidak
Ya
Riau,
Lampung,
Jatim,
Maluku,
Malut
2017
2019
Presiden (Juli
&
September)
DPD&DPR
(April)
Tidak
Ya
Sumut,
Sumsel,
Sumbar,
Aceh, Babel, Jabar, Jateng, Riau,
Jambi,
Jakarta,
Bali, NTB, Lampung,
Bengkulu, Sulteng,
Banten,
NTT, Kalbar, Jatim,
Kepri,
Sulbar
Gorontalo, Kalsel,
Maluku,
Kalteng,
Pabar
Kaltara,
Malut
Kaltim, Sulut
Sulsel,
Sultra, Papua
Walikota/Bupati
dan wakil
walikota/bupati
Variasi
Jika RUU Pemilu disahkan menjadi UU Pemilu maka:[1][2][3]
Posisi
Tipe
2014
Presiden (Juli
& September)
DPD&DPR
(April)
Presiden dan wakil
presiden
Ya
DPD
DPR
Gubernur dan wakil Riau,
2015
2016
2017 2018
Tidak
Tidak
Sumbar, Jambi, Sulteng,
2019[2][3]
Presiden & Kepala
daerah
(Juli&September)
DPD & DPR (Juli)
Ya
Tidak
Semua provinsi
Posisi
gubernur
2014
2015
2016
Lampung,
Bengkulu,
Jatim, Maluku, Kepri, Kalteng, Sulbar
Malut
Kaltim, Sulut
Walikota/Bupati dan
wakil
walikota/bupati
Variasi
2019[2][3]
2017 2018
Tidak
Variasi
Keterangan:
1. Tahun 2019 Pemilihan Umum dilakukan serentak untuk semua jenis di seluruh wilayah.
2. Pilkada pada tahun 2017 serta 2018 dimundurkan dan tahun 2020 serta 2021 dimajukan
pada tahun 2019 serta Setiap Tahun yang variasi.
Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada
tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.[2][3]
Komponen sistem pemilu [4]
Pemilu Terbuka/tertutup Distrik/proporsional/campuran
1955
proporsional
1971
1977
1982
tertutup
1987
distrik
1992
1997
1999
2004
2009
terbuka
campuran
2014
Penetapan hasil pemilu
Pemilihan
Putaran
pertama
Presiden dan wakil
presiden
Minimal
50%
Kepala daerah dan
wakil kepala daerah
DPR
Minimal
30%
Suara
Putaran
kedua
Minimal
50%
n/a
Keterangan
syarat calon diajukan dimana partai politik
memilki batas ambang 25% kursi parlemen atau
20% suara sah
Putaran
pertama
terbanyak
Pemilihan
Putaran
kedua
Keterangan
(batas ambang
3,5%)
DPRD
DPD
Suara
terbanyak
Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
Pemilihan
Presiden
Gubernur
Walikota/Bupati
DPR
DPRD
DPD
DPRA
DPRP
Total
2
64
1022
560
100 per kabupaten/kota
4 per provinsi
70
50
Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
Tahun
1955
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004
2009
2014
Pemenang
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
PNI
57 (22.17%)
Golkar
360 (65.55%)
Golkar
232 (64.44%)
Golkar
242 (67.22%)
Golkar
299 (74.75%)
Golkar
282 (70.5%)
Golkar
325 (76.47%)
PDIP
153 (33.12%)
Golkar
128 (23.27%)
Demokrat 150 (26.79%)
PDIP
109 (19.5%)
Tempat kedua
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
Masyumi 57 (22.17%)
NU
56 (21.79%)
PPP
99 (38.52%)
PPP
94 (26.11%)
PPP
61 (15.25%)
PPP
62 (15.5%)
PPP
89 (22.25%)
Golkar
120 (25.97%)
PDIP
109 (19.82%)
Golkar
107 (19.11%)
Golkar
91 (16.3%)
Jumlah partai politik di Indonesia
Tahun Jumlah
1955 tidak terbatas
1971 3
Tempat ketiga
Partai
Jumlah kursi
politik (dalam persen)
NU
45 (17.51%)
Parmusi
24 (9.33%)
PDI
29 (8.05%)
PDI
24 (6.66%)
PDI
40 (10%)
PDI
56 (14%)
PDI
11 (2.75%)
PPP
58 (12.55%)
Demokrat 55 (10%)
PDIP
95 (16.96%)
Gerindra 73 (13%)
Tahun Jumlah
1977
1982
1987
1992
1997
1999 48
2004 24
2009 38
2014 12
2019 14
Pemilihan umum anggota lembaga legislatif
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 11 kali pemilu anggota lembaga legislatif
yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014.
Pemilu 1955
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante
Indonesia 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota
DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di
bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama,
Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu
ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi
masyarakat.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai
Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik
(yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan
Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. PemiluPemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu
tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999
dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan
Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu
Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid
(Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi
karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,
rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk
mewakili kepentingan daerah.
Pemilu 2009
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Indonesia 2009
Pemilu 2014
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu
2004.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden
dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono.
Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil
mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang
diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan
Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum
pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian
kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai presiden.
Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono
berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%,
mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf
Kalla-Wiranto.
SEJARAH
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan
pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yangpaling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa
daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya
pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga
memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu
akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR
yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat
kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu
ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam
Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan
Partai
Syarikat
Islam
Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik
(yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan
Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. PemiluPemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini
seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu
tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999
dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu
Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid
(Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi
karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara
pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk
memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu
sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden
(sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih
melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak
dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan
calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil
presiden secara terpisah.
Pahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April,
lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia
sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam
pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak
ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan
diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas
masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional
dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan
merupakan partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen
perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai
Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32
persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan
partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya
gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak
mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan
bersaing untuk pemilu tahun 2014.
Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut sebagai pemilu yang
terburuk selama sejarah Indonesia.
Nah bagaimana dengan pemilu 2014. Pemilu 2014 akan di ikuti oleh 10 Partai politik nasional
dan ditambah dengan 3 partai politik lokal (khusus Aceh). Pastinya hasil dari pemilu 2014 akan
kita nantikan.