Proposal Keaktifan dan kemampuan komunik

PROPOSAL SKRIPSI KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS BERBANTUAN LKS MATERI PLDV KELAS VIII

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir

Mata Kuliah Dasar-dasar Penelitian Pendidikan Matematika

Rombel 04

oleh Dian Ayu Setia Ningrum 4101413136

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN DAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu yang sangat penting karena dalam kehidupan sehari-hari akan selalu berkaitan dengan matematika. Oleh karena itu matematika perlu dipelajari dari tingkat dasar sampai tingkat perrguruan tinggi. Akan tetapi banyak siswa yang menganggap matematika adalah hal yang sulit dan menakutkan sehingga siswa kurang menyukai matematika. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hasil prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu keaktifan belajar siswa dan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan apa yang dipelajari. Saat ini keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Dalam proses pembelajaran matematika sangatlah diperlukan keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika antara guru dan siswa. Keaktifan adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan pada keaktifan fisik, mental, intelektual, dan emosional guna untuk mengkonstruksi pengetahuan. Keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Rendahnya keaktifan siswa diantaranya dikarenakan guru matematika yang kurang menarik dalam memberikan materi sehingga membuat siswa menjadi bosan dengan pelajaran matematika, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif, penyampaian materi cenderung monoton dan dominasi guru dalam proses pembelajaran masih tinggi. Akibatnya keaktifan belajar matematika kurang optimal serta perilaku belajar yang lain seperti suasana kelas yang menyenangkan dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak, sehingga prestasi belajar matematika siswa kurang. Menurut Beni S. Ambarjaya(2012:116) komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih dan didalamnya terjadi pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi sangat berperan penting dalam proses pembelajaran karena dengan berkomunikasi proses pembelajaran akan berjalan dengan sempurna dan mudah untuk dimengerti. Komunikasi matematis memiliki peran penting dalam proses berpikir seseorang. Hal ini juga tertuang pada National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2003)

yaitu skill yang harus dimiliki siswa antara lain: problem solving, reasoning and proof,

dan connection . Ketika siswa mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka, siswa belajar untuk menjelaskan dan

communication,

representation,

meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan atau penjelasan orang lain, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka yang tentunya akan bermanfaat dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari. Menurut Wahyudin (2010), kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk: (1) menulis pernyataan matematis; (2) menulis alasan atau penjelasan dari setiap argumen matematis yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah matematika; (3) menggunakan istilah, tabel, diagram, notasi atau rumus matematis dengan tepat; (4) memeriksa atau mengevaluasi pikiran matematis orang lain. Kemampuan komunikasi matematis penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana diharapkan siswa mampu menjelaskan, menyatakan dengan notasi-notasi matematika, dan meyakinkan orang lain sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Keaktifan siswa perlu untuk ditingkatkan karena keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, apabila keaktifan belajar matematika siswa rendah maka dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena dengan pasifnya siswa maka apabila siswa belum menguasai materi dengan baik, siswa akan cenderung diam tanpa mau meminta penjelasan dari guru. Kemampuan komunikasi matematis siswa juga perlu untuk ditingkatkan agar siswa mampu mengomunikasikan pendapat, ide, dan gagasan matematikanya kepada orang lain secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kurangnya variasi dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran yang belangsung. Untuk itu faktor utama penyebab keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika kurang maksimal bersumber pada guru yang dominan aktif dalam proses pembelajaran. selain itu, pemilihan model pembelajaran yang tidak menarik dan kurang sesuai mengakibatkan kurang adanya komunikasi guru dengan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran (Aunurrahman, 2012: 140).

Berdasarkan permasalahan di atas, maka harus memilih model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika. Jika model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dan kurang Berdasarkan permasalahan di atas, maka harus memilih model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan komunikasi belajar matematika. Jika model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dan kurang

Berdasarkan model pembelajaran tersebut, agar pelaksanaannya optimal maka diperlukan media pembelajaran yang interaktif sehingga siswa akan lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran serta keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis dapat berkembang dengan lebih baik. Media yang digunakan adalah LKS. Media ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Menurut Hidayatullah (dalam Zuliyanto, 2010) pembelajaran sebaiknya diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong siswa untuk belajar dan menyebabkan siswa tertarik terhadap pembelajaran tersebut. LKS adalah media pembelajaran tertulis berupa lembaran kertas yang berisi good question yang dapat menuntun siswa menemukan konsep matematika pada materi persamaan linear dua variabel (PLDV).

Pemilihan siswa kelas VIII dengan materi pokok PLDV didasarkan atas pertimbangan masih ditemukan siswa yang mengalami kesulitan saat menyelesaikan masalah pada materi PLDV. PLDV merupakan salah satu materi pembelajaran pada jenjang SMP yang dianggap tidak mudah. Menurut Dyah Ayu Kartika Wulandari (2013) dalam skripsinya menyatakan bahwa masih banyak siswa yang belum bisa memahami soal-soal yang berkaitan dengan materi persamaan linear dua variabel, hal tersebut disebabkan lemahnya kemampuan siswa pada materi aljabar dan soal cerita yang berhubungan dengan masalah sehari-hari. Selain itu, masih banyak siswa yang kesulitan dalam mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka terutama dalam bentuk komunikasi tulis.

Hal tersebutlah yang mendasari penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Keaktifan dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Berbantuan LKS Materi PLDV Kelas VIII.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dirumusan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi PLDV dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS dapat mencapai ketuntasan? a. Apakah keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi PLDV dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS dapat mencapai ketuntasan?

c. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi PLDV?

d. Adakah pengaruh yang signifikan antara keaktifan terhadap kemampuan komunikasi matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran Two Stay two Stray (TSTS) berbantuan LKS pada materi PLDV?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini secara umum yaitu untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray berbantuan LKS pada materi PLDV siswa kelas VIII.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Apakah keaktifan dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi PLDV dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS dapat mencapai Ketuntasan.

b. Apakah keaktifan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi PLDV.

c. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) berbantuan LKS lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi PLDV.

d. Adakah pengaruh yang signifikan antara keaktifan terhadap kemampuan komunikasi matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran Two Stay two Stray (TSTS) berbantuan LKS pada materi PLDV.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dilihat dari segi teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika. Adapun manfaatnya adalah:

a. Memberikan masukkan kepada guru di sekolah tempat penelitian ini yang

dapat digunakan sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran.

b. Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan yang ada kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajaran.

2. Dilihat dari segi praktis Hasil-hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dari segi praktis, yaitu:

a. Memberikan informasi atau gambaran bagi calon guru dan guru matematika dalam menentukan alternatif model pembelajaran matematika.

b. Memberikan masukkan kepada guru matematika tentang berbagai kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray .

1.5 Penegasan Istilah

Guna menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta mewujudkan pandangan dan pengertian yang berhubungan dengan judul dan rumusan permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu penegasan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Keaktifan Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik jika dibutuhkan (Aunurrahman, 2012). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun aspek rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan ditandai keterlibatan pada aspek intelektual, emosional, dan fisik. Keaktifan belajar siswa tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai.

2. Komunikasi Matematika Menurut Utari Sumarmo (Gusni Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:

a. Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

f. Membuat konektor, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Selain itu menurut Greenes dan Schulman (1996: 159) komunikasi matematik adalah kemampuan:

a. Menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan nya secara visual dalam tipe yang berbeda.

b. Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual

c. Menkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.

Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (Bansu Irianto Ansari,2003:17) komunikasi matematik bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.

Menurut NCTM (2000: 194) kemampuan komunikasi seharusnya meliputi berbagi pemikiran, menanyakan pertanyaan, menjelaskan pertanyaan dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus terintegrasi dengan baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk menyatakan dan menuliskan dugaan, pertanyaan, dan solusi.

Bansu Irianto Ansari (2003) menelaah kemampuan Komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sementara yang dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata

(vocabulary), notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah.

3. Model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray Menurut Lie model pembelajaran two stay two stray (dua tinggal dua tamu) merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar memecahkan masalah bersama anggota kelompoknya, kemudian dua siswa dari kelompok tersebut bertukar informasi ke dua anggota kelompok lain yang tinggal. Dalam model pembelajaran two stay two stray (dua tinggal dua tamu), siswa dituntut untuk memiliki tanggungjawab dan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran Two Stay Two Stray memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain (Huda, 2011). Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

Model pembelajaran Two Stay Two Stray ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk mengembangkan hasil informasi dengan kelompok lainnya (Hanafiah, 2012). Selain itu, struktur two stay two stray ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil kesempatan kepada kelompok lain.

4. Model Pembelajaran Ekspositori Menurut Dimyati (2006: 173), perilaku mengajar dengan strategi ekspositori juga dinamakan model ekspositori. Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru. Guru memberikan informasi secara aktif dan terperinci kepada siswa. siswa lebih banyak mendengar dan melakukan apa yang disampaikan atau diperintahkan oleh guru. Tujuan utama model pengajaran ekspositori adalah menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimiliki guru kepada agar dikuasai oleh siswa.

5. Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam penelitian ini merupakan salah satu media pembelajaran berupa lembaran kertas yang berisi good question untuk 5. Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam penelitian ini merupakan salah satu media pembelajaran berupa lembaran kertas yang berisi good question untuk

6. Materi Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) Materi persamaaan linear dua variabel (PLDV) dalam penelitian ini adalah materi kelas VIII SMP.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keaktifan

2.1.1 Pengertian Keaktifan Dalam proses belajar mengajar keaktifan siswa merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh guru sehingga proses belajar mengajar yang ditempuh benar-benar memperoleh hasil yang optimal. Belajar merupakan proses aktif dari pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima materi yang diberikan oleh guru. Jadi, pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi siswa dimana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari, tidak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Karakteristik keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas adalah adanya keterlibatan siswa dalam proses tersebut. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru, tetapi siswa beraktivitas langsung. Dalam hal ini guru perlu menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas siswa.

2.1.2 Macam Keaktifan Menurut Sriyono, pada waktu mengajar guru harus mengusahakan siswanya aktif, baik jasmani maupun rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani itu antara lain meliputi:

1. Keaktifan indera, yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, dan lain-lain.

2. Keaktifan akal, yaitu akal siswa harus aktif untuk memecahkan masalah, menimbang-nimbang dalam menyusun pendapat dan mengambil keputusan.

3. Keaktifan ingatan, yaitu pada saat pembelajaran siswa harus aktif menerima bahan pengajaran yang disampaikan oleh guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap dan mampu mengutarakannya kembali.

4. Keaktifan emosi, yaitu siswa hendaknya senantiasa berusaha mencintai pelajarannya. (Sriyono dkk, 1992)

2.1.3 Indikator Keaktifan Indikator keaktifan belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Merespon motivasi yang diberikan oleh guru,

2. Membaca atau memahami masalah yang terdapat dalam lembar kerja siswa (LKS),

3. Menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dan cara untuk menjawab,

4. Mengemukakan pendapat,

5. Berdiskusi atau bertanya antar siswa maupun guru,

6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan

7. Merangkum materi yang telah didiskusikan. (Harahap, 2011). Selain itu, indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari:

1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru,

2. Kerjasamanya dalam kelompok,

3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli,

4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal,

5. Memberi kesempatan berpendapat kepada temannya dalam kelompok,

6. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat,

7. Memberi gagasan yang cemerlang,

8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang,

9. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain,

10. Memanfaatkan potensi anggota kelompok, dan

11. Saling membantu dan menyelesaikan masalah. (S. Aries,2009) Belajar mengajar dapat dikatakan bermakna dan aktif bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut:

1. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan proses belajar mengajar,

2. Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa, baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, maupun pembentukan sikap,

3. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar,

4. Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa, dan

5. Menggunakan multi strategi dan multimedia.

(Cece Wijaya dkk,1992).

2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis

2.2.1 Pengertian Komunikasi Matematika Komunikasi matematika menurut NCTM (Jazuli 2009: 215) adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri.

Menurut Baroody sebagaimana dikutip oleh Bambang sri anggoro (2014), ada dua alasan penting mengapa pembelajaran matematik berfokus pada komunikasi, yaitu: (1) mathematics is essentially a language ; matematika lebih hanya sekedar alat bantu berpikir, alat menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau membuat kesimpulan, matematika juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas, dan (2) mathematics and mathematics learning are, at heart, social activities ; sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, seperti komunikasi antara guru dan siswa, adalah penting untuk mengembangkan potensi matematika siswa.

Menurut NCTM (Jazuli, 2009: 216) komunikasi matematika lebih ditekankan pada kemampuan siswa dalam hal : (1) Membaca dan menulis matematika dan menafsirkan makna dan ide dari tulisan itu. (2) Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya. (3) Merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang ditemui melalui investigasi. (4) Menuliskan sajian matematika dengan pengertian. (5) Menggunakan kosa kata/ bahasa, notasi struktur secara matematika untuk menyajikan ide menggambarkan hubungan dan pembuatan model. (6) Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dalam tulisan atau dalam bentuk visual, (7) Mengamati dan membuat konjektur, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan dan menilai informasi, dan (8) Menghasilkan dan menyajikan argumentasi yang meyakinkan.

2.2.2 Macam Komunikasi matematika Lopatto menyatakan bahwa kemampuan komunikasi ada 3 (Zainab 2011), yaitu:

1. Kemampuan komunikasi lisan ( skill at oral communication )

2. Kemampuan komunikasi tulisan (skill at written communication)

3. Kemampuan komunikasi melihat (skill at visual communication) Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi yang akan diukur adalah kemampuan komunikasi tulisan menggunakan komunikasi model Cai, Lane, dan Jacobsin (Fachrurazi, 2011: 81) yang meliputi sebagai berikut.

1. Menulis matematis Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis.

2. Menggambar secara matematis Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar.

3. Ekspresi matematis Pada kemampuan ini, siswa diharapkan mampu untuk memodelkan permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

2.2.3 Indikator Komunikasi Matematika Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (Fachrurazi, 2011: 81) dapat dilihat dari:

1. kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual,

2. kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya,

3. kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan- hubungan dengan model-model situasi.

Kemampuan komunikasi matematis dapat terjadi jika siswa belajar dalam pembelajaran berkelompok dan berdiskusi. Melalui diskusi kelompok, siswa dapat mengomunikasikan ide pemikiran mereka kepada teman-teman sekelas dan guru. Apabila siswa kurang memiliki kemampuan komunikasi dapat mengakibatkan siswa tidak mampu mengomunikasikan ide-idenya kepada orang lain secara efektif yang dapat menyulitkan mereka untuk berfungsi dengan baik di dalam suatu kelompok (Muijs & Reynolds: 83).

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay two Stray (TSTS)

2.3.1 Pengertian model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa. model

pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. (Yusiriza, 2010)

Metode Two Stay Two Stray merupakan metode dua tinggal dua tamu. Menurut Agus Suprijono, pembelajaran dengan metode ini diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik siswa yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan. (Suprijono, 2009: 93)

2.3.2 Teori belajar yang mendukung model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Belajar yaitu suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 1995: 2)

Diantara prinsip belajar universal yang dirumuskan UNESCO melalui 4 pilar pendidikan (1996) yaitu:

1. Learning to know adalah prinsip belajar tidak hanya berorientasi kepada produk/hasil belajar, akan tetapi harus berorientasi kepada proses belajar,

2. Learning to do adalah prinsip belajar tidak hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi,

3. Learning to live together adalah belajar untuk kerjasama, dan

4. Learning to be , mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri” dengan kata lain belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggungjawab sebagai manusia.

(Sanjaya: 2007: 335) Dalam mengajarkan matematika seorang guru matematika yang professional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksnaan pembelajaran matematika. Wawasan itu berupa dasar-dasar teori belajar yang dapat diterapkan untuk pengembangan dan perbaikan pembelajaran matematika, diantaranya yaitu (Mutadi, 2007: 3):

1. Teori Thorndike Teori Thorndike disebut teori penyerapan, yaitu teori yang memandang siswa selembar kertas putih, penerima pengetahuan yang siap menerima pengetahuan secara pasif. Pandangan belajar seperti ini mempunyai dampak terhadap pandangan mengajar. Mengajar dipandang sebagai perencanaan dari urutan bahan pelajaran yang disusun secara cermat, mengkomunasikan bahan kepada siswa, dan membawa mereka untuk praktik menggunakan konsep atau prosedur baru. Konsep dan prosedur baru itu akan semakin mantap jika makin banyak latihan. Pada prinsipnya teori ini menekankan banyak memberi praktik dan latihan kepada siswa agar konsep dan prosedur dapat mereka kuasai dengan baik.

2. Teori Jean Piaget Teori ini merekomendasikan perlunya pengamatan terhadap tingkat perkembangan intelektual anak sebelum suatu bahan pelajaran matematika diberikan, terutama untuk menyesuaikan keabstrakan bahan matematika dengan kemampuan berpikir abstrak anak pada saat itu. Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran matematika adalah perlunya keterkaitan materi baru pelajaran matematika dengan bahan pelajaran matematika yang telah diberikan, sehingga lebih memudahkan siswa dalam memahami materi baru.

3. Teori Vygotsky Teori Vygotsky berusaha mengembalikan model konstruktivistik belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Melalui teori ini siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beranekaragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang beragam, siswa akan membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengamatan, pencatatan, pengerjaan, dan presentasi.

4. Teori George Polya (pemecahan masalah) Pemecahan masalah merupakan realisasi dari keinginan meningkatkan pembelajaran matematika sehingga siswa mempunyai pandangan atau wawasan yang luas dan mendalam ketika menghadapi suatu masalah. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika perlu ditentukan satu terobosan alternatif, yaitu sebuah terobosan pendekatan pembelajaran matematika, menurut Mutadi dalam bukunya terobosan-terobosan tersebut yaitu sebagai berikut (Mutadi, 2007: 2):

a. Membuat pelajaran matematika hadir ke tengah siswa bukan sebagai sesuatu yang abstrak dan menakutkan, melainkan sebagai sesuatu yang berangkat dari kehidupan siswa itu sendiri,

b. Memberikan satu permasalahan yang menantang untuk didiskusikan dan diselesaikan menurut cara berfikir mereka,

c. Memberikan kesempatan untuk bekerjasama dan beradu argumentasi dalam memecahkan masalah dalam kelompok belajarnya,

d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil pemikiran baik pribadi maupun kelompok di depan kelas,

e. Memanfaatkan kemajuan teknologi dalam pembelajaran matematika.

2.3.3 Sintaks model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Struktur Two Stay Two Stray yaitu memberi kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain”. Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain sebagai berikut:

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok 1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

(Lie dalam Yusritawati, 2009: 14) Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam melalui pemberian peran pada siswa. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

2.4 Model Pembelajaran Ekspositori

Wina Sanjaya (2008: 179) mengemukakan bahwa metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru ( teacher centered approach ). Pada model pembelajaran ekspositori guru memegang peranan yang sangat dominan. Melalui metode ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama metode ini adalah kemampuan akademik siswa ( academic achievement student ).

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan metode ekspositori yang harus diperhatikan oleh setiap guru antara lain (Sanjaya, 2008: 181)

1. Berorientasi pada Tujuan Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode ini, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan metode ini.

2. Prinsip Komunikasi Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang telah diorganisir dan disusun dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.

3. Prinsip Kesiapan Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hukum

belajar. Inti dari hukum ini adalah guru harus terlebih dahulu memosisikan siswa dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan memulai pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya.

4. Prinsip Berkelanjutan Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya.

Pada Pelaksanaannya metode ekspositori memiliki prosedur-prosedur pelaksanaan yang secara garis besar digambarkan oleh Wina Sanjaya (2008) sebagai berikut:

1. Persiapan ( Preparation ) Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan yaitu: (1) Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif, (2) Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, (3) Merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa, dan (4) Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

2. Penyajian ( Presentation )

Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini diantaranya : Penggunaan bahasa, intonasi suara, Menjaga kontak mata dengan siswa, serta menggunakan kemampuan guru untuk menjaga agar suasana kelas tetap hidup dan menyenangkan.

3. Korelasi ( Correlation ) Tahap korelasi adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.

4. Menyimpulkan ( Generalization ) Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti ( core ) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi.

5. Mengaplikasikan ( Aplication ) Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang relevan, serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh siswa.

2.5 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Suherman (2003: 238) media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti suatu saluran untuk komunikasi. Sejalan dengan Djamarah & Zain (2002: 136) kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak Menurut Suherman (2003: 238) media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti suatu saluran untuk komunikasi. Sejalan dengan Djamarah & Zain (2002: 136) kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak

sebagai saluran untuk komunikasi dalam penyampaian pesan. Menurut Nurlius (dalam Rifmawati, 2006: 25) mengelompokkan media menjadi empat macam, yaitu: (1) media grafis (media dua dimensi) yaitu media dalam bentuk grafis/dua dimensi

seperti gambar, foto, grafik, termasuk dapat berupa kartu; (2) media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model seperti model pada, model penampang, dan model susun; (3) media proyeksi, misalnya slide, film strip, serta OHP, dan (4) media lingkungan yaitu penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Dalam penelitian ini, digunakan Lembar Kerja Siswa yang selanjutnya disingkat LKS sebagai media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. LKS adalah media pembelajaran tertulis berupa lembaran kertas berisi good question yang dapat menuntun siswa menemukan konsep.

Menurut Muhsetyo sebagaimana dikutip oleh Sugiarto (2010: 20) bahwa untuk mendukung pembelajaran matematika yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa dalam membangun (mengkonstruk) pengetahuan sendiri dibutuhkan perangkat pembelajaran termasuk LKS yang pengemabangannya berbasis saintifik. Pengembangan LKS tersebut dimaksudkan sebagai salah satu sumber belajar yang merupakan fasilitas belajar guna mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.

2.6 Ketuntasan Belajar Siswa

Ketuntasan belajar siswa adalah pencapaian siswa setelah memperoleh pembelajaran yang diamati dari tes hasil belajar siswa. Pada penelitian ini, ketuntasan belajar siswa dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal dan ketuntasan secara klasikal. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk siswa pada mata pelajaran matematika adalah

sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah misalnya. Siswa dikatakan tuntas jika nilai hasil belajar yang diperolehnya mencapai

. Kriteria ketuntasan klasikal adalah proporsi antara siswa yang tuntas sesuai KKM dengan

seluruh siswa yang ada di kelas, yaitu sebesar . Hasil belajar dikatakan tuntas seluruh siswa yang ada di kelas, yaitu sebesar . Hasil belajar dikatakan tuntas

2.7 Materi Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)

2.7.1 Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang mempunyai dua variabel dengan masing-masing berpangkat satu (Hadi, 2007: 103). Materi prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari materi PLDV adalah materi persamaan linear satu variabel, konsep penggantian atau substitusi, dan persamaan garis lurus. Persamaan linear dua variabel dapat dinyatakan ke dalam bentuk

dengan , , dan merupakan anggota dari bilangan Real dengan dan dan merupakan suatu variabel (Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2014: 7). Contohnya yaitu

Cara untuk menentukan penyelesaian persamaan linear dua variabel adalah dengan mencari bilangan-bilangan pengganti dan yang memenuhi persamaan tersebut. himpunan penyelesaiannya merupakan pasangan berurutan

. Misalkan

adalah persamaan linear dengan dua variabel. Persamaan

4 dapat juga disebut dengan persamaan garis lurus, yang mengakibatkan semua titik koordinat yang berada pada garis tersebut merupakan penyelesaiannya. Untuk mencari nilai

dan yang memenuhi persamaan tersebut bisa dengan memisalkan nilai dari salah satu variabel pada persamaan terlebih dahulu dan

selanjutnya mensubstitusikan nilai variabel ke dalam persamaannya. Misalkan , maka ⇔ ⇔ ⇔ ⇔

⇔ sehingga diperoleh dan atau dapat ditulis . Untuk mencari nilai dan yang memenuhi persamaan juga dapat ditulis ke dalam bentuk tabel seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1: Tabel Nilai dan yang memenuhi persamaan

Jadi

himpunan

selesaian

persamaan

adalah

Apabila mempunyai sebuah persamaan linear dua variabel dengan dan sebagai variabelnya, maka untuk mengetahui semua nilai yang diperoleh dari

perpaduan antara nilai dengan nilai dapat diselesaikan dengan menggunakan diagram perpaduan yang tersedia pada Tabel 2.2. Tabel 2.2: Tabel Diagram perpaduan pada persamaan

Diagram Perpaduan

Pada diagram perpaduan di atas terlihat bahwa nilai 8 terpenuhi apabila , dan apabila , .

2.7.2 Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) adalah sistem persamaan yang hanya memiliki dua variabel dan masing-masing variabelnya berpangkay satu, serta memiliki himpunan penyelesaian yang memenuhi kedua persamaan tersebut. Sistem persamaan linear dua variabel yang merupakan persamaan- persamaan linear dua variabel yang saling berkaitan satu sama lainnya mempunyai

bentuk umum {

, dengan

dan . Pada SPLDV

tersebut dan disebut koefisien, dan disebut variabel, sedangkan dan disebut konstanta. Semua variabel, koefisien, dan konstanta dalam SPLDV

merupakan bilangan real (Nugroho, 2009: 79). Terdapat beberapa metode yang berbeda untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

1. Metode grafik Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan metode grafik yaitu dengan menggambar masing-masing persamaan linear dua variabel yang akan diselesaikan dalam koordinat kartesius. Himpunan penyelesaiannya berupa titik potong kedua garis. Jika kedua garisnya sejajar maka himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong. Tapi jika kedua garis berhimpit maka jumlah himpunan penyelesaiannya tak berhingga.

2. Metode substitusi Langkah-langkah menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan metode substitusi adalah sebagai berikut.

a. Menyatakan salah satu persamaan dalam bentuk atau .

b. Mensubstitusikan nilai tersebut ke dalam persamaan kedua.

c. Mensubstitusikan nilai atau yang diperoleh ke dalam salah satu persamaan untuk memperoleh nilai variabel lainnya yang belum diketahui.

3. Metode eliminasi Menyelesaikan SPLDV dengan metode eliminasi adalah mengeliminasi (menghilangkan) salah satu variabel dari system persamaan yang akan dicari himpunan peyelesaiannya, dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan kedua system persamaan tersebut. untuk menentukan variabel , maka eliminasi dahulu variabel begitu pula sebaliknya. Untuk menghilangkan variabel atau

maka koefisien variabel yang akan dieliminasi dalam system harus sama, caranya adalah dengan mengalikan koefisien tersebut dengan bilangan bulat tertentu.

Guna menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel dapat dilakukan dengan menggabungkan dari beberapa metode di atas. (1) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan

grafik dan substitusi. Berikut ini terdapat contoh dari permasalahan nyata yang dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem persamaan linear dua variabel. Keliling sebuah kebun yang berbentuk persegi panjang adalah 42 m. selisih panjang dan lebar kebun adalah 9 m. tentkan panjang dan lebar kebun! (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014: 23)

Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan membuat model persamaan dan menyelesaikannya. Misalkan panjang persegi panjang

dan lebarnya

, maka kalimat matematikanya yaitu keliling kebun yang

berbentuk persegi panjang adalah 42 m, dapat dibentuk persamaan

. Selisih panjang dan lebar kebun adalah 9 m, dapat dibentuk persamaan . Selesaian dari persamaan tersedia pada Tabel 2.4 dan selesaian dari persamaan

tersedia pada tabel 2.5. Berdasarkan

Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 terdapat sebuah pasangan terutut

yang yang

perpotongan kedua garis merupakan selesaian dari kedua persamaan, yakni . Tabel 2.3: Tabel Selesaian dari persamaan

Tabel 2.4: Tabel Selesaian dari persamaan

Gambar 2.1: Grafik selesaian dari persamaan dan . Salah satu strategi lain adalah metode substitusi yakni menggabungkan

dua persamaan dua variabel ke dalam persamaan tunggal dengan hanya satu variabel dengan mengganti satu dari persamaan ke yang lain (siswa: 24). Langkah 1 menuliskan model kedua persamaan

dan , Langkah 2 persamaan

dapat ditulis dan , Langkah 3 substitusikan persamaan dan

ke persamaan

, diperoleh:

⇔ ⇔ ⇔ . Langkah 4 mengganti nilai , yakni ke persamaan , diperoleh:

Jadi panjang kebun yang dimaksud adalah 15 m dan lebarnya 6 m.

(2) Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan eliminasi. Berikut ini terdapat contoh dari permasalahan nyata yang dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem persamaan linear dua variabel. Harga buku dan penggaris adalah . Jika Maher membeli buku dan

penggaris, maka ia harus membayar . Berapakah harga yang harus dibayar oleh Suci jika ia membeli buku dan penggaris

yang sama? (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014: 25) Penyelesaiannya dapat dilakukan seperti langkah berikut. Misalkan x adalah harga buku dan y adalah harga penggaris. Langkah 1 membuat sistem persamaannya. Harga buku dan penggaris adalah persamaannya

, dan Harga buku dan penggaris adalah persamaannya

. Langkah 2 Mengeliminasi/menghilangkan variabel , maka koefisien variabel harus

sama

Langkah 3

Menggantikan nilai ke salah satu persamaan

⇔ ⇔ . Langkah 4

Mengecek nilai dan dalam kedua persamaan:

Harga 1 buku adalah dan harga penggaris adalah . Karena Suci ingin membeli Buku dan penggaris, maka

Jadi, uang yang harus dibayar oleh Suci adalah .

2.8 Kerangka Berpikir

Keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Apabila keaktifan belajar matematika siswa kurang optimal maka suasana kelas yang menyenangkan dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak, sehingga prestasi belajar matematika siswa kurang. NCTM (2000) merekomendasikan lima kompetensi standar yang utama dalam pembelajaran