SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA. docx
PENGERTIAN
INDONESIA
SISTEM
SOSIAL
BUDAYA
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dengan semakin majunya zaman, seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih,
kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di
perhatikan keberadaanya,bahkan belakangan ini
banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh
pihak lain,
dan mungkin mereka lebih peduli daripada kita yang
memilikinya.Indonesia adalah Negara yang kaya,
subur dan seharusnya juga makmur. Tapi apa yang
terjadi?. Sedikit mengenai Sistem Sosial dan Budaya
di Indonesia, dalam kurun waktu yang singkat ini
banyak penyimpangan-penyimpangan dari Sistem
Sosial dan Budaya itu sendiri, bukan orang lain yang
lakukannya, dan anehnya itu dilakukan oleh kita
sendiri sebagai bangsa Indonesia yang seharusnya
menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut.
Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Negara
Indonesia akan hilang jatidirinya sebagai Negara
pancasila. Oleh karena itu, pentingnya kita
mengetahui tentang sistem sosial dan budaya
Indonesia menjadi pokok bahasan dalam
penyusunan makalah ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1
Agar mempermudah kita untuk lebih mengenal apa
itu Sistem Sosial dan Budaya khususnya di
Indonesia ini, maka penyusun membatasi bahasanbahasan yang akan dijelaskan, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem, Sistem Sosial,
Sistem Budaya, Sistem Sosial Budaya serta Sistem
Sosial dan Budaya Indonesia ?
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan
bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran
informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu setentitas
yang berinteraksi, di mana suatu model matematika
seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada dalam suatu
wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh
umum misalnya seperti negara. Negara merupakan
suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain
seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga
membentuk suatu negara dimana yang berperan
sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada
dinegara tersebut.
2
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam
percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi
maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk
banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga
maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang
paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan
benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
2.2.PENGERTIAN SISTEM SOSIAL
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM
SOSIAL.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu
perangkat peran sosial yang berinteraksi atau
kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma
dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya
ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti
yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem
sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku
sosial”.
3
2.3 PENGERTIAN SISTEM BUDAYA
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah
mentalitas. Mentalitas adalah kemampuan rohani
yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun
tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya.
Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap
tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di
sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja
dengan sistem nilai budaya (culture value system)
dan sikap (attitude).
Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya)
adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat.
Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan
bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya
merupakan bagian dari kebudayaan yang
memberikan arah serta dorongan pada perilaku
manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak,
tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu
konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak
dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat
yang bersangkutan. Itu lah sebabnya mengapa
konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit
diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada
perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya
tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam normanorma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma
dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada,
dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya
4
tersebut.
Konsep sikap bukanlah bagian dari kebudayaan.
Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang
individu untuk bereaksi terhadap seluruh
lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan
bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu
yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu
biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya
serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya
yang dianutnya. Namun demikian harus pula
dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikapsikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya
dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya
mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap
sekelompok warga masyarakat dengan bertolak
(hanya) dari asumsi yang umum saja.
2.4 PENGERTIAN SISTEM SOSIAL BUDAYA
Dari penjelasan di atas mengenai pengertian sistem,
sistem sosial dan sistem budaya dapat dinyatakan
secara sederhana dalam arti luas bahwa pengertian
Sistem Sosial Budaya yaitu suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial dan tata laku
manusia yang saling berkaitan dan masing-masing
unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama
satu sama lain saling mendukung untuk mencapai
tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.”
5
2.5 PENGERTIAN SISTEM SOSIAL DAN
BUDAYA INDONESIA
Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan
dari istilah soial dan budaya. Sosial dalam arti
masyarakat, budaya atau kebudayaan dalam arti
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Sosial budaya dalam arti luas mencakup
segala aspek kehidupan. Karena itu, atas dasar
landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem
sosial budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai
totalitas tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia
Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya,
rasa dan cipta didalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan pada pancasila
dan UUD 1945.
Degan demikian, sistem sosial budaya Indonesia
memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya
dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap
mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya
dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang
berdasarkan pancasila.
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk
pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang
terdiri atas:
A. Tata nilai
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
1. Nilai Agama
2. Nilai moral
6
3. Nilai vital
4. Nilai material ( raga)
B. Tata Sosial
Tata sosial indonesia harus berdasarkan :
1. UUD 1945
2. peraturan perundang-undangan lainnya
3. Budi pekerti yang luhur dan cita-cita moral rakyat
yang luhur
C. Tata laku ( Karya )
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan
Negara harus berpedoman pada ;
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan/kesopanan
3. Norma Adat istiadat
4. Norma Hukum setempat
5. Norma Hukum Negara
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu H .1990, Psikologi Sosial ( edisi
revisi ),rimeka cipta.
Garna, Judistira K. 1991. Beberapa Dasar Ilmu-Ilmu
Sosial, Bandung :
.1996. Sistem Budaya Indonesia, Bandung: program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words.
Cambridge :
Harvard University Press
7
Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities
(Komunitas-komunitas Terbayang).
(terj. Omi Intan Naomi) Yogyakarta: Inist.
PLURALISME
Pluralisme atau keanekaragaman pada
hakekatnya merujuk kepada pengelolaan
perbedaan yang dapat menimbulkan konflik
dan ketegangan apabila
terkait dengan
golongan-golongan
yang
memiliki
kepentingan yang berbeda.
Pluralisme
memang
terkait
dengan
berbagai
perbedaan
yang seharusnya bersipat
dinamis dan bukan statis, sehingga dapat
membawa peradapan dalam kehidupan
sosial suatu masyarakat. ia harus dapat
memisahkan atau mengiliminir unsur-unsur
yang dapat memecah belah
dan harus
menjadi
pelekat
bagi
elemen-elemen
pemersatu dengan meredam konflik secara
halus.
Pluralisme tidak boleh menjadi faktor
penyebab disintegrasi, melainkan harus
mengatasi berbagai perbedaan
dalam
8
kerangka sosio-kultural masyarakat. Konsep
pemersatu didalamnya
menjamin istilah
yang dikemukakan oleh Norcholis Madjid
yaitu harus membumi dan tidak diawangawang, artinya kemajemukan itu harus
dapat
mewujudkan
integrasi,
dimana
integrasi yang dilandasi pluralisme harus
mengesampingkan
premodialisme/pengelompokan,
untuk
sementara yang selalu menyimpan konflik.
oleh karenanya seluruh elemen masyarakat
harus
memiliki
political
will
untuk
mewujudkan integrasi nasional.
KONSEP PLURALITAS MASYARAKAT
Bagi banyak negara didunia pada saat ini
kemasyarakatan dianggap sangat penting
dan menarik
karena sipatnya yang
majemuk, pluralistik, yang sering merujuk
pada keragaman bahasa, agama, lapisan
sosial, kasta, ras serta kebudayaan suku
bangsa
yang terdapat di negara-negara
yang sedang berkembang
dan negaranegara yang telah maju.
Menurut Mutakin dan Pasyah 2001:
Koentjaraningrat 1988 menyatakan dari
seluruh anggota PBB yang berjumlah 157
9
Negara itu hanya sekitar 17 Negara yang
memiliki masyarakat yang beragam.
Terkait dengan masalah ketentraman dan
keamanan Nasional maka negara-negara
yang
multietnik
tentu
lebih
sulit
menjaganya daripada negara-negara yang
masyarakatnya homogen.
TIPE MASYARAKAT MULTI ETNIK
menurut Young (Koentjaraningrat 1988)
1. terdapat di sebagian besar negaranegara maju di eropa barat, dimana
penduduknya terdiri dari sejumlah suku
bangsa yang terdiri dari suku bangsa
yang dominan dan suku bangsa yang
minoritas. suku bangsa yang dominan
merupakan kebudayaan perkotaan yang
telah berusia ratusan tahun dan di eropa
timur suku bangsa yang dominan masih
mengandalkan sektor pertanian karena
masih dianggap sektor yang sangat
penting.
2. Ditemukan
dinegara-negara
yang
ditinggali oleh keturunan para imigran
yang berasal dari eropa yang menjadi
suku bangsa yang dominan sehingga
etnik pribumi di nomorduakan
dan
negara-negara ini ada yang ekonominya
10
lebih maju didunia seperti ,kanada,
australia dan Selandia Baru. selain itu ada
negara-negara yang tergolong kurang
berkembang ekonominya seperti negaranegara amerika latin dan aprika selatan.
3. Negara-negara
yang
wilayahnya
merupakan daerah asal dari bangsabangsa yang dipindahkan atau yang
berimigrasi ke Amerika atau eropa.
penduduknya pada umumnya keturunan
dari bangsa-bangsa yang dipindahkan
atau berimigrasi tadi, yang kemudian
dikembalikan ke daerah asalnya masingmasing oleh kekuatan-kekuatan politik
dari negara-negara maju di Amerika dan
Eropa. contohnya liberia di afrika barat
dan israel dimana bangsa-bangsa yang
dipulangkan menjadi golongan yang
berkuasa dan penduduk yang sudah ada
menjadi golongan minoritas.
4. Terdapat dinegara-negara asia dan afrika
yang memiliki peradaban kuno dan
kerajaan-kerajaan
tradisional,
serta
memiliki sejarah yang panjang. kerajaan
merupakan suku bangsa yang berkuasa
dalam masyarakat sedang suku bangsa
lain menjadi suku bangsa minoritas dan
hampir semua negara-negara tersebut
perna dijajah oleh negara-negara eropa
11
barat, dan kini tergolong negara dengan
ekonomi yang sedang berkembang seperti
malaysia, Maroko, Swazi, Kuwait, oman
dll dan ada pulah negaranya merdeka
setelah kerajaan di gulingkan
seperti
yang terjadi di Tunisia, Rwanda, vietnam,
Burundi, Mesir dan kamboja.
5. Negara-negara yang ada di asia dan
afrika yang sama dengan tipe keempat
akan tetapi pada tipe ini negara-negara
tersebut tidak perna di jajah oleh eropa
barat dan sistem kerajaannya digulingkan
oleh revolusioner seperti di Etiofia, Iran,
afghanistan dan Cina, atau sistem
kerajaan ini beruba menikuti kemajuan
jaman modern seperti yang terjadi di
muangthai.
6. terdapat di negara-negara yang mulamula terbertuk oleh sistem kolonial
dimana penduduk yang dominan adalah
penduduk yang dibawa oleh penjaja dari
daerah-daerah afrika dan asia untuk
dijadikan
pekerja
di
perkebunanperkebunan dan pertambangan yang
akhirnya kekuasaan jatuh ke tangan para
migran tadi. Kebudayaan nasional dari
negara ini adalah kebudayaan yang
berasal dari negara itu sebagai migran.
contohnya Guyana, Jamaika, Barbados,
12
Trinidat, dan Suriname di Amerika latin
dan singapura di asia tenggara.
7. terdapat dinegara-negara yang batas
wilayah yang ditentukan oleh sejarah
kolonialisme
dan suku bangsanya
disatukan oleh pengalaman yang sama
yaitu perna dijajah oleh salah satu bangsa
di neropa barat. semua suku bangsa
memilik kedudukan yang sama sebagai
negara yang perna dijajah. identitas
nasional, ideologi nasional, solidaritas
nasional
dan
kebudayaan
nasional
merupakan bagian yang penting dalam
pembangunan nasionalnya. contohnya :
Negeria, Zaire, Kamerun Kenya
dan
uganda di afrika sedang dia asia adalah
yordania dan Philipina.
8. Negara tipe ini adalah negara-negara
dengan batas wilayah ditentukan oleh
sejarah kolonialisme. susku-suku bangsa
yang tinggal didalamnya disatukan oleh
pengalaman yang sama yaitu perna dijaja
oleh suatu bangsa di eropa barat. semua
suku bangsa menganggap sama tinggi
kedudukan dan derajatnya
sehingga
pembentukan
identitas
nasional,
solidaritas nasional, ideologi nasionan
dan kebudayaan nasional merupakan
upaya dari pembangunan nasionalnya.
13
hanya saja bedanya pada negara-negara
tipe ketujuh adalah suku bangsa disini
memiliki peradapan yang sangat tua serta
memiliki
sejarah
kebudayaan
yang
panjang sehingga ada persamaan unsurunsur dan nilai-nilai kebudayaan yang
secara
esensial
sama
dengan
kebudayaan-kebudayaan dari tiap-tiap
suku bangsa yang ada. kadang-kadang
ada suatu bangsa nasional
yang
dipahami oleh sebagian besar warga dari
mayoritas
suku bangsa dari negara
bersangkutan. contoh dari tipe ini adalah
Tanzania, aljasair, Syria, Irak, Pakistan,
India, Sri langka, Indonesia. Dan di eropa
yaitu Czeskoslovakia dan Yogoslavia
sebagai
negara
yang
sedanga
berkembang dan Belgia dan Swiss yang
ekonominya telah maju.
Pluralisme
atau Kemajemukan suatu
masyarakat dapat dilihat dari dua sudut
pandang:
1.
Horizontal
yang dilihat dari
kenyataan yang menunjukan adanya
satuan-satuan
sosial
yang
keragamannya dicirikan oleh perbedaan
suku bangsa agama, adat istiadat atau
14
tradisi, serta unsur-unsur kedaerahan
lainnya.
2.
Vertikal
yang
umumnya
digambarkan dengan adanya stratifikasi
sosial, ekonomi, dan politik.
Menurut
pandangan
fungsionalisme
struktural, didalam masyarakat pluralitas
menganggap bahwa semua disfungsi,
semua
ketegangan,
dan
berbagai
penyimpangan
sosial
mengakibatkan
terjadinya perubahan sosial yang berupa
permasalahan
sosial
yang
semakin
kompleks, yang merupakan akibat dari
pengaruh faktor-faktor yang datang dari
luar. Pluralitas agama, ras, budaya, bahasa
dan adat istiadat
yang seharusnya merupakan
investasi
yang sangat berharga
terkait dengan
konsep integrasi
sering dianggap sebagai kendala
dalam
menyatukan
keinginan-keinginan
untuk
bersama.
SEKILAS
TENTANG
PERISTIWA KONFLIK
PERISTIWA-
Banyak
peristiwa
kerusuhan
yang
melibatkan masyarakat dalam sekala luas,
yang terjadi di berbagai daerah diindonesia.
Lihat saja peristiwa yang terjadi di aceh,
Kalimantan
barat(konflik
etnik
di
singkawang dan sambas, Kupang, maluku,
15
ambon, papua dan lain-lain dan konflik yang
tidak berlatar belakang agama atau etnik
seperti dijakarta akan mudah diakhiri karena
hal tersebut terjadi karena ketidak adilan
atau kesenjangan sosial maupun ekonomi,
contohnya kerusuhan mahasiswa menuntut
keadilan Pemerintah terhadap sesuatu hal.
Lain halnya kerusuhan atau konflik yang
berlatar belakang separatisme atau konflik
etnik yang kemudian berkembang antar
etnik dan agama ternyata akan lebih sulit
untuk terselesaikan dan masih berlangsung
sampai sekarang
seperti ambo, Aceh
merdeka, OPM di papua,
antar aliran
agama di madura, dan masih banyak yang
belum tertangani secara tuntas sampai
sekarang ini terutama konflik etnis dan
agama.
Berbagai persoalan yang menyangkut
kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang
kemudian justru berlanjut menjadi besar
karena dikaitkan dengan persoalan yang
sangat sensitif, yaitu masalah SARA
Namun ada juga upaya-upaya yang dikaikan
oleh daerah (propinsi) tertentu yang
16
berangkat
dari
persoalan-persoalan
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dimana
pemerintah pusat tidak aspiratif terhadap
keinginan daerah.
Munculnya
sikap
primodialistik
pada
kelompok-kelompok suku bangsa ketika
berinteraksi dapat terjadi karena beberapa
hal.
1.
adanya krisis kebudayaan
yang
bermula pada krisi moneter, kemudian
diikuti oleh krisis ekonomi merembet
kepada krisis politik dan akhirnya
menjadi krisis kepercayaan.
2.
adanya upaya pemerintah dalam
menyusun
rencana-rencana
dan
kebijakannya dan memosisikan sebagai
perumus semua rencana kebutuhan dan
seolah-olah mengetahui betul semua
kebutuhan rakyat, dengan alasan akan
memberikan nilai tambah bagi rakyat,
justru hal yang dirumuskan itu tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan
tidak
memperhitungkan
nilai
manfaat
yang
dirasakan
oleh
masyarakat luas. contohnya keputusan
UAN.
3.
Pemerintah
dalam
mengambil
kepeutusan
selalu
berperan
17
mengutamakan
pemaksaan
kehendaknya.
Akibatnya
pintu
konsensus
selalu
tertutup
dan
musyawara menjadi buntu. Meskipun
ada DPR dan DPD namun fungsinya
sering mandul karena lembaga tersebut
lebih
banyak
berpihak
kepada
pemerintah
dan
sering
lebih
memperhatikan kepentingan pribadi,
golongan atau partainya.
Dalam konteks ini, menurut Nasikun(1984)
bahwa manakala mekanesme konsensus
tidak berkembang dan pemerintah tidak
membuka saluran konsensus maka hal itu
akan
mengakibatkan
timbulnya
pemaksaan(koersif) terhadap upaya-upaya
integrasi
yang sangat rentan terhadap
timbulnya konflik sosial terbuka
dan
bersekala luas.
dan konflik merupakan
lahan untuk tumbuhnya sikap primodialistik
karena secara sosio kultural didalamnya
terdapat
benih-benih
persaingan
dan
perbedaan antar kelompok/golongan. walau
sisi negatif suatu pembangunan adalah
timbulnya suatu persaingan atau konflik
(Laurer 1989). Justru disinilah peran
pemerintah,
peran
negara
dalam
mengakomudasi
kepentingan
18
masyarakat/rakyat dan menjadi mediator
dalam
penyelesaian
konflik
dengan
mengedepankan upaya-upaya persuasif dan
menanamkan nilai-nilai kerukunan dan
kebersamaan tanpa dibarengi tindakantindakan koersif.
Barangkali yang perlu menjadi perhatian
adalah
suatu upaya integrasi sosial
(masyarakat)
kedalam
ikatan-ikatn
kultural yang lebih luas yang dapat
menunjang
pemerintahan
nasional.
(Geertz 1973)
Untuk meredam potensi meletupnya konflik
dan disintegrasi politik yang diakibatkan
oleh SARA (Amal dan Asnawi 1988) harus
dapat
menepis
perbedaan-perbedaan
pluralitas
masyarakat Indonesia
yang
merupakan cikal bakal timbulnya sentimen
primordial yang menghambat upaya-upaya
penyatuan dan kesatuan bangsa.
PENGALAMAN
INDONESIA
IMPIRIK
BANGSA
Dari pengalaman empirik bangsa indonesia
Pluralisme masyarakat bangasa indonesia
sebagai suatu realitas susio kultural dan
realitas sejarah harus dilihat sebagai
19
sesuatu yang seimbang, dalam arti semua
konsep, semua wacana, dan semua realitas
mengenai pluralitas suku-suku bangsa itu
ditempatkan pada tingkatan yang sederajat.
dihubungkan dengan sikap premodialistik
dan realitas majemuk bangsa indonesia
yang melekat pada masyarakat daerah dan
kebudayaan berbagai suku bangsa maka
sifat pluralitas dan sikap premodialistik
harus ditempatkan sebagai bagian dari
tradisi atau realitas yang harus diterima
eksestensinya, karena kenyataan ini adalah
merupakan
warisan
sejarah
bangsa
indonesia dimana aspek-aspek positif dari
tradisi tersebut harus dikelola secara tepat
dengan
mengesampingkan
unsur-unsur
yang
bersipat
destruktif/
pertentangansehingga
tradisi
daerah
dapat ditransformasikan menjadi tradisi
kebangsaan yang kuat demi mempertebal
rasa nasionalisme bangsa.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan
oleh NURCHOLIS MADJIDdalam media
indonesia Senin, 4 dan 5 September 2005
yaitu “ Keberagaman adalah keniscayaan
bagi
indonesia,
keberagaman
adalah
sesuatu
yang
indah,
keberagaman
merupakan
hak
azasi
manusia
dan
merupakan
karunia
Illahi.
Persatuan
20
amatlah
penting
untuk
membangun
Indonesia.
Kita
harus
menolak
citra
Indonesia
yang
militeristik,
yang
menghadapi perbedaan pandangan dengan
kekerasan dan merupakan kebencian.
Kami adalah benang-benang halus yang
merajut kembali Indonesia menyusup tak
terlihat, menisik harapan dibalik kebisingan
konflik dan hura-hura, Kami adalah benang
warna warni yang menenun persaudaraan,
menjalin keadilan dalam keberagaman.
Dalam usaha mengatasi persoalan konflik
diindonesia kita tidak bisa terlepas dari
PARADIKMA yang dapat diartikan sebagai:
1.
Kumpulan tata nilai yang membentuk
pola
pikir
seseorang
sehingga
mempengaruhi citra subyektif seseorang
mengenai
realita
dan
akhirnya
menentukan
bagaimana
seseorang
menanggapi realita tersebut.
2.
Sudut pandang
3.
Kaca mata pandang
4.
Tata nilai
5.
Tindakan.
Dimana tata nilai mempengaruhi pola pikir
dan pola pikir mempengaruhi citra subyektif
mengenai realita yang pada akhirnya akan
21
mempengaruhi tindakan yang merupakan
reaksi dari pola pikir dan citra subyektif.
Mulai dari tata nilai sampai ke tindakan
dibentuk oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
Keluarga
sosial budaya lokal
agama
pendidikan
politik
hukum
ekonomi
Jadi dapat disimpulkan bahwa ke 7 nilai
diatas akan saling berhubungan yang akan
mempengaruhi individu dan kelompok
dalam melakukan suatu tindakan untuk
menghindari atau mengatasi suatu konfik.
22
KONSEP
RELIGI
KEPERCAYAAN
DAN
SISTEM
Religi merupakan kesadaran akan adanya
hal-hal yang dianggap gaib, kemudian
menyebabkan sikap dan perasaan manusia
itu menjadi tunduk dan hormat.
Sedangkan Megi : yaitu manusia berupaya
memiliki kekuatan yang dianggap gaib
sehingga ia dapat menguasai
nasibnya
sendiri dan seluruh nasib orang lain.
asal mula religi menurut para ahli seperti
Taylor, Lang, Marett, Van Gennep, Durkhein
dan
lain-lain
yang
di
uraikan
Kontjaraningrat(1985) dapat dibagi :
1. Teori-teori
pendekatan
yang
atas
menggunakan
dasar
berbagai
23
keyakinan
keagamaan
atas
isi
ajaran
keagamaan yang bisa melalui :
a. eksestensi/keberadaan sesuatu yang gaib yang
bisa membuat organisme itu hidup dan bergerak
dan bisa mebuat organisme itu mati dan tidak
bergerak.
b. Melalui peristiwa mimpi
c. dan menurut Tylor dalam Kontjaraningrat(1981)
asal mula keyakinan/relidi tersebut melalui
evolusionistik yaitu:
1. animisme yang tertua
2. Kepercayaan kepada dewa-dewa yang kedua
3. kepercayaan kepada dewa tertinggi yang ke
tiga
4. adanya kepercayaan kepada tuhan yang
monothiestik/ satu-satunya yang merupakan
tingkat terakhir.
2. Teori yang mengemukakan pendekatan atau sikap
para penganut serta pengikut suatu religi yang
menyangkut hal-hal gaib. Dan menurut teori ini
semua sistem religi, kepercayaan dan agama di
dunia ini berpusat pada suatu konsep tentang halhal gaib.
3. Teori yang menggunakan pendekatan ritual dan
upacara-upacara keagamaan, yaitu teori yang
berangkat dari upacara dan ritual. Ada tiga
gagasan penting untuk membawa wawasan kita
mengenai azas-azas dari relegi dan agama yaitu:
a. Menurut Smith
didalam banyak agama
meskipun latar belakang keyakinan serta
doktrinnya berbeda, tetapi ritualnya tetap tidak
berubah.
b. Upacara religi memiliki fungsi sosial yaitu untuk
mengintensifkan
solidaritas
sosial.
Dan
motivasinya
bukan
untuk
berbakti
atau
menyembah tuhannya dan mendapat kepuasan
24
rohani, tetapi lebih merupakan kewajiban sosial
belaka.
c. adanya gagasan mengenai fungsi upacara sesaji
seperti menyajikan seekor binatang.
4. Teori
batas
akal
oleh
FRAZER(Kontjaraningrat(1981)
yaitu Manusia
dalam
memecahkan
berbagai
persoalan
menggunakan akal dan apabilah persoalan hidup
tidak bisa dipecahkan dengan akal maka
dipecahkan dengan menggunakan magec yaitu
menggunakan kekuatan-kekuatan gaib yang ada
didalam alam, sedang religi(religion) adalah
seluruh perbuatan manusia untuk mencari suatu
maksud tertentu dengan menyederhanakan diri
kepada mahluk-mahluk halus seperti kepada Ruh,
Dewa, Tuhan dan sebagainya.
KONSEP
ETNISITAS
MASYARAKAT INDONESIA
DALAM
KONTEKS
A.DEFINISI ETNISITAS
25
Pada dasarnya kelompok etnik mengacu pada
kelompok dengan kesamaan keturunan, sejarah dan
identitas budaya seperti kesamaan tradisi, nilai,
bahasa, pola perilaku secara nyata atau dibayangkan.
sedangkan menurut beberapa ahli mendefinisikan
etnisitas bukan hanya sekedar pengkategorian manusia
berdasarkan budaya namun lebih dari itu etnisitas
mengandung relasi kekuasaan dan mempunyai
peranan dalam struktur masyarakat. oleh karena itu
makna dari konsep etnisitas itu sendiri dapat dilihat
dari beberapa pandangan, seperti yang dikemukan oleh
LEO AGUSTINO dan sebagian besar kajian-kajian
tentang etnisitas:
1. Pandangan Primordialistis. yang cenderung
menganggap etnisitas adalah sesuatu yang
inheren dalam diri manusia atau dengan kata lain
ras(ciri-ciri biologis manusia) dan etnisitas memiliki
arti yang tumpang tindih. Bagi kaum primordialis,
perbedaan-perbedaan yang bersipat genitika
merupakan sumber bagi lahirnya benturanbenturan
kepentingan
etnis.
Dan
menurut
pandangan ini dimana banyak suku, agama atau
yang lainnya disitu pulah akan timbul pertikaian
hingga kekerasan diantara mereka yang berbeda.
Dan itu merupakan hal yang dianggap wajar.
2. Pandangan
Instrumentalis.
berpandangan
bahwa itnisitas sebagai alat yang digunakan oleh
individu atau kelompok untuk mengejar suatu
tujuan yang lebih besar yang biasanya dalam
bentuk materiil. Dalam konteks ini dianggap tidak
terlalu relevan kecuali digunakan atau diperalat
oleh elite politik yang ingin mencapai tujuan
tertentu. Pada saat seorang pemimpin-elitepolitik
memeriahkan slogan kesukuan maka para
anggota sukunya langsung merapatkan barisan
dan bergerak kearah yang diinginkan oleh
26
pemimpin tersebut. selama setiap orang mau
mengala
terhadap
keinginan/prefrence
yang
mereka kehendaki
maka selama itu pulah
kekerasan antar etnis dapat dihindari bahkan tidak
terjadi. Namun kenyataan menunjukan setiap
individu memiliki pilihan dan prioritas masingmasing. oleh karena itu, benturan atau konflik
individu dan atau antar kelompok mungkin terjadi
karena kelangkaan materi didunia (belum tentu
kepentingan individu sama dengan kepentingan
etniknya, konflik juga tidak berarti kekerasan dan
perbedaan etnis tidak serta merta menyebabkan
konflik terbuka apalagi kekerasan, ada variabelvariabel lain, seperti apakah suatu kelompok enik
dominan atau tidak, dan apaka menunjukan kelas
sosial mereka).
3.Pandangan Konstruktivis
dalam pandangan ini
kesukuan tidak bersipat kaku atau sedemikian
mudahnya diperalat oleh elite politik (seperti yang
diduga oleh instrumentalis). Melainkan kesukuan
dapat diolah sehingga membentuk suatu jaringan
(relasi) pergaulan sosial dan berbagai lapisan
pengalaman. Artinya etnisitas merupakan sumber
kekayaan hakiki yang dimiliki dunia ini untuk
saling mengenal dan dan memperkaya
budaya satu sama lain. Bagi pandangan ini
persamaan adalah anugerah dan perbedaan
adalah barokah (tidak selalu perbedaan kelompok
menimbulkan konflik terbuka yang menggunakan
kekerasan).
KESIMPULAN
Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan
bahwa keanggotaan seseorang dalam kelompok
etnisitas tertentu tidaklah serta-merta menjadi sama
dengan
kekeluargaan,
karena
etnisitas
lebih
mengarah pada identitas yang dipandang bukan
27
sebagai suatu kelompok yang memiliki aksi sosial
yang konkret. Atau dengan kata lain keanggotaan
seseorang dalam kelompok etnik tertentu tidak serta
merta membentuk suatu kelompok etnik yang
bersangkutan dan sebaliknya kelompok kepentingan
yang mengatasnamakan etnik tertentu tidak berarti
bahwa semua arang yang secara budaya bagian dari
etnik
tersebut
menjadi
anggota
kelompok.
Contohnya : ketika terjadi konflik antar suku Dayak
dan Madura di kalimantan tidak dapat secara
sederhana diartikan bahwa seluruh masyarakat
indonesia yang bersuku madura baik yang
dikalimantan maupun yang di madura mempunyai
konflik dengan seluruh masyarakat dayak di seluruk
indonesia.
anggota masyarakat indonesia yang
bersuku madura mempunyai konflik dengan seluru
masyarakat Dayak diseluruh indonesia
Keanggotaan seseorang dalam etnik tertentu hanya
memfasilitasi pembentukan kelompok secara politik.
Dan sebaliknya, komunitas politik dalam suatu
masyarakat cendrung menginspirasikan kepercayaan
akan kesamaan suku.
28
B.ETNISITAS DALAM KONTEK MASYARAKAT INDONESIA
Salah
satu
ciri
masyarakat
indonesia
adalah
masyarakat yang multi etnik, artinya masyarakat
indonesia gabungan dari beberapa kelompok etnik baik
suku maupun agama. Dan untuk kesukuan
suku
didominasi oleh jawa, sunda , lainnya, Melayu dan
bugis makasar. dan agama didominasi oleh Islam,
keristen, Hindu dan budha.
HUBUNGAN ANTAR ETNIS DI INDONESIA
Untuk melihat komposisi etnis
menggunakan tiga dimensi:
di
Indonesia
kita
bisa
1. Dimensi historis, dari dimensi ini kita bisa melihat mulai
dari penjajahan belanda, dimana peran penting kolonial
belanda menciptakan negara dengan sistem birokrasi, dan
model yang tepat untuk hubungan birokrasi pusat dan
daerah meskipun modelnya tidak begitu tepat untuk
negara-negara
kepulauan
seperti
Indonesia.
Dan
kesempatan yang diberikan kepada pribumi sangat kecil.
2. Deminsi struktural sosial etnis dilihat dengan mengaitkan
antara peran pemerintah dan negara dalam mengatur
hubungan antar etnis, oleh karena itu perubahan peta
politik dan kebijakan publik penting untuk dijadikan dasar
dalam melakukan analisis hubungan antar etnis di
indonesia supaya modernisasi yang terjadi dalam
masyarakat tidak menyurutkan identitas etnis dan
solideritas etnis tetap menjadi teman seperjuangan.
29
3. Deminsi intraksi kelompok, etnis dilihat dalam konteks
konflik sosial yang terdiri dari :
a. konflik komunal yaitu konflik etnis atau agama, antar
pribumi dan pendatang.
b. gerakan separatis yaitu antar kelompok etnis dengan
Negara atau kelompok etnis dominan.
Dan menurut Daniel Byman (2002)
4(empat) teori penyebab konflik :
setidaknya
ada
1. Delima keamanan kelompok etnik yaitu:
a. tidak ada suatu otoritas yang berkuasa untuk
menjamin keamanan suatu kelompok, misalnya suatu
kelompok memiliki rasa tidak percaya kepada
kelompok lain dari pengalaman masa lalu sehingga
dianggap musuh. Rasa tidak pecaya ini dapat
berkembang menjadi mobilisasi kekuatan untuk
mempertahankan diri jika pemerintah tidak dapat
mencega mobilisasi tersebut.
b. dalam kondisi pemerintahan yang lemah.
c. dimana pemerintah pusat adalah bagian dari konflik.
d. dalam situasi perubahan yang mendadak.
2. Perlindungan status yaitu konflik etnis muncul sebagai
konsekwensi atau hasil dari kekuatan kelompok
terhadap dominasi kelompok lain baik secara materiil
maupun budaya. Sehingga kelompok berperang
mempertahankan status karena merasa sebagai sub
dari kelompok lain.
3. ambisi hegemoni yaitu suatu kelompok yang berkuasa
tidak cukup puas dengan bertahannya nilai-nilai budaya
dan institusi mereka saja, tetapi mereka menginginkan
menjadi dominan. kelompok yang ingin berkuasa ini
sering
kali
menuntut
perlakuan
tertentu
dari
pemerintah seperti menjadikan bahasa menjadi bahasa
resmi, agama resmi dan lain-lain. contohnya ingin
mendirikan negara indonesia menjadi Negara Islam.
4. aspirasi kaum ilite yaitu adanya ambisi dari kelompok
ilite tertentu untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan dengan bemain pada isu-isu kekuatan,
kebencian dan ambisi kelompok etnik. contohnya
Gerakan G 30 s PKI.
30
keempat penyebab konfilik etnik ini sering kali saling
menguatkan secara keseluruhan dan sering menjadi
konflik yang palig berdara dan lama.
HUBUNGAN
NASIONAL
KEBERAGAMAN
ETNIK
DAN
ITEGRASI
Dalam masyarakat di asia tenggara setelah masa kolonial
menurut David Brown (2000) menyebutkan terdapat tiga pola
pembentukan identitas nasional yaitu:
1. Ethnocultural
Nasionalim
mencerminkan
bahwa
keseluruhan status dan keanggotaan dalam komunitas
bangsa hanya diberikan pada mereka yang memiliki
atribut etnik tertentu yang dianggap dominan. Dan
mereka yang dianggap mewarisi kelompok etnik yang
dominan yang mendapat setatus yang lebih tinggi.
(negara brunai)
2. Multicultural Nasionalism yaitu nasionalisme dibangun
berdasarkan perbedaan budaya masing-masing kelompok
pembentuknya.
dalam bentuk pemerintahan yang otoriter, Pemerintah
menciptakan institusi-institusi yang dapat melegitimasi
setiap identitas kelompok etnik yang berbeda-beda yang
dilakukan untuk memfasilitasi pemusatan kekuasaan elite
politik dan untuk melemahkan dan melibatkan elite
kelompok minoritas.
31
Dalam
bentuk
pemerintahan
yang
demokratik,
pemerintah
berusaha
mencerminkan
keberagaman
kelompok etnik dalam struktur institusional negara
sehingga distribusi kekuasaan dan sumber daya
dilaksanakan berdasarkan aritmatik etnik yang adil. Dan di
Indonesia hal ini perna terjadi pada pemerintahan
Abdurahman Wahid, dalam pembagian kekuasaan pada
pemerintahan lokal, terbentuknya otonomi papua dan
aceh, dan perhatian terhadap kelompok minoritas kristen,
hindu dan budha dimana hak-hak mereka akan
diperhatikan.
3. Civic Nasionalism Dalam masyarakat ini organisasi yang
terutama adalah Negar-Bangsa, Nasionalisme dibangun
tidak berdasarkan kesadaran-kesadaran etnisitas tapi
kepada nilai-nilai universal. setiap warga negara diberikan
status yang sama dan setara tanpa melihat atribut-atribut
etnik, dengan satu kondisi dimana mereka memberikan
loyalitas terhadap institusi publik di suatu komunitas
wilaya(negara).
Dalam pemerintahan demokratis
civic nasionalisme
menyukai otonomi terhadap masyarakat sipil yang plural
dan menuntut kesetaraan hak tiap warga negara yang
dilindungi oleh negara hukum dan institusi yang universal
dan tidak mengandung bias atribut-atribut etnik. Dan
yang di tonjolkan dalam civic nasionalime ini adalah
kebijakan publik.
GENDER
Latar belakang :
Semenjak lahir laki-laki dan perempuan sudah memiliki perbedaan secara
biologis, yang mengacu pada konsep jenis kelamin(sexes). Artinya Tuhan
memang menciptakan adanya perbedaan yang akan dibawa oleh individu
itu sampai meninggal. Dan ketentuan inilah yang sering disebut dengan
kodrat seperti pada perempuan pasti akan mengalami hait, memiliki
vagina, Payudara, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sedang laki-laki
memiliki penis, memiliki Skala dan memproduksi sperma.
Akan tetapi perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkembang dan
berlaku di masyarakat mengacu pada sistem sosial budaya yang
bersangkutan yang terus mengalami perkembangan. Yang berarti bahwa
32
ciri laki-laki dan perempuan yang diciptakan tidak abadi atau kekal karena
akan selalu ada perubahan dari masa ke masa, serta setiap kelas sosial
akan memiliki konstuksi yang berbeda antara ciri laki-laki dan perempuan.
Yang berkembang kemudian di masyarakat adalah sesuatu yang “kodrat”
dari perempuan merupakan hasil konstruksi mendidik anak, mengelolah
rumah tangga atau urusan domistik itu merupakan kodrat dari
perempuan. Akan tetapi pada kenyataan ada juga kaum lelaki yang
mengerjakan urusan domistik tersebut. Jadi jenis pekerjaan yang bisa
dipertukarkan dan tidak bersipat universal, yang sering disebut kodrat
perempuan
dalam hal mendidik anak
dan mengurus rumah
sesungguhnya adalah gender (Fakih, 1996)
Kesimpulan
ciri-ciri laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis mengacu pada
konsep kodrat (kodrat laki-laki dan perempuan) sedang ciri-ciri yang
diciptakan dan dikonstruksi oleh masyarakat mengacu pada konsep
gender. Yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Perbedaan jenis kelamin/Kodrat dan Gender
Jenis kelamin/kodrat
tidak dapat berubah
tidak dapat dipertukarkan
berlaku sepanjang masa
berlaku dimana saja
merupakan kodrat tuhan
ciptaan tuhan
Gender
1.
1. dapat berubah
2.
2. dapat dipertukarkan
3.
3. tergantung waktu
4.
4. tergantung
budaya
5.
masyarakat
6.
5. bukan kodrat tuhan
6. buatan manusia.
Sumber: Kantor menteri negara pemberdayaan perempuan RI 2001 .
Konsep gender menurut para ahli:
1. Robert Stoller (1968)
untuk memisahkan pencirian manusia
didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan
yang bersifat fisik biologis.
2. Ann Oakley (1972) Gender sebagai konstuksi sosial atau atribut
yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan
manusia(wulan 2001).
3. Mansour Fakih dalam bukunya Analisisi gender dan transformasi
sosial
menjelaskan gender merupakan sifat yang melekat pada
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
secara kultural (Fakih 1996)
4. Sudrajad (1999) Gender adalah kategori sosial (feminim dan
maskulin) yang tercermin dalam perilaku, keyakinan dan organisasi.
Kesimpulan
33
Jender merupakan konstruksi masyarakat sehingga seseorang dibentuk
oleh masyarakat dan budayanya semenjak ia dilahirkan, kemudian
muncul peran apa yang dianggap pantas dan tidak pantas untuk
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.
Hal tersebut menimbulkan
pemahaman bahwa perempuan berperan diwilayah domistik dan laki-laki
diwilayah publik, maka hubungan sosial yang terjadi tergantung dari
peran Gendernya masing-masing.
SOSIALISASI GENDER
Dimulai dari ideologi jender dilakukan melalui corong:
Keluarga Masyarakat
-orang tua, sdr/i -Pemuka masyarakat
-Kakek/Nenek
-Tradisi
-Paman/Bibi
-dongeng, mitos
-sepupu/kerabat -nilai setempat
-Pembantu RT
-Petata, ujaran
-kesenian Trad.
Agama
Tempat kerja
-dakwa
-Pimpinan
-Pemuka agama -sistem perusahaan
-ajaran agama
-peraturan
-interpretasi
-rekan kerja
-Trad. agama
-AD/ART
Sekolah
-sistem pendidikan
-staf pendidik
-Buku pelajaran
Negara
-Pejabat Negara
-Para birokrat
Yang akan menghasilkan Penanaman keyakinan tentang
- apa yang harus dan tidak harus
- apa yang pantas dan tidak pantas
- apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan
- apa yang baik dan buruk
- Peran yang baik dan buruk
- peran yang cocok dan tak cocok
- perilaku yang sesuai dan yang tidak sesuai
- apa saja yang boleh dan yang tidak boleh
- dan sebagainya.
Hal diatas merupakan proses internalisasi atas individu laki-laki dan
perempuan. (kantor Menteri Negara Pemberdayaan perempuan RI. 2001)
34
BENTUK-BENTUK
GENDER
KETIDAK
ADILAN
AKIBAT
1. MARJINALISASI/dipingirkan
a. Upah perempuan lebih kecil
b. ijin usaha perempuan harus diketahui ayah(jika masih lajang)
dan diketahui suami (jika sudah menikah)
c. permohonan keridit harus seijin suami
d. pembatasan kesempatan di bidang perkerjaan terhadap
perempuan.
e. kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta
perempuan
2. SUBORDINASI/tidak penting atau tidak memiliki kesempatan yang
sama.
a. perempuan sebagai teman kencan
b. Perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk
melanjutkan pendidikan
c. bagian waris perempuan lebih sedikit
d. rendahnya peran perempuan di bidang politik, jabatan, karier,
pendidikan dan lain-lain.
3. STEREOTIPE/pemberian cacap, julukan
a. perempuan sumur, dapur dan kasur
b. perempuan macak-macak manak
c. laki-laki tulang punggung keluarga
4. KEKERASAN (VIOLENCE)
a. eksploitasi terhadap perempuan
b. pelecehan seksual terhadap perempuan
c. perkosaan
d. Perempuan dan laki-laki menjadi obyek iklan
e. laki-laki diperkuda sebagai pencari nafka
f. laki-laki yang gagal dibidang karir dan seksual dilecehkan
g. laki-laki yang feminin dilecehkan
5. BEBAN KERJA GANDA
a. permpuan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bekerja
mencari nafkah
b. laki-laki sebagai pencari nafkah sekaligus menjadi pemimpin
keluarga
c. dan lain-lain.
(kantor Menteri Negara Pemberdayaan perempuan RI. 2001)
Kesimpulan : ketidak adilan gender merupakan sistem dan struktur
dimana baik laki-laki dan permpuan menjadi korban dari sestem tersebut
yang berbentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan
beban kerja yang berlebihan dimana satu sama lain memiliki keterkaitan.
REALITAS GENDER DI INDONESIA
A. REALITAS GENDER DALAM SISTEM KELUARGA
1. Kepala Keluarga.
35
Dipegangnya jabatan kepala keluara oleh laki-laki ini tidak
hanya untuk memudahkan pencacahan jumlah kepala keluarga, tapi
juga bagi sebagian besar pelaksana program pembangunan merasa
telah melakukan tugasnya jika mereka telah berhubungan dengan
kepala keluarga yaitu laki-laki, karena dengan anggapan laki-lakilah
yang tahu segalanya tentang keluarganya. padahal dalam keluarga
ada subyek lain, yaitu perempuan yang mungkin saja menyebabkan
suatu perogram pembangunan tidak sampai pada sasarannya.
Posisi laki-laki sebagai kepala keluarga secara legal mendapat
pengesahan dari Penerintah dengan dikeluarkannya UU No. I tahun
1974 tentang perkawinan, pasal 31 dan 34 yang berbunyi “suami
adalah kepala keluarga dan instri adalah Ibu rumah tangga”
dan “ Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan
segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya, sementara istri wajib mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Dari UU diatas muncul pertanyaan bagaimana dengan rumah
tangga yang tidak ada laki-lakinya atau dikepalai oleh perempuan,
apaka keluarga itu tidak mempunyai kepala keluarga. Dan menurut
data statistik 1977, menyatakan tidak semua rumah tangga
dikepalai oleh laki-laki, dan dari 9 rumah tangga, 1 diantaranya
dikepalai oleh perempuan. berarti UU tersebut suda seharusnya
diperbaharui. Karena konsep kepala keluarga bukanlah berdasarkan
jenis kelamin tapi lebih mengacu kepada faktor individu yang
menanggung biaya hidup anggota keluarganya.
2. Perkawinan.
Dalam siklus hidup manusia, banyak yang beranggapan
bahwa perkawinan merupakan ujung dari siklus manusia, sehingga
manusia berusaha untuk memiliki perkawinan seideal mungkin.
Di Indonesia selain ada perkawinan yang permanen terdapat
juga perkawinan kontrak. Yang mengacu pada tafsir agama Islam
yang berasal dari bahasa arab yaitu kawin mut’ah, yang ditinjau
dari epestimologi memiliki pengertian antara lain kesenangan,
kenikmatan untuk memiliki status hukum dari sesuatu. Secara
hukum islam perkawinan mut’ah merupakan suatu kontrak antara
laki-laki dan perempuan yang tidak bersuami dimana diakhir
periode perkawinan dan uang mas kawin harus ditentukan, karena
jika tidak ditentukan maka kontrak dianggap tidak sah.
Dan
perkawinan kontrak ini tidak ada campur tangan dari pihak keluara
perempuan.
Dampak dari perkawinan perkawinan kontrak ini lebih banyak
dialami oleh perempuan, yang menimbulkan ketidakadilan gender.
(Kinasih, 2004)
Dari hasil
penelitian
yang dilakukan oleh Kinasih
2004terungkap bahwa ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan
oleh perempuan ketika sudah habis masa kawin kontraknya yaitu:
a. Kegiatan produktif, yang merupakan kegiatan untuk mencari
uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
36
b. Kegiatan reproduktif, berkaitan denan pemeliharaan dan
pengembangan sumber daya manusia dalam rumah tangga yang
secara langsung tidak menghasilkan uang seperti mengasuh
anak, mendidik anak, memasak, mencuci dan lain-lain.
c. Kegiatan sosial budaya, yang dilakukan oleh perempuan dalam
upayanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya dalam
kegiatan sosial budaya.
3. Perceraian
Perceraian ini diatur antara lain oleh UU. No. 1 tahun 1974
Tentang perkawinan, PP No. 9 1975 tentang pelaksanaan, UU. No. 1
tahun 1974, UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang
menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan
sidang peradilan setelah pengadilan yang bersangkutan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Kustini 2004). Namun
pada kenyataannya banyak sekali perceraian yang tidak berakhir
dipersiangan malahan dilakukan dibawah tangan.
Dan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustini
sebenarnya perceraian dibawa tangan itu telah memingirkan hak
perempuan atau dengan kata lain menimbulkan ketidakadilan
gender dalam bentuk marginalisasi atas hak perempuan yang
antara lain:
a. Terabaikannya hak perempuan dan anak.
b. Maraknya Poligami
c. Memudarnya
loyalitas
Masyarakat
terhadap
peraturan
perundangan
d. Rentannya ikatan suatu keluarga (sulit mempertahankan
keutuhan keluarga)
B. REALITAS GENDER DALAM SISTEM PENDIDIKAN
1. Bahan ajar
Bahan ajar yang dipakai di sekolah-sekolah masih banyak
mengandung bias gender
terutama pada ilustrasi yang
digunakan dalam menjelaskan suatu konsep tertentu terutama
pada Buku pelajaran SD. seperti contoh dibawah ini:
‘Ibu pergi kepasar Bapak pergi ke kantor’
‘Budi bermain bola dan Ani bermain Boneka’
‘Ani membantu Ibu di dapur dan Budi membantu Bapak di
kebun’
Kalimat-kalimat diatas merupakan contoh dari kalimat yang
ada di buku pelajaran dan terlihat bahwa telah terjadi proses
domestifikasi
peran
perempuan
yang
menggambarkan
perempuan sebagai manusia yang lemah.
2. Tingkat Pendidikan
Yaitu tidak memiliki tingkat pendidikan yang sama dan tidak
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat
pendidikan yang setinggi-tingginya. Dari data Susenas 2003
menunjukan penduduk perempuan usia 10 tahun keatas yang
tidak/belum sekolah jumlahnya 2 kali lipat penduduk laki-laki
(11,56 berbanding 5,43), sedangkan penduduk perempuan yang
37
buta aksara sekitar 12, 28% dibanding jumlah laki-laki 5, 48%
(Kompas 27 Juli 2005)
Penduduk usia 7-24 Tahun yang masih sekolah
menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok
umur
Tahun 2001
7-12
13-15
16-18
19-24
Laki-laki
Perempuan
12.663.627
4.940.218
3.286.462
1.369.545
11.931.928
4.753.432
2.980.305
1.125.056
Tahun 2002
7-12
13-15
16-18
19-24
12.966.014
4.830.169
3.247.320
1.331.430
12.047.483
4.631.099
2.966.034
1.149.234
sumber: BPS (Statistik indonesia 2002: 90) telah dimodifikasi SSBI Jurusan sosiolog UT, UI
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah
usia sekolah dari kelompok umur 7 s/d 24, dan yang paling
penting di soroti dari hubungannya dengan gender ini adalah
dari kelompok usia sekolah dasar (7-12) sampai dengan
pendidikan tinggi (19-24) ternyata jumlah laki-laki masih lebih
banyak dibanding jumlah perempuan. Fenomena ini merupakan
cerminan masih berkuasanya budaya patriarki, dimana laki-laki
lebih dipentingkan dibanding perempuan, Kalaupun perempuan
juga memperoleh kesempatan untuk bersekolah tapi pada
tingkat pendidikan tertentu saja.
C. REALITAS GENDER DALAM SISTEM POLITIK
Kehidupan Politik di Indonesia pada umumnya lebih dilihat dari
kaca mata laki-laki, sehingga perspektif gender perlu untuk masuk
kedalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan Pemerintah,
yang akan menciptakan suatu hubungan atar sesama manusia yang
lebih baru, lebih adil dan saling menghargai.
Dan politik merupakan alat sosial yang paling memungkinkan bagi
terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan
rakyat mengelola dirinya sendiri melalui berbagai aksi bersama,
diskusi, sharing dalam prinsip kesetaraan dan keadilan.
Politik
merupakan salah satu sarana yang dapat mendorong perempuan
untuk mencurahkan semua kecemasannya (wijaksana 2004) dalam SSBI
UT dan UI
Fakta yang ada di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu hasil
pemilu menunjukan masih rendahnya keterwakilan perempuan
dalam lembaga legislatif, padahal telah ditetapkan 30% kuotanya
bagi perempuan. Sistem kuota ini dibangun sebagai netralitas
38
terhadap gender dalam arti untuk mengoreksi ruang keterwakilan
perempuan maupun laki-laki. Akan tetapi kenyataannya partai
politik berlomba-lomba mencari perempuan yang mau dimasukan
sebagai anggota calon legislatif walaupun bukan dari simpatisan
atau anggota partai, yang penting tujuan 30% terpenuhi. Sehingga
rekrutmen yang terjadi tidak didasarkan untuk mengangkat isu
perempuan kepermukaan tetapi lebih kepada kepentingan partai
politik semata.
1. Partai Politik
Penghambat keterlibatan perempuan dalam partai politik
menurut Syafiq Hasyim terdapat beberapa pendapat yang
berkembang (Kusumaningtyas 2004)
a. Pandangan konservatif yang menyatakan Islam sejak
kemunculannya
di
Mekah
dan
Madinah,
tidak
memperkenankan perempuan masuk dalam dunia politik.
b. Pandangan Liberal progresif, menyatakan islam sejak awal
telah memperkenankan
konsep keterlibatan perempuan
dalam dunia politik.
c. Pandangan apologetis, menyatakan ada wilaya politik
tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada wilaya
lainnya yang sama sekali tidak boleh dijamah perempuan.
Pandangan diatas menimbulkan adanya dua sikap pada partai
politik dengan basis islam tentang isu perempuan sebagai
berikut:
a. Partai islam modernis yang lebih medern dalam menafsirkan
status perempuan
yang mengeluarkan program tentang
persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam
hukum, sosial, ekonomi dan politik. sehingga perempuan
dapat bekerja di sektor publik, terlibat dalam kegiatan politik,
bahkan menjadi sebagai kepala Negara.
b. Partai Islam Fondamentalis cendrung menolak persamaan
laki-laki dan sensusperempuan dalam hukum, sosial dan
politik. Akibatnya perempuan tidak bebas untuk beraktivitas
diluar rumah karena harus dikawal oleh suami atau
muhrimnya. tidak boleh bekerja di sektor publik dan secara
tegas dilarang untuk menjadi kepala Negara.
selanjutnya menutut Hasym, isu keperempuanan di partai islam
sangat beragam, dimana pada satu sisi memang didasarkan
pada kebutuhan perempuan dan disisi lain isu-isu tersebut
hanya dijadikanaksesori politik untuk membujuk pemilih
perempuan sebagai jumlah terbesar di Indonesia untuk memilih
partai mereka.
2. Lembaga Plitik
Ketimpangan gender dalam representasi di lembaga politik di
Indonesia masih tejadi. Populasi perempuan di Indonesia
mencapai 51 % di sensus tahun 2000.tapi jumlah yang besar
tersebuttercermin dalam jumlah keberwakilan perempuan dalam
lembaga-lembaga pembuat/pengambil kebijakan politik di
Indonesia. (Soetjipto, 2005)
39
Perbandingan perempuan dan laki-laki
dalam lembaga politik formal
Lemba Ju
INDONESIA
SISTEM
SOSIAL
BUDAYA
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dengan semakin majunya zaman, seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih,
kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di
perhatikan keberadaanya,bahkan belakangan ini
banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh
pihak lain,
dan mungkin mereka lebih peduli daripada kita yang
memilikinya.Indonesia adalah Negara yang kaya,
subur dan seharusnya juga makmur. Tapi apa yang
terjadi?. Sedikit mengenai Sistem Sosial dan Budaya
di Indonesia, dalam kurun waktu yang singkat ini
banyak penyimpangan-penyimpangan dari Sistem
Sosial dan Budaya itu sendiri, bukan orang lain yang
lakukannya, dan anehnya itu dilakukan oleh kita
sendiri sebagai bangsa Indonesia yang seharusnya
menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut.
Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Negara
Indonesia akan hilang jatidirinya sebagai Negara
pancasila. Oleh karena itu, pentingnya kita
mengetahui tentang sistem sosial dan budaya
Indonesia menjadi pokok bahasan dalam
penyusunan makalah ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1
Agar mempermudah kita untuk lebih mengenal apa
itu Sistem Sosial dan Budaya khususnya di
Indonesia ini, maka penyusun membatasi bahasanbahasan yang akan dijelaskan, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem, Sistem Sosial,
Sistem Budaya, Sistem Sosial Budaya serta Sistem
Sosial dan Budaya Indonesia ?
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan
bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran
informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu setentitas
yang berinteraksi, di mana suatu model matematika
seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada dalam suatu
wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh
umum misalnya seperti negara. Negara merupakan
suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain
seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga
membentuk suatu negara dimana yang berperan
sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada
dinegara tersebut.
2
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam
percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi
maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk
banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga
maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang
paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan
benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
2.2.PENGERTIAN SISTEM SOSIAL
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM
SOSIAL.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu
perangkat peran sosial yang berinteraksi atau
kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma
dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya
ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti
yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem
sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku
sosial”.
3
2.3 PENGERTIAN SISTEM BUDAYA
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah
mentalitas. Mentalitas adalah kemampuan rohani
yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun
tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya.
Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap
tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di
sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja
dengan sistem nilai budaya (culture value system)
dan sikap (attitude).
Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya)
adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat.
Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan
bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya
merupakan bagian dari kebudayaan yang
memberikan arah serta dorongan pada perilaku
manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak,
tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu
konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak
dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat
yang bersangkutan. Itu lah sebabnya mengapa
konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit
diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada
perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya
tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam normanorma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma
dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada,
dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya
4
tersebut.
Konsep sikap bukanlah bagian dari kebudayaan.
Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang
individu untuk bereaksi terhadap seluruh
lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan
bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu
yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu
biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya
serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya
yang dianutnya. Namun demikian harus pula
dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikapsikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya
dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya
mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap
sekelompok warga masyarakat dengan bertolak
(hanya) dari asumsi yang umum saja.
2.4 PENGERTIAN SISTEM SOSIAL BUDAYA
Dari penjelasan di atas mengenai pengertian sistem,
sistem sosial dan sistem budaya dapat dinyatakan
secara sederhana dalam arti luas bahwa pengertian
Sistem Sosial Budaya yaitu suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial dan tata laku
manusia yang saling berkaitan dan masing-masing
unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama
satu sama lain saling mendukung untuk mencapai
tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.”
5
2.5 PENGERTIAN SISTEM SOSIAL DAN
BUDAYA INDONESIA
Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan
dari istilah soial dan budaya. Sosial dalam arti
masyarakat, budaya atau kebudayaan dalam arti
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Sosial budaya dalam arti luas mencakup
segala aspek kehidupan. Karena itu, atas dasar
landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem
sosial budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai
totalitas tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia
Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya,
rasa dan cipta didalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan pada pancasila
dan UUD 1945.
Degan demikian, sistem sosial budaya Indonesia
memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya
dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap
mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya
dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang
berdasarkan pancasila.
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk
pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang
terdiri atas:
A. Tata nilai
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
1. Nilai Agama
2. Nilai moral
6
3. Nilai vital
4. Nilai material ( raga)
B. Tata Sosial
Tata sosial indonesia harus berdasarkan :
1. UUD 1945
2. peraturan perundang-undangan lainnya
3. Budi pekerti yang luhur dan cita-cita moral rakyat
yang luhur
C. Tata laku ( Karya )
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan
Negara harus berpedoman pada ;
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan/kesopanan
3. Norma Adat istiadat
4. Norma Hukum setempat
5. Norma Hukum Negara
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu H .1990, Psikologi Sosial ( edisi
revisi ),rimeka cipta.
Garna, Judistira K. 1991. Beberapa Dasar Ilmu-Ilmu
Sosial, Bandung :
.1996. Sistem Budaya Indonesia, Bandung: program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words.
Cambridge :
Harvard University Press
7
Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities
(Komunitas-komunitas Terbayang).
(terj. Omi Intan Naomi) Yogyakarta: Inist.
PLURALISME
Pluralisme atau keanekaragaman pada
hakekatnya merujuk kepada pengelolaan
perbedaan yang dapat menimbulkan konflik
dan ketegangan apabila
terkait dengan
golongan-golongan
yang
memiliki
kepentingan yang berbeda.
Pluralisme
memang
terkait
dengan
berbagai
perbedaan
yang seharusnya bersipat
dinamis dan bukan statis, sehingga dapat
membawa peradapan dalam kehidupan
sosial suatu masyarakat. ia harus dapat
memisahkan atau mengiliminir unsur-unsur
yang dapat memecah belah
dan harus
menjadi
pelekat
bagi
elemen-elemen
pemersatu dengan meredam konflik secara
halus.
Pluralisme tidak boleh menjadi faktor
penyebab disintegrasi, melainkan harus
mengatasi berbagai perbedaan
dalam
8
kerangka sosio-kultural masyarakat. Konsep
pemersatu didalamnya
menjamin istilah
yang dikemukakan oleh Norcholis Madjid
yaitu harus membumi dan tidak diawangawang, artinya kemajemukan itu harus
dapat
mewujudkan
integrasi,
dimana
integrasi yang dilandasi pluralisme harus
mengesampingkan
premodialisme/pengelompokan,
untuk
sementara yang selalu menyimpan konflik.
oleh karenanya seluruh elemen masyarakat
harus
memiliki
political
will
untuk
mewujudkan integrasi nasional.
KONSEP PLURALITAS MASYARAKAT
Bagi banyak negara didunia pada saat ini
kemasyarakatan dianggap sangat penting
dan menarik
karena sipatnya yang
majemuk, pluralistik, yang sering merujuk
pada keragaman bahasa, agama, lapisan
sosial, kasta, ras serta kebudayaan suku
bangsa
yang terdapat di negara-negara
yang sedang berkembang
dan negaranegara yang telah maju.
Menurut Mutakin dan Pasyah 2001:
Koentjaraningrat 1988 menyatakan dari
seluruh anggota PBB yang berjumlah 157
9
Negara itu hanya sekitar 17 Negara yang
memiliki masyarakat yang beragam.
Terkait dengan masalah ketentraman dan
keamanan Nasional maka negara-negara
yang
multietnik
tentu
lebih
sulit
menjaganya daripada negara-negara yang
masyarakatnya homogen.
TIPE MASYARAKAT MULTI ETNIK
menurut Young (Koentjaraningrat 1988)
1. terdapat di sebagian besar negaranegara maju di eropa barat, dimana
penduduknya terdiri dari sejumlah suku
bangsa yang terdiri dari suku bangsa
yang dominan dan suku bangsa yang
minoritas. suku bangsa yang dominan
merupakan kebudayaan perkotaan yang
telah berusia ratusan tahun dan di eropa
timur suku bangsa yang dominan masih
mengandalkan sektor pertanian karena
masih dianggap sektor yang sangat
penting.
2. Ditemukan
dinegara-negara
yang
ditinggali oleh keturunan para imigran
yang berasal dari eropa yang menjadi
suku bangsa yang dominan sehingga
etnik pribumi di nomorduakan
dan
negara-negara ini ada yang ekonominya
10
lebih maju didunia seperti ,kanada,
australia dan Selandia Baru. selain itu ada
negara-negara yang tergolong kurang
berkembang ekonominya seperti negaranegara amerika latin dan aprika selatan.
3. Negara-negara
yang
wilayahnya
merupakan daerah asal dari bangsabangsa yang dipindahkan atau yang
berimigrasi ke Amerika atau eropa.
penduduknya pada umumnya keturunan
dari bangsa-bangsa yang dipindahkan
atau berimigrasi tadi, yang kemudian
dikembalikan ke daerah asalnya masingmasing oleh kekuatan-kekuatan politik
dari negara-negara maju di Amerika dan
Eropa. contohnya liberia di afrika barat
dan israel dimana bangsa-bangsa yang
dipulangkan menjadi golongan yang
berkuasa dan penduduk yang sudah ada
menjadi golongan minoritas.
4. Terdapat dinegara-negara asia dan afrika
yang memiliki peradaban kuno dan
kerajaan-kerajaan
tradisional,
serta
memiliki sejarah yang panjang. kerajaan
merupakan suku bangsa yang berkuasa
dalam masyarakat sedang suku bangsa
lain menjadi suku bangsa minoritas dan
hampir semua negara-negara tersebut
perna dijajah oleh negara-negara eropa
11
barat, dan kini tergolong negara dengan
ekonomi yang sedang berkembang seperti
malaysia, Maroko, Swazi, Kuwait, oman
dll dan ada pulah negaranya merdeka
setelah kerajaan di gulingkan
seperti
yang terjadi di Tunisia, Rwanda, vietnam,
Burundi, Mesir dan kamboja.
5. Negara-negara yang ada di asia dan
afrika yang sama dengan tipe keempat
akan tetapi pada tipe ini negara-negara
tersebut tidak perna di jajah oleh eropa
barat dan sistem kerajaannya digulingkan
oleh revolusioner seperti di Etiofia, Iran,
afghanistan dan Cina, atau sistem
kerajaan ini beruba menikuti kemajuan
jaman modern seperti yang terjadi di
muangthai.
6. terdapat di negara-negara yang mulamula terbertuk oleh sistem kolonial
dimana penduduk yang dominan adalah
penduduk yang dibawa oleh penjaja dari
daerah-daerah afrika dan asia untuk
dijadikan
pekerja
di
perkebunanperkebunan dan pertambangan yang
akhirnya kekuasaan jatuh ke tangan para
migran tadi. Kebudayaan nasional dari
negara ini adalah kebudayaan yang
berasal dari negara itu sebagai migran.
contohnya Guyana, Jamaika, Barbados,
12
Trinidat, dan Suriname di Amerika latin
dan singapura di asia tenggara.
7. terdapat dinegara-negara yang batas
wilayah yang ditentukan oleh sejarah
kolonialisme
dan suku bangsanya
disatukan oleh pengalaman yang sama
yaitu perna dijajah oleh salah satu bangsa
di neropa barat. semua suku bangsa
memilik kedudukan yang sama sebagai
negara yang perna dijajah. identitas
nasional, ideologi nasional, solidaritas
nasional
dan
kebudayaan
nasional
merupakan bagian yang penting dalam
pembangunan nasionalnya. contohnya :
Negeria, Zaire, Kamerun Kenya
dan
uganda di afrika sedang dia asia adalah
yordania dan Philipina.
8. Negara tipe ini adalah negara-negara
dengan batas wilayah ditentukan oleh
sejarah kolonialisme. susku-suku bangsa
yang tinggal didalamnya disatukan oleh
pengalaman yang sama yaitu perna dijaja
oleh suatu bangsa di eropa barat. semua
suku bangsa menganggap sama tinggi
kedudukan dan derajatnya
sehingga
pembentukan
identitas
nasional,
solidaritas nasional, ideologi nasionan
dan kebudayaan nasional merupakan
upaya dari pembangunan nasionalnya.
13
hanya saja bedanya pada negara-negara
tipe ketujuh adalah suku bangsa disini
memiliki peradapan yang sangat tua serta
memiliki
sejarah
kebudayaan
yang
panjang sehingga ada persamaan unsurunsur dan nilai-nilai kebudayaan yang
secara
esensial
sama
dengan
kebudayaan-kebudayaan dari tiap-tiap
suku bangsa yang ada. kadang-kadang
ada suatu bangsa nasional
yang
dipahami oleh sebagian besar warga dari
mayoritas
suku bangsa dari negara
bersangkutan. contoh dari tipe ini adalah
Tanzania, aljasair, Syria, Irak, Pakistan,
India, Sri langka, Indonesia. Dan di eropa
yaitu Czeskoslovakia dan Yogoslavia
sebagai
negara
yang
sedanga
berkembang dan Belgia dan Swiss yang
ekonominya telah maju.
Pluralisme
atau Kemajemukan suatu
masyarakat dapat dilihat dari dua sudut
pandang:
1.
Horizontal
yang dilihat dari
kenyataan yang menunjukan adanya
satuan-satuan
sosial
yang
keragamannya dicirikan oleh perbedaan
suku bangsa agama, adat istiadat atau
14
tradisi, serta unsur-unsur kedaerahan
lainnya.
2.
Vertikal
yang
umumnya
digambarkan dengan adanya stratifikasi
sosial, ekonomi, dan politik.
Menurut
pandangan
fungsionalisme
struktural, didalam masyarakat pluralitas
menganggap bahwa semua disfungsi,
semua
ketegangan,
dan
berbagai
penyimpangan
sosial
mengakibatkan
terjadinya perubahan sosial yang berupa
permasalahan
sosial
yang
semakin
kompleks, yang merupakan akibat dari
pengaruh faktor-faktor yang datang dari
luar. Pluralitas agama, ras, budaya, bahasa
dan adat istiadat
yang seharusnya merupakan
investasi
yang sangat berharga
terkait dengan
konsep integrasi
sering dianggap sebagai kendala
dalam
menyatukan
keinginan-keinginan
untuk
bersama.
SEKILAS
TENTANG
PERISTIWA KONFLIK
PERISTIWA-
Banyak
peristiwa
kerusuhan
yang
melibatkan masyarakat dalam sekala luas,
yang terjadi di berbagai daerah diindonesia.
Lihat saja peristiwa yang terjadi di aceh,
Kalimantan
barat(konflik
etnik
di
singkawang dan sambas, Kupang, maluku,
15
ambon, papua dan lain-lain dan konflik yang
tidak berlatar belakang agama atau etnik
seperti dijakarta akan mudah diakhiri karena
hal tersebut terjadi karena ketidak adilan
atau kesenjangan sosial maupun ekonomi,
contohnya kerusuhan mahasiswa menuntut
keadilan Pemerintah terhadap sesuatu hal.
Lain halnya kerusuhan atau konflik yang
berlatar belakang separatisme atau konflik
etnik yang kemudian berkembang antar
etnik dan agama ternyata akan lebih sulit
untuk terselesaikan dan masih berlangsung
sampai sekarang
seperti ambo, Aceh
merdeka, OPM di papua,
antar aliran
agama di madura, dan masih banyak yang
belum tertangani secara tuntas sampai
sekarang ini terutama konflik etnis dan
agama.
Berbagai persoalan yang menyangkut
kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang
kemudian justru berlanjut menjadi besar
karena dikaitkan dengan persoalan yang
sangat sensitif, yaitu masalah SARA
Namun ada juga upaya-upaya yang dikaikan
oleh daerah (propinsi) tertentu yang
16
berangkat
dari
persoalan-persoalan
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dimana
pemerintah pusat tidak aspiratif terhadap
keinginan daerah.
Munculnya
sikap
primodialistik
pada
kelompok-kelompok suku bangsa ketika
berinteraksi dapat terjadi karena beberapa
hal.
1.
adanya krisis kebudayaan
yang
bermula pada krisi moneter, kemudian
diikuti oleh krisis ekonomi merembet
kepada krisis politik dan akhirnya
menjadi krisis kepercayaan.
2.
adanya upaya pemerintah dalam
menyusun
rencana-rencana
dan
kebijakannya dan memosisikan sebagai
perumus semua rencana kebutuhan dan
seolah-olah mengetahui betul semua
kebutuhan rakyat, dengan alasan akan
memberikan nilai tambah bagi rakyat,
justru hal yang dirumuskan itu tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan
tidak
memperhitungkan
nilai
manfaat
yang
dirasakan
oleh
masyarakat luas. contohnya keputusan
UAN.
3.
Pemerintah
dalam
mengambil
kepeutusan
selalu
berperan
17
mengutamakan
pemaksaan
kehendaknya.
Akibatnya
pintu
konsensus
selalu
tertutup
dan
musyawara menjadi buntu. Meskipun
ada DPR dan DPD namun fungsinya
sering mandul karena lembaga tersebut
lebih
banyak
berpihak
kepada
pemerintah
dan
sering
lebih
memperhatikan kepentingan pribadi,
golongan atau partainya.
Dalam konteks ini, menurut Nasikun(1984)
bahwa manakala mekanesme konsensus
tidak berkembang dan pemerintah tidak
membuka saluran konsensus maka hal itu
akan
mengakibatkan
timbulnya
pemaksaan(koersif) terhadap upaya-upaya
integrasi
yang sangat rentan terhadap
timbulnya konflik sosial terbuka
dan
bersekala luas.
dan konflik merupakan
lahan untuk tumbuhnya sikap primodialistik
karena secara sosio kultural didalamnya
terdapat
benih-benih
persaingan
dan
perbedaan antar kelompok/golongan. walau
sisi negatif suatu pembangunan adalah
timbulnya suatu persaingan atau konflik
(Laurer 1989). Justru disinilah peran
pemerintah,
peran
negara
dalam
mengakomudasi
kepentingan
18
masyarakat/rakyat dan menjadi mediator
dalam
penyelesaian
konflik
dengan
mengedepankan upaya-upaya persuasif dan
menanamkan nilai-nilai kerukunan dan
kebersamaan tanpa dibarengi tindakantindakan koersif.
Barangkali yang perlu menjadi perhatian
adalah
suatu upaya integrasi sosial
(masyarakat)
kedalam
ikatan-ikatn
kultural yang lebih luas yang dapat
menunjang
pemerintahan
nasional.
(Geertz 1973)
Untuk meredam potensi meletupnya konflik
dan disintegrasi politik yang diakibatkan
oleh SARA (Amal dan Asnawi 1988) harus
dapat
menepis
perbedaan-perbedaan
pluralitas
masyarakat Indonesia
yang
merupakan cikal bakal timbulnya sentimen
primordial yang menghambat upaya-upaya
penyatuan dan kesatuan bangsa.
PENGALAMAN
INDONESIA
IMPIRIK
BANGSA
Dari pengalaman empirik bangsa indonesia
Pluralisme masyarakat bangasa indonesia
sebagai suatu realitas susio kultural dan
realitas sejarah harus dilihat sebagai
19
sesuatu yang seimbang, dalam arti semua
konsep, semua wacana, dan semua realitas
mengenai pluralitas suku-suku bangsa itu
ditempatkan pada tingkatan yang sederajat.
dihubungkan dengan sikap premodialistik
dan realitas majemuk bangsa indonesia
yang melekat pada masyarakat daerah dan
kebudayaan berbagai suku bangsa maka
sifat pluralitas dan sikap premodialistik
harus ditempatkan sebagai bagian dari
tradisi atau realitas yang harus diterima
eksestensinya, karena kenyataan ini adalah
merupakan
warisan
sejarah
bangsa
indonesia dimana aspek-aspek positif dari
tradisi tersebut harus dikelola secara tepat
dengan
mengesampingkan
unsur-unsur
yang
bersipat
destruktif/
pertentangansehingga
tradisi
daerah
dapat ditransformasikan menjadi tradisi
kebangsaan yang kuat demi mempertebal
rasa nasionalisme bangsa.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan
oleh NURCHOLIS MADJIDdalam media
indonesia Senin, 4 dan 5 September 2005
yaitu “ Keberagaman adalah keniscayaan
bagi
indonesia,
keberagaman
adalah
sesuatu
yang
indah,
keberagaman
merupakan
hak
azasi
manusia
dan
merupakan
karunia
Illahi.
Persatuan
20
amatlah
penting
untuk
membangun
Indonesia.
Kita
harus
menolak
citra
Indonesia
yang
militeristik,
yang
menghadapi perbedaan pandangan dengan
kekerasan dan merupakan kebencian.
Kami adalah benang-benang halus yang
merajut kembali Indonesia menyusup tak
terlihat, menisik harapan dibalik kebisingan
konflik dan hura-hura, Kami adalah benang
warna warni yang menenun persaudaraan,
menjalin keadilan dalam keberagaman.
Dalam usaha mengatasi persoalan konflik
diindonesia kita tidak bisa terlepas dari
PARADIKMA yang dapat diartikan sebagai:
1.
Kumpulan tata nilai yang membentuk
pola
pikir
seseorang
sehingga
mempengaruhi citra subyektif seseorang
mengenai
realita
dan
akhirnya
menentukan
bagaimana
seseorang
menanggapi realita tersebut.
2.
Sudut pandang
3.
Kaca mata pandang
4.
Tata nilai
5.
Tindakan.
Dimana tata nilai mempengaruhi pola pikir
dan pola pikir mempengaruhi citra subyektif
mengenai realita yang pada akhirnya akan
21
mempengaruhi tindakan yang merupakan
reaksi dari pola pikir dan citra subyektif.
Mulai dari tata nilai sampai ke tindakan
dibentuk oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
Keluarga
sosial budaya lokal
agama
pendidikan
politik
hukum
ekonomi
Jadi dapat disimpulkan bahwa ke 7 nilai
diatas akan saling berhubungan yang akan
mempengaruhi individu dan kelompok
dalam melakukan suatu tindakan untuk
menghindari atau mengatasi suatu konfik.
22
KONSEP
RELIGI
KEPERCAYAAN
DAN
SISTEM
Religi merupakan kesadaran akan adanya
hal-hal yang dianggap gaib, kemudian
menyebabkan sikap dan perasaan manusia
itu menjadi tunduk dan hormat.
Sedangkan Megi : yaitu manusia berupaya
memiliki kekuatan yang dianggap gaib
sehingga ia dapat menguasai
nasibnya
sendiri dan seluruh nasib orang lain.
asal mula religi menurut para ahli seperti
Taylor, Lang, Marett, Van Gennep, Durkhein
dan
lain-lain
yang
di
uraikan
Kontjaraningrat(1985) dapat dibagi :
1. Teori-teori
pendekatan
yang
atas
menggunakan
dasar
berbagai
23
keyakinan
keagamaan
atas
isi
ajaran
keagamaan yang bisa melalui :
a. eksestensi/keberadaan sesuatu yang gaib yang
bisa membuat organisme itu hidup dan bergerak
dan bisa mebuat organisme itu mati dan tidak
bergerak.
b. Melalui peristiwa mimpi
c. dan menurut Tylor dalam Kontjaraningrat(1981)
asal mula keyakinan/relidi tersebut melalui
evolusionistik yaitu:
1. animisme yang tertua
2. Kepercayaan kepada dewa-dewa yang kedua
3. kepercayaan kepada dewa tertinggi yang ke
tiga
4. adanya kepercayaan kepada tuhan yang
monothiestik/ satu-satunya yang merupakan
tingkat terakhir.
2. Teori yang mengemukakan pendekatan atau sikap
para penganut serta pengikut suatu religi yang
menyangkut hal-hal gaib. Dan menurut teori ini
semua sistem religi, kepercayaan dan agama di
dunia ini berpusat pada suatu konsep tentang halhal gaib.
3. Teori yang menggunakan pendekatan ritual dan
upacara-upacara keagamaan, yaitu teori yang
berangkat dari upacara dan ritual. Ada tiga
gagasan penting untuk membawa wawasan kita
mengenai azas-azas dari relegi dan agama yaitu:
a. Menurut Smith
didalam banyak agama
meskipun latar belakang keyakinan serta
doktrinnya berbeda, tetapi ritualnya tetap tidak
berubah.
b. Upacara religi memiliki fungsi sosial yaitu untuk
mengintensifkan
solidaritas
sosial.
Dan
motivasinya
bukan
untuk
berbakti
atau
menyembah tuhannya dan mendapat kepuasan
24
rohani, tetapi lebih merupakan kewajiban sosial
belaka.
c. adanya gagasan mengenai fungsi upacara sesaji
seperti menyajikan seekor binatang.
4. Teori
batas
akal
oleh
FRAZER(Kontjaraningrat(1981)
yaitu Manusia
dalam
memecahkan
berbagai
persoalan
menggunakan akal dan apabilah persoalan hidup
tidak bisa dipecahkan dengan akal maka
dipecahkan dengan menggunakan magec yaitu
menggunakan kekuatan-kekuatan gaib yang ada
didalam alam, sedang religi(religion) adalah
seluruh perbuatan manusia untuk mencari suatu
maksud tertentu dengan menyederhanakan diri
kepada mahluk-mahluk halus seperti kepada Ruh,
Dewa, Tuhan dan sebagainya.
KONSEP
ETNISITAS
MASYARAKAT INDONESIA
DALAM
KONTEKS
A.DEFINISI ETNISITAS
25
Pada dasarnya kelompok etnik mengacu pada
kelompok dengan kesamaan keturunan, sejarah dan
identitas budaya seperti kesamaan tradisi, nilai,
bahasa, pola perilaku secara nyata atau dibayangkan.
sedangkan menurut beberapa ahli mendefinisikan
etnisitas bukan hanya sekedar pengkategorian manusia
berdasarkan budaya namun lebih dari itu etnisitas
mengandung relasi kekuasaan dan mempunyai
peranan dalam struktur masyarakat. oleh karena itu
makna dari konsep etnisitas itu sendiri dapat dilihat
dari beberapa pandangan, seperti yang dikemukan oleh
LEO AGUSTINO dan sebagian besar kajian-kajian
tentang etnisitas:
1. Pandangan Primordialistis. yang cenderung
menganggap etnisitas adalah sesuatu yang
inheren dalam diri manusia atau dengan kata lain
ras(ciri-ciri biologis manusia) dan etnisitas memiliki
arti yang tumpang tindih. Bagi kaum primordialis,
perbedaan-perbedaan yang bersipat genitika
merupakan sumber bagi lahirnya benturanbenturan
kepentingan
etnis.
Dan
menurut
pandangan ini dimana banyak suku, agama atau
yang lainnya disitu pulah akan timbul pertikaian
hingga kekerasan diantara mereka yang berbeda.
Dan itu merupakan hal yang dianggap wajar.
2. Pandangan
Instrumentalis.
berpandangan
bahwa itnisitas sebagai alat yang digunakan oleh
individu atau kelompok untuk mengejar suatu
tujuan yang lebih besar yang biasanya dalam
bentuk materiil. Dalam konteks ini dianggap tidak
terlalu relevan kecuali digunakan atau diperalat
oleh elite politik yang ingin mencapai tujuan
tertentu. Pada saat seorang pemimpin-elitepolitik
memeriahkan slogan kesukuan maka para
anggota sukunya langsung merapatkan barisan
dan bergerak kearah yang diinginkan oleh
26
pemimpin tersebut. selama setiap orang mau
mengala
terhadap
keinginan/prefrence
yang
mereka kehendaki
maka selama itu pulah
kekerasan antar etnis dapat dihindari bahkan tidak
terjadi. Namun kenyataan menunjukan setiap
individu memiliki pilihan dan prioritas masingmasing. oleh karena itu, benturan atau konflik
individu dan atau antar kelompok mungkin terjadi
karena kelangkaan materi didunia (belum tentu
kepentingan individu sama dengan kepentingan
etniknya, konflik juga tidak berarti kekerasan dan
perbedaan etnis tidak serta merta menyebabkan
konflik terbuka apalagi kekerasan, ada variabelvariabel lain, seperti apakah suatu kelompok enik
dominan atau tidak, dan apaka menunjukan kelas
sosial mereka).
3.Pandangan Konstruktivis
dalam pandangan ini
kesukuan tidak bersipat kaku atau sedemikian
mudahnya diperalat oleh elite politik (seperti yang
diduga oleh instrumentalis). Melainkan kesukuan
dapat diolah sehingga membentuk suatu jaringan
(relasi) pergaulan sosial dan berbagai lapisan
pengalaman. Artinya etnisitas merupakan sumber
kekayaan hakiki yang dimiliki dunia ini untuk
saling mengenal dan dan memperkaya
budaya satu sama lain. Bagi pandangan ini
persamaan adalah anugerah dan perbedaan
adalah barokah (tidak selalu perbedaan kelompok
menimbulkan konflik terbuka yang menggunakan
kekerasan).
KESIMPULAN
Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan
bahwa keanggotaan seseorang dalam kelompok
etnisitas tertentu tidaklah serta-merta menjadi sama
dengan
kekeluargaan,
karena
etnisitas
lebih
mengarah pada identitas yang dipandang bukan
27
sebagai suatu kelompok yang memiliki aksi sosial
yang konkret. Atau dengan kata lain keanggotaan
seseorang dalam kelompok etnik tertentu tidak serta
merta membentuk suatu kelompok etnik yang
bersangkutan dan sebaliknya kelompok kepentingan
yang mengatasnamakan etnik tertentu tidak berarti
bahwa semua arang yang secara budaya bagian dari
etnik
tersebut
menjadi
anggota
kelompok.
Contohnya : ketika terjadi konflik antar suku Dayak
dan Madura di kalimantan tidak dapat secara
sederhana diartikan bahwa seluruh masyarakat
indonesia yang bersuku madura baik yang
dikalimantan maupun yang di madura mempunyai
konflik dengan seluruh masyarakat dayak di seluruk
indonesia.
anggota masyarakat indonesia yang
bersuku madura mempunyai konflik dengan seluru
masyarakat Dayak diseluruh indonesia
Keanggotaan seseorang dalam etnik tertentu hanya
memfasilitasi pembentukan kelompok secara politik.
Dan sebaliknya, komunitas politik dalam suatu
masyarakat cendrung menginspirasikan kepercayaan
akan kesamaan suku.
28
B.ETNISITAS DALAM KONTEK MASYARAKAT INDONESIA
Salah
satu
ciri
masyarakat
indonesia
adalah
masyarakat yang multi etnik, artinya masyarakat
indonesia gabungan dari beberapa kelompok etnik baik
suku maupun agama. Dan untuk kesukuan
suku
didominasi oleh jawa, sunda , lainnya, Melayu dan
bugis makasar. dan agama didominasi oleh Islam,
keristen, Hindu dan budha.
HUBUNGAN ANTAR ETNIS DI INDONESIA
Untuk melihat komposisi etnis
menggunakan tiga dimensi:
di
Indonesia
kita
bisa
1. Dimensi historis, dari dimensi ini kita bisa melihat mulai
dari penjajahan belanda, dimana peran penting kolonial
belanda menciptakan negara dengan sistem birokrasi, dan
model yang tepat untuk hubungan birokrasi pusat dan
daerah meskipun modelnya tidak begitu tepat untuk
negara-negara
kepulauan
seperti
Indonesia.
Dan
kesempatan yang diberikan kepada pribumi sangat kecil.
2. Deminsi struktural sosial etnis dilihat dengan mengaitkan
antara peran pemerintah dan negara dalam mengatur
hubungan antar etnis, oleh karena itu perubahan peta
politik dan kebijakan publik penting untuk dijadikan dasar
dalam melakukan analisis hubungan antar etnis di
indonesia supaya modernisasi yang terjadi dalam
masyarakat tidak menyurutkan identitas etnis dan
solideritas etnis tetap menjadi teman seperjuangan.
29
3. Deminsi intraksi kelompok, etnis dilihat dalam konteks
konflik sosial yang terdiri dari :
a. konflik komunal yaitu konflik etnis atau agama, antar
pribumi dan pendatang.
b. gerakan separatis yaitu antar kelompok etnis dengan
Negara atau kelompok etnis dominan.
Dan menurut Daniel Byman (2002)
4(empat) teori penyebab konflik :
setidaknya
ada
1. Delima keamanan kelompok etnik yaitu:
a. tidak ada suatu otoritas yang berkuasa untuk
menjamin keamanan suatu kelompok, misalnya suatu
kelompok memiliki rasa tidak percaya kepada
kelompok lain dari pengalaman masa lalu sehingga
dianggap musuh. Rasa tidak pecaya ini dapat
berkembang menjadi mobilisasi kekuatan untuk
mempertahankan diri jika pemerintah tidak dapat
mencega mobilisasi tersebut.
b. dalam kondisi pemerintahan yang lemah.
c. dimana pemerintah pusat adalah bagian dari konflik.
d. dalam situasi perubahan yang mendadak.
2. Perlindungan status yaitu konflik etnis muncul sebagai
konsekwensi atau hasil dari kekuatan kelompok
terhadap dominasi kelompok lain baik secara materiil
maupun budaya. Sehingga kelompok berperang
mempertahankan status karena merasa sebagai sub
dari kelompok lain.
3. ambisi hegemoni yaitu suatu kelompok yang berkuasa
tidak cukup puas dengan bertahannya nilai-nilai budaya
dan institusi mereka saja, tetapi mereka menginginkan
menjadi dominan. kelompok yang ingin berkuasa ini
sering
kali
menuntut
perlakuan
tertentu
dari
pemerintah seperti menjadikan bahasa menjadi bahasa
resmi, agama resmi dan lain-lain. contohnya ingin
mendirikan negara indonesia menjadi Negara Islam.
4. aspirasi kaum ilite yaitu adanya ambisi dari kelompok
ilite tertentu untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan dengan bemain pada isu-isu kekuatan,
kebencian dan ambisi kelompok etnik. contohnya
Gerakan G 30 s PKI.
30
keempat penyebab konfilik etnik ini sering kali saling
menguatkan secara keseluruhan dan sering menjadi
konflik yang palig berdara dan lama.
HUBUNGAN
NASIONAL
KEBERAGAMAN
ETNIK
DAN
ITEGRASI
Dalam masyarakat di asia tenggara setelah masa kolonial
menurut David Brown (2000) menyebutkan terdapat tiga pola
pembentukan identitas nasional yaitu:
1. Ethnocultural
Nasionalim
mencerminkan
bahwa
keseluruhan status dan keanggotaan dalam komunitas
bangsa hanya diberikan pada mereka yang memiliki
atribut etnik tertentu yang dianggap dominan. Dan
mereka yang dianggap mewarisi kelompok etnik yang
dominan yang mendapat setatus yang lebih tinggi.
(negara brunai)
2. Multicultural Nasionalism yaitu nasionalisme dibangun
berdasarkan perbedaan budaya masing-masing kelompok
pembentuknya.
dalam bentuk pemerintahan yang otoriter, Pemerintah
menciptakan institusi-institusi yang dapat melegitimasi
setiap identitas kelompok etnik yang berbeda-beda yang
dilakukan untuk memfasilitasi pemusatan kekuasaan elite
politik dan untuk melemahkan dan melibatkan elite
kelompok minoritas.
31
Dalam
bentuk
pemerintahan
yang
demokratik,
pemerintah
berusaha
mencerminkan
keberagaman
kelompok etnik dalam struktur institusional negara
sehingga distribusi kekuasaan dan sumber daya
dilaksanakan berdasarkan aritmatik etnik yang adil. Dan di
Indonesia hal ini perna terjadi pada pemerintahan
Abdurahman Wahid, dalam pembagian kekuasaan pada
pemerintahan lokal, terbentuknya otonomi papua dan
aceh, dan perhatian terhadap kelompok minoritas kristen,
hindu dan budha dimana hak-hak mereka akan
diperhatikan.
3. Civic Nasionalism Dalam masyarakat ini organisasi yang
terutama adalah Negar-Bangsa, Nasionalisme dibangun
tidak berdasarkan kesadaran-kesadaran etnisitas tapi
kepada nilai-nilai universal. setiap warga negara diberikan
status yang sama dan setara tanpa melihat atribut-atribut
etnik, dengan satu kondisi dimana mereka memberikan
loyalitas terhadap institusi publik di suatu komunitas
wilaya(negara).
Dalam pemerintahan demokratis
civic nasionalisme
menyukai otonomi terhadap masyarakat sipil yang plural
dan menuntut kesetaraan hak tiap warga negara yang
dilindungi oleh negara hukum dan institusi yang universal
dan tidak mengandung bias atribut-atribut etnik. Dan
yang di tonjolkan dalam civic nasionalime ini adalah
kebijakan publik.
GENDER
Latar belakang :
Semenjak lahir laki-laki dan perempuan sudah memiliki perbedaan secara
biologis, yang mengacu pada konsep jenis kelamin(sexes). Artinya Tuhan
memang menciptakan adanya perbedaan yang akan dibawa oleh individu
itu sampai meninggal. Dan ketentuan inilah yang sering disebut dengan
kodrat seperti pada perempuan pasti akan mengalami hait, memiliki
vagina, Payudara, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sedang laki-laki
memiliki penis, memiliki Skala dan memproduksi sperma.
Akan tetapi perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkembang dan
berlaku di masyarakat mengacu pada sistem sosial budaya yang
bersangkutan yang terus mengalami perkembangan. Yang berarti bahwa
32
ciri laki-laki dan perempuan yang diciptakan tidak abadi atau kekal karena
akan selalu ada perubahan dari masa ke masa, serta setiap kelas sosial
akan memiliki konstuksi yang berbeda antara ciri laki-laki dan perempuan.
Yang berkembang kemudian di masyarakat adalah sesuatu yang “kodrat”
dari perempuan merupakan hasil konstruksi mendidik anak, mengelolah
rumah tangga atau urusan domistik itu merupakan kodrat dari
perempuan. Akan tetapi pada kenyataan ada juga kaum lelaki yang
mengerjakan urusan domistik tersebut. Jadi jenis pekerjaan yang bisa
dipertukarkan dan tidak bersipat universal, yang sering disebut kodrat
perempuan
dalam hal mendidik anak
dan mengurus rumah
sesungguhnya adalah gender (Fakih, 1996)
Kesimpulan
ciri-ciri laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis mengacu pada
konsep kodrat (kodrat laki-laki dan perempuan) sedang ciri-ciri yang
diciptakan dan dikonstruksi oleh masyarakat mengacu pada konsep
gender. Yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Perbedaan jenis kelamin/Kodrat dan Gender
Jenis kelamin/kodrat
tidak dapat berubah
tidak dapat dipertukarkan
berlaku sepanjang masa
berlaku dimana saja
merupakan kodrat tuhan
ciptaan tuhan
Gender
1.
1. dapat berubah
2.
2. dapat dipertukarkan
3.
3. tergantung waktu
4.
4. tergantung
budaya
5.
masyarakat
6.
5. bukan kodrat tuhan
6. buatan manusia.
Sumber: Kantor menteri negara pemberdayaan perempuan RI 2001 .
Konsep gender menurut para ahli:
1. Robert Stoller (1968)
untuk memisahkan pencirian manusia
didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan
yang bersifat fisik biologis.
2. Ann Oakley (1972) Gender sebagai konstuksi sosial atau atribut
yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan
manusia(wulan 2001).
3. Mansour Fakih dalam bukunya Analisisi gender dan transformasi
sosial
menjelaskan gender merupakan sifat yang melekat pada
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
secara kultural (Fakih 1996)
4. Sudrajad (1999) Gender adalah kategori sosial (feminim dan
maskulin) yang tercermin dalam perilaku, keyakinan dan organisasi.
Kesimpulan
33
Jender merupakan konstruksi masyarakat sehingga seseorang dibentuk
oleh masyarakat dan budayanya semenjak ia dilahirkan, kemudian
muncul peran apa yang dianggap pantas dan tidak pantas untuk
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.
Hal tersebut menimbulkan
pemahaman bahwa perempuan berperan diwilayah domistik dan laki-laki
diwilayah publik, maka hubungan sosial yang terjadi tergantung dari
peran Gendernya masing-masing.
SOSIALISASI GENDER
Dimulai dari ideologi jender dilakukan melalui corong:
Keluarga Masyarakat
-orang tua, sdr/i -Pemuka masyarakat
-Kakek/Nenek
-Tradisi
-Paman/Bibi
-dongeng, mitos
-sepupu/kerabat -nilai setempat
-Pembantu RT
-Petata, ujaran
-kesenian Trad.
Agama
Tempat kerja
-dakwa
-Pimpinan
-Pemuka agama -sistem perusahaan
-ajaran agama
-peraturan
-interpretasi
-rekan kerja
-Trad. agama
-AD/ART
Sekolah
-sistem pendidikan
-staf pendidik
-Buku pelajaran
Negara
-Pejabat Negara
-Para birokrat
Yang akan menghasilkan Penanaman keyakinan tentang
- apa yang harus dan tidak harus
- apa yang pantas dan tidak pantas
- apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan
- apa yang baik dan buruk
- Peran yang baik dan buruk
- peran yang cocok dan tak cocok
- perilaku yang sesuai dan yang tidak sesuai
- apa saja yang boleh dan yang tidak boleh
- dan sebagainya.
Hal diatas merupakan proses internalisasi atas individu laki-laki dan
perempuan. (kantor Menteri Negara Pemberdayaan perempuan RI. 2001)
34
BENTUK-BENTUK
GENDER
KETIDAK
ADILAN
AKIBAT
1. MARJINALISASI/dipingirkan
a. Upah perempuan lebih kecil
b. ijin usaha perempuan harus diketahui ayah(jika masih lajang)
dan diketahui suami (jika sudah menikah)
c. permohonan keridit harus seijin suami
d. pembatasan kesempatan di bidang perkerjaan terhadap
perempuan.
e. kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta
perempuan
2. SUBORDINASI/tidak penting atau tidak memiliki kesempatan yang
sama.
a. perempuan sebagai teman kencan
b. Perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk
melanjutkan pendidikan
c. bagian waris perempuan lebih sedikit
d. rendahnya peran perempuan di bidang politik, jabatan, karier,
pendidikan dan lain-lain.
3. STEREOTIPE/pemberian cacap, julukan
a. perempuan sumur, dapur dan kasur
b. perempuan macak-macak manak
c. laki-laki tulang punggung keluarga
4. KEKERASAN (VIOLENCE)
a. eksploitasi terhadap perempuan
b. pelecehan seksual terhadap perempuan
c. perkosaan
d. Perempuan dan laki-laki menjadi obyek iklan
e. laki-laki diperkuda sebagai pencari nafka
f. laki-laki yang gagal dibidang karir dan seksual dilecehkan
g. laki-laki yang feminin dilecehkan
5. BEBAN KERJA GANDA
a. permpuan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bekerja
mencari nafkah
b. laki-laki sebagai pencari nafkah sekaligus menjadi pemimpin
keluarga
c. dan lain-lain.
(kantor Menteri Negara Pemberdayaan perempuan RI. 2001)
Kesimpulan : ketidak adilan gender merupakan sistem dan struktur
dimana baik laki-laki dan permpuan menjadi korban dari sestem tersebut
yang berbentuk marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan dan
beban kerja yang berlebihan dimana satu sama lain memiliki keterkaitan.
REALITAS GENDER DI INDONESIA
A. REALITAS GENDER DALAM SISTEM KELUARGA
1. Kepala Keluarga.
35
Dipegangnya jabatan kepala keluara oleh laki-laki ini tidak
hanya untuk memudahkan pencacahan jumlah kepala keluarga, tapi
juga bagi sebagian besar pelaksana program pembangunan merasa
telah melakukan tugasnya jika mereka telah berhubungan dengan
kepala keluarga yaitu laki-laki, karena dengan anggapan laki-lakilah
yang tahu segalanya tentang keluarganya. padahal dalam keluarga
ada subyek lain, yaitu perempuan yang mungkin saja menyebabkan
suatu perogram pembangunan tidak sampai pada sasarannya.
Posisi laki-laki sebagai kepala keluarga secara legal mendapat
pengesahan dari Penerintah dengan dikeluarkannya UU No. I tahun
1974 tentang perkawinan, pasal 31 dan 34 yang berbunyi “suami
adalah kepala keluarga dan instri adalah Ibu rumah tangga”
dan “ Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan
segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya, sementara istri wajib mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Dari UU diatas muncul pertanyaan bagaimana dengan rumah
tangga yang tidak ada laki-lakinya atau dikepalai oleh perempuan,
apaka keluarga itu tidak mempunyai kepala keluarga. Dan menurut
data statistik 1977, menyatakan tidak semua rumah tangga
dikepalai oleh laki-laki, dan dari 9 rumah tangga, 1 diantaranya
dikepalai oleh perempuan. berarti UU tersebut suda seharusnya
diperbaharui. Karena konsep kepala keluarga bukanlah berdasarkan
jenis kelamin tapi lebih mengacu kepada faktor individu yang
menanggung biaya hidup anggota keluarganya.
2. Perkawinan.
Dalam siklus hidup manusia, banyak yang beranggapan
bahwa perkawinan merupakan ujung dari siklus manusia, sehingga
manusia berusaha untuk memiliki perkawinan seideal mungkin.
Di Indonesia selain ada perkawinan yang permanen terdapat
juga perkawinan kontrak. Yang mengacu pada tafsir agama Islam
yang berasal dari bahasa arab yaitu kawin mut’ah, yang ditinjau
dari epestimologi memiliki pengertian antara lain kesenangan,
kenikmatan untuk memiliki status hukum dari sesuatu. Secara
hukum islam perkawinan mut’ah merupakan suatu kontrak antara
laki-laki dan perempuan yang tidak bersuami dimana diakhir
periode perkawinan dan uang mas kawin harus ditentukan, karena
jika tidak ditentukan maka kontrak dianggap tidak sah.
Dan
perkawinan kontrak ini tidak ada campur tangan dari pihak keluara
perempuan.
Dampak dari perkawinan perkawinan kontrak ini lebih banyak
dialami oleh perempuan, yang menimbulkan ketidakadilan gender.
(Kinasih, 2004)
Dari hasil
penelitian
yang dilakukan oleh Kinasih
2004terungkap bahwa ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan
oleh perempuan ketika sudah habis masa kawin kontraknya yaitu:
a. Kegiatan produktif, yang merupakan kegiatan untuk mencari
uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
36
b. Kegiatan reproduktif, berkaitan denan pemeliharaan dan
pengembangan sumber daya manusia dalam rumah tangga yang
secara langsung tidak menghasilkan uang seperti mengasuh
anak, mendidik anak, memasak, mencuci dan lain-lain.
c. Kegiatan sosial budaya, yang dilakukan oleh perempuan dalam
upayanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya dalam
kegiatan sosial budaya.
3. Perceraian
Perceraian ini diatur antara lain oleh UU. No. 1 tahun 1974
Tentang perkawinan, PP No. 9 1975 tentang pelaksanaan, UU. No. 1
tahun 1974, UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang
menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan
sidang peradilan setelah pengadilan yang bersangkutan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Kustini 2004). Namun
pada kenyataannya banyak sekali perceraian yang tidak berakhir
dipersiangan malahan dilakukan dibawah tangan.
Dan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustini
sebenarnya perceraian dibawa tangan itu telah memingirkan hak
perempuan atau dengan kata lain menimbulkan ketidakadilan
gender dalam bentuk marginalisasi atas hak perempuan yang
antara lain:
a. Terabaikannya hak perempuan dan anak.
b. Maraknya Poligami
c. Memudarnya
loyalitas
Masyarakat
terhadap
peraturan
perundangan
d. Rentannya ikatan suatu keluarga (sulit mempertahankan
keutuhan keluarga)
B. REALITAS GENDER DALAM SISTEM PENDIDIKAN
1. Bahan ajar
Bahan ajar yang dipakai di sekolah-sekolah masih banyak
mengandung bias gender
terutama pada ilustrasi yang
digunakan dalam menjelaskan suatu konsep tertentu terutama
pada Buku pelajaran SD. seperti contoh dibawah ini:
‘Ibu pergi kepasar Bapak pergi ke kantor’
‘Budi bermain bola dan Ani bermain Boneka’
‘Ani membantu Ibu di dapur dan Budi membantu Bapak di
kebun’
Kalimat-kalimat diatas merupakan contoh dari kalimat yang
ada di buku pelajaran dan terlihat bahwa telah terjadi proses
domestifikasi
peran
perempuan
yang
menggambarkan
perempuan sebagai manusia yang lemah.
2. Tingkat Pendidikan
Yaitu tidak memiliki tingkat pendidikan yang sama dan tidak
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat
pendidikan yang setinggi-tingginya. Dari data Susenas 2003
menunjukan penduduk perempuan usia 10 tahun keatas yang
tidak/belum sekolah jumlahnya 2 kali lipat penduduk laki-laki
(11,56 berbanding 5,43), sedangkan penduduk perempuan yang
37
buta aksara sekitar 12, 28% dibanding jumlah laki-laki 5, 48%
(Kompas 27 Juli 2005)
Penduduk usia 7-24 Tahun yang masih sekolah
menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok
umur
Tahun 2001
7-12
13-15
16-18
19-24
Laki-laki
Perempuan
12.663.627
4.940.218
3.286.462
1.369.545
11.931.928
4.753.432
2.980.305
1.125.056
Tahun 2002
7-12
13-15
16-18
19-24
12.966.014
4.830.169
3.247.320
1.331.430
12.047.483
4.631.099
2.966.034
1.149.234
sumber: BPS (Statistik indonesia 2002: 90) telah dimodifikasi SSBI Jurusan sosiolog UT, UI
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah
usia sekolah dari kelompok umur 7 s/d 24, dan yang paling
penting di soroti dari hubungannya dengan gender ini adalah
dari kelompok usia sekolah dasar (7-12) sampai dengan
pendidikan tinggi (19-24) ternyata jumlah laki-laki masih lebih
banyak dibanding jumlah perempuan. Fenomena ini merupakan
cerminan masih berkuasanya budaya patriarki, dimana laki-laki
lebih dipentingkan dibanding perempuan, Kalaupun perempuan
juga memperoleh kesempatan untuk bersekolah tapi pada
tingkat pendidikan tertentu saja.
C. REALITAS GENDER DALAM SISTEM POLITIK
Kehidupan Politik di Indonesia pada umumnya lebih dilihat dari
kaca mata laki-laki, sehingga perspektif gender perlu untuk masuk
kedalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan Pemerintah,
yang akan menciptakan suatu hubungan atar sesama manusia yang
lebih baru, lebih adil dan saling menghargai.
Dan politik merupakan alat sosial yang paling memungkinkan bagi
terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan
rakyat mengelola dirinya sendiri melalui berbagai aksi bersama,
diskusi, sharing dalam prinsip kesetaraan dan keadilan.
Politik
merupakan salah satu sarana yang dapat mendorong perempuan
untuk mencurahkan semua kecemasannya (wijaksana 2004) dalam SSBI
UT dan UI
Fakta yang ada di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu hasil
pemilu menunjukan masih rendahnya keterwakilan perempuan
dalam lembaga legislatif, padahal telah ditetapkan 30% kuotanya
bagi perempuan. Sistem kuota ini dibangun sebagai netralitas
38
terhadap gender dalam arti untuk mengoreksi ruang keterwakilan
perempuan maupun laki-laki. Akan tetapi kenyataannya partai
politik berlomba-lomba mencari perempuan yang mau dimasukan
sebagai anggota calon legislatif walaupun bukan dari simpatisan
atau anggota partai, yang penting tujuan 30% terpenuhi. Sehingga
rekrutmen yang terjadi tidak didasarkan untuk mengangkat isu
perempuan kepermukaan tetapi lebih kepada kepentingan partai
politik semata.
1. Partai Politik
Penghambat keterlibatan perempuan dalam partai politik
menurut Syafiq Hasyim terdapat beberapa pendapat yang
berkembang (Kusumaningtyas 2004)
a. Pandangan konservatif yang menyatakan Islam sejak
kemunculannya
di
Mekah
dan
Madinah,
tidak
memperkenankan perempuan masuk dalam dunia politik.
b. Pandangan Liberal progresif, menyatakan islam sejak awal
telah memperkenankan
konsep keterlibatan perempuan
dalam dunia politik.
c. Pandangan apologetis, menyatakan ada wilaya politik
tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada wilaya
lainnya yang sama sekali tidak boleh dijamah perempuan.
Pandangan diatas menimbulkan adanya dua sikap pada partai
politik dengan basis islam tentang isu perempuan sebagai
berikut:
a. Partai islam modernis yang lebih medern dalam menafsirkan
status perempuan
yang mengeluarkan program tentang
persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam
hukum, sosial, ekonomi dan politik. sehingga perempuan
dapat bekerja di sektor publik, terlibat dalam kegiatan politik,
bahkan menjadi sebagai kepala Negara.
b. Partai Islam Fondamentalis cendrung menolak persamaan
laki-laki dan sensusperempuan dalam hukum, sosial dan
politik. Akibatnya perempuan tidak bebas untuk beraktivitas
diluar rumah karena harus dikawal oleh suami atau
muhrimnya. tidak boleh bekerja di sektor publik dan secara
tegas dilarang untuk menjadi kepala Negara.
selanjutnya menutut Hasym, isu keperempuanan di partai islam
sangat beragam, dimana pada satu sisi memang didasarkan
pada kebutuhan perempuan dan disisi lain isu-isu tersebut
hanya dijadikanaksesori politik untuk membujuk pemilih
perempuan sebagai jumlah terbesar di Indonesia untuk memilih
partai mereka.
2. Lembaga Plitik
Ketimpangan gender dalam representasi di lembaga politik di
Indonesia masih tejadi. Populasi perempuan di Indonesia
mencapai 51 % di sensus tahun 2000.tapi jumlah yang besar
tersebuttercermin dalam jumlah keberwakilan perempuan dalam
lembaga-lembaga pembuat/pengambil kebijakan politik di
Indonesia. (Soetjipto, 2005)
39
Perbandingan perempuan dan laki-laki
dalam lembaga politik formal
Lemba Ju