Perbedaan lintas budaya dalam manajemen

Perbedaan lintas-budaya dalam manajemen
Tagreed Issa Kawar
Princess Sumaya University untuk tehnologi
P.O. Box 1438 Al Jubaiha 11941
Amman – Jordan
Intisari
Penelitian ini bertujuan pada perbedaan lintas budaya dalam manajemen. Ada
bidang dalam manajemen dimana perbedaan mengarah pada sikap, perilaku,
fungsi, masalah komunikasi dan dampak budaya dapat dilihat. Perbedaan lintas
budaya berasal dari perbedaan latar belakang setiap budaya. Variasi budaya
mungkin disaksikan dalam tempat kerja, dan ada factor lain diperkenalkan seperti
mencapai target penjualan, deadline rapat, bekerja dalam anggaran yang ketat,
yang mungkin menyebabkan konflik. Disebabkan perbedaan dalam budaya,
mungkin ada kesalahpahaman diantara orang yang bekerja dalam organisasi yang
sama berkaitan dengan perbedaan nilai mereka, kepercayaan, latar belakang, dan
lain-lain. Untuk manajemen yang sukses, seseorang harus mampu bekerja orang
dari latar belakang budaya berbeda tidak masalah apa orientasi budaya mereka.
Suatu bukti dalam masalah ini adalah manajemen yang berhasil dari kebanyakan
perusahaan barat dalam bagian berbeda dunia seperti timur tengah dan mereka
menghasilkan manajemen yang baik.
Kata kunci: perbedaan lintas budaya, manajemen, budaya.

1.
Pengantar
Untuk memulai dengan, harus ada definisi yang baik dari pernyataan “budaya”
yang dapat didefinisikan sebagai nilai yang diwariskan, konsep dan cara hidup
bersama seseorang dari kelompok social yang sama. Untuk membuat definisi
lebih jelas, budaya dibagi ke dalam dua jenis: pertama adalah budaya umum
dimana budaya bersama dari semua manusia yang tinggal dalam planet ini. Kedua
adalah budaya local yang mengacu pada symbol dan skema dibagi bersama
dengan kelompok social khusus.
Seperti yang telah diketahui, dunia menjadi sekarang ini suatu desa global, dalam
perhatian tersebut pencapaian tehnologi dari waktu modern ini telah membawa
seseorang saling dekat satu sama lain. Hal ini juga dimaksudkan bahwa orang dari
bagian berbeda dunia dan dengan perbedaan latar belakang budaya bekerja dan
berkomunikasi bersama-sama. Kenyataan ini adalah cara yang menarik, tetapi
berhadapan dengan orang dari budaya berbeda membutuhkan pengetahuai
keanekaragaman budaya: contoh, cara kita berhadapan dengan budaya, apa yang
kita sebut dan apa yang akan hindari untuk dikatakan, bagaimana berkomunikasi
dan sadar dari tabu budaya sebab apa yang diterima dalam satu budaya mungkin
tidak diterima dalam budaya lain. Apa yang diterapkan untuk organisasi butuh
berhadapan masalah tertentu seperti memotivasi pekerja, menstrukturkan

kebijakan dan mengembangkan strategi. Dalam kasus ini, harus ada jenis
pemahaman keanekaragaman budaya dalam rangka menerapkan masalah yang
disebutkan di atas, di tempat kerja.
Untuk memberikan definisi luas dari kata budaya, kata memiliki dua makna.
Makna pertama “peradaban” yang membawa seni dan keahlian, pendidikan dan
tata cara. Sementara makna kedua mengacu pada cara orang berpikir, merasa, dan

bertindak sesuai dengan nilai dan norma dominant dalam masyarakat mereka.
Menurut Hofstede Geert, budaya didefinisikan sebagai “program kolektif dari
pembedaan pemikiran anggota satu kelompok atau kategori orang dari kelompok
lain”. Dalam kata yang sederhana, budaya mengacu pada nilai yang diketahui
untuk kelompok suku tertentu dari latar belakang social yang sama.
Sebagian besar dari satu budaya diperoleh selama masa kanak-kanak, sebelum
pubertas. Manusia pada usia awal memiliki kemampuan untuk menyerap norma
budaya dari budaya sekitar mereka, dari orangtua, saudara kandung, teman
sepermainan, … dan lain-lain. Karena itu, budaya membantu seseorang untuk
berfungsi secara pelan dalam masyarakat khusus. Ada level tertentu dimana
budaya dapat bekerja:
1.1. Level nasional: ini dikenal bahwa budaya budaya nasional berbeda pada
level nilai bawah sadar yang diperoleh selama masa kanak-kanak dan

budaya nasional ini seimbang, perubahan setelah itu yang terjadi adalah
terapan dimana mendasari nilai yang dibiarkan tidak tersentuh.
1.2. Level organisasi: budaya organisasi berbeda pada level terapan yang dapat
dijelaskan secara dangkal dan mereka untuk beberapa tingkat yang dapat
dikelola. Budaya organisasi ini berbeda dari satu perusahaan ke
perusahaan lain dalam Negara yang sama.
1.3. Level jabatan: jenis budaya ini berasal antara budaya nasional dan
organisasi; memperoleh suatu jabatan seperti mengajar membutuhkan
nilai social yang diperoleh bersamaan dengan praktek organisasi.
1.4. Level gender: perbedaan gender diakui dalam budaya yang sama, ada
yang disebut budaya lelaki yang berbeda dari budaya wanita. Secara
teknis, lelaki dan wanita memiliki kemampuan untuk menunjukkan tugas
yang sama pada tempat kerja, tetapi mereka memiliki perbedaan ketika
kedua menjawab symbol yang digunakan dalam masyarakat. Perbedaan
antara lelaki dan wanita sangat bergantung pada budaya nasional dari
suatu Negara.
2.
Perbedaan lintas budaya dalam perusahaan multi nasional
Geert Hofstede adalah ahli sosiologi yang mempelajari pekerja yang bekerja di
suatu perusahaan multi nasional (Reynold dan Valentine, 2011). Dia menjelaskan

empat cara yang dapat membantu dalam menganalisa dan memahami budaya lain
sebagai berikut:
2.1. Individualisme vs. Kolektivisme: dalam beberapa budaya, individual
ditekankan sementara kolektivisme kelompok lebih ditekankan.
2.2. Jarak kekuasaan: budaya yang percaya bahwa kekuasaan organisasi harus
didistribusikan secara tidak seimbang.
2.3. Mengindari ketidakpastian: Hofstede menemukan bahwa beberapa budaya
cenderung menerima perubahan sebagai suatu tantangan sementara
budaya lain tidak.
2.4. Maskulinitas vs. Feminitas: Hofstede sendiri cenderung menolak istilah
“maskulin” dan “feminine”. Dua istilah ini harus dilupakan dalam rangka
menilai masalah lain yang lebih penting untuk organisasi seperti prestasi
dan ketegasan.

Sejak budaya mungkin didefinisikan sebagai “nilai yang diwariskan, konsep dan
cara hidup yang dibagi bersama dengan orang dari kelompok social yang sama”.
Budaya tidak dimiliki oleh kelas social tertentu; kenyataan setiap dan tiap-tiap
orang tidak hanya memiliki satu budaya tetapi budaya yang menyebabkan
kompleksitas dari istilah. Budaya dapat didefinisikan sebagai “dinamis” dalam
perhatian dimana budaya berubah dari waktu ke waktu, perubahan ini dalam

budaya mungkin mengarah pada konflik.
Dalam rangka memahami dengan baik budaya, harus ada pemahaman konflik
yang mungkin muncul berkaitan dengan perbedaan antara budaya. Menurut
Avruch (1998), yang menulis tulisan dalam konflik lintas budaya, dia
mendefinisikan konflik sebagai berikut:
“Suatu kompetisi oleh kelompok atau individu di atas tujuan yang
bertentangan, sumberdaya langka atau sumberdaya kekuasaan
dibutuhkan untuk memperolehnya. Kompetisi ini juga ditentukan oleh
persepsi individu dari tujuan, sumberdaya, dan kekuasaan dan persepsi
tersebut mungkin sangat berbeda diantara individu. Salah satu persepsi
dominant adalah budaya, secara social diwariskan, dibagi bersama dan
mempelajari cara hidup yang dimiliki oleh individu dalam kebaikan
keanggotaan mereka dalam kelompok social”.
Untuk memberikan suatu definisi kata konflik, konflik adalah cirri yang dapat
ditemukan dalam suatu masyarakat manusia dan mungkin terjadi sebagai suatu
hasil jenis interaksi social. Konflik yang mungkin berlangsung antara budaya
mungkin menghadapi masalh kesalahan komunikasi antara budaya dan
kesalahpahaman. Masalah tersebut akan menyebabkan suatu peningkatan konflik.
Selain itu, budaya mungkin bekerja sebagai suatu hubungan antara apa yang kita
sebut “identitas suatu individu” terhadap “identitas kolektif”. Dalam rangkan

memahami kompleksitas konflik, konflik harus dipikirkan bahwa konflik bukan
persoalan seseorang yang ingin memenangkan semuanya, sehingga konflik
melibatkan baik kompetisi dan kerjasama yang dicampur bersama-sama (Avruch,
1998).
Dalam rangka mendekatkan ruang lingkup penelitian ini, konflik yang mungkin
terjadi antara individu dari latar belakang budaya berbeda dapat dipertimbangkan
suatu “konflik lintas budaya”. Konflik mungkin terjadi dalam kelompok social
yang sama menurut criteria berbeda: seperti keluarga, bahasa, agama, kesukuan,
nasionalitas, cirri sosioekonomi, pendidikan, jabatan. Dengan demikian, suatu
masyarakat membuat berbagai “sub budaya” dengan kebaikan anggota suatu
masyarakat “multi budaya”.
3.
Manajemen lintas budaya
Menurut Nancy Adler (2008) dia memberikan definisi yang baik dari manajemen
lintas budaya:
“Manajemen lintas budaya menjelaskan perilaku seseorang dalam
organisasi di seluruh dunia dan menunjukkan pada semua orang
bagaimana bekerja dalam organisasi dengan pekerja dan populasi klien
dari banyak budaya berbeda”.


Kepentingan manajemen lintas budaya terletak dalam pertumbuhan kerjasama
antara perusahaan dalam Negara berbeda dimana kesulitan mungkin muncul sebab
latar belakang budaya berbeda.
Salah satu peneliti terkenal di bidang budaya dan manajemen adalah Geert
Hofstede (1980). Karena itu, pekerjaan Hofstede sangat memerlukan suatu studi
dalam budaya dan manajemen. Dia mengembangkan apa yang disebut
“pendekatan dimensional untuk perbandingan lintas budaya”.
Seperti dunia menyaksikan “globalisasi” hari ini, semakin banyak perusahaan
berjalan dalam tempat berbeda di seluruh dunia. Hal ini akan menghasilkan lebih
banyak aktivitas di seluruh dunia yang dihasilkan dalam komunikasi lintas
budaya. Budaya adalah sesuatu dimana manusia belajar dan sebagai suatu hasil.
Pembelajaran membutuhkan komunikasi dan komunikasi adalah suatu cara
memberi kode dan mengkodekan bahasa seperti halnya symbol yang digunakan
dalam bahasa tersebut. Contoh, manusia berkomunikasi melalui banyak maksud
lain daripada bahasa seperti ekspresi wajah, isyarat, bahasa tubuh, postur, dan
lain-lain.
Dengan kata lain, budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, jika salah satu
ditunjukkan untuk budaya tertentu, kemudian komunikasi menjadi keharusan.
Pertama untuk memperkenalkan istilah “komunikasi antar budaya” adalah Edward
T. Hall dimana dia mendefinisikan sebagai “komunikasi antara dua orang dari

budaya berbeda”. Istilah “komunikasi bisnis antara budaya” adalah istilah baru di
dunia bisnis yang mungkin didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung
dalam bisnis dimana ada pekerja dari latar belakang budaya berbeda. Dengan kata
lain, ada istilah lain dimana “komunikasi internasional” yang dimaksudkan
komunikasi yang berlangsung antara Negara dan pemerintah daripada individual
(Chaney dan Martin, 2011). Karena itu, pengetahuan yang baik dari komunikasi
antara budaya seperti halnya komunikasi bisnis internasional sepenuhnya penting
untuk memberikan individu kesempatan untuk bersaing secara internasional.
4.
Kecerdasan budaya
Dalam rangkan hidup dalam budaya khusus, individu diandaikan menyesuaikan
dengan perbedaan dalam budaya. Menurut Peterson (2004), kecerdasan budaya
adalah kemampuan untuk menunjukkan perilaku tertentu, termasuk keterampilan
dan kualitas, yang secara budaya ditunjukkan untuk sikap dan nilai lain.
Kecerdasan budaya mencakup bidang lain (Chaney dan Martin, 2011) seperti:
4.1. Kecerdasan linguistic: kecerdasan ini membantu belajar tentang bahasa asli
konsumen dan menggunakan bahasa Inggris bisnis internasional dapat
meningkatkan efektifitas ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain.
4.2. Kecerdasan spasial: Kecerdasan ini melibatkan ruang yang digunakan selama
rapat dan perkenalan.

4.3. Kecerdasan antar personal: Kecerdasan ini melibatkan kesadaran salah satu
gaya budaya yang d imiliki dalam rangka membuat penyesuaian untuk rekan kerja
internasional.
4.4. Kecerdasan antar personal: Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk
memahami orang lain dan motivasi mereka.
Dalam kata-kata sederhana, ketika berhadapan dengan orang dari budaya lain,
seseorang mungkin mengetahui sesuatu tentang bahasa mereka, ruang untuk

menggunakan sementara berhadapan dengan orang, kesadaran tentang budaya
anda dan bagaimana menerapkan salah satu perilaku budaya dengan budaya lain
tersebut.
5.
Pengaruh nilai budaya dalam manajemen
Nilai budaya memiliki pengaruh yang dapat dipertimbangkan dalam cara manajer
menjalankan suatu organisasi. Gambar berikut menyajikan perbedaan dimana
manajer mungkin dialami ketika mengelola bisnis di level internasional.

Gambar 1 Model budaya
Sumber: disesuaikan dari melakukan bisnis secara internasional, buku kerja
partisipan: 2.3.

5.1. Fokus waktu (Monokronik/ polikronik)
Waktu dianggap berbeda dalam setiap budaya menurut tradisinya, sejarah, dan
lain-lain. Menurut Hall dan Hall (1990), dua penulis membedakan dua jenis
system waktu: monokronik dan polikronik. Dalam budaya dimana system waktu
monokronik yang diikuti, waktu digunakan dalam cara linier dimana orang
menunjukkan satu aktivitas pada suatu waktu menurut jadwat pra pengaturan.
Selain itu, focus mereka dalam informasi daripada dalam orang. Dengan kata lain,
dalam budaya dimana system waktu polikronik digunakan orang focus pada lebih
dari satu waktu dan sedikit bergantung pada informasi detail, dan jadwal terbuka
untuk perubahan. Juga, orang mengambil prioritas dari jadwal.
5.2. Orientasi waktu (masa lalu, sekarang dan masa depan)
Budaya berbeda memperhatikan persepsi orientasi waktu mereka. Contoh, budaya
memperhatikan tentang masa lalu dimana nilai tradisi masa lalu dalam budaya
mereka. Rencana mereka focus pada apakah mereka bersamaan dengan sejarah
dan tradisi perusahaan. Sementara budaya memperhatikan tentang masa lalu yang
menarik dalam keuntungan jangka pendek. Masa depan focus pada perusahaan
yang memperhatikan tentang keuntungan/ manfaat jangka panjang. Penekanan
dalam orientasi budaya mengarah pada masa lalu yang dibuat oleh Hall dan Hall
(1990), dimana Negara seperti timur jauh, India dan Iran lekat pada masa lalu.
Dengan kata lain, budaya Amerika Serikat urban berorientasi pada masa kini dan

masa depan jangka pendek dan budaya Amerika Latin berorientasi pada keduanya
masa lalu dan masa kini. Hasilnya, perusahaan orientasi masa lalu menekankan
tradisi dan membangun rencana jangka panjangnya. Sementara perusahaan
orientasi pada masa depan menekankan rencana dan hasil jangka panjang.

5.3. Kekuasaan (hirarki dan kesamaan)
Di tempat kerja, level kekuasaan ditekankan dalam budaya yang berorientasi
pada hirarki. Pekerja mengimplementasikan arahan manajer mereka dan peran
manajer untuk mengambil keputusan dan mendistribusikan pekerjaan untuk
pekerja. Dalam beberapa budaya, ketidaksamaan diterima dan tidak ada yang
mencoba merubah situasi. Sementara budaya lain, ketidaksamaan menjadi sesuatu
yang tidak menyenangkan dan karena itu ketidaksamaan membutuhkan reformasi.
Budaya berorientasi pada kesamaan tidak mempertimbangkan hirarki meskipun
kesamaan ada dalam rangka memudahkan hubungan dalam organisasi. Hasilnya
manajer terlibat dalam pekerjaan itu sendiri daripada orang yang memilik peran
diberikan arahan. Juga, manajer bukan satu-satunya yang mengambil keputusan
pada perusahaan mereka sendiri; pengambilan keputusan dilakukan pada level
semua pekerja terlibat dalam masalah.
5.4. Persaingan (Kompetisi)
Manajemen mungkin mendorong kompetisi dalam suatu organisasi, terutama
dimana lingkungan “pasar bebas” (Browaeys dan Price, 2008). Dalam beberapa
organisasi, kompetisi diantara pekerja didorong dalam rangka membuat pekerja
lebih bertanggung jawab dan lebih kreatif.
Ketika kompetisi dinilai dalam suatu organisasi, kemudian focus pada
kesejahteraan, kinerja dan ambisi. Sementara dalam budaya lain, kepuasan kerja
adalah focus dimana kompetisi tidak dinilai sebanyak pekerjaan dalam lingkungan
yang baik.
5.5. Aktivitas (tindakan: dilakukan atau sedang dilakukan)
beberapa perusahaan mempertimbangkan “budaya melakukan) dimana focus
dalam mengembangkan tindakan kerangka waktu, yang dapat diukur. Dalam
“budaya sedang melakukan” menekankan pengambilan visi perusahaan berusaha
untuk mencapai.
5.6. Ruang (Pribadi atau public)
Budaya berbeda dalam persepsi ruang mereka, apakah beberapa budaya
dipertimbangkan sebagai pribadi, budaya mungkin dipertimbangkan sebagai
ruang public oleh budaya lain. Juga ada yang disebut “zona personal”; budaya
berbeda ketika budaya didekati selama percakapan. Dalam kasus zona personal ini
dicampur, hal ini akan menyebabkan tidak sesuai. Dalam beberapa budaya,
beberapa masalah personal dan keluarga dibahas secara terbuka, sementara dalam
budaya lain dimana privasi adalah kepentingan tinggi harus ada formalitas tinggi
dalam percakapan dimana focus terletak pada bisnis daripada masalah personal.
5.7. Komunikasi (kontek tinggi atau kontek rendah)
Menurut Hall dan Hall (1990), mereka mendefinisikan konsep “kontek” dimana
lingkungan sekitar dimana komunikasi terjadi. Mereka juga membuat perbedaan
antara kontek tinggi dan kontek rendah sebagai berikut:
“Komunikasi atau pesan Kontek Tinggi (KT) adalah salah satu dimana
sebagian besar informasi sudah dalam seseorang, sementara sangat
sedikit
dalam kode, eksplisitm bagian yang dikirim dari pesan.
Komunikasi Kontek Rendah (KR) kebalikannya saja; Misal, massa
informasi ditetapkan dalam kode eksplisit.

Contoh, Jepang dipertimbangkan sebagai suatu Negara yang memiliki kontek
tinggi sebab informasi implicit dalam teks sementara Amerika Serikat
dipertimbangkan sebagai Negara kontek rendah sebab informasi diberikan secara
jelas.
5.8. Struktur (individualisme atau kolektivisme)
Istilah “struktur” mengacu pada stuktur organisasi dalam bisnis. Individualisme
mengacu pada budaya yang focus pada individu daripada kelompok. Dalam kasus
ini individu diandaikan untuk lebih percaya diri dan memiliki sedikit kebutuhan
beristirahat untuk kelompok dan tidak ada perbedaan antara di dalam kelompok
dan di luar kelompok. Kolektivisme mengacu pada berbagi nilai bersama
kelompok dimana kepentingan kelompok melebihi kepentingan individu.
Individualisme dan kolektivisme adalah dua konsep bertentangan.
Hofstede dan Hofstede (2005) mempelajari individualisme dan kolektivisme
dalam Negara berbeda. Hasilnya adalah Amerika Serikat ada di ranking pertama
dalam individualisme dimana orang tua membawa anak-anak mereka pada
kepercayaan diri. Anak-anak Amerika menunjukkan opini dan ide mereka: mereka
bertanggung jawab untuk pilihan mereka ketika belajar di perguruan tinggi seperti
halnya pilihan pekerjaan.
Dalam budaya lain, seperti Jepang, penekanan ditempatkan pada pendekatan
kelompok daripada dalam pendekatan individual untuk semua aspek kehidupan.
Cina dan Malaysia juga menilai pendekatan kelompok dan keluarga (Chaney dan
Martin, 2011). Dari sudut pandang personal, budaya yang menilai individualisme
akan memiliki manajer yang lebih merdeka dan pekerja yang menunjukkan
tanggung jawab pada tugas mereka harus menunjukkan kreatifitas. Dengan kata
lain, dalam budaya yang menilai manajer kolektivisme dan pekerja dalam
manajemen atas cenderung mendelegasikan otoritas kepada pekerja lain. Hal ini
mungkin menghasilkan beberapa masalah dalam organisasi dimana tugas diambil
oleh orang lain.
Table berikut menunjukkan perbedaan antara “budaya individualisme” dan
“budaya kolektivisme”.
Budaya individualisme
Budaya kolektivisme
1. Berorientasi pada transaksi
1. Berorientasi pada hubungan
(focus pada hasil)
(focus pada proses)
2. Keuntungan jangkan pendek
2. Pertumbuhan jangka panjang
3. Menekannkan
pada
isi
3. Menekankan
pada
kontek
(kenyataan,
angka,
rasio,
(pengalaman, intuisi, hubungan)
statistic)
4. Kebebasan
4. Kebebasan
5. Kolaboratif
5. Kompetitif, diarahkan pada
6. Tidak langsung, komunikasi
keputusan
tidak langsung
6. Langsung, komunikasi eksplisit
7. Perlindungan keberanian
7. Akuntabilitas personal
8. Rencana kantor terbuka
8. Kantor pribadi
9. Waktu fleksibel, sabar
9. Waktu linier, tidak sabaran
Gambar 2. Ringkasan budaya individualis dan kolektif
Sumber: Disesuaikan dari Panduan untuk komunikasi lintas budaya

6.
Kesimpulan
Kesimpulannya, tulisan ini telah menemukan bahwa perbedaan lintas budaya ada
diantara budaya berbeda. Perbedaan ini memiliki dampak pada komunikasi
diantara orang dari budaya berbeda. Sebab banyak perusahaan yang harus
beroperasi dalam bagian dunia berbeda, orang ditunjukkan untuk budaya berbeda
dimana mereka harus menyerap dan menggunakannya. Hasilnya, kebanyakan
rintangan mungkin terjadi; rintangan komunikasi adalah hasil dari perbedaan
antara dua budaya. Rintangan tersebut akan menyebabkan ketiadaan komunikasi
efektif. Kadang-kadang bahasa isyarat tertentu dipahami secara berbeda antara
dua budaya. Contoh, mengangguk dalam budaya Amerika maksudnya memahami
apa yang telah dikatakan sementara di Jepang mengangguk maksudnya
mendengar apa yang telah dikatakan. Jadi, jika kita memahami komunikasi antar
budaya kita dapat mengatasi rintangan.
Meskipun ada perbedaan antara budaya, orang memiliki kecerdasan untuk
menyesuaikan dengan perbedaan tersebut. Contoh, ekspatriate yang bekerja
menunjukkan budaya berbeda total dari penyesuaian budaya baru mereka, mereka
masuk ke dalam system dan mereka menggunakan untuk status quo. Hal ini
membutuhkan apa yang disebut kecerdasan budaya yang membantu seseorang
mengatasi rintangan yang mereka hadapi sebab keberagaman budaya.
Dalam manajemen, budaya dapat dilihat ada banyak perusahaan yang beroperasi
di luar Negara mereka. Contoh, Orange untuk komunikasi dan Lapharge untuk
semen adalah dua perusahaan Perancis yang memiliki cabang di banyak Negara
asing dimana manajemen atas adalah Perancis dan sisanya pekerja local.
Perusahaan berjalan tanpa berkata, bahwa dalam kasus tersebut, manajer telah
menyesuaikan budaya baru dan dapat mudahn berhadapan dengan pekerja mereka
meskipun mereka memiliki budaya berbeda.
Sumber:
Jurnal Internasional Bisnis dan ilmu social Vol.3 No. 6 [Masalah khusus – Maret
2012]