ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG ALAT PENANGKA

ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN
JENIS CANTRANG ( PUKAT TARIK ) DI INDONESIA
Oleh : Rendra Eka A

I. Pendahuluan.
Pelaksanaan pembangunan

perikanan di Indonesia oleh pemerintah mempunyai

peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 33) maupun Undang-Undang Perikanan No. 31
tahun 2004, yang intinya memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola
sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan
keberlanjutan sumberdaya tersebut. Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk
dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat
terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk
melakukan pemulihan, sumberdaya akan mengalami penurunan, terkuras dan bahkan
menyebabkan kepunahan. Salah satu untuk menjaga kelestarian ikan pemerintah mengatur
tentang alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Penggunaan alat penangkap ikan cantrang di Indonesia banyak digunakan oleh para
nelayan di pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara. Alat penangkap

ikan jenis cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang
terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut
menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Cantrang merupakan alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang yang
dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.
Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring,
tali penarik (warp), pelampung dan pemberat. Daerah penangkapan (fishing ground) cantrang
tidak jauh dari pantai, pada bentuk dasar perairan berlumpur atau lumpur berpasir dengan
permukaan dasar rata. Daerah penangkapan yang baik untuk alat tangkap Cantrang yaitu
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Dasar perairan rata dengan substrat pasir, lumpur atau tanah liat berpasir.
2. Arus laut cukup kecil (< 3 knot).
3. Cuaca terang tidak ada angin kencang.

Alat penangkap ikan jenis cantrang semakin popular di kalangan nelayan, contohnya
di daerah jawa timur khususnya di laut bagian utara, berdasarkan data tahun 2009 jumlah
nelayan perikanan tangkap di Jawa Timur sebanyak 234.467,

dimana jumlah nelayan


perikanan tangkap didaerah utara sebanyak 185.846 tersebar di 14 kabupaten atau kota.
Sedangkan produksi perikanan tangkap dengan jenis alat tangkap cantrang sebanyak
15.876,50 ton ( jatimprov.go.id). Dengan melihat data tersebut sebagian nelayan Jawa Timur
bertumpu pada alat tangkap ini untuk menopang perekonomian mereka sebagai pekerjaan
primer para nelayan cantrang. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Gellwynn Jusuf
mengatakan pada berita di portalkbr.com, di Jawa Tengah penggunaan alat cantrang
bukannya berkurang malah semakin meningkat. Salah satunya, jumlah kapal yang
menggunakan alat tangkap canreang ini telah mencapai 10.758 di 2015, atau meningkat 100
persen dari 2007 yang hanya 5.100.
II. Dampak Penggunaan Alat Tangkap Ikan Jenis Cantrang.
Cantrang adalah sejenis pukat tarik

yang biasanya digunakan untuk menangkap

udang dan ikan demersal. Menurut beberapa penelitian, cantrang diindikasikan sebagai alat
tangkap ikan yang kurang ramah lingkungan karena hampir mirip dengan trawl. Metode
menangkap ikan dengan mengunakan cantrang dengan cara membabi buta, menggunakan
perahu/kapal dengan jaringnya yang berkantong, bersayap dan mempunyai mulut jaring yang
lebar, panjang dan dalam. Sehingga lebih banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat.
Tentu ini secara ekonomi adalah efisien dan efektif. Namun efek dari jaring cantrang itu,

banyak juga ikan kecil-kecil maupun ikan yang tidak bisa dikonsumsi ikut tertangkap. Ikanikan yang tidak berguna ini biasanya mati begitu saja dan dibuang kembali ke laut. Di sinilah
efek negatif jaring ini sangat kuat untuk merusak lingkungan. Dan sebenarnya dalam jangka
panjang akan merugikan kepentingan ekonomi bangsa juga. Karena penggunaan cantrang ini,
maka banyak ikan-ikan kecil yang ikut mati terjaring. Akibatnya pada kurun waktu tertentu,
ikan-ikan tersebut akan habis karena tidak sempat regenerasi dengan alami.
Dampak penggunaan cantrang dikhawatirkan akan menghambat keberlanjutan
sumberdaya ikan demersal.

Ikan demersal mempunyai nilai ekonomis tinggi karena

citarasanya khas dan digemari konsumen. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar
perairan. Jenis-jenis memilki sifat ekologi yaitu sebagai berikut : 1. Mempunyai adaptasi
dengan kedalaman perairan 2. Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran
ruaya yang lebih sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis 3. Jumlah kawanan relatif
kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis 4. Habitat utamanya berada di dekat dasar laut

meskipun berbagai jenis diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas. 5. Kecepatan
pertumbuhannya rendah 6. Komunitas memiliki seluk beluk yang komplek 7. Dibanding
sumberdaya ikan pelagis, potensi sumberdaya ikan demersal relatif lebih kecil akan tetapi
banyak yang merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi. Kecepatan

pertumbuhan yang rendah dan potensi yang relatif kecil sehingga rentan dari kepunahan
akan tetapi bernilai ekonomis tinggi , maka perikanan demersal harus dikelola dengan baik.
Selain dampak ekologis, cantrang juga berdampak sosial yaitu rawan terjadinya konflik hal
terjadi antar nelayan akibat penggunaan cantrang. Seperti yang dialami nelayan daerah Pati,
Jawa Tengah, yang memasuki wilayah Pulau Madura, Jawa Timur.
III. Pro dan Kontra Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan dampak penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang tersebut
dikeluarkanlah Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO. 2/PERMEN-KP/2015 tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine
Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Pada pasal 4 ayat 1 dan
2 disebutkan jenis pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) adalah cantrang. Dengan
keluarnya peraturan menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat di Jawa Timur. Seperti di
beritakan di Kota Probolinggo ribuan nelayan dari pesisir Pantai Mayangan, Kota
Probolinggo menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD. Mereka memprotes
kebijakan menteri kelautan dan perikanan yang melarang nelayan menggunakan pukat tarik
khususnya cantrang. Masyarakat nelayan mayangan kota probolinggo mengaku kehidupan
mereka selama ini sudah bergantung dengan hasil tangkapan mereka di tengah laut. Para
nelayan mengakui bahwa hasil tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi
yang cukup besar dan selama ini menjadi andalan nelayan. Biasanya dengan cantrang
jonggrang, para nelayan bisa menangkap ikan-ikan jenis demersal seperti kurisi, mangla,

cumi-cumi, udang, dorang, dan putihan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah dipastikan
penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.( tvrijatim.com ).
Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3 ribu nelayan, dan 500
pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180 unit kapal motor nelayan terancam
mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta
nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa Timur. (m.beritametro.co.id).
Selain yang kontra juga ada banyak kelompok nelayan yang merespon Permen Mentri
Kelautan dan Perikanan tentang larangan pemakaian pukat tari. Di antaranya kalangan

nelayan kecil yang sangat berterima kasih. Kebijakan tersebut merupakan solusi dari
kebuntuan dan ketidakjelasan peraturan yang telah berjalan selama puluhan tahun
mengakibatkan rusaknya ekosistem alam laut hingga berdampak terhadap minimnya
pendapatan dan hancurnya ekonomi masyarakat nelayan tradisional secara umum. Dampak
positif pemberlakuan Kepmen tersebut penghasilan masyarakat nelayan meningkat secara
perlahan.
IV. Analisis Kebijakan
Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya banyak kepentingan dalam pembangunan
perikanan yang berkelanjutan. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan dapat diartikan
sebagai pemanfaatan hasil perikanan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik terhadap
generasi setelah kita maupun terhadap lingkungan. Bentuk pertanggungjawaban pada

generasi setelah kita dapat dilakukan dengan cara menjaga kelestarian sumberdaya perikanan
yang ada. Sedangkan bentuk tanggungjawab kita terhadap lingkungan dapat kita lakukan
dengan cara lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Disamping itu Pembangunan
perikanan yang berkelanjutan juga terkait dengan keberlanjutan keseluruhan aspek,
mulai dari aspek ekonomi, soial dan ekonomi.
Dalam upaya pemanfaatan hasil perikanan yang berkelanjutan peran pemerintah
sangatlah penting dalam membuat kebijakan dan peraturan dalam pembangunan perikanan.
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO.

2/PERMEN-KP/2015 secara subtansi

kebijakan ini secara substansi tepat. Pasalnya, menjamin keberlanjutan sumber daya ikan dan
ekosistemnya. Jenis alat tangkap ini sejatinya varian pukat harimau yang mengancam
ekosistem pesisir dan sumber daya ikan. Permen ini juga menjawab tentang pelestarian
sumberdaya perikanan yang tidak diperhatikan, hal ini berkaitan dengan sumber daya
manusia (SDM) yaitu masyarakat perikanan. Dalam kenyataan kesadaran masyarakat
perikanan dalam melestarian sumberdaya ikan sangatlah minim dan cenderung merusak.
Pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang akan meminimalisir over fishing, perusakan
terumbu karang dan tentunya menjaga pelestarian suberdaya perikanan, hal ini masuk dalam
aspek ekologi.

Jika di lihat aspek sosial, ekonomi masyarakat perikanan tangkap misalnya di daerah
Jawa Timur bagian utara. Para nelayan menganggap alat tangkap cantrang adalah alat
tangkap yang efektif dan efesien, mudah dalam pengoperasiannya dan produktifitasnya
tinggi. Sehingga para nelayan terus bertumpu dan menggantungkan pada alat
cantrang

tangkap

dan malah terus bertambah penggunaannya sehingga menjadi kebiasaan para

nelayan menggunaan alat tangkap tersebut. Secara perekonomianpun di rasa oleh nasyarakat
nelayan meningkat dari pada menggunakan alat tangkap lainnya.
Dengan melihat aspek ekologi pelestarian ikan dan kebutuhan masyarakat secara
sosial dan ekonomi. Maka pemerintah harus tetap melaksanakan peraturan tersebut dengan
menggunakan solusi dan setrategi tertentu agar tidak terjadi gesekan dengan nelayan
cantrang.
V.

Rekomendasi
Dari analisa kebijakan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015 terlihat 2 kepentingan yang


saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan perikanan
berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain banyak masyarakat nelayan yang
bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat tersebut untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya. Untuk itu agar peraturan tersebut tetap terlaksana tampa
merugikan nelayan cantrang, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat menjadi rujukan
pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut yaitu ;
1. Pemerintah harus kontinyu mensosialisasikan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015
kepada nelayan cantrang di seluruh Indonesia dengan melibatkan pemerintah
daerah, tokoh-tokoh masyarakat., dan nelayan itu sendiri di setiap daerah masingmasing.
2. Terus membangun kesadaran masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
perikanan berkelanjutan berbasis ekosistem, dimana sumber daya perikanan tidak
boleh di eksploitasi habis tapi juga untuk generasi berikutnya.
3. Redesign alat tangkap nelayan cantrang agar alat tangkap tersebut menjadi ramah
lingkungan sesuai petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 2 Tahun 2011, tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat
penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia.
4. Penggantian alat tangkap cantrang dengan alap pengkap ikan yang ramah
lingkungan secara bertahap dan adanya pendampingan terus menerus oleh pihak

pemerintah.
5. Pemerintah harus berpijak pada pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan
dimana keterlibatan penguna ( user ) yaitu masyarakat nelayan dalam pengelolaan
perikanan secara berkelanjutan sangatlah penting karena tidak ada program
pengelolaan yang sukses tampa terlibatnya pengguna. Pennguna harus mengambil
bagian dalam semua fase pengembangan rencana pengelolahan dan implementasi

program pengelolahan perikanan berkelanjutan. Misalnya melibatkan masyarakat
nelayan dalam membuat peraturan pengelolahan perikanan di Indonesia.
Dengan adanya rekomendasi tersebut diharapkan konflik adanya Peraturan Mentri
Kelautan dan Perikanan NO. 2/PERMEN-KP/2015 dapat di minimalisir dan tentunya
semua berharap pembangunan perikanan yang berkelanjutan dapat terwujud dan
meningkatkan perekonomian masayarakat nelayan di Indonesia.
Sumber :
Ardidja,S (2005). Metode Penangkapn Ikan Jl.1. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Ardidja,S (2005). Metode Penangkapn Ikan Jl.2. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Cahyani, TR ( 2013 ). Kajian Penggunaan Cantrang Terhadap Kelestarian Sumberdaya
Ikan Demersal. Universitas Diponegoro. Semarang
Mallawa,A (2006). Pengelolahan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
Penelitian Program COREMAP II Kab. Selayar

Nainggolan, C (2012). Metode Penangkapan Ikan. Tangerang : Penerbit Universitas Terbuka.
Sondita, A.F.A.(2012). Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta : Penerbit Universitas
Terbuka.
Wardhani, RK , dkk ( 2012.) Analisis Usaha Alat Tangkap Cantrang (Boat Seine) Di
Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Th. 2012
Hlm 67-76
http://yunias19ocean.blogspot.com/2010/06/kebijakan-pengelolaan-perikanan-tangkap.html
http://jurnalmaritim.com/2015/02/susi-kembali-perbolehkan-cantrang-kenapa/
http://www.tvrijatim.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=894#.VOnwDSzZjcc
http://m.beritametro.co.id/nasional/nelayan-demo-keputusan-menteri-susi
http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3386630_4202.html