Analisa Perubahan Peran Militer dalam Po

Analisa Perubahan Peran Militer dalam Politik Indonesia
Pada awalnya, kajian sosiologi militer adalah bidang yang relative dikenal dikalangan
ahli sosiologi Amerika. Salah satu alasannya adalah karena banyak ahli sosiologi tertarik pada
spectrum poltik militer, baik dari sisi liberal maupun non liberal. Selain itu, akses dan prosedur
untuk melakukan penelitian militer memerlukan policy yang berliku dan rumit, akibatnya banyak
sosiologi yang menjadi kurang berminat untuk menekuni risset masalah militer. Namun,
belakangan ini isuisu militer semakin banyak dikaji oleh ilmuwan sosial sebagai cabang ilmu
yang penting di dalam memberikan sumbangan bagi kebijakan militer.1
Di negara modern yang demokratis, peran tentara dibatasi pada pelaksanaan perintah di
bidang pertahanan nasional dan – dalam keadaan darurat- keamanan dalam negeri. Yang berhak
mengeluarkan perintah kepada tentara adalah pemerintah yang dipilih oleh rakyat dalam
pemilihan demokratis, yaitu yang dilakukan secara umum, bebas dan rahasia. Kekuasaan
pemerintah pilihan rakyat di atas tentara dikenal dengan istilah supremasi sipil.2
Militer merupakan salah satu badan negara yang dibentuk langsung oleh negara. Pada
masa Perang Dunia I dan II pembentukan militer bertujuan untuk dapat melindungi diri dari
serangan ataupun invasi dari negara lain. Militer juga merupakan alat utama untuk dapat
menguasai dan mengendalikan suatu daerah tertentu dibawah kekuasaan. Dahulu, militer
merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki tiap negara. Pembentukan atau pengembangan
militer ini sendiri memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing.
Dengan seiring berjalannya zaman, menghantarkan pula pada dunia yang berteknologi maju.
Sehingga hal ini menunjukkan perkembangan militer bagi setiap negara. Dan di samping hal itu,

dengan adanya globalisasi dan teknologi yang canggih maka peran dan definisi militer tidak
hanya memiliki arti sempit seperti sedia kala yang mana militer mempunyai ikatan yang erat
terhadap perang, namun saat ini militer mempunyai definisi serta peran yang luas. Salah satunya
adalah mengambil peran dalam politik negara.

1 Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011
2 Said Salin, “Militer Indonesiadan Politk:Dulu, Kini dan Kelak”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001

Terdapat beberapa golongan militer banyak yang memegang peranan politik yang amat
menentukan, melebihi golongan sipil sendiri. Gejala ini berhubungan erat dengan kenyataan,
bahwa oleh karena negara-negara tersebut baru lepas dari penjajahan atau baru mencapai
kemerdekaan, maka kebanyakan belum mempunyai sitem politik dan pemerintahan yang stabil
atau masih mencari-cari sistem politik yang tepat. Disamping itu, pencapaian kemerdekaan
tersebut kebanyakan justru dilakukan dengan kekerasan senjata dimana unsur-unsur militer
memegang peranan yang besar. Keadaan seperti ini menyebabkan golongan militer di negaranegara itu memiliki kekhususan-kekhususan sehingga tidak dapat diperbandingkan begitu saja
dengan militer di negara-negara yang sudah “settled” dan “developed”, seperti di Amerika
Serikat misalnya.3 Dalam bentuknya yang paling dramatis, partisipasi militer didalam politik ini
berupa “coup d’etat” (kudeta) suatu observasi terhadap berbagai sistem politik pada beberapa
negara yag baru berkembang,terutama di Asia, menunjukkan adanya tiga rangkaian sebabyang
mendorong tampilnya militer kedalam politik dan pemerintahan.4 Pertama, adanya ketidakstabilan sistem politik. Kedua, sebab-sebab yang menyangkut kapasitet daripada militer untuk

mempengaruhi atmosfir kehidupan politik, bajkan untuk memperolah peranan-peranan yang
menentukan. Ketiga, biasanya bilamana kepentingan orang militer dirasakan terancam.
Di beberapa negara, militer merupakan salah satu alat yang digunakan saat mencapai
kemerdekaan bagi negara tersebut. entah melalui perang, agresi militer, maupun sebagai alat
pendukung dan pelindung. Selain dalam hal mendapatkan sebuah kemerdekaan bentuk
perlawanan yang menggunakan militer juga berupa kudeta. Bayak beberapa kasus pelengseran
pemimpin ini sebagian besar menggunakan militer sebagai bentuk perlawanan. Jika dilihat secara
sekilas militer sangat erat kaitannya dengan dunia politik. Dan memang seperti itulah
kenyataannya. Terkadang dalam politik banyak menggunakan militer sebagai baju atau alat
dalam bertindak maupun membuat keputusan.

3 Muhaimin Jahja, “PerkembanganMiliter Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966”, Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada, 1971
4 John P. Lovell & C.I. Eugene Kim, “The Military and Political Change in Asia”, Pasific Affairs, Spring and Summer,
1967, Vol.XL. Nos. 1&2, hal 114-117

Indonesia, yang masih digolongkan dalam kategori negara-negara yang berkembang 5,
golongan militernya juga terlibat didalam masalah politik. Dalam persoalan ini sarjana Daniel S.
Lev mengungkapkan :
“The major problem which Indonesia’s military leadership has had to face . . . . .

has been to develop a role for the army in the national political structure that
would satisfy its political, economic and social aspirations. It was never a passive
professional army and its revolutionary origins and continual operations since
1948 against domestic political rebellions have made its officer corps fully aware
of national politics”.6
Turut sertanya militer dalam bidang politik di Indonesia mulai tampak gejalanya sejak
tahun 1952 dengan terjadinya peristiwa yang terkenal dengan nama “Peristiwa 17 Oktober” 7,
suatu kejadian yang meletus karena adanya dorongan psycho-politis pada militer yang telah
merasa dirinya sebagai “shareholders” terbesar dalam menegakkan Republik Indonesia pada
masa 1945-1949.
Terlihat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan Indonesia
sebagai alat dalam berpolitik. Indonesia juga dalam mencapai kemerdekaannya dengan
melakukan berbagai cara dan perlawanan yang dilakukan kepada penjajah beberapa aksinya
menggunakan militer. Militer memang sangat kental akan hubungannya dengan politik.banyak
perilaku politik yang selalu menggunukan jasa atau kekuatan militer. Sama halnya dengan
negara-negara lain, militer juga sangat krusial kehadirannya bagi Indonesia. Penggunaan militer
dapat berupa kekerasan maupun bentuk dukungan aksi Indonesia dalam pertentangan. Militer tak
selamanya mengandung makna buruk. Tergantung dari bentuk serta hasil aksinya.
Prof. Samuel Edward Finer mengemukakan pendapatnya tentang hal-hal yang membuka
kesempatan pada militer untuk tampil dalam arena politik. Beliau menyebutkan, bahwa besar

kecilnya kesempatan yang mendorong militer untuk memainkan peranan politik, dan kadar turut
5 Lihat dalam. John J. Johnson Johnson (ed.), op.cit ; dan, Wilson C. Mc Williams (ed.). op.cit; Ricahrd M. Leighton
and Ralph Sanders (ed.), New Dmensions in the cold war : Transition and Tension in the Underdeveloped World,
Indstrial College of the Armed Forces, Washington, D.C., 1963. Istilah bahasa Inggris untuk negara-negara sedang
berkembang itu bermacam-macam
6 Daniel S. Lev, dalam, Wilson C. Mc Williams (ed), ibid, hal. 150
7 Herbet Feith. The Wilopo Cabinet, 1952-1953; A Turning Point in Post-Revolutionary Indonesia, Cornell Modern
Indonesia Project, Monograph Series, Itacha, N.Y, 1958, hal 107-26

sertanya militer dalam politik bergantung dengan keadaan yang disebutnya sebagai “level of
political culture” sesuatu negeri; semakin besar penghargaan dan penghormatan anggota
masyarakat suatu negeri terhadap lembaga-lembaga sipil dan pemerintahan serta terhadap nilainilai konstitusionil, maka semakin kecil kesempatan bagi militer untuk memasuki arena politi;
dan sebaliknya.8
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi. Hal ini berarti bahwa kekuasaan
tertinggi terletak pada masyarakat. Semua pembentukan keputusan dan kebijakan disesuaikan
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Namun hal ini tetap tidak terlepas dengan adanya
militer dalam dunia politik. Indonesia pernah mengalami saatsaat dimana militer merupakan
badan tertinggi yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilawan. Dalam hal ini militer terlibat
langsung dalam dunia politik, yang biasa disebut dengan politik militer. Pemeritah menggunakan
kekuatan militernya dalam menjalankan kekuasaannya. Dan Indonesia menjalani situasi tidaklah

sebentar. Cukup lama sehingga dibeberapa kasus menimbulkan traumatic tersendiri.
Namun demikian, perjalanan dinamika organisasi TNI itu dalam sejarahnya tidak pernah
mengabaikan kodratnya yang asasi, yakni sebagai bagian dari kekuatan horizontal rakyat
Indonesia dan sebagai bagian komponen integrative dalam rangka menjaga dan mengamankan
kedaulatan bangsa dan negara. Dengan kata lain, peran “horizontal” dari TNI ini tidak lepas dari
fungsi sosial, politik, ekonomi dalam perjuangannya menegakkan dan mengamankan kedaulata
bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), melalui sabuk “sabuk kemakmuran dan keamanan”. Tentu saja, fungsi
kemiliterannya merupakan tugas pokok yang utama sebagai “tentara nasional yang terampil dan
professional”, baik untuk melaksanakan operasi militer selain perang.9

A. Militer pada periode 1945-1960
Militer Indonesia memiliki keunikan dibandingkan dengan militer di negara lain, militer
Indonesia membentuk dirinya sendiri melalui perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan
Beland ataupun Jepang. Perjuangan mendapatkan kemerdekaan membuatnya melakukan
8 S.E Finer. The Man on Horseback : The Role of the Military in Politics, Frederick A. Praeger, New York –3, N.Y, 1962,
hal.7
9 Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011

kegiatan kesemestaan, tidak hanya bertempur secara fisik akan tetapi terlibat dalam penyusunan

strategi pendirian bangsa Indonesia. Keunikan inilah yang menjadikan peranan militer Indonesia
menjadi tidak biasa. Penggalan sejarah kemerdekaan menjadi legitimasi di mana militer tidak
hanya menjadi instrument pertahanan bangsa dari gangguan kekuatan luar, akan tetapi menjadi
bagian penting dalam pengambilan keputusan politik Indonesia. 10 Militer juga menjadi salah satu
bagian penting dalam sejarah Indonesia maupun dalam sejarah perpolitikannya.
Sejarah mencatat bahwa, perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya
memiliki perjalanan yang panjang. Proklamasi kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Menandakan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dan bebas dari
belenggu penjajahan. Sehari sesudah pernyataan kemerdekaan itu, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia mulai mengadakan 3 kali siding untuk membicarakan hal-hal yang
urgen sehubungan dengan telah berdirinya Republik Indonesia. 11 Sidang tersebut yaitu berturutturut :
1. Sidang pada tanggal 18 Agustus 1945, mengambil keputusan yang berupa : mengesahkan
Undang-Undang Dasar Negara (UUD 45), dan memilih presiden serta wakil presiden
yang secara aklamasi terpilih ialah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
2. Tanggal 19 Agustus 1945, dalam sidang ini Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
menetapkan keputusan-keputusan : membentuk kabinet sebagai badan eksekutifdengan
dua belas departemen yang masing-masing dikepalai oleh seorang menteri; pada saat itu
pula ditunjuk orang-orangnya, kecuali jabatan menteri pertahanan yang masih
dilowongkan untuk beberapa lama yang tidak ditentukan
3. Sidang pada tanggal 22 Agustus 1945, yang berhasil menetapkan : menetapkan Komite

Nasional Indonesia (KNI) dengan ketuanya Mr. Kasman Singodimedjo, yaitu bertugas
memberi nasihat kepada presiden beserta anggota kabinetnya; kemudian Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada saat itu juga langsung meleburkan dan
menjelmakan diri menjadi KNI-Pusat.
KNI ini dibentuk dari pusat sampai kedaerahvdaerah. Disamping itu, pada sidang ini
diputuskan pula untuk membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang, yang mempunyai
salah satu bagiannya yang bernama “Badan Keamanan Rakyat” (BKR) yang berada dibawah
10 Ibid hal. 6-7
11 Harun A. Rasyid, Sekitar Proklamasi, Konstitusi, dan Dekrit Presiden, Pelita Ilmu, Jakarta , 1968, hal 11-13

KNI. BKR ini juga dibentuk dari pusat sampai kedaerah-daerah. pada sidang yang ketiga ini
sebetulnya telah diambil ketetapan pembentukan satu partai politik tunggal yang bersifat
nasional yang dimaksudkan untuk menyalurkan kehendak rakyat. KNI dan BKR menjadi
organisasi –organisasi rakyat yang tidak hanya sekedar membantu, tetapi juga mendorong
memimpin dan memutar roda evolusi. Disamping BKR tumbuh pula pasukan-pasukan bersenjata
yang terdiri dari pemuda-pemuda dengan bermacam orientasi politik yang tidak puas dengan
hanya dibentuknya BKR. 12
Kehadiran militer Indonesia, tentu tidak terpisahkan dari realitas politik yang menyertainya.
Lahir dan berkembang sebagai militer yang revolusioner dengan ideografis Jawa. Indonesia
sempat memiliki konsep khusus yang di aplikasikan oleh militer Indonesia. Dan konsep ini

sempat berjalan dan menguasai untuk beberapa saat di ranah politik Indonesia.
Militer di Indonesia mengalami berbagai masa yang fluktuatif dalam tumbuh kembangnya
sebagai salah satu bagian dari kekuatan dominan yang ada di Indonesia. Sejak pertama kali
militer ikut menangani urusan sipil dalam kehidupan bernegara, memang telah muncul suatu
indikasi bahwa nantinya kekuatan militer Indonesia akan memegang peranan yang penting pula
dalam sejarah perpolitikan Indonesia, bahkan bersanding dengan kekuatan Soekarno maupun
PKI.13 Tampilnya iliter di mata masyarakat sebagai aktor penting “pengaman” keutuhan bangsa
dan negara Indonesia dari aksi radikalisme PKI menjadikan militer semakin dominan dalam
perpolitikan dan aktivitas ekonomi Indonesia, sebagaimana pendapat dari Abdoel Fatah :
“Sejak awal berdirinya, tentara Indonesia telah terlibat dalam bidang politik,
karena dihadapkan pada kondisi nyata yang mengharuskannya. Pada masa
perang kemerdekaan, tentara juga melakukan tugas-tugas di luar pemerintahan,
karena pada masa itu, tanpa keterlibatan tentara, pemerintah tidak bisa berjalan.
Sifat kesemestaan perang pada masa itu menuntut mengurusi bidang politik,
ekonomi, sosial, dan militer. Ada juga sekelompok anggota TNI yang terlibat
dalam politik dikarenakan pengaruh dan tarikan partai maupun kekuatan politik
tertentu”.14
12 Muhaimin Jahja lock.cit
13 Herbert Feith, Soekarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983
14 Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Yogyakarta: Lkis, 2005, hal. 41-42


Meledaknya pemberontakan G30S/PKI merupakan salah satu pemberontakan terbesar dan
tersadis dalam sejarah Indonesia. Munculnya pemberontakan ini menandakan pula lengsernya
sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dirasa memang tidak sesuai untuk dijalankan di
kalangan masyarakat Indonesia. Penurunan Soekarno sebagai Presiden dilandasi dengan
keluarnya SUPERSEMAR pada 11 Maret 1966 yang mana menandakan timbulnya era baru,
yaitu orde baru.
Ada beberapa karakteristik kontrol objektif yaitu15 :
1. Ada pengakuan kurangnya kompetensi professional, dan disadari perlunya
ditingkatkan untuk mencapai standar professional tingkat tinggi;
2. Subordinasi efektif militer terhadap kepemimpinan sipil tentang kebijakan luar negeri
dan militer;
3. Pengakuan atas kepemimpinan professional dan otonomi militer;
4. (Implikasinya) Minimalisasi intervensi militer dalam politik dan intervensi politik
dalam militer.
Runtuhnya masa periode Demokrasi terpimpin bukan hanya dari segi politik saja maupun
dari berbagai bidang, semisal ekonomi dan sosial. Terhitung pada pada periode ini Indonesia
mempunyai banyak utang terhadap negara lain yang mengakibatkan Indonesia harus meminjam
uang dari IMF untuk menutupi utang-utang tersebut. politik yang sudah dirasa seperti lahan
untuk menjalankan kepentingan pribadi semakin merajalela. Serta penggunaan militer dalam

kekerasan yang semena-mena.

B. Militer masa periode Orde Baru
Dwifungsi ABRI adalah suatu konsep politik yang menempatkan ABRI baik sebagai
Kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam surpa maupun infra struktur
politik sekaligus. Struktur politik yang demikian itu telah diatur melalui peraturan perundangundangan yang ada. Struktur yang demikian tidak ditemukan dalam sistem di engara yang
menganut paham demokrasi liberal maupun parlementer. Perbedaan tersebut tidak hanya pada
struktur namun juga pada mekanismenya. Walaupun Dwifungsi ABRI dalam perkembangannya
15 Web.unair.ac.id/Militer dalam sistem Indonesia/ diunggah pada tanggal 18 November 2013

telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem demokrasi Pancasila, harus diakui
secara jujur bahwa masih ada sementara pihak yang mempersoalkan eksistensinya. Mereka yang
menolak Dwifungsi ABRI menempati jabatan-jabatan di luar fungsi Hankam, karena
menganggap bahwa jabatan tersebut merupakan porsi golongan sipil. Mereka mengemukakan
bahwa keberadaan ABRI di luar fungsi Hankam disebabkan oleh adanya keadaan darurat di masa
lalu yang dipertahankan. Maka kritik yang tajam dilontarka dengan mengatakan bahwa konsep
Dwifungsi ABRI adalah merupakan “pembenaran” terhadap keadaan darurat yang hendak
diperintahkan tersebut.16
ABRI lahir bersama-sama dengan meletusnya revolusi rakyat, ia lahir dari anak-anak
rakyat sendiri. ABRI adalah angkatan bersenjata yang lahir dan tumbuh dengan kesadaran untk

melahirkan kemerdekaan, membela kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. ABRI pertamatama adalah angkatan bersenjata perjuangan dan baru setelah itu adalah angkatan bersenjata
professional. Setiap prajurit ABRI petama-tama adalah pejuang prajurit dan baru kemudian
adalah prajurit pejuang. Kelahiran dan pertumbuhan ABRI yang demikian itu, membuat ABRI
juga berhak dan merasa wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Inilah
sebab pokok mengapa ABRI mempunyai dua fungsi, yakni sebagai kekuatan militer (pertahanan
dan keamanan) yang merupakan alat negara, dan sebagai kekuatan sosial politik yang merupakan
alat perjuangan rakyat.
Alasan kuat untuk sesegera mungkin menghapus peranan sosial politik militer
yang disebut sebagai dwifungsi ABRI itu adalah ABRI telah menjadikan perannya berdwifungsi
itu sebagai senjata utama untuk mematikan segala bentuk kehidupan yang demokratis. Dalam
posisi seperti itu, ABRI (TNI AD) menjadi satu-satunya institusi politik yang berkuasa dan dapat
mengatur sendiri seluruh kehidupan masyarakat. Lebih jauh, Daniel S. Lev menuliskan bahwa
dwifungsi ABRI bukan saja monopoli politik dan makna politik tetapi kuga menyumbang secara
luar biasa bagi kerusakan kelembagaan kenegeraan, karena seluruh lembaga negara diposisikan
berada dibawah kekuasaan institusi militer. Bibit dari perluasan penguasaan muncul sejak masa
paksa kemerdekaan. Misalnya penolakan jendral Sudirman terhadap rencana pembentukan sta
pendidikan untuk TKR(Tentara Keamanan Rakyat) dibawah kementerian Pertahanan, pada

16 Soebijono, A.S.S.Tambunan, MUkmin Hidayat, Astoeti Koesoemo Roemini, Dwifungsu ABRI perkembangan dan
peranannya dalam Kehidupan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal.1

Januari 1946. Alasannya kekuatan militer adalah kekuatan politik, dan militer percaya bahwa
harus menjadi pemimpin Indonesia.17
Beberapa literature mendeskripsikan intervensi angkatan bersenjata dalam politik suatu negara
diakibatkan situasi-situasi seperti ini.18
1. Jatuhnya prestise pemerintah atau partai politik yang memegang pemerintahan,
menyebabkan rezim yang bersangkutan semakin banyak menggunakan paksaan untuk
memelihara ketetiban dan untuk menekankan perlunya persatuan nasional dalam
menghadapi krisis, yang selanjutnya menyebabkan penindasan terhadap perbedaan
pendapat;
2. Perpecahan antara atau diantara pemimpin-pemimpin politik, menimbulkan keraguankeraguan pada komandan-komandan militer apakah rezim sipil masih mampu untuk
memerintah secara kolektif;
3. Kecilnya kemungkinan terjadinya intervensi dari luar oleh negara yang besar atau
oleh negara-negara tetangga dalam hal perebutan kekuasaan;
4. Pengaruh buruk dari perebutan kekuasaan oleh militer di negara-negara tetangga;
5. Permusuhan sosialdalam negeri, yang paling jelas terjadi di negara-negara yang
dierintah oleh suatu kelompok minoritas;
6. Krisis ekonomi, yang menyebabkan dicabutnya kebijakan penghematan yang
mempengaruhi sektor-sektor masyarakat kota yang terorganisir;
7. Korupsi, pejabat-pejabat pemerintahan dan partai yang tidak efisien, atau anggapan
bahwa pejabat-pejabat sipil berniat menjual bangsanya kepada suatu kelompok asing;
8. Struktur kelas yang sangat ketat, yang menyebabkan dinas militer menjadi satusatnya saluran yang terbuka untuk anak miskin unutk status status dari bawah ke atas;
17 Baca Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia,
(Jakarta:LP3ES, 1996) hal 53-56

18 Calude E.Welch, Jr., “Cincinnatus in Africa: The Possibility of Military

Withdrawl From Politics,” dan Robert P. Clarck, Devolopment and Instabillity: Political change in
the Non-Western World (Chicago: Dryden,1974), hal 185-186. Dalam Robert P Clark, Menguak
Kekuasaan dan Politik
Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga,1989) hal 155-156.

9. Kepercayaan yang semakin meningkat tebal pada anggota-anggota militer bahwa
merekalah satu-satunya kelas sosial yang mempunyai cukup disiplin dan cukup setia
kepada modernisasi untuk menarik negara keluar ari tata-caranya yang tradisional;
10. Pengaruh asing, dapat melibatkan perwakilan militer negara asing, pengalaman yang
diperolah dalam perang di negara asing, atatu dalam pusat-pusat latihan di luar negeri,
atau bantuan asing dalam bentuk peralatan dan senjata;
11. Kekalahan militer dalam perang dengan negara lain, khususnya kalau para pemimpin
militer yakin bahwa pemerintahan sipil telah mengkhianati mereka dengan
merundingkan ketentuan-ketentuan perdamaian yang tidak menguntungkan atau
karena salah menjalankan kegiatan perang di belakang garis pertempuran.
Soeharto pada masa pemerintahannya melibatkan militer secara langsung dalam
berpolitik. Semua bentuk militer berada di bawah kekuasaannya. Militer dalam kasus ini
digunakan sebagai alat dalam mencapai keperluan pribadi. Masa orde baru merupakan salah satu
masa tersulit yang harus dilalui oleh masyarakat Indonesia. Setiap kegiatan masyarakat selalu
dipantau secara langsung oleh militer. Jika sekiranya melakukan suatu hal yang tidak patut di
mata pemerintah, maka militer akan bergerak langsung untuk menangani serta menangkap para
pelaku. Terbatasnya peran media massa dalam beroprasi. Media massa pun mempunyai
karakteristik

khusus

tersendiri

dalam

menyampaikan

beritanya.

Memberikan

serta

menyampaikan argument sangat dibatasi ketentuanya. Media juga tidak boleh mengkritik
pemerintah. Jika hal itu dilakukan maka subjek ataupun sumber media tersebut kan dilarang
penyiaran maupun penerbitannya bahkan yang lebih parah lagi akan dibubarkan secara paksa.
Masyarakat memiliki waktu yang sangat tertindas atas ketidak bebasan dalam melakukan hal
apapun. Masyarakat dilarang saling berkumpul, saling berdiskusi, membuat kelompok ataupun
melakukan kegiatan politik lainnya. Apa yang menjadi kebijakan pemerintah saat itu harus
dijalani tanpa boleh adanya sebuah protes yang ingin dilontarkan.
Dalam peran militer pada masa Orde Baru yang berakibat pada perubahan kehidupan
demokrasi, dengan dalih “militer” professional, dimana militer diletakkan sebagai suatu yang
signifikan terhadap perubahan negara bangsa ke depan, yaitu sebagai kebutuhan terhadap
modernisasi sekaligus tanggung jawabnya terhadap sikap pengabdiannya kepada masyarakat dan
negara. TNI ikut andil menentukan kebijakan–kebijakan negara dan dengan demikian mesti

secara formal diakui dan diposisikan sebagai kekuatan sosial–politik. Maka militer Indonesia
menempati jabatan–jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan duduk
di DPR.
Berakhirnya kekuasaan presiden Soeharto pada 1998 menyebabkan muncul jurang
legitimasi yang menganga lebar, sebagaimana tercermin dari penghujatan meluas terhadap
berbagai lembaga dan prosedur politik yang digunakan orde baru termasuk militer. Perubahan
konstelasi politik tersebut berdampak pada kristalisasi gagasan reformasi militer yang menjadi
agenda utama dari gerakan demokratisasi di tahun 1998. Sejak itu pengaruh politik militer
mengalami penurunan yang drastis. Militer tidak lagi memiliki pengaruh politikyang dominan
terhadap pemerintahan, dan pada saat ini tidak berada dalam posisi meraih kembali kekuasaan
politik.
C. Militer Masa Periode Reformasi–Sekarang
Sejak adanya reformasi, peran dan fungsi militer mengalami perubahan. Tidak secara
langsung turut dalam dunia politik serta pembentukan kebijakan seperti sedia kala. Format kaca
mata Indonesia baru, TNI bukanlah alat pemerintah yang dapat diartikan sebagai kelompok
kepentingan. Sebaliknya, membutuhkan TNI untuk mendapatkan masukan berupa usulan, kritik,
dan revisi yang strategis dalam proses pengambilan keputusan dan juga

memformulasi

hubungan sipil– militer di Indonesia. Hubungan sipil– militer di tiap– tiap negara berbeda,
tergantung dari jenis pemerintahan yang dianut negara bersangkutan. Pada umumnya di negara
transisi demokrasi, seperti pada sistem pemerintahan Indonesia, Samuel Hungtinton
menyebutkan bahwa hubungan sipil– militer ditujukan dengan dua car, yaitu 1) subjective
civilian control(pengendalian sipil subjektif) , 2) objective civilian control(pengendalian sipil
objektif). Berikut penjabaran peran, fungsi serta tugas TNI19:
PERAN
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
FUNGSI
19http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html/diunggah-pada-tanggal-15-november-2013

(1) TNI sebagai alat pertahanan negara, berungsi sebagai;




Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar
dan dalam negeri terhadap kedaulatn, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a; dan
Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan
keamanan.

(2) dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen
utama sistem pertahanan negara.
TUGAS
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Keasatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:










Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
Mengatasi pemberontakan bersenjata;
Mengatasi aksi terorisme;
Mengamankan wilayah perbatasan;
Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
Mengamankan presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungny secara dini sesuai
dengan sistem pertahanan semesta;
Membantu tugas pemerintah di daerah dan lain sebagainya.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara.

Terjadinya Reformasi dalam pemerintahan politik Indonesia menyebabkan terjadinya
reformasi dalam TNI pula. Beberapa bentuk reformasi TNI20;




Pemisahan fungsi pertahanan (militer) dan keamanan (polisi). Polri bukan lagi bagian
dari ABRI: Polri dan TNI;
Penghapusan peran sosial politik militer: TNI dan Polri tak lagi memiliki jatah
perwakilan di parlemen (baik di pusat maupun daerah);
Personel militer (dan polisi) tak diberi hak pilih dalam pemilu. Personel militer yang
tertarik untuk berpolitik harus pension, melepas keanggotannya.

Conclusion
Mengingat bahwa TNI lahir dari rakyat, maka sudah barang tentu TNI memang benar–
benar milik masyarakat. Karena itu, apa yang menjadi tantangan rakyat, juga berarti menjadi
tantangan TNI. TNI yang berasal dari rakyat dan dan berada di tengah–tengah rakyat, sehingga
terjadi interaksiyang tidak bisa dihindari. TNI mempunyai peran utama dalam menjaga
kelangsungan hidup bangsa Indonesia, mengawal dan diharapkan selalu bisa menjawab
tantangan zaman yang selalu akan muncul menhadang kemajuan bangsa dan negara kita. Negara
harus mampu menciptakan perimbangan antar kemampuan menggunakan kekerasan,
kemampuan mengoptimalkan infrastruktur serta legitimasi masyarakat tanpa syarat apapun.
Dalam kondisi ini sangat nampak kehadiran TNI dan masa depannya sangat tergantung pada
kesepakatan–kesepakatan politik, ekonomi, sosial anatar negara dan masyarakat dan pada titik
tertentu tudak lepas dari pengaruh kekuatan global. Hanya negara yang mampu melepaskan diri
dari kekuatan dan pengaruh global yang hegemonic akan membuat masyarakat bangsa ini
menjadi mandiri dan memiliki harga diri termasuk TNI.21

20 Web.unair.ac.id/Militer dalam sistem Indonesia/ diunggah pada tanggal 18 November 2013
21 Maarif Syamsul op.cit hal.48–51

REFERENSI









Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011
Said Salin, “Militer Indonesiadan Politk:Dulu, Kini dan Kelak”, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2001
Muhaimin Jahja, “PerkembanganMiliter Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966”,
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1971
John P. Lovell & C.I. Eugene Kim, “The Military and Political Change in Asia”, Pasific
Affairs, Spring and Summer, 1967, Vol.XL. Nos. 1&2, hal 114-117
Lihat dalam. John J. Johnson Johnson (ed.), op.cit ; dan, Wilson C. Mc Williams (ed.).
op.cit; Ricahrd M. Leighton and Ralph Sanders (ed.), New Dmensions in the cold war :
Transition and Tension in the Underdeveloped World, Indstrial College of the Armed
Forces, Washington, D.C., 1963. Istilah bahasa Inggris untuk negara-negara sedang
berkembang itu bermacam-macam
Daniel S. Lev, dalam, Wilson C. Mc Williams (ed), ibid, hal. 150
Herbet Feith. The Wilopo Cabinet, 1952-1953; A Turning Point in Post-Revolutionary
Indonesia, Cornell Modern Indonesia Project, Monograph Series, Itacha, N.Y, 1958, hal
107-26















S.E Finer. The Man on Horseback : The Role of the Military in Politics, Frederick A.
Praeger, New York –3, N.Y, 1962, hal.7
Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011
Harun A. Rasyid, Sekitar Proklamasi, Konstitusi, dan Dekrit Presiden, Pelita Ilmu,
Jakarta , 1968, hal 11-13
Herbert Feith, Soekarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1983
Soebijono, A.S.S.Tambunan, MUkmin Hidayat, Astoeti Koesoemo Roemini, Dwifungsu
ABRI perkembangan dan peranannya dalam Kehidupan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, hal.1
Baca Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia,(Jakarta:LP3ES,
1996) hal 53-56
Calude E.Welch, Jr., “Cincinnatus in Africa: The Possibility of MilitaryWithdrawl From
Politics,” dan Robert P. Clarck, Devolopment and Instabillity: Political change in the
Non-Western World (Chicago: Dryden,1974), hal 185-186. Dalam Robert P Clark,
Menguak Kekuasaan dan Politik
Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga,1989) hal 155-156
http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html/diunggah-pada-tanggal-15november-2013
Web.unair.ac.id/Militer dalam sistem Indonesia/ diunggah pada tanggal 18 November
2013
http://www.kemlu.go.id/_layouts/mobile/PortalDetail-PressReleaseLike.aspx?
l=id&ItemId=2ac48eda-d725-4e98-ba0e-f8839451a28f