BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

  Motivasi merupakan bagian yang fundamental dari suatu kegiatan manajemen sehingga suatu kegiatan organisasi tidak akan berfaedah jika anggota yang ada dalam organisasi tersebut tidak berhasrat untuk menyumbangkan usaha guna memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya (Zainun,1998). Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia (Swanburg, 2000). Motivasi juga merupakan suatu energi yang mendorong seseorang untuk bangkit menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Mills (1998 dalam Marquis & Huston, 2003), yang menyatakan bahwa motivasi merupakan tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan prilaku.

  Penelitian yang dilakukan oleh Awosusi et al (2011) di Nigeria menyebutkan bahwa rendahnya motivasi perawat memberi dampak pada kinerja mereka, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ayyash & Aljeesh (2011) yang menyebutkan bahwa kinerja perawat yang baik berhubungan dengan motivasi yang besar serta pernyataan dari Sunila (2009) yang menyatakan motivasi dan kinerja memiliki hubungan yang saling menguatkan.

2.1.2. Teori Motivasi

  Secara umum teori motivasi diklasifikasikan menjadi teori isi dan teori proses (Swanburg, 2000:283, Ivancevich, Konopaske, Matterson, 2006:148).

  Teori isi mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.Sedangkan teori proses dari motivasi berkenaan dengan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipelihara, dan diberhentikan.

2.1.2.1. Teori Isi Motivasi

  Termasuk dalam teori ini adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow, Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldrersfer,Teori Dua Faktor dari Herzberg danTeori Kebutuhan dari McClelland (Lambrou, et al, 2010).

2.1.2.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan( Maslow)

  Dasar teori ini adalah manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai keinginan.Manusia dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Bila kebutuhan tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku manusia tersebut. Namun bila sudah terpenuhi, maka kebutuhan tidak lagi menjadi motivator. Berry (1998) menyatakan bahwa kebutuhan tersebut disusun dari kebutuhan yang paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi yaitu; kebutuhan biologis dan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan kebersamaan, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kivimaki et al. (1995) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik terkait dengan tingkat job enrichment. Para perawat yang menempati tingkat ‘struktural’ pekerjaan yang tinggi melaporkan kepuasan kerja dan motivasi tinggi.

2.1.2.1.2. Teori Motivasi ERG ( Aldersfer )

  Teori ini berusaha untuk mengatasi kekurangan dalam teori Maslow dengan menyelaraskan hirarki kebutuhan melalui penelitian empiris. Menurut Alderfer, manusia termotivasi oleh tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Keberadaan (Existence), kekerabatan (Relatedness) dan kebutuhan Pertumbuhan (Growth).

  Kebutuhan eksistensi termasuk kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk menunjukkan keberadaannya, yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan. Kebutuhan kekerabatan mengacu pada keinginan manusia untuk mempertahankan pentingnya hubungan interpersonal. Ini adalah. Kelompok terakhir kebutuhan adalah kebutuhan pertumbuhan, yang mewakili manusia keinginan untuk pengembangan pribadi, pemenuhan diri dan aktualisasi diri (Arnolds and Boshoff, 2002).

  

2.1.2.1.3. Teori Motivasi Dua Faktor atau Motivation and Hygiene Theory

(Herzberg )

  Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

  Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins, 2002). Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990) yaitu : a.

  Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.

  b.

  Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

  c.

  Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : a. Faktor Ekstrinsik

  Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

  b. Faktor Intrinsik Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.

  Inti dari teori ini adalah untuk mengadakan perbedaan antara aspek instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan. Herzberg merujuk faktor intrinsik sebagai suatu konten atau hal yang memotivasi, yaitu: prestasi kerja, pengembangan diri dan peluang maju, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik merujuk pada pemeliharaan seperti kondisi kerja, supervisi yang menyenangkan, gaji, status, hubungan yang baik (Maidani, 1991).

  2.1.2.1.3.1. Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

  Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994, dalam Inayah, 2005) sebagai berikut : a.

  Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

  b.

  Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

  Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg: Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

  Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

  Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

  Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

  Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

  Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Sondang, 2002).

  Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

  Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

  Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

  Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139). Untuk meningkatkan motivasi kerja perawat, bidang keperawatan bisa melakukan peningkatan iklim kerja, melakukan supervisi yang baik dan menyenangkan, kompensasi bagi perawat, jenjang karir yang jelas serta hubungan kerja yang baik. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara motivasi kerja ekstrinsik dan intrinsik dengan prestasi kerja, produktifitas dan kinerja perawat (Maidani, 1991: Supratman, 2000: Misparsih, 2001: Suyanto, 2001: Siahaan, 2003)

2.1.2.1.4. Teori Kebutuhan (McClelland)

  Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan pencapaian (need for achievement, n ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliations, n aff) dan kebutuhan akan kekuasaan ( need for power, n pow) ( Ivancevich et al, 2007).

  Berdasarkan hasil penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian faktor deskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapaian, yaitu: 1. Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan masalah, 2. Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cenderung mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 3. Menginginkan umpan balik atas kinerja.

  Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang. Seseorang dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting, dan oleh karena itu hubungan sosial lebih didahulukan dari pada penyelesaian tugas.

  Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak, mengkonsentrasikan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan argumentasi. Menurut McClelland (dalam Ivancevich et al, 2007), kekuasaan memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif pada orang yang berfokus pada dominasi dan kepatuhan atau menjadi positif karena merefleksikan perilaku persuasif dan inspirasional.

2.1.2.2. Teori Proses Motivasi

  Teori proses dari motivasi berkenaan dengan menjawab pertanyaan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipeliharan dan dihentikan (Ivancevich, et al, 2007). Teori ini merupakan proses sebab akibat dari bekerja seseorang (Berry, 1998)

2.1.2.2.1. Teori Ekspektansi ( Vroom)

  Teori ini merupakan suatu teori motivasi yang menyatakan bahwa karyawan lebih mungkin termotivasi ketika mereka mempersepsikan usaha mereka akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan pada akhirnya, menghasilkan penghargaan dan hasil yang diinginkan (Ivancevich, et al, 2007).

  Teori ekspektansi menyatakan bahwa motivasi seseorang ditentukan oleh interaksi perkalian beberapa komponen yaitu instrumentalitas, valensi dan ekspektansi ( M = I x V x E ). Seseorang bekerja memiliki nilai (valensi) yang berbeda dimana nilai tersebut diwujudkan pada sasaran menggunakan alat (instrumentalitas) sehingga menghasilkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan (ekspektansi). Penelitian Inayah (2005) menyatakan bahwa meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana, bidang keperawatan dapat meningkatkan nilai suatu pekerjaan, fasilitas yang dibutuhkan perawat dan harapan perawat pelaksana terhadap pekerjaannya.

2.1.2.2.2. Teori Keadilan ( Adam)

  Teori keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai seberapa adil mereka diperlakuakan dalam transaksi sosial ditempat kerja dapat mempengaruhi motivasi mereka. Inti keadilan adalah bahwa karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara sama di tempat kerja.

  Empat istilah penting dalam teori ini adalah: 1. Orang (person). Individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan dipersepsikan.

  2. Perbandingan dengan orang lain (comparison other). Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi berkenaan dengan rasio input dan hasil.

  3. Input. Karakteristik individu yang dibawa ketempat kerja.

  4. Hasil. Apa yang diterima seseorang dari pekerjaan.

  Keadilan muncul ketika karyawan mempersepsikan bahwa rasio dari input mereka terhadap hasil mereka sama dengan rasio kepada karyawan yang lain.

  Ketidakadilan muncul ketika rasio tersebut tidak sama.

2.1.3. Tehnik Memotivasi

  Wahjosumidjo ( 1994 dalam Inayah, 2005 ) menyebutkan ada 5 macam teknik memotivasi yang dapat digunakan, yaitu

  1. Cara kekerasan (the strong approach) dilakukan dengan memanfaatkan wewenang (pemimpin) yang dimiliki dengan teknik memaksa dan ancaman, perintah apa yang harus dilakukan, tidak pernah bosan mengingatkan aturan, dan sesedikit mungkin memberikan kebebasan pada bawahan.

  2. Pendekatan sikap baik ( to be good approach), dapat dilakukan dengan menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan cara memberikan kondisi kerja relatif bebas dan pengawasan yang bersahabat. Teknik ini biasanya dapat membuat bawahan memiliki kepuasan dan dapat meningkatkan semangat kerja.

  3. Pendekatan transakasi, melalui kesepakatan antara atasan dan bawahan terhadap hasil kerja yang harus dicapai dengan imbalan yang diberikan oleh atasan.

  4. Pendekatan kompetisi, dengan cara menciptakan persaingan antar anggota/bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan imbalan kenaikan gaji atau promosi kepada mereka yang bekerja sangat baik.

5. Pendekatan Internalisasi, teknik ini dilakukan melalui rekayasa lingkungan agar motivasi muncul dari dalam diri tanpa perasaan tertekan.

  Misalnya, melalui perubahan pada situasi pekerjaan itu sendiri dengan memperluas tanggung jawab (job enlargement), atau dengan melakukan rotasi jabatan/pekerjaan. Cara lain termasuk pendekatan internalisasi adalah dengan mengembangkan suasana kerja yang bersahabat dan rasa kebersamaan, serta gaya kepemimpinan yang adaptif mempertimbangkan tingkat kematangan bawahan dan situasi tugas.

2.2. BEBAN KERJA.

  2.2.1.Definisi Beban Kerja

  Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis.Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong.Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Sedangkan menurut Hasibuan (1994), beban kerja adalah upaya merinci komponen komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu.

  2.2.2. Komponen-komponen Beban Kerja perawat

  Gillies (1994) menyebutkan bahwa beban kerja memiliki beberapa komponen, yaitu; intensitas tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan pasien, jumlah pasien yang dirawat pada suatu unit untuk setiap hari/ bulan/ tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien diunit, rata-rata hari perawatan pasien, rerata waktu yang dibutuhkan untuk pemberian tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung.

2.2.2.1. Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung

  Gillies (1989), menyatakan yang dimaksud dengan tindakan keperawatan langsung (direct care) adalah kegiatan yang difokuskan pada pasien dan atau keluarganya yang meliputi: a) komunikasi dengan pasien/ keluarga, dalam mengkaji riwayat kesehatan pasien, pendidikan kesehatan, penjelasan tentang prosedur tindakan/ operasi/pengobatan, mengatasi kecemasan pasien, penjelasan perkembangan kondisi pasien, pelaksanaan program orientasi/ peraturan rs dan perawatan dirumah. b) pemeriksaan/ control pasien, meliputi pemeriksaan fisik pasien baru, observasi kondisi pasien melalui ronde ruangan, memeriksa pasien bila ada keluhan, mengontrol tetesan infus dan keseimbangan cairan, c) mengukur tanda-tanda vital. d)tindakan dan prosedur keperawatan/pengobatan. e) nutrisi dan eliminasi, f) kebersihan pasien, g) mobilisasi dan transfortasi, h) serah terima pasien, i) pengambilan darah, urin, feses, pus untuk pemeriksaan laboratorium.

  Sedangkan kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah kegiatan yang berhubungan tidak langsung dengan pasien tapi berhubungan dengan persiapan atau kegiatan untuk melengkapi asuhan keperawatan yaitu: mendokumentasikan hasil pengkajian ke status keperawatan, membuat diagnose keperawatan, membuat rencana perawatan, mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, mendokumentasikan evaluasi keperawatan/ menulis laporan, mempersiapkan status keperawatan, mempersiapkan formulir untuk pemeriksaan laboratorium/ radiologi, menyiapkan alat untuk tindakan keperawatan/ pemeriksaan atau tindakan khusus, merapikan lingkungan pasien, menyiapkan/ memeriksa alat dan obat emergens, melakukan koordinasi/ konsultasi dengan tim kesehatan lainnya, mengadakan/mengikuti pre dan post konferen, mengikuti ronde keperawatan/ tim medis, memberikan bimbingan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, mengikuti diskusi ilmiah/ kegiatan ilmiah keperawatan dan medis, melakukan komunikasi tentang obat pasien dengan apotek, mengirim/ menerima berita pasien melalui telefon dan membaca status pasien Kegiatan lain yang dikatakan kegiatan non keperawatan adalah kegiatan pribadi perawat seperti makan , menonton TV, mengobrol, baca koran, minum serta kebersihan diri dan kegiatan kegiatan lain yang tidak produktif.

  2.2.2.2.Jumlah pasien yang dirawat perhari/ perminggu/perbulan.

  Menurut Ilyas (1999), jumlah pasien yang dirawat dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas akan menentukan besarnya beban kerja perawat untuk melayani pasien. Beban kerja tersebut dapat dihitung yaitu waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan perawat untuk sejumlah pelayanan.

  2.2.2.3. Tingkat ketergantungan pasien

  Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien dalam suatu ruangan akan mempengaruhi beban kerja perawat. Swanburg (1999), mengklasifikasikan tingkat ketergantungan pasien kedalam lima katagori keperawatan yaitu:

2.2.2.3.1. Katagori 1 : Perawatan Mandiri a.

  aktivitas sehari hari: makan/minum dapat dilakukan sendiri atau dengan sedikit bantuan. Dapat melakukan eliminasi sendiri ke kamar mandi serta mengatur kenyamanan posisi tubuh.

  b.

  Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk check up, bedah minor.

  c.

  Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi dilakukan melalui penjelasan rutin untuk prosedur tindakan dan penjelasan lepas rawat, emosi stabil. d.

  Pengobatan dan tindakan tidak ada atau sederhana.

  2.2.2.3.2. Kategori 2 : Perawatan Minimal a.

  aktivitas sehari hari; makan/ minum memerlukan bantuan dalam persiapan, masih bias makan sendiri, merapikan diri memerlukan sedikit bantuan. Eliminasi memrlukan bantuan untuk kekamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan.

  b.

  Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda tanda vital.

  c.

  Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan watu 10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi tetapi terkendali dengan obat.

  d.

  Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

  2.2.2.3.3. Kategori 3 : Perawatan Moderat a.

  aktivitas sehari hari; makan/minum harus disuapi, masih dapat mengunyah serta menelantetapi tidak dapat merapikan diri sendiri. Eliminasi dibantu dengan urinal/pispot, suka mengompol. Kenyamanan posisi tubuh tergantung pada bantuan perawat.

  b.

  Gejala akut hilang timbul, perlu pemantauan fisik dan emosi tiap dua sampai empat jam. c.

  Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu 10-15 menit per shift. Gelisah menolak bantuan tetapi dapat dikendalikan dengan obat.

  d.

  Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

  2.2.2.3.4. Kategori 4 : Perawatan Ekstensif a.

  Aktivitas sehari-hari, makan/minum tidak bisa menelan atau mengunyah, memerlukan makan per sonde, merapikan diri semua dibantu, untuk kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu oleh dua orang.

  b.

  Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan/darah, gangguan sistem pernafasan akut, perlu sering dipantau.

  c.

  Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu lebih dari 30 menit per shift. Gelisah, agitasi, tidak terkendali dengan obat.

  d.

  Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu lebih dari 60 menit per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari satu jam.

  2.2.2.3.5. Kategori 5 : Perawatan Total

  Perlu observasi satu perawat/ satu pasien terus menerus. Swansburg (1990) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan oleh perawat untuk melakukan tindakan keperawatan langsung pada pasien sesuai dengan tingkat ketergantungan.

2.2.3. Pengukuran Beban Kerja.

  Pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui observasi langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan. Rowland (1980) menyatakan ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengukur pekerjaan perawat, yaitu.

  2.2.3.1. Tehnik Time Study And Task Frequency;

  Tehnik ini terdiri dari analisa aktifitas keperawatan yang spesifik dan bagian-bagian dari tugas. Hal ini dimulai dari kapan tugas dilaksanakan sampai kapan tugas selesai. Jumlah waktu yang digunakan untuk aktifitas keperawatan digambarkan dalam waktu rata-rata. Termasuk waktu yang digunakan untuk istirahan dan kegiatan pribadi lainnya.

  Waktu rata-rata ditambah waktu istirahat dan kegiatan personal lainnya disebut waktu standar. Kegiatan diukur dengan cara mengalikan frekwensi kegiatan dengan waktu standar. Frekwensi dari tugas biasanya didapatkan dari check list laporan individu terkait tugas, keahlian dan tempat kerja.

  2.2.3.2. Tehnik Work sampling of nurse activity

  Tehnik ini merupakan variasi antara time study dan task freqwency. Gillies (1996) menyatakan bahwa metoda work sampling adalah metode dimana tugas perawat dikenali dan diberi patokan waktu, arus kerja dianalisa dan tugas kerja disusun dalam rangkaian untuk efisiensi. Frekwensi dan durasi masing masing tugas ditentukan.

  Pengamatan aktivitas perawat dilakukan dengan cara mengamati hal hal spesifik dari suatu pekerjaan apa yang dilakukan perawat pada waktu jam kerja, apakah kegiatan perawat berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan non produktif. Selanjutnya beban kerja perawat dihubungkan dengan waktu dan jadwal kerja perawat.

  Work sampling yang menjadi pokok pengamatan adalah kegiatan asuhan

  keperawatan yang dilakukan perawat dalam melaksanakan tugas harian di ruang rawat. Menurut Ilyas (2004) dengan cara ini peneliti akan mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan mulai dari datang sampai pulangnya responden, namun tehnik ini memerlukan waktu dan biaya yang besar.

Tabel 2.1. Form work sampling Pengamat : ..

  Ruang :… Tanggal :…. Dinas pagi/Sore/malam Jenis Kegiatan

  Kode perawat No Jam Keperawatan tidak Kegiatan yang diamati

  

Keperawatan langsung

langsung pribadi

  1

  08.00

  2

  08.15

  3

  08.30

  4

  08.45

  5

  09.00 dst

  Sumber Ilyas (2004)

2.2.3.3. Tehnik Daily Log

  Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan pada

  tehnik ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Daily log sangat bergantung pada kemampuan perawat dalam melaporkan kegiatan yang mereka lakukan secara objektif atau mengatur waktunya secara akurat. Tehnik ini relatif sederhana dan murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir.

Tabel 2.2 Form Daily Log

  Ruang :… Tanggal :…. Dinas pagi/Sore/malam WAKTU JENIS TINDAKAN

  Tk.

Total Tindakan

Jam Jam Tindakan Kegiata

  NO Ketergantunga

Waktu Keperawata

  Dimulai Selesai Keperawata n n (Menit n Tidak Kegiatan Kegiatan n Langsung Pribadi

  

) Langsung

  1

  2

  3 dst

  Sumber Ilyas (2004)

  2.2.3.4. Tehnik Continous Observation of Nurses Performing Activities

  Pengamatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap setiap kegiatan perawat kemudian dicatat secara terperinci serta dihitung lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pelaksanaan tehnik ini sangat sulit karena kejelian dan kekuatan baik fisik maupun psikis dari pengamat.

  2.2.3.5. Tehnik Self Reporting

  Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan terlebih dahulu atau formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir tugas harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-pekerjan yang ditugaskan.

  Pada penelitian ini data beban kerja dikumpulkan dengan menggunakan tehnik Daily Log, dengan pertimbangan tehnik ini lebih murah dan mudah untuk dilakukan.

2.2.4. Standar Beban kerja Perawat

  Menurut Gillies, 1998, standar beban kerja perawat sebagai berikut: a.

  Dinas pagi ; Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif =357 menit.

  Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

  b.

  Dinas sore : Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.

  Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

  c.

  Dinas malam: Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit.

  Beban kerja : K1=510. K2= 1020. K3=1530. K4=2040. Keterangan : 1.

  K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1 2. K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2 3. K3: kategori klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3 4. K4: kategori klien dengan perawatan ekstensif dan diberi bobot 4 5. Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan penghitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (714 +1071)/2 = 892,5 unit 6. Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5 unit sama dengan dinas pagi karena jam dinasnya sama yaitu tujuh jam (420 menit) 7. Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10 jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 =

  (1020 + 1530)/2 =1275 unit.

2.3. KINERJA

2.3.1. Pengertian Kinerja

  Kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2004). Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja merupakan prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan kerja individu maupun kerja kelompok personil.

  Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi.

  Deskripsi dari suatu kinerja menyangkut tiga komponen yaitu: 1) Tujuan, mengandung pengertian penentuan tujuan dari suatu organisasi merupakan suatu strategi untuk meningkatkan kinerja serta tujuan akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap anggotanya. 2) Ukuran, yang menentukan apakah personal telah mencapai kinerja yang diharapkan atau belum, 3) Penilaian, yang akan membandingkan standar kinerja baik kualitatif maupun kuantitatif untuk setiap tugas dan jabatan personal (Ilyas, 2004).

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Instrument evaluasi / penilaian kinerja yang efektif sangat penting untuk dimiliki oleh suatu organisasi pelayanan kesehatan. Proses evaluasi kinerja merupakan bagian penting dari upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2004).

  Gibson (1996), menyatakan bahwa teori kinerja yaitu melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Sedangkan menurut Pitoyo dan Kristiani (2000) kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (kemampuan, pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi) dan faktor-faktor ekstemal ( iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan, sistem kompensasi )

2.3.3. Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja adalah suatu proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dan memberikan umpan balik untuk keseuaian tingkat kinerja (Ilyas, 2004). Melalui penilaian kinerja dapat diketahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan job

  

description . Menurut Handoko (2001) manfaat penilaian kinerja adalah: 1)

  Perbaikan prestasi kerja atau kinerja, 2) Penyesuaian kompensasi, 3) Keputusan- keputusan penempatan, 4) Perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, 5) Perencanaan dan pengembangan karier, 6) Mendeteksi penyimpangan proses staffing, 7) Melihat ketidak akuratan informasi.

  Handoko (2001) juga menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian kinerja adalah: 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan secara rutin, 2) Penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu, 3) Mengarahkan jenjang karier, 4) mendorong hubungan sehat antara bawahan dan pimpinan, 5) mengetahui prestasi karyawan dalam bekerja, 6) karyawan akan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya, 7) Untuk penelitian dan pengembangan dibidang personalia secara keseluruhan. Sehinggga penilaian kinerja dapat dijadikan landasan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan karyawan sehingga pimpinan dapat memperbaiki demi efektifnya proses manajemen.

  Penilaian kinerja membuat bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat memotivasi gairah kerja, memindahkan secara vertical/horizontal, pemberhentian dan perbaikan mutu karyawan sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam penetapan kebijakan program kepegawaian selanjutnya (Hasibuan,2005). Sedangkan menurut Aditama (2003), penilaian kinerja bermanfaat untuk menentukan pemberian penghargaan, kenaikan jabatan, urutan dalam pemberhentian pegawai, identifikasi kebutuhan pelatihan dan membantu pegawai dalam memperbaiki hasil karyanya dengan memberikan umpan balik.

2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja

  Adapun atribut penilaian kinerja menurut Mangkunegera (2006) yang dikaitkan dengan penilaian kinerja menurut Depkes (2004) adalah:

  2.3.4.1. Pengetahuan tentang Pekerjaan

  Memahami tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, memiliki pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur dan keahlian teknis, dapat menggunakan informasi, material, peralatan dan teknik dengan tepat dan benar, mampu mengikutu perkembangan peraturan, prosedur dan teknik terbaru. Artinya, seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kewenangan pada setiap proses keperawatan dengan menggunakan ilmu keperawatan.

  2.3.4.2. Kualitas Kerja

  Meliputi faktor-faktor yang menunjukkan perhatian dengan cermat terhadap pekerjaan, mematuhi peraturan dan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja. Membuat keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan, mengembangkan solusi alternatif dan tindakan yang tepat, dapat memahami keputusan dan tindakan yang diambil. Seorang perawat dituntut penuh perhatian dalam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan SAK.

  2.3.4.3. Produktivitas

  Meliputi menyelesaikan tugas kerja yang diberikan secara konsisten, menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif, menggunakan waktu dengan efisien dan memelihara tempat kerja tetap teratur sesuai dengan fungsinya. Dalam melakukan asuhan keperawatan seseorang perawat bisa menyelesaikan pekerjaan dari setiap proses keperawatan secara konsisten.

  2.3.4..4. Adaptasi dan Fleksibilitas

  Meliputi kemampuan menyesuaikan diri denga segala perubahan dalam lingkungan pekerjaan, menunjukkan hasil kerja yang baik meskipun dibawah tekanan kerja, mempelajari dan menguasai informasi serta prosedur yang terbaru.

  2.3.4.5. Inisiatif dan pemecahan masalah

  Meliputi mempunyai inisiatif, menghasilkan ide, tindakan dan solusi yang inovatif, mencari tantangan baru dan kesempatan untuk belajar, mengantisipasi dan mamahami masalah yang mungkin dapat terjadi, membuat solusi alternatifpada saat penyelesaian masalah.

  2.3.4.6. Kooperatif dan Kerjasama

  Meliputi memelihara hubungan yang efektif, dapat bekerjasama dalam tim, memberikan bantuan dan dukungan pada orang lain serta mampu mengakui kesalahan sendiri dan mau belajar dari kesalahan. Dalam bekerja seorang perawat harus bisa bekerjasama dengan tim kesehatan lain.

  2.3.4.7. Keandalan/Pertanggungjawaban

  Meliputi hadir secara rutin dan tepat waktu, mengikuti instruksi- instruksi, bekerja secara mandiri, menyelesaikan tugas dan memenuhi tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

  2.3.4.8. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi

  Meliputi dapat berkomunikasi dengan jelas, selalu memberikan informasi kepeda orang lain, dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dari bebrbagai jenis pekerjaan, memelihara sikap yang baik dan professional dalam segala hubungannya antar individu, mampu memecahkan masalah dan mau menerima masukan dari orang lain. Perawat harus bisa menyampaikan informasi keadaan kesehatan pasien sesuai dengan kewenagannnya kepada keluarga pasien maupun tim kesehatan lain.

2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi ke masa lalu atau masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu berdasarkan hasil yang telah dicapai. Teknik penilaian jenis ini meliputi skala penilaian, daftar periksa, metode pilihan yang dibuat, metode kejadian kritis dan metode catatan prestasi. Kekuatan pendekatan masa lalu adalah memiliki kekuatan dalam hal kinerja yang telah terjadi dan mudah diukur, sedangkan kelemahannya adalah kinerja yang tidak dapat diubah.

  Penilaian kinerja berorientasi masa yang akan datang adalah penilaian kinerja saat ini serta penetapan prestasi kerja dimasa yang akan datang yaitu self

  

assessment, management by objective dan pusat penilaian. Ada empat

  pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan yaitu; penilaian diri, pengelolaan berdasarkan tujuan, penilaian psikologis dan pusat-pusat penilaian (Notoatmodjo, 2003; Siagian, 2000)

2.4. Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

  Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

  Tugas pokok perawat memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan/ kesehatan (Depkes RI, 2001)

2.4.4. Peran Perawat

  Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti ( Hidayat, 2004). Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks (Monica, 2006)

2.4.5. Tugas perawat 1. Tugas Perawat Di Rumah Sakit.

  Seorang perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

  2. Tugas perawat diruangan.

  Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat/ dokter penanggungjawab ruangan (Depkes RI, 2004)

  Tugas pokoknya adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien diruangan , dengan uraian tugas sebagai berikut: memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya, menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai, melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan dan lingkungan, peraturan dan tata tertib yang berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan, menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan keluarganya, mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai batas kemempuannya, menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya, melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya, berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar dapat segera mandiri, melakukan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan, melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya, memantau dan menilai kondisi pasien, menciptakan dan memelihara suasana yang baik antara pasien dan keluarganya, sehingga tercipta ketenangan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan dan melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta system informasi rumah sakit yang akurat (Depkes RI, 2004).

2.5. Landasan Teori

  Motivasi bersifat individual, artinya setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Herzberg tahun 1952 (Maidani, 1991) terdiri dari 2 yaitu Instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu prestasi, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu, sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, mutu pengendalian teknis, kondisi kerja, hubungan kerja, pengakuan, keamanan kerja, kehidupan pribadi dan penggajian.

  Motivasi perawat dalam menjalankan tugasnya dipengaruhi oleh kesimbangan jumlah tenaga yang ada dengan beban kerja (Gillies, 1994). Bila jumlah perawat kurang dari kebutuhan maka akan mengarah kepada terjadinya frustasi, keletihan, kekecewaan, dan bila jumlah tenaga berlebih akan mendorong terjadi kejenuhan dan perselisihan antar individu perawat. Jika jumlah klien meningkat maka jumlah kegiatan keperawatan juga akan bertambah sehingga beban kerja perawat juga bertambah dan akan lebih berat lagi jika tingkat ketergantungan klien lebih banyak berada pada kategori total care yang lebih banyak membutuhkan waktu direct care dari perawat.

  Keletihan, kelelahan dan kejenuhan yang dialami perawat karena beban kerja yang meningkat dapat menurunkan motivasi perawat sehingga dampaknya menurunkan kinerja dan kualitas asuhan keperawatan dan pada akhirnya menurunkan tingkat kepuasan klien. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Illyas (2004) salah satu faktor yang dapat menurunkan motivasi atau keinginan kerja personal adalah tingginya beban kerja.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

  

Variabel Independen Variabel Dependen

Motivasi 1.

  Instrinsik a.

  Prestasi b.

  Tanggung Jawab c. Pengembangan diri 2.

  Ekstrinsik a.

  Kondisi kerja b.

  Pengakuan c. pendapatan (Herzberg dalam Maidani 1991)

  Kinerja Perawat Pelaksana Beban kerja a.

  Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung b.

  Jumlah pasien yang dirawat perhari/perminggu/perbulan c.

  Tingkat ketergantungan d.

  Rata-rata hari rawatan ( Gillies 1994)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa motivasi dan beban kerja akan memberikan pengaruh kepada kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

4 50 176

Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

26 186 126

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

2 42 97

Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

9 60 126

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

0 1 51

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1.Supervisi 2.1.1. Pengertian Supervisi - Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

0 1 34

Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

1 1 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja - Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

0 1 37

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Supervisi Klinis 2.1.1. Pengertian Supervisi - Hubungan Supervisi Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara

0 0 39

Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

0 1 24