BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1.Supervisi 2.1.1. Pengertian Supervisi - Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

2.1.Supervisi

2.1.1. Pengertian Supervisi

  Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan, pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014). Menurut Gillies (1994), menyatakan supervisi atau pengawasan merupakan salah satu dari prinsip perilaku kepemimpinan. Supervisi dilakukan untuk melihat pekerjaan yang sedang berlangsung dan memperbaikinya apabila terjadi pelaksanaan yang tidak baik. Menurut RCN (2007), supervisi adalah proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

  Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi merupakan pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan yang kemudian bila ditemukan masalah segera dilakukan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli, 2012).

  Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah kegiatan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar

  30

  mengontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah ditentukan, tetapi supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efesien.

  NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan

  professional untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa supervisi dalam praktek keperawatan professional merupaka suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

  Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk mengawasi pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi penilaian kepada individu untuk melihat kegiatan apa yang telah selesai dan apa yang mungkin masih perlu untuk diselesaikan sepanjang hari (Tappen, Weiss, & Whitehead 2010). Menurut Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.

  Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan ditingkatkan tanpa melakukan supervisi.

  Kron (1987), menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana. Hasil dari pelaksanaan supervisi diharapkan setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat yang bersangkutan.

  Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi profesional klinis di mana mereka dapat berbagi pengalaman organisasi, perkembangan dan emosional dengan aman dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Proses ini akan menyebabkan peningkatan kesadaran termasuk akuntabilitas dan praktek reflektif ( Lynch & Happel, 2008).

  Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh manajer kepada bawahan. Proses supervisi merupakan kegiatan pembelajaran, pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta serta memberikan dukungan kepada bawahan dan merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan.

2.1.2. Tujuan Supervisi

  Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk memeriksa, menilai dan memperbaiki penampilan kerja pegawai sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Swanburg (2010) mengatakan tujuan supervisi adalah (1) Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan (3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan

  32

  individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan ketrampilan keperawatan.

  Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi yang baik adalah supervisi yang dilakukan secara berkala.

2.1.3. Pelaksana Supervisi

  Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:

  1. Kepala Ruangan Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya.

  Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut.

  2. Pengawas Perawatan (Supervisor) Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit fungsional

  (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.

  3. Kepala Bidang Keperawatan keperawatan, bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui para pengawas perawatan.

  Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab melakukan supervisi adalah atasan langsung yang memiliki kelebihan dalam organisasi tersebut. Karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi meliputi: (1) Atasan langsung dari yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas dan wewenang dan tanggung jawab yang jelas. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. (3) Memiliki keterampilan melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik supervisi. (4) Memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. (5) Mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disuperisi.

2.1.4. Teknik Supervisi

  Menurut Arwani (2006), secara teknis supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Supervisi langsung bertujuan untuk proses pembimbingan, arahan, dan pencegahan serta memperbaiki kesalahan yang terjadi, maka supervisi langsung lebih tepat digunakan. Supervisi yang ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan tugas kepearawatan yang telah dijalankan maka supervisi tidak langsung lebih tepat digunakan. Supervisi langsung dilakukan pada kegiatan yang sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam perintah.

  34

  Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore dan malam. Dapat juga dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat. Supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari supervisi tidak langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan (Suyanto, 2008).

  Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal yaitu (1) menetapkan masalah dan prioritasnya, (2) menetapkan penyebab masalah, (3) melaksanakan jalan keluar, (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

  Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan interpersoanal dan komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis ataupun objektif yang meliputi: (1) menurumuskan tujuan perawatan realistis untuk klinik kesehatan, pasien dan personel keperawatan, (2) membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau klien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagaian penunjang, (4) mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan staf perawatan, (5) memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6) pengembangan staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8) mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati, (9) menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap hal-hal incidental, (10) menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat, (11) memberikan laporan ringkas dan jelas, (12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja individu dan kelompok staf perawatan.

  Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat dilakukan dengan cara self-supervision, one-to-one supervision dan team supervision. Bush (2005), mengemukakan supervisi dapat dilakukan dengan cara one-to-one dengan expert berasal dari disiplin ilmu yang sama, one-to-one dengan expert berasal dari disiplin ilmu yang berbeda, one-to-one yang dilakukan oleh rekan, group

  

supervision dan network supervision. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan

  meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat tercapai (Heron 1990).

2.1.5. Kompetensi Supervisor

  Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi harus memiliki kemampuan (1) memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan, (2) memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan, (3) keperawatan, (4) mampu memahami dinamika kelompok, (5) memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan, (6) melakukan penilaian terhadap penampilan

  36

  kerja perawat, (7) mengadakan pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik (Suyanto, 2008).

2.1.6. Peran dan Fungsi Supervisi

  Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai. 1)

  Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi. 2)

  Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti. Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan sangat penting karena secara langsung berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya. 3)

  Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien.

  Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu. 4)

  Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus.

  Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri, dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab kualitas supervisi menunjukkan bahwa kepuasan dalam

  38

  pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Berggren & Severinsson, 2005). Peran yang dilakukan supervisor saat pelaksanaan supervisi meliputi mengamati dan membimbing, memberikan sikap yang mendukung, dan mampu mengidentifikasi masalah bersama pasien dan pelaksanaan berfokus pada teoritis (Christiansen, at al, 2011)

  Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS) (2009), fungsi seorang supervisor klinik adalah:

  1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan kesadaran diri, melalui proses pembelajaran dengan mengidentifkasi kebutuhan untuk meningkatkan professional. Supervisor adalah guru, pelatih dan seorang role model profesional.

  2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau masalah yang ada dan juga menentukan alternatif penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan bersama. Konsultan sebagai unit terdepan dalam organisasi untuk mengenali dan mengatasi masalah yang ada.

  3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral, menilai kebutuhan serta kekuatan, menyarankan berbagai pendekatan klinis, model serta mengatasi kelelahan melalui pelatihan terus menerus.

  4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees melalui peran model, memfasilitasi pengembangan professional serta melatih generasi Keempat fungsi supervisor tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.

  Gbr 2.1. Roles of the Clinical Supervisor. Sumber: Departement of Health Human Service 2009

  Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White at.all (1998), mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi: 1.

  Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan kemampuan memberikan pemahaman terhadap orang lain. Pengembangan skill perawat pelaksana dilakukan melalui proses pembelajaran. Seorang manager harus mampu mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus tentang apa yang belum diketahui oleh perawat pelaksanaan. Meningkatkan apa yang telah diketahui untuk pelayanan keperawatan yang lebih baik. Melalui supervisi manager tidak hanya mampu mengajarkan tetapi harus mampu melihat tidak hanya pada saat supervisi berlangsung namun juga dalam kegiatan sehari-hari.

  40

2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan praktek serta meningkatkan hubungan interpersonal.

  Manager/supervisor memberikan dukungan kepada perawat pelaksana. Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat pelasana, memberikan kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi dan mampu meredam konflik yang ada di antara perawat.

  3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam pemberian pelayanan klinik . Seorang manager adalah pengawas untuk tetap menjaga kualitas pelayanan keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut menurun maka manager harus mampu mencari penyebab dan mampu memberikan penyelesaian masalah.

  Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012), supervisi adalah merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendorong praktek profesional yang terdiri dari tiga fungsi utama supervisi yaitu:

  1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan keterampilan. Proses edukatif adalah pembelajaran antara supervisor dengan perawat pelaksana. Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan pemahaman dari setiap untuk meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan kegiatan edukatif memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk mengeksplor dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

  2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan professional yang terus- menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan. Permasalahan dapat disebabkan kelelahan dalam bekerja, stress akibat beban kerja. Fungsi restorative dapat dilakukan dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus mampu untuk meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan tim harus memiliki sikap yang saling mendukung sehingga memberikan kenyamanan dalam bekerja.

  3. Fungsi normative , meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan. Fungsi

  

normative untuk peningkatan dan perbaikan standar contoh mengkaji (Standar

  Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang kemudian dapat diperbaiki jika diperlukan. Kegiatan ini memberikan kepada perawat pelaksana untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelolaan pasien. Penerapan fungsi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau rapat untuk membahan pelayanan keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang diharapkan dari fungsi ini adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam meningkatkan praktik, kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.

  42

  Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini memerlukan tindakan koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas, kebijakan serta prosedur yang digunakan sebagai standar. Tindakan-tindakan perbaikan dapat bersifat benar, disiplin atau mendidik.

  Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).

  Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya sebagai berikut: (1) Mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut pelaksana standar asuhan keperawatan yang telah disepakati. (2) Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan. (3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. (4) Membantu

  

(asistensing) , memberi dukungan (supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan

(sharing).

2.1.7. Model Supervisi

  dalam kegiatan supervisi antara lain:

  1. Model konvensional Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staff dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

  2. Model ilmiah Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik: a) dilakukan secara berkesinambungan, b) dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, c) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan.

  3. Model klinis Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. Model artistik

  Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan di

  44

  supervisi. Pendekatan interpersonal akan menciptakan hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat pelaksana dengan supervisor akan terbuka yang mempermudah proses supervisi.

  Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain Model Proctor: model ini mengembangkan bahwa seorang supervisor harus memenuhi tiga fungsi utama utama yaitu: restoratif, formatif dan normative. Model ini yang memandu praktek supervisi tidak boleh terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka kerja yang didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The

  CLEAR (integratif) model menjelaskan tugas atau proses pengawasan meliputi

  beberapa komponen yaitu kontrak, mendengarkan, mengeksplorasi, tindakan dan meninjau. Komponen kontrak menggambarkan adanya proses sebelum pelaksanaan supervisi melalui sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Komponen mendengarkan meliputi adanya proses menjadi seorang pendengar yang aktif. Komponen mengeksplorasi dilakukan dengan menggunakan pertanyaan untuk mendapatkan informasi baru dalam kemajuan klinis. Komponen tindakan dan meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir. Dilakukan dengan proses bimbingan secara bertahap berdasarkan teoritis. Supervisi yang dilakukan berdasarkan kerangkan kerja yang bertujuan untuk pengembangan supervisees. Supervisor harus menyadari elemen utama dalam model ini adalah: murah hati, bermanfaat, bersikap terbuka, mau belajar,

  Pelaksanaan supervisi kepala ruangan di RSUD dr Pirngadi Medan belum dilaksanakan secara rutin dan terjadwal, namun pelaksanaan sesuai kebutuhan.

  Kepala ruangan melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepala ruangan memberikan pembelajaran untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat pelaksana melalui supervisi. Kepala ruangan juga memberikan dukungan serta mengontrol kinerja perawat pelaksana.

2.2. Produktivitas Kerja

2.2.1. Pengertian Produktivitas

  Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan dan uang).

  Produktivitas merupakan ukuran efisiensi produktif, suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan (Sutrisno, 2012). Produktivitas menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi. Dalam hal ini tidak terlepas dari efisiensi dan efektifitas. Efisiensi diukur dengan rasio output dan input, dengan kata lain mengukur efisiensi memerlukan identifikasi dari hasil kerja (Sulistiyani & Rosidah, 2011).

  Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu

  • –satuan (unit) umum.

  46

  Produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan tersebut lebih berkualitas. Setiap profesional dapat menentukan nilai produktivitasnya sendiri dan dapat dilakukan secara mandiri untuk meningkatkan penampilan dan tanggung jawab serta bertindak sesuai standar praktek yang ada (Swanburg, 2010).

  Produktivitas perawat merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang signifikan, peningkatan produktifitas perawat akan mempengaruhi produktivitas pelayanan kesehatan. Dalam hal ini pengawasan terhadap produktivitas perawat pelaksana dilakukan oleh manager untuk melakukan pengontrolan terhadap kualitas kerja (North & Hughes, 2012).

  Cheminais, Bayat, Walt dan Fox (1998) dalam Bhaga (2010), berpendapat bahwa produktifitas adalah nilai ekonomi yang meliputi efisiensi dan efektifitas melalui langkah-langkah yang telah ditentukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat yang optimal. Menurut Gillies (1994), penggunaan waktu produktivitas belum berarti produktivitasnya tinggi, tetapi dengan diketahuinya waktu yang digunakan, kita dapat mengukur waktu kerja yang produktif atau tidak produktif.

  Berdasarkan beberapa uraian diatas maka produktivitas adalah meliputi efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan keperawatan.

  Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan prestasi (Rivanto, 1991 dalam Sutrisno, 2012).

  Sinungan (2009), mengatakan salah satu untuk mendorong peningkatan produktivitas adalah melalui peningkatan ketrampilan. Hal ini bertujuan agar setelah pelatihan seorang mampu mengemban tugas dan pekerjaan sebaik mungkin sehingga pada akhirnya dapat mendorong kemajuan setiap usaha.

  Menurut simanjuntak (1993) dalam sutrisno (2012), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang meliputi pelatihan, mental dan kemampuan fisik karyawan, hubungan antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian Fako at.all. (2002), mengemukakan bahwa bawahan yang mendapat pembelajaran dari atasan lebih produktiv dibandingkan yang tidak mendapat pembelajaran. Tiffin dan Cormick dalam Siagian (2009), produktiviats dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu meliputi umur, tempramen, keadaan fisik individu, kelelahan dan motivasi. Sedangkan faktor yang diluar individu adalah kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan keluarga.

  

knowledge , (b) skills, (c) abilities, (d) attitude, (e) behaviors (Sulistiyani, 2003).

  Letvak & Buck (2008), berpendapat bahwa faktor yang terkait dengan penurunan

  48

  produktivitas kerja adalah usia, lama bekerja perawat, kualitas pelayanan yang diberikan, stres, dan masalah pada lingkungan kerja. Fako dan Forcheh (2007) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja perawat adalah pelatihan, partisipasi dalam pengambilan kebijakan, kehadiran, pembelajaran dari atasan, usia dan agama.

  Menurut Siagian (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja adalah:

  1. Perbaikan terus-menerus Salah satu implikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja adalah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus- menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini dikarenakan bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus

  • –menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal meliputi perubahan strategi organisasi, pemanfatan teknologi, kebijaksanaan. Perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan organisasi yang dominan peranannya dimasyarakat.

  2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksaana tugas pokok maupun pelaksana tugas penunjang dalam organisasi. Peningkatan mutu meliputi mutu internal dan eskternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak diluar organisasi.

3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

  Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi. Memberdayakan SDM merupaka etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua manajemen dalam organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan, dan penerapan gaya manajamen yang partisipatif melalui proses demokrasi dalam organisasi.

  Produktivitas keperawatan meningkat hasilnya dengan menambahkan laporan pengetahuan dan keterampilan. Beberapa kemajuan dalam keperawatan dalam bentuk standar praktik, jenjang klinis dan lain-lain yang membutuhkan dukungan selama di tempat kerja serta menghormati martabat individu, mendorong untuk tanggung jawab mencapai tujuan profesi (Gillies, 1999).

  Peningkatan produktivitas perawat memiliki manfaat seperti menurunkan biaya rumah sakit dan meningkatkan retensi kerja perawat, meningkatkan efektivitas dan kepuasan pasien, perawat, dokter dan staf (Thompson & Stanowski, 2009).

  50

2.2.3. Indikator Produktivitas

  Produktivitas perawat merupakan hal yang sangat penting dalam rumah sakit. Perawat merupakan bagian terbesar dari sistem pelayanan yang memberikan perawatan langsung kepada pasien (Hall, Doran, & Pink, 2004). Meningkatnya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Sutrisno, 2012). Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator sebagai berikut:

  1. Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

  2. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

  3. Semangat kerja Hal ini merupakan usaha untuk lebih baik dari keamrin. Indicator ini dapat dibandingkan dengan hari sebelumnya.

  4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.

  Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Harapan untuk menajdi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

  5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu.

  Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi organisasi dan dirinya sendiri.

  6. Efisiensi Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.

  Moody (2004), mengemukakan bahwa pengukuran produktivitas dilakukan berdasarkan lama kerja perawat perhari, lama rawat pasien (LOS), laporan produktivitas dari kepegawaian berdasarkan pendapat pasien, peningkatan produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan

  52

  perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan terhadap kualitas dan ketepatannya.

  1. Efektivitas mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah ditetapkan. Efektivitas berkaitan dengan ketepatan dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan..

  2. Efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi. Efisiensi dikaitkan dengan kecepatan dalam pemberian asuhan keperawatan serta menghindari pemborosan penggunaan alat.

  Hubungan antara efektivitas dan efisiensi membentuk pengertian produktivitas dengan cara efektivitas pelaksanaan tugas mencapai tujuan dibagi dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber masukan ke proses. Produktivitas kerja ini dapat diperbaiki melalui: (1) Perencanaan dengan meningkatkan variasi antara masukan dengan keluaran dengan: (a) meningkatkan keluaran (output), mengurangi masukan (input), (b) meningkatkan keluaran, masukan dipertahankan konstan, (c) meningkatkan keluaran lebih cepat dari pada masukan (d) keluaran lebih lambat dari pada masukan. (2) Mengumpulkan ide-ide dan rekomendasi dari staf, (3) Membuat tantangan, (4) Menajer menunjukkan minat pada pencapaian dan perhatian staf, (5) Memuji dan memberi imbalan pada kinerja yang baik, (6) Melibatkan staf, (7) Mempunyai susunan atau hubungan yang berarti dengan hasil pengukuran dimana data tersedia atau mudah didapatkan dan dimana pekerja mempunyai beberpa kontrol, (8) memilih tindakan yang cocok dengan fungsi dan menggabungkan dengan tindakan (9) memantau perubahan beban kerja dalam kebutuhan pengaturan staf dengan membuat standar (10) Mengkombinasikan dukungan dengan pemahaman, motivasi dengan pengenalan pekerja (11) meningkatkan rasio staf profesional dengan non profesional, (12) Menempatkan pasien yang diterima berdasarkan sumber yang diterima, (13) memperbaiki keterampilan, energi, dan motivasi melalui pengembangan staf, penyediaan buku-buku, penyediaan biaya, serta insentif lain, (14) penyederhanaan beban kerja, analisis beban kerja dan pendekatan lain, (15) membuat suatu diagnosa organisasi terhadap masalah-masalah, dan kenyataan- kenyataan, (16) Menanyakan kepada perawat apa yang membuat mereka produktif, (17) Mengurangi waktu menunggu dan istirahat, waktu minum kopi dan makan, (18) Merangsang manajer perawat dan perawat klinis untuk menginginkan pencapaian hasil yang memuaskan, (19) Menyusun target untuk meningkatkan keluaran tahunan tanpa penambahan alat atau pekerja, (20) membuat catatan dan analisa waktu harian pegawai untuk menentukan kemajuan komitmen untuk memperbaiki produktivitas, keefektifan dan efisiensi, (23) mencari produk baru dan pelayanan serta metode baru dan ikuti, (24) mencari

  54

  pendekatan baru dan bermanfaat untuk mengasi masalah yang sudah lama, (25) meningkatkan kualitas produk keperawatan, (26) memelihara perhatian dengan proses dan metoda untuk menghasilkan asuhan keperawatan (27) memperbaiaki penggunaan waktu, (29) mengurangi biaya yang perawat kerjakan dengan meninjau kembali anggaran biaya, (29) memperbaiki estetika: kualitas kerja dan kepuasan serta keindahan lingkungan, (29) menerapkan kebijakan etik sebagai suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (30) menerapkan kebijakan etik sebagai suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (31) memperoleh kepercayaan dari kelompok, (32) mengenal kebutuhan dengan baik (Swanburg, 2010).

  Sinungan (2003) pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu.

  1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya atau perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

  Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

  Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relative

  3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.

  Efisiensi dan efektifitas merupakan komponen nilai ekonomi yang meliputi tenaga kerja, penggunaan obat dan juga prasarana yeng digunakan dalam pemberian proses keperawatan (NHS, 2012). Pengelolaan upaya peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, salah satu diantaranya adalah etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan (Sutrisno, 2012).

  Menurut Mathis & Jacson (2001), produktivitas individu dihubungkan dengan kinerja seseorang yang dipengaruhi tiga faktor: kemampuan untuk mengerjakan pekerjaannya, tingkat usaha, dan dukungan yang diberikan pada faktor tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

  56

  Produktivitas Individu

  Kemampuan Bawaan Usaha yang dilakukan Produktivitas Individu  Bakat  Motivasi  Pelatihan  Ketertarikan  Etika kerja  Peralatan  Faktor kepribadian  Kehadiran pada waktu  Mengetahui harapan kerja  Faktor kejiwaan

   Rekan kerja yang produktif

 Rancangan pekerjaan

  Gbr.2.2. Komponen dari produktivitas individu

2.3. Teori Keperawatan

  Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

  interpersonal relationship dari Hildegard E. Peplau. Menurut Peplau keperawatan

  adalah terapeutik yaitu suatu seni menyembuhkan ataupun menolong individu yang membutuhkan. Keperawatan dipandang sebagai proses interpersonal karena menghubungkan dua individu atau lebih yang memiliki tujuan yang sama (Gonzalo, 2011).

  Kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain dalam konsep ini menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup empat komponen yaitu: pasien, perawat, masalah kecemasan yang timbul akibat sakit, proses interpersonal. Proses interpersonal dalam konsep ini menjelaskan bahwa pencapaian tujuan melalui langkah ataupun pola yang pasti, pengidentifikasian suatu masalah dimulai dengan pendekatan yang tepat. Individu dipandang sebagai satu struktur yang unik meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual dimana satu sama lain tidak bertentangan. Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda yang mempengaruhi persepsi dimana hal ini sangat penting dalam proses interpersonal (Potter & Perry 2005).

  Perawat ialah individu yang mengarahkan pasien untuk penyelesaian masalah yang dihadapi setiap hari, metode yang digunakan adalah berdasarkan prisip-prinsip profesional yang akan meningkat secara efektif. Setiap permasalahan akan mempengaruhi kepribadian perawat dan meningkatkan profesionalisme. Inilah ciri diri perawat yang memiliki perubahan langsung dalam terapeutik hubungan interpersonal.

  Konsep Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpersonal yang saling berkaitan yaitu: (1). Orientasi: merupakan tahap awal dari proses hubungan interpersonal, (2). Identifikasi : penetapan tujuan, (3). Eksploitasi: membantu memberikan gambaran klien yang sebenarnya, (4). Resolusi (pemecahan masalah). Setiap tahap saling melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian masalah.

  58 2.4. andasan Konseptual

  Pengelolaan produktivitas: Teori Keperawatan  Perbaikan terus-menerus Interpersonal Relationship (Peplau, 1952)  Peningkatan mutu hasil pekerjaan  Pemberdayaan SDM Tujuan supervisi (Siagiaan, 2002)

   Memperhatikan anggota unit dan area kerja  Perencanaan  Memperhatikan rencana kegiatandan  Mengumpulkan ide rekomendari dari staf evaluasi  Pemberian reward

   Meningkatkan kemampuan kerja  Mengevaluasi kinerja

  (Swanburg, 2010)  Penegmbangan staf

   Memeriksa (Swanburg, 2010)

   Menilai  Memperbaiki (Gillies, 1994)

  Pelaksana Supervisi Indikator produktivitas kerja  Kepala ruangana

   Kemampuan  Pengawas perawatan  Meningkatkan hasil yang dicapai

   Kepala bidang perawatan  Semangat kerja

  (Suyanto, 2008)  Pengembangan diri Peran Supervisor  Mutu  Perencana  Pengarah  Efisiensi  Pelatih (Sutrisno, 2012)

   Penilai Korn (1987) & Christiansen, at. al (2010)

   Efektifitas Fungsi Supervisi  Efisiensi  Edukasi Faktor-faktor yang mempengaruhi Hall (2003), Soltani (2007), Swanburg  Supportive produktivitas kerja: (2010)  Manajerial  Tingkat pendidikan

  Hawkins & Shohet (1989), Farington  Keterampilan

  (1995)  Tingkat penghasilan

   Teacher  Consultant  Motivasi

  Gbr. 2.2. Landasan Konseptual

   Coach  Lama kerja

   Mentor (role model)  Stress

  DHHS (2009)  Lingkungan kerja

   Fungsi formatif (Buck. At.all 2008, Tiffin dan Cormick  Fungsi restorative dalam Siagian 2003)  Fungsi normative

  Severinson (2001), Bush (2005), Dawson, at.all (2012)

2.5. Kerangka Konseptual

  Gbr. 2.2. Landasan Konseptual Berdasarkan landasan konseptual pada Gbr 2.2. kerangka konseptual dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan 3 landasan konsep utama tentang fungsi supervisi dan didukung dengan konsep yang lain. Fungsi supervisi dapat terlaksana dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat tercapai.

1. Fungsi formatif

  Pelaksanaan supervisi merupakan proses edukatif (pembelajaran) yang diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Pembelajaran yang diberikan kepala ruangan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan. Kepala ruangan juga berperan sebagai teacher yang mampu mengajarkan hal-hal yang belum diketahui oleh perawat pelaksana maupun yang belum mampu untuk melaksanakan secara maksimal. Pelatihan secara terus- menerus juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan perawat pelaksana serta memperbaiki pelayanan keperawatan. Supervisi yang dilakukan kepala ruangan tidak hanya mampu mengajarkan, melatih namum mampu meberikan contoh nyata yang dapat dilakukan untuk dapat diikuti oleh perawat pelaksana (mengajarkan, melatih, role model).

  Fungsi restorative Kegiatan supervisi tidak hanya sebagai sarana untuk pembelajaran namun merupakan kegiatan profesional yang dilakukan oleh kepala ruangan. Kepala

  60

Dokumen yang terkait

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

21 206 87

Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

10 149 126

Pengaruh Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

16 108 135

Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

6 67 107

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 25

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Supervisi - Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

0 1 51

1. Permohonan menjadi responden 2. Lembar persetujuan 3. Instrument penelitian - Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

0 0 18

Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

0 2 7