Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

(1)

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

HUBUNGAN MOTIVASI DAN BEBAN KERJA DENGAN

KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

DAERAH LANGSA

TESIS

Oleh

SYAFRIZAL

127046052 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN MOTIVASI DAN BEBAN KERJA DENGAN

KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH LANGSA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAFRIZAL

127046041 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 3 September 2014

PANITIAN PENGUJI TESIS

Ketua : DR. Juanita, SE.,M.Kes

Anggota : 1. Mahnum Lailan,Nst. SKep.,Ners.,MKep 2. Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si.


(5)

(6)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Nama Mahasiswa : Syafrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja perawat pelaksana merupakan salah satu faktor penentu citra Rumah Sakit. Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana menjadi lebih baik. Menurut 5 orang perawat pelaksana yang di wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat pelaksana. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum


(7)

Daerah Langsa pada bulan Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di RSUD Langsa sebanyak 336 orang dengan jumlah sampel sebanyak 77 orang yang diambil menggunakan tehnik simple random sampling. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan motode cross-sectional. Pengumpulan data untuk motivasi menggunakan teori Herzberg dan kinerja menggunakan teori dari Mangkunegara serta beban kerja menggunakan daily log. Untuk melihat hubungan masing masing veriabel digunakan uji Chi-Square dan untuk melihat variabel mana yang paling berpngaruh digunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa umumnya tinggi (55,8%) dan beban kerja perawat pelaksana umumnya rendah (55,8%). Ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana (P = 0,000) dan tidak ada hubungan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana (P =0,187). Dari hasil uji regresi logistik, motivasi instrinsik memiliki peluang sebesar 18 % untuk mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di RSUD Langsa jika dikelola dengan baik. Disarankan pada pimpinan RSUD Langsa untuk meningkatkan motivasi dari para perawat pelaksana dengan memberikan kesempatan kepada seluruh perawat secara bergilir untuk mengikuti pelatihan di luar daerah ataupun dengan melakukan pemilihan perawat teladan sehingga mereka terpicu untuk bekerja lebih baik lagi. Memberikn kesempatan kenaikan jabatan pada setiap perawat, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat melalui program diklat.

Kata kunci : motivasi kerja perawat pelaksana, beban kerja perawat pelaksana, kinerja perawat pelaksana.


(8)

Thesis Title : Correlation Between Motivation and Work Load Of Nurse Practitioners in The Inpatient Wards of RSUD (Regional General Hospital) Langsa.

Name : Syafizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The performance of nurse practitioners is one of determining image factors of a hospital.Health profile of Aceh in 2012, shows the ratio of the number of nurses in Langsa is 153.08 per 100,000 population, according to this indicator exceeds the normal standards of Healthy Indonesia 2010 of 117.5 per 100,000 population, see the distribution of the maximum workload of nurses should be more mild or balanced so that the performance of the nurses to be better. According tofive nurses were interviewed, their lack of motivation to improve their work performance is not satisfactory due to their high workload and lack of attention from their superiors on work performance, and the lack of difference between the incentives received by the lazy diligent work. Lack of attention and the high workload and the lack of differences in the incentives that will lead to fatigue and work stress This study aimed to analyze the relationship between motivation and workload on the performance of nurses. The objective of the research was to analyze the correlation of motivation and work load with nurse practitioners’


(9)

performance. The research was conducted in RSUD (Regional General Hospital) Langsa in July, 2014. The population was 336 nurse practitioners in RSUD Langsa, and 77 of them were used as the samples. The research used quantitative approach with cross sectional design. The data for motivation were gathered theory of Herzberg's motivation and performance using the theory of Mangkunagara and workload using daily log. To see the relationship each veriabel used Chi-Square and to see which are the most influential variables used logistic regression test. The result of the research showed that the motivation of the majority of nurse practitioners at the General Hospital of Langsa generally high (55.8%) and the workload of the nurses were generally low (55.8%). Based on the result of cross tabulation, it was found that motivation were correlated with nurse practitioners’ performance (p = 0.000) were no correlation between work load and nurse practitioners (p = 0.187). The result of logistic regression test showed that the variable which had the most dominant influence on the nurse practitioners’ performance in RSUD Langsa was intrinsic motivation has opportunity 18 % to influence the nurse practitioners’ performance. It is recommended that the management of the hospital to increase the motivation of the nurses by providing opportunities to all nurses in rotation for training outside the area, or by choosing exemplary nurses so they are stimulated to work better give the opportunity for the promotion of each nurse practitioner, improve their knowledge and skill through training program.

Keywords: nurse practitioners’ motivation, nurse practitioners’ workload, Nurse practitioners’ performance


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU). 3. Dr. Juanita, SE., M.Kes. selaku dosen pembimbing I. Terima kasih telah

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai.

4. Mahnum Lailan,Nst, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku dosen pembimbing II yang tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.


(11)

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. RSUD Langsa yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, tanpa didikan dan dukungan dari kalian mungkin diriku tidak akan seperti ini.

8. Istriku dan Putraku tercinta yang selalu memberikan support kepada diriku dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 03 September 2014 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafrizal

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir: Langsa, 30 Juli 1978 Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Agama : Islam

Alamat : Langsa

Email :

Riwayat Pendidikan:

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN.7 Langsa 1991

SMP SMP Negeri 1 Langsa 1994

SMA SMA Negeri 1 Langsa 1997

D3 Keperawatan Akper Depkes Banda Aceh 2000 S1 Keperawatan FIK UI 2008 Ners Ners FIK UI 2009 S2 Keperawatan Magister Keperawatan USU 2014

Riwayat Pekerjaan:

Tahun 2003-2004 : Staff ruangan perawatan bedah A RSUD Langsa Tahun 2005-2006 : Staff PKM Matang Pudeng Aceh Timur


(13)

Tahun 2010-2011 : Penanggung jawab Rawat Inap Dan IGD Puskesmas Rawat Inap Peurelak Kab.Aceh Timur

Tahun 2012-2014 : Mahasiswa Tugas Belajar Magister Ilmu keperawatan USU

Kegiatan Akademik Penunjang studi:

Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif sebagai landasan Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan tanggal 18 Desember 2012.

Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode Contentt Analysis dan Shofware Weft-QDA”, 18 Desember 2012 Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong Asean Community 2015.

Peserta pada acara “Medan International Conference, 1-2 April 2013, Hotel Garuda Plaza.

Peserta pada acara “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi Knowledge Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei 2013, RSUD dr. Pirngadi Medan.

Peserta Seminar utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitataif Dalam Riset Keperawatan dan Kesehatan, 7 Desember 2013, Program Study Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. ABSTRACT………. KATA PENGANTAR .………... RIWAYAT HIDUP. ………...

i iv vii ix

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv BAB 1. PENDAHULUAN………...

1.1. Latar Belakang………..

1.2. Permasalahan ………... 1.3. Tujuan Penelitian………

1.4. Hipotesis………..

1.5. Manfaat Penelitian ……….

1 1 4 5 5 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……….

2.1. Motivasi ……….. 2.1.1. Pengertian Motivasi……… 2.1.2. Teori Motivasi……… 2.1.3. Tehnik Motivasi………. 2.2. Beban Kerja………...

2.2.1. Pengertian Beban Kerja……….. 2.2.2. Komponen-Komponen Beban Kerja Perawat……… 2.2.3. Pengukuran Beban Kerja……… 2.2.4. Standar Beban kerja perawat………. 2.3. Kinerja………...

2.3.1. Pengertian Kinerja……….. 2.3.2. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja………. 2.3.3. Penilaian Kinerja ……… 2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja……… 2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja……… 2.4. Perawat……….. 2.4.1. Pengertian Perawat……….. 2.4.2. Peran Perawat……….. 2.4.3. Tugas Perawat………. 2.5. Landasan Teori……….. 2.6. Kerangka Konsep ……….

7 7 7 8 16 17 17 18 22 25 26 26 26 27 28 30 31 31 31 32 33 34

BAB 3. METODE PENELITIAN………..

3.1. Jenis Penelitian ……… 3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian……….. 3.3. Populasi Dan Sampel……… 3.4. Metode Pengumpulan Data………... 3.5. Uji Validitas ……….

35 35 35 35 37 38


(15)

3.6. Uji Reabilitas ……….. 3.6. Variabel Dan Definisi Operasional………... 3.7. Metode Pengukuran……….. 3.8 Metode Analisis Data……… 3.9. Pertimbangan Etik………

BAB 4. HASIL PENELITIAN ...

4.1. Deskripsi Lokasi penelitian ... 4.2. Analisis Univariat ... 4.2.1. Karakteristik Responden... 4.2.2. Faktor Motivasi Instrinsik... 4.2.3. Faktor Motivasi Ekstrinsik... 4.2.4. Motivasi ... 4.2.5. Beban Kerja... 4.2.6. Kinerja Perawat Pelaksana ... 4.3. Analisis Bivariat ... 4.3.1. Hubungan Motivasi Instrinsik Dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 4.3.2. Hubungan Motivasi Ekstrinsik Dengan Kinerja Perawat

Pelaksana ... 4.3.3. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Perawat Pelaksana. 4.3.4. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat

Pelaksana... 4.4. Analisis Multivariat...

BAB 5. PEMBAHASAN ...

5.1.Hubungan Motivasi Perawat Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 ... 5.2.Hubungan Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 ... 5.3. Kinerja Perawat Pelaksana ...

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran... 38 39 40 42 43 44 44 47 47 48 51 55 56 56 58 58 58 59 60 60 62 62 67 69 72 72 73

DAFTAR PUSTAKA ………. LAMPIRAN ………

74 79


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Form work sampling………. 23

Tabel 2.2 Form daily log……….………. 24

Tabel 3.1 Data jumlah perawat pelaksana dan sampel penelitian……… 36

Tabel 3.2 Variabel dan definisi operasional………. 39

Tabel 4.1 Distribusi frekwensi berdasarkan karakteristik responden……... 47

Tabel 4.2 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item prestasi………… 48

Tabel 4.3 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item tanggung jawab .. 49

Tabel 4.4 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pengembangan ... 50

Tabel 4.5 Distribusi frekwensi motivasi intrinsik………. 51

Tabel 4.6 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item kondisi kerja…… 52

Tabel 4.7 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pengakuan……... 53

Tabel 4.8 Distribusi frekwensi pendapat berdasarkan item pendapatan…... 54

Tabel 4.9 Distribusi frekwensi motivasi ekstrinsik ………... 55

Tabel 4.10 Distribusi frekwensi motivasi perawat pelaksana ……… 55

Tabel 4.11 Distribusi frekwensi beban kerja………... 56

Tabel 4.12 Distribusi frekwensi kinerja perawat pelaksana ………... 59

Tabel 4.13 Hubungan motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana… 59 Tabel 4.14 Hubungan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana . 60 Tabel 4.15 Hubungan motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana ………… 61


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen penelitian ………... 79

Lampiran 2 Biodata Expert ……… 94


(19)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Nama Mahasiswa : Syafrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kinerja perawat pelaksana merupakan salah satu faktor penentu citra Rumah Sakit. Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana menjadi lebih baik. Menurut 5 orang perawat pelaksana yang di wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat pelaksana. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum


(20)

Daerah Langsa pada bulan Juli 2014. Populasi penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di RSUD Langsa sebanyak 336 orang dengan jumlah sampel sebanyak 77 orang yang diambil menggunakan tehnik simple random sampling. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan motode cross-sectional. Pengumpulan data untuk motivasi menggunakan teori Herzberg dan kinerja menggunakan teori dari Mangkunegara serta beban kerja menggunakan daily log. Untuk melihat hubungan masing masing veriabel digunakan uji Chi-Square dan untuk melihat variabel mana yang paling berpngaruh digunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa umumnya tinggi (55,8%) dan beban kerja perawat pelaksana umumnya rendah (55,8%). Ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana (P = 0,000) dan tidak ada hubungan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana (P =0,187). Dari hasil uji regresi logistik, motivasi instrinsik memiliki peluang sebesar 18 % untuk mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di RSUD Langsa jika dikelola dengan baik. Disarankan pada pimpinan RSUD Langsa untuk meningkatkan motivasi dari para perawat pelaksana dengan memberikan kesempatan kepada seluruh perawat secara bergilir untuk mengikuti pelatihan di luar daerah ataupun dengan melakukan pemilihan perawat teladan sehingga mereka terpicu untuk bekerja lebih baik lagi. Memberikn kesempatan kenaikan jabatan pada setiap perawat, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat melalui program diklat.

Kata kunci : motivasi kerja perawat pelaksana, beban kerja perawat pelaksana, kinerja perawat pelaksana.


(21)

Thesis Title : Correlation Between Motivation and Work Load Of Nurse Practitioners in The Inpatient Wards of RSUD (Regional General Hospital) Langsa.

Name : Syafizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The performance of nurse practitioners is one of determining image factors of a hospital.Health profile of Aceh in 2012, shows the ratio of the number of nurses in Langsa is 153.08 per 100,000 population, according to this indicator exceeds the normal standards of Healthy Indonesia 2010 of 117.5 per 100,000 population, see the distribution of the maximum workload of nurses should be more mild or balanced so that the performance of the nurses to be better. According tofive nurses were interviewed, their lack of motivation to improve their work performance is not satisfactory due to their high workload and lack of attention from their superiors on work performance, and the lack of difference between the incentives received by the lazy diligent work. Lack of attention and the high workload and the lack of differences in the incentives that will lead to fatigue and work stress This study aimed to analyze the relationship between motivation and workload on the performance of nurses. The objective of the research was to analyze the correlation of motivation and work load with nurse practitioners’


(22)

performance. The research was conducted in RSUD (Regional General Hospital) Langsa in July, 2014. The population was 336 nurse practitioners in RSUD Langsa, and 77 of them were used as the samples. The research used quantitative approach with cross sectional design. The data for motivation were gathered theory of Herzberg's motivation and performance using the theory of Mangkunagara and workload using daily log. To see the relationship each veriabel used Chi-Square and to see which are the most influential variables used logistic regression test. The result of the research showed that the motivation of the majority of nurse practitioners at the General Hospital of Langsa generally high (55.8%) and the workload of the nurses were generally low (55.8%). Based on the result of cross tabulation, it was found that motivation were correlated with nurse practitioners’ performance (p = 0.000) were no correlation between work load and nurse practitioners (p = 0.187). The result of logistic regression test showed that the variable which had the most dominant influence on the nurse practitioners’ performance in RSUD Langsa was intrinsic motivation has opportunity 18 % to influence the nurse practitioners’ performance. It is recommended that the management of the hospital to increase the motivation of the nurses by providing opportunities to all nurses in rotation for training outside the area, or by choosing exemplary nurses so they are stimulated to work better give the opportunity for the promotion of each nurse practitioner, improve their knowledge and skill through training program.

Keywords: nurse practitioners’ motivation, nurse practitioners’ workload, Nurse practitioners’ performance


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberlakuan zona ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015 nanti akan membawa dampak yang sangat luas pada berbagai aspek termasuk aspek pelayanan kesehatan. AFTA merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya (Depkeu, 2012).

Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN yang tentunya juga ikut dalam penandatanganan perjanjian AFTA, dituntut dan wajib untuk memikirkan bagaimana mengatasi masalah tersebut agar meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar global (Hamid, 1997). Pelaksanaan suatu layanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan standar internasional, mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud mencakup enam hal pokok yaitu; tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat diterima, dapat dijangkau dan efisien (Azwar, 1996). Berdasarkan data dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Rrepublik Indonesia pada tahun 2012 didapatkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia adalah 668.552 orang dengan 32,91% diantaranya adalah perawat (Depkes, 2013).


(24)

Gillies (1994) menyatakan bahwa 40% - 60% pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling dominan di rumah sakit dan memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam sehari secara terus menerus. Kemampuan perawat yang tidak memadai sebagai hambatan utama untuk memberikan kesehatan yang berkualitas tinggi (Liang, et al 2012), sedangkan Kron & Gray (1981) menyatakan bahwa asuhan keperawatan merupakan titik sentral dari pelayanan keperawatan dimana kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh kualitas pemberi asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan yang berkualitas di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh motivasi dari setiap perawat itu sendiri.

Motivasi bertujuan untuk meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Motivasi timbul karena dorongan dari dalam diri sendiri (internal motives) maupun dari luar diri (external motives) (Winardi, 2007). Penelitian Supratman (2002) tentang analisis hubungan faktor-faktor motivasi dan karakteristik demografi dengan prestasi kerja perawat di RS Islam Jakarta dengan jumlah responden 189 orang, menyebutkan bahwa motivasi yang tinggi akan menyebabkan prestasi kerja perawat yang tinggi pula sedangkan penelitian Norman (2006), tentang pengaruh motivasi perawat terhadap tindakan keperawatan pada pasien pasca bedah di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, didapatkan hasil bahwa perawat pelaksana belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh rendahnya motivasi kerja perawat sebagai pegawai institusi pemerintahan dan kurangnya kesadaran perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan.


(25)

Profil kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana menjadi lebih baik. Namun menurut 5 orang perawat pelaksana yang di wawancarai, kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja. Departemen Kesehatan mendefinisikan beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun, pada sarana kesehatan. Kelelahan perawat dalam bekerja dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan kerja yang akan mengakibatkan kemunduran penampilan kerja (Tappen, 1998), sedangkan menurut Ilyas (2004), kelelahan kerja perawat juga akan memberikan dampak pada asuhan pelayanan keperawatan yang diberikan tidak akan optimal dan terjadi penurunan kinerja.

Mathis & Jackson (2002) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing masing. Sedangkan Gibson (1996) menyatakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi kinerja adalah motivasi.


(26)

Survei kepuasan pasien terhadap kinerja perawat yang dilakukan oleh bidang keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa pada tahun 2012 dengan jumlah sampel 76 orang pasien yang dirawat di bagian rawat inap didapati 65% pasien menyatakan perawat kurang perhatian, 48% menyatakan perawat kurang ramah dan suka marah-marah, 53% menyatakan perawat tidak ada motivasi dalam bekerja dan hanya menunggu perintah dokter, 35% menyatakan perawat tidak disiplin dalam bekerja dan sering meninggalkan ruangan dan 70% menyatakan tidak puas dengan pelayanan di rumah sakit (Bidang Keperawatan RSUD Langsa, 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana masih kurang dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Rendahnya angka kepuasan terhadap pelayanan perawatan di Rumah Sakit Umum Langsa ini merupakan indikator terhadap rendahnya kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Langsa yang diduga sebagai akibat dari rendahnya motivasi dan tingginya beban kerja perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya, padahal Rumah Sakit Umum Langsa merupakan rumah sakit kelas B, selain sebagai rumah sakit rujukan untuk tiga kabupaten/ kota juga merupakan rumah sakit pendidikan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitiaan ini adalah: bagaimana hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.


(27)

Tujuan umum adalah mengetahui hubungan antara motivasi (intrinsik dan ekstrinsik) dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat motivasi kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

2. Untuk mengetahui beban kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

3. Untuk mengetahui kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

4. Mengetahui pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

1.4. Hipotesis

Ada hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat bagi rumah sakit

Mengetahui bagaimana pentingnya memotivasi kerja para perawat pelaksana dalam upaya meningkatkan kinerja mereka serta masukan bagi bagian keperawatan dan bagian kepegawaian dalam mengelola sumberdaya manusia khususnya tenaga keperawatan sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan pasien sebagai klien menjadi lebih puas.


(28)

Menambah ilmu pengetahuan tentang manajemen keperawatan pada aspek motivasi, beban kerja dan prestasi kerja perawat, sehingga bisa menjadi tambahan literature baru dalam memperkaya khasanah ilmu keperawatan.

1.5.3. Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti dalam mengaplikasikan konsep dari manajemen keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

2.1.1.Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan bagian yang fundamental dari suatu kegiatan manajemen sehingga suatu kegiatan organisasi tidak akan berfaedah jika anggota yang ada dalam organisasi tersebut tidak berhasrat untuk menyumbangkan usaha guna memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya (Zainun,1998). Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia (Swanburg, 2000). Motivasi juga merupakan suatu energi yang mendorong seseorang untuk bangkit menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Mills (1998 dalam Marquis & Huston, 2003), yang menyatakan bahwa motivasi merupakan tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan prilaku.

Penelitian yang dilakukan oleh Awosusi et al (2011) di Nigeria menyebutkan bahwa rendahnya motivasi perawat memberi dampak pada kinerja mereka, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ayyash & Aljeesh (2011) yang menyebutkan bahwa kinerja perawat yang baik berhubungan dengan motivasi yang besar serta pernyataan dari Sunila (2009) yang menyatakan motivasi dan kinerja memiliki hubungan yang saling menguatkan.


(30)

2.1.2. Teori Motivasi

Secara umum teori motivasi diklasifikasikan menjadi teori isi dan teori proses (Swanburg, 2000:283, Ivancevich, Konopaske, Matterson, 2006:148). Teori isi mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.Sedangkan teori proses dari motivasi berkenaan dengan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipelihara, dan diberhentikan.

2.1.2.1. Teori Isi Motivasi

Termasuk dalam teori ini adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow, Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldrersfer,Teori Dua Faktor dari Herzberg danTeori Kebutuhan dari McClelland (Lambrou, et al, 2010).

2.1.2.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan( Maslow)

Dasar teori ini adalah manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai keinginan.Manusia dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Bila kebutuhan tidak terpuaskan akan mempengaruhi tingkah laku manusia tersebut. Namun bila sudah terpenuhi, maka kebutuhan tidak lagi menjadi motivator. Berry (1998) menyatakan bahwa kebutuhan tersebut disusun dari kebutuhan yang paling dasar sampai kebutuhan yang paling tinggi yaitu; kebutuhan biologis dan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan akan kebersamaan, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kivimaki et al. (1995) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik


(31)

terkait dengan tingkat job enrichment. Para perawat yang menempati tingkat ‘struktural’ pekerjaan yang tinggi melaporkan kepuasan kerja dan motivasi tinggi.

2.1.2.1.2. Teori Motivasi ERG ( Aldersfer )

Teori ini berusaha untuk mengatasi kekurangan dalam teori Maslow dengan menyelaraskan hirarki kebutuhan melalui penelitian empiris. Menurut Alderfer, manusia termotivasi oleh tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Keberadaan (Existence), kekerabatan (Relatedness) dan kebutuhan Pertumbuhan (Growth).

Kebutuhan eksistensi termasuk kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk menunjukkan keberadaannya, yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan. Kebutuhan kekerabatan mengacu pada keinginan manusia untuk mempertahankan pentingnya hubungan interpersonal. Ini adalah. Kelompok terakhir kebutuhan adalah kebutuhan pertumbuhan, yang mewakili manusia keinginan untuk pengembangan pribadi, pemenuhan diri dan aktualisasi diri (Arnolds and Boshoff, 2002).

2.1.2.1.3. Teori Motivasi Dua Faktor atau Motivation and Hygiene Theory (Herzberg )

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan


(32)

karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins, 2002). Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

a. Faktor Ekstrinsik

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

b. FaktorIntrinsik

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini


(33)

berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.

Inti dari teori ini adalah untuk mengadakan perbedaan antara aspek instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan. Herzberg merujuk faktor intrinsik sebagai suatu konten atau hal yang memotivasi, yaitu: prestasi kerja, pengembangan diri dan peluang maju, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik merujuk pada pemeliharaan seperti kondisi kerja, supervisi yang menyenangkan, gaji, status, hubungan yang baik (Maidani, 1991).

2.1.2.1.3.1. Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994, dalam Inayah, 2005) sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh


(34)

perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini


(35)

tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Sondang, 2002).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).


(36)

Untuk meningkatkan motivasi kerja perawat, bidang keperawatan bisa melakukan peningkatan iklim kerja, melakukan supervisi yang baik dan menyenangkan, kompensasi bagi perawat, jenjang karir yang jelas serta hubungan kerja yang baik. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara motivasi kerja ekstrinsik dan intrinsik dengan prestasi kerja, produktifitas dan kinerja perawat (Maidani, 1991: Supratman, 2000: Misparsih, 2001: Suyanto, 2001: Siahaan, 2003)

2.1.2.1.4. Teori Kebutuhan (McClelland)

Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan pencapaian (need for achievement, n ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliations, n aff) dan kebutuhan akan kekuasaan ( need for power, n pow) ( Ivancevich et al, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian faktor deskriptif yang menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapaian, yaitu: 1. Suka menerima tanggung jawab untuk memecahkan masalah, 2. Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cenderung mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 3. Menginginkan umpan balik atas kinerja.

Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang. Seseorang dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting, dan oleh karena itu hubungan sosial lebih didahulukan dari pada penyelesaian tugas. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak, mengkonsentrasikan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan argumentasi. Menurut McClelland (dalam Ivancevich et al, 2007), kekuasaan


(37)

memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif pada orang yang berfokus pada dominasi dan kepatuhan atau menjadi positif karena merefleksikan perilaku persuasif dan inspirasional.

2.1.2.2. Teori Proses Motivasi

Teori proses dari motivasi berkenaan dengan menjawab pertanyaan bagaimana prilaku individu didorong, diarahkan, dipeliharan dan dihentikan (Ivancevich, et al, 2007). Teori ini merupakan proses sebab akibat dari bekerja seseorang (Berry, 1998)

2.1.2.2.1. Teori Ekspektansi ( Vroom)

Teori ini merupakan suatu teori motivasi yang menyatakan bahwa karyawan lebih mungkin termotivasi ketika mereka mempersepsikan usaha mereka akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan pada akhirnya, menghasilkan penghargaan dan hasil yang diinginkan (Ivancevich, et al, 2007).

Teori ekspektansi menyatakan bahwa motivasi seseorang ditentukan oleh interaksi perkalian beberapa komponen yaitu instrumentalitas, valensi dan ekspektansi ( M = I x V x E ). Seseorang bekerja memiliki nilai (valensi) yang berbeda dimana nilai tersebut diwujudkan pada sasaran menggunakan alat (instrumentalitas) sehingga menghasilkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan (ekspektansi). Penelitian Inayah (2005) menyatakan bahwa meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana, bidang keperawatan dapat meningkatkan nilai suatu pekerjaan, fasilitas yang dibutuhkan perawat dan harapan perawat pelaksana terhadap pekerjaannya.


(38)

2.1.2.2.2. Teori Keadilan ( Adam)

Teori keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai seberapa adil mereka diperlakuakan dalam transaksi sosial ditempat kerja dapat mempengaruhi motivasi mereka. Inti keadilan adalah bahwa karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara sama di tempat kerja.

Empat istilah penting dalam teori ini adalah:

1. Orang (person). Individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan dipersepsikan.

2. Perbandingan dengan orang lain (comparison other). Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi berkenaan dengan rasio input dan hasil.

3. Input. Karakteristik individu yang dibawa ketempat kerja. 4. Hasil. Apa yang diterima seseorang dari pekerjaan.

Keadilan muncul ketika karyawan mempersepsikan bahwa rasio dari input mereka terhadap hasil mereka sama dengan rasio kepada karyawan yang lain. Ketidakadilan muncul ketika rasio tersebut tidak sama.

2.1.3. Tehnik Memotivasi

Wahjosumidjo ( 1994 dalam Inayah, 2005 ) menyebutkan ada 5 macam teknik memotivasi yang dapat digunakan, yaitu

1. Cara kekerasan (the strong approach) dilakukan dengan memanfaatkan wewenang (pemimpin) yang dimiliki dengan teknik memaksa dan


(39)

ancaman, perintah apa yang harus dilakukan, tidak pernah bosan mengingatkan aturan, dan sesedikit mungkin memberikan kebebasan pada bawahan.

2. Pendekatan sikap baik ( to be good approach), dapat dilakukan dengan menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan cara memberikan kondisi kerja relatif bebas dan pengawasan yang bersahabat. Teknik ini biasanya dapat membuat bawahan memiliki kepuasan dan dapat meningkatkan semangat kerja.

3. Pendekatan transakasi, melalui kesepakatan antara atasan dan bawahan terhadap hasil kerja yang harus dicapai dengan imbalan yang diberikan oleh atasan.

4. Pendekatan kompetisi, dengan cara menciptakan persaingan antar anggota/bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan imbalan kenaikan gaji atau promosi kepada mereka yang bekerja sangat baik.

5. Pendekatan Internalisasi, teknik ini dilakukan melalui rekayasa lingkungan agar motivasi muncul dari dalam diri tanpa perasaan tertekan. Misalnya, melalui perubahan pada situasi pekerjaan itu sendiri dengan memperluas tanggung jawab (job enlargement), atau dengan melakukan rotasi jabatan/pekerjaan. Cara lain termasuk pendekatan internalisasi adalah dengan mengembangkan suasana kerja yang bersahabat dan rasa kebersamaan, serta gaya kepemimpinan yang adaptif mempertimbangkan tingkat kematangan bawahan dan situasi tugas.


(40)

2.2.1.Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis.Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong.Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000). Sedangkan menurut Hasibuan (1994), beban kerja adalah upaya merinci komponen komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil tertentu.

2.2.2. Komponen-komponen Beban Kerja perawat

Gillies (1994) menyebutkan bahwa beban kerja memiliki beberapa komponen, yaitu; intensitas tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan pasien, jumlah pasien yang dirawat pada suatu unit untuk setiap hari/ bulan/ tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien diunit, rata-rata hari perawatan pasien, rerata waktu yang dibutuhkan untuk pemberian tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung.

2.2.2.1. Tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung

Gillies (1989), menyatakan yang dimaksud dengan tindakan keperawatan langsung (direct care) adalah kegiatan yang difokuskan pada pasien dan atau keluarganya yang meliputi: a) komunikasi dengan pasien/ keluarga, dalam


(41)

mengkaji riwayat kesehatan pasien, pendidikan kesehatan, penjelasan tentang prosedur tindakan/ operasi/pengobatan, mengatasi kecemasan pasien, penjelasan perkembangan kondisi pasien, pelaksanaan program orientasi/ peraturan rs dan perawatan dirumah. b) pemeriksaan/ control pasien, meliputi pemeriksaan fisik pasien baru, observasi kondisi pasien melalui ronde ruangan, memeriksa pasien bila ada keluhan, mengontrol tetesan infus dan keseimbangan cairan, c) mengukur tanda-tanda vital. d)tindakan dan prosedur keperawatan/pengobatan. e) nutrisi dan eliminasi, f) kebersihan pasien, g) mobilisasi dan transfortasi, h) serah terima pasien, i) pengambilan darah, urin, feses, pus untuk pemeriksaan laboratorium.

Sedangkan kegiatan keperawatan tidak langsung (indirect care) adalah kegiatan yang berhubungan tidak langsung dengan pasien tapi berhubungan dengan persiapan atau kegiatan untuk melengkapi asuhan keperawatan yaitu: mendokumentasikan hasil pengkajian ke status keperawatan, membuat diagnose keperawatan, membuat rencana perawatan, mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, mendokumentasikan evaluasi keperawatan/ menulis laporan, mempersiapkan status keperawatan, mempersiapkan formulir untuk pemeriksaan laboratorium/ radiologi, menyiapkan alat untuk tindakan keperawatan/ pemeriksaan atau tindakan khusus, merapikan lingkungan pasien, menyiapkan/ memeriksa alat dan obat emergens, melakukan koordinasi/ konsultasi dengan tim kesehatan lainnya, mengadakan/mengikuti pre dan post konferen, mengikuti ronde keperawatan/ tim medis, memberikan bimbingan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, mengikuti diskusi ilmiah/ kegiatan ilmiah keperawatan dan medis, melakukan komunikasi tentang obat pasien


(42)

dengan apotek, mengirim/ menerima berita pasien melalui telefon dan membaca status pasien

Kegiatan lain yang dikatakan kegiatan non keperawatan adalah kegiatan pribadi perawat seperti makan , menonton TV, mengobrol, baca koran, minum serta kebersihan diri dan kegiatan kegiatan lain yang tidak produktif.

2.2.2.2.Jumlah pasien yang dirawat perhari/ perminggu/perbulan.

Menurut Ilyas (1999), jumlah pasien yang dirawat dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas akan menentukan besarnya beban kerja perawat untuk melayani pasien. Beban kerja tersebut dapat dihitung yaitu waktu kumulatif perhari yang dibutuhkan perawat untuk sejumlah pelayanan.

2.2.2.3. Tingkat ketergantungan pasien

Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien dalam suatu ruangan akan mempengaruhi beban kerja perawat. Swanburg (1999), mengklasifikasikan tingkat ketergantungan pasien kedalam lima katagori keperawatan yaitu:

2.2.2.3.1. Katagori 1 : Perawatan Mandiri

a. aktivitas sehari hari: makan/minum dapat dilakukan sendiri atau dengan sedikit bantuan. Dapat melakukan eliminasi sendiri ke kamar mandi serta mengatur kenyamanan posisi tubuh. b. Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk check up,

bedah minor.

c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi dilakukan melalui penjelasan rutin untuk prosedur tindakan dan penjelasan lepas rawat, emosi stabil.


(43)

d. Pengobatan dan tindakan tidak ada atau sederhana.

2.2.2.3.2. Kategori 2 : Perawatan Minimal

a. aktivitas sehari hari; makan/ minum memerlukan bantuan dalam persiapan, masih bias makan sendiri, merapikan diri memerlukan sedikit bantuan. Eliminasi memrlukan bantuan untuk kekamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri dengan sedikit bantuan. b. Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda

tanda vital.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan watu 10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi tetapi terkendali dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

2.2.2.3.3. Kategori 3 : Perawatan Moderat

a. aktivitas sehari hari; makan/minum harus disuapi, masih dapat mengunyah serta menelantetapi tidak dapat merapikan diri sendiri. Eliminasi dibantu dengan urinal/pispot, suka mengompol. Kenyamanan posisi tubuh tergantung pada bantuan perawat.

b. Gejala akut hilang timbul, perlu pemantauan fisik dan emosi tiap dua sampai empat jam.


(44)

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu 10-15 menit per shift. Gelisah menolak bantuan tetapi dapat dikendalikan dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu 30-60 menit setiap shift, harus sering diawasi terhadap efek samping dari tindakan dan pengobatan, perlu dilakukan observasi status mental setiap satu jam.

2.2.2.3.4. Kategori 4 : Perawatan Ekstensif

a. Aktivitas sehari-hari, makan/minum tidak bisa menelan atau mengunyah, memerlukan makan per sonde, merapikan diri semua dibantu, untuk kenyamanan posisi tubuh perlu dibantu oleh dua orang.

b. Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan/darah, gangguan sistem pernafasan akut, perlu sering dipantau.

c. Pendidikan kesehatan dan dukungan emosi memerlukan waktu lebih dari 30 menit per shift. Gelisah, agitasi, tidak terkendali dengan obat.

d. Pengobatan dan tindakan memerlukan waktu lebih dari 60 menit per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari satu jam.

2.2.2.3.5. Kategori 5 : Perawatan Total

Perlu observasi satu perawat/ satu pasien terus menerus. Swansburg (1990) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan oleh perawat untuk


(45)

melakukan tindakan keperawatan langsung pada pasien sesuai dengan tingkat ketergantungan.

2.2.3. Pengukuran Beban Kerja.

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui observasi langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan. Rowland (1980) menyatakan ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengukur pekerjaan perawat, yaitu.

2.2.3.1. Tehnik Time Study And Task Frequency;

Tehnik ini terdiri dari analisa aktifitas keperawatan yang spesifik dan bagian-bagian dari tugas. Hal ini dimulai dari kapan tugas dilaksanakan sampai kapan tugas selesai. Jumlah waktu yang digunakan untuk aktifitas keperawatan digambarkan dalam waktu rata-rata. Termasuk waktu yang digunakan untuk istirahan dan kegiatan pribadi lainnya.

Waktu rata-rata ditambah waktu istirahat dan kegiatan personal lainnya disebut waktu standar. Kegiatan diukur dengan cara mengalikan frekwensi kegiatan dengan waktu standar. Frekwensi dari tugas biasanya didapatkan dari

check list laporan individu terkait tugas, keahlian dan tempat kerja.

2.2.3.2. Tehnik Work sampling of nurse activity

Tehnik ini merupakan variasi antara time study dan task freqwency. Gillies (1996) menyatakan bahwa metoda work sampling adalah metode dimana tugas perawat dikenali dan diberi patokan waktu, arus kerja dianalisa dan tugas kerja disusun dalam rangkaian untuk efisiensi. Frekwensi dan durasi masing masing tugas ditentukan.

Pengamatan aktivitas perawat dilakukan dengan cara mengamati hal hal spesifik dari suatu pekerjaan apa yang dilakukan perawat pada waktu jam kerja,


(46)

apakah kegiatan perawat berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan non produktif. Selanjutnya beban kerja perawat dihubungkan dengan waktu dan jadwal kerja perawat.

Work sampling yang menjadi pokok pengamatan adalah kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat dalam melaksanakan tugas harian di ruang rawat. Menurut Ilyas (2004) dengan cara ini peneliti akan mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan mulai dari datang sampai pulangnya responden, namun tehnik ini memerlukan waktu dan biaya yang besar.

Tabel 2.1. Form work sampling

Pengamat : .. Ruang :… Tanggal :…. Dinas pagi/Sore/malam

No Jam Kode perawat yang diamati

Jenis Kegiatan Keperawatan langsung Keperawatan tidak

langsung

Kegiatan pribadi 1 08.00

2 08.15 3 08.30 4 08.45 5 09.00 dst Sumber Ilyas (2004)

2.2.3.3. Tehnik Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan pada tehnik ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Daily log sangat bergantung pada kemampuan perawat dalam melaporkan kegiatan yang mereka


(47)

lakukan secara objektif atau mengatur waktunya secara akurat. Tehnik ini relatif sederhana dan murah karena peneliti hanya menyiapkan pedoman dan formulir.

Tabel 2.2 Form Daily Log

Ruang :… Tanggal :…. Dinas pagi/Sore/malam

NO

WAKTU JENIS TINDAKAN

Tk. Ketergantunga n Jam Dimulai Kegiatan Jam Selesai Kegiatan Total Waktu (Menit ) Tindakan Keperawata n Langsung Tindakan Keperawata n Tidak Langsung Kegiata n Pribadi 1 2 3 dst

Sumber Ilyas (2004)

2.2.3.4. Tehnik Continous Observation of Nurses Performing Activities Pengamatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap setiap kegiatan perawat kemudian dicatat secara terperinci serta dihitung lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pelaksanaan tehnik ini sangat sulit karena kejelian dan kekuatan baik fisik maupun psikis dari pengamat.

2.2.3.5. Tehnik Self Reporting

Perawat memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan terlebih dahulu atau formulir tugas harian yang dilaksanakan. Catatan-catatan dalam formulir tugas harian dapat dibuat untuk periode waktu tertentu untuk pekerjaan-pekerjan yang ditugaskan.

Pada penelitian ini data beban kerja dikumpulkan dengan menggunakan tehnik Daily Log, dengan pertimbangan tehnik ini lebih murah dan mudah untuk dilakukan.


(48)

a. Dinas pagi ; Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif =357 menit. Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

b. Dinas sore : Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit. Beban kerja : K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

c. Dinas malam: Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit. Beban kerja : K1=510. K2= 1020. K3=1530. K4=2040.

Keterangan :

1. K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1 2. K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2 3. K3: kategori klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3 4. K4: kategori klien dengan perawatan ekstensif dan diberi bobot 4 5. Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan

penghitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (714 +1071)/2 = 892,5 unit

6. Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5 unit sama dengan dinas pagi karena jam dinasnya sama yaitu tujuh jam (420 menit)

7. Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10 jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (1020 + 1530)/2 =1275 unit.

2.3. KINERJA


(49)

Kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2004). Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja merupakan prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan kerja individu maupun kerja kelompok personil. Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi.

Deskripsi dari suatu kinerja menyangkut tiga komponen yaitu: 1) Tujuan, mengandung pengertian penentuan tujuan dari suatu organisasi merupakan suatu strategi untuk meningkatkan kinerja serta tujuan akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap anggotanya. 2) Ukuran, yang menentukan apakah personal telah mencapai kinerja yang diharapkan atau belum, 3) Penilaian, yang akan membandingkan standar kinerja baik kualitatif maupun kuantitatif untuk setiap tugas dan jabatan personal (Ilyas, 2004).

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Instrument evaluasi / penilaian kinerja yang efektif sangat penting untuk dimiliki oleh suatu organisasi pelayanan kesehatan. Proses evaluasi kinerja merupakan bagian penting dari upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2004).

Gibson (1996), menyatakan bahwa teori kinerja yaitu melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu


(50)

yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Sedangkan menurut Pitoyo dan Kristiani (2000) kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (kemampuan, pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi) dan faktor-faktor ekstemal ( iklim kerja, supervisi, gaya kepemimpinan, sistem kompensasi )

2.3.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dan memberikan umpan balik untuk keseuaian tingkat kinerja (Ilyas, 2004). Melalui penilaian kinerja dapat diketahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan job description. Menurut Handoko (2001) manfaat penilaian kinerja adalah: 1) Perbaikan prestasi kerja atau kinerja, 2) Penyesuaian kompensasi, 3) Keputusan-keputusan penempatan, 4) Perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, 5) Perencanaan dan pengembangan karier, 6) Mendeteksi penyimpangan proses staffing, 7) Melihat ketidak akuratan informasi.

Handoko (2001) juga menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian kinerja adalah: 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan secara rutin, 2) Penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu, 3) Mengarahkan jenjang karier, 4) mendorong hubungan sehat antara bawahan dan pimpinan, 5) mengetahui prestasi karyawan dalam bekerja, 6) karyawan akan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya, 7) Untuk penelitian dan pengembangan dibidang personalia secara keseluruhan. Sehinggga penilaian kinerja dapat dijadikan landasan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan karyawan sehingga pimpinan dapat memperbaiki demi efektifnya proses manajemen.


(51)

Penilaian kinerja membuat bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat memotivasi gairah kerja, memindahkan secara vertical/horizontal, pemberhentian dan perbaikan mutu karyawan sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam penetapan kebijakan program kepegawaian selanjutnya (Hasibuan,2005). Sedangkan menurut Aditama (2003), penilaian kinerja bermanfaat untuk menentukan pemberian penghargaan, kenaikan jabatan, urutan dalam pemberhentian pegawai, identifikasi kebutuhan pelatihan dan membantu pegawai dalam memperbaiki hasil karyanya dengan memberikan umpan balik.

2.3.4. Komponen Penilaian Kinerja

Adapun atribut penilaian kinerja menurut Mangkunegera (2006) yang dikaitkan dengan penilaian kinerja menurut Depkes (2004) adalah:

2.3.4.1. Pengetahuan tentang Pekerjaan

Memahami tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, memiliki pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur dan keahlian teknis, dapat menggunakan informasi, material, peralatan dan teknik dengan tepat dan benar, mampu mengikutu perkembangan peraturan, prosedur dan teknik terbaru. Artinya, seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kewenangan pada setiap proses keperawatan dengan menggunakan ilmu keperawatan.

2.3.4.2. Kualitas Kerja

Meliputi faktor-faktor yang menunjukkan perhatian dengan cermat terhadap pekerjaan, mematuhi peraturan dan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja. Membuat keputusan yang berhubungan dengan


(52)

pekerjaan, mengembangkan solusi alternatif dan tindakan yang tepat, dapat memahami keputusan dan tindakan yang diambil. Seorang perawat dituntut penuh perhatian dalam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan SAK.

2.3.4.3. Produktivitas

Meliputi menyelesaikan tugas kerja yang diberikan secara konsisten, menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif, menggunakan waktu dengan efisien dan memelihara tempat kerja tetap teratur sesuai dengan fungsinya. Dalam melakukan asuhan keperawatan seseorang perawat bisa menyelesaikan pekerjaan dari setiap proses keperawatan secara konsisten.

2.3.4..4. Adaptasi dan Fleksibilitas

Meliputi kemampuan menyesuaikan diri denga segala perubahan dalam lingkungan pekerjaan, menunjukkan hasil kerja yang baik meskipun dibawah tekanan kerja, mempelajari dan menguasai informasi serta prosedur yang terbaru.

2.3.4.5. Inisiatif dan pemecahan masalah

Meliputi mempunyai inisiatif, menghasilkan ide, tindakan dan solusi yang inovatif, mencari tantangan baru dan kesempatan untuk belajar, mengantisipasi dan mamahami masalah yang mungkin dapat terjadi, membuat solusi alternatifpada saat penyelesaian masalah.

2.3.4.6. Kooperatif dan Kerjasama

Meliputi memelihara hubungan yang efektif, dapat bekerjasama dalam tim, memberikan bantuan dan dukungan pada orang lain serta mampu


(53)

mengakui kesalahan sendiri dan mau belajar dari kesalahan. Dalam bekerja seorang perawat harus bisa bekerjasama dengan tim kesehatan lain.

2.3.4.7. Keandalan/Pertanggungjawaban

Meliputi hadir secara rutin dan tepat waktu, mengikuti instruksi-instruksi, bekerja secara mandiri, menyelesaikan tugas dan memenuhi tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

2.3.4.8. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi

Meliputi dapat berkomunikasi dengan jelas, selalu memberikan informasi kepeda orang lain, dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dari bebrbagai jenis pekerjaan, memelihara sikap yang baik dan professional dalam segala hubungannya antar individu, mampu memecahkan masalah dan mau menerima masukan dari orang lain. Perawat harus bisa menyampaikan informasi keadaan kesehatan pasien sesuai dengan kewenagannnya kepada keluarga pasien maupun tim kesehatan lain.

2.3.5. Metoda Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi ke masa lalu atau masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu berdasarkan hasil yang telah dicapai. Teknik penilaian jenis ini meliputi skala penilaian, daftar periksa, metode pilihan yang dibuat, metode kejadian kritis dan metode catatan prestasi. Kekuatan pendekatan masa lalu adalah memiliki kekuatan dalam hal kinerja yang telah terjadi dan mudah diukur, sedangkan kelemahannya adalah kinerja yang tidak dapat diubah.

Penilaian kinerja berorientasi masa yang akan datang adalah penilaian kinerja saat ini serta penetapan prestasi kerja dimasa yang akan datang yaitu self


(54)

assessment, management by objective dan pusat penilaian. Ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan yaitu; penilaian diri, pengelolaan berdasarkan tujuan, penilaian psikologis dan pusat-pusat penilaian (Notoatmodjo, 2003; Siagian, 2000)

2.4. Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pokok perawat memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan/ kesehatan (Depkes RI, 2001)

2.4.4. Peran Perawat

Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti ( Hidayat, 2004). Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks (Monica, 2006)


(55)

2.4.5. Tugas perawat

1. Tugas Perawat Di Rumah Sakit.

Seorang perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

2. Tugas perawat diruangan.

Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat/ dokter penanggungjawab ruangan (Depkes RI, 2004)

Tugas pokoknya adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien diruangan , dengan uraian tugas sebagai berikut: memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya, menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai, melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan dan lingkungan, peraturan dan tata tertib yang berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan, menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan keluarganya, mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai batas kemempuannya, menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya, melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya, berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar dapat segera mandiri, melakukan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan, melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas


(56)

kemampuannya, memantau dan menilai kondisi pasien, menciptakan dan memelihara suasana yang baik antara pasien dan keluarganya, sehingga tercipta ketenangan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan dan melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta system informasi rumah sakit yang akurat (Depkes RI, 2004).

2.5. Landasan Teori

Motivasi bersifat individual, artinya setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Herzberg tahun 1952 (Maidani, 1991) terdiri dari 2 yaitu Instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu prestasi, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu, sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, mutu pengendalian teknis, kondisi kerja, hubungan kerja, pengakuan, keamanan kerja, kehidupan pribadi dan penggajian.

Motivasi perawat dalam menjalankan tugasnya dipengaruhi oleh kesimbangan jumlah tenaga yang ada dengan beban kerja (Gillies, 1994). Bila jumlah perawat kurang dari kebutuhan maka akan mengarah kepada terjadinya frustasi, keletihan, kekecewaan, dan bila jumlah tenaga berlebih akan mendorong terjadi kejenuhan dan perselisihan antar individu perawat. Jika jumlah klien meningkat maka jumlah kegiatan keperawatan juga akan bertambah sehingga beban kerja perawat juga bertambah dan akan lebih berat lagi jika tingkat ketergantungan klien lebih banyak berada pada kategori total care yang lebih banyak membutuhkan waktu direct care dari perawat.


(57)

Keletihan, kelelahan dan kejenuhan yang dialami perawat karena beban kerja yang meningkat dapat menurunkan motivasi perawat sehingga dampaknya menurunkan kinerja dan kualitas asuhan keperawatan dan pada akhirnya menurunkan tingkat kepuasan klien. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Illyas (2004) salah satu faktor yang dapat menurunkan motivasi atau keinginan kerja personal adalah tingginya beban kerja.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Motivasi

1. Instrinsik

a. Prestasi

b. Tanggung Jawab

c. Pengembangan diri

2. Ekstrinsik

a. Kondisi kerja

b. Pengakuan

c. pendapatan

(Herzberg dalam Maidani 1991)

Beban kerja

a. Tindakan keperawatan

langsung dan tidak langsung

b. Jumlah pasien yang dirawat

perhari/perminggu/perbulan

c. Tingkat ketergantungan

d. Rata-rata hari rawatan

( Gillies 1994)


(58)

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa motivasi dan beban kerja akan memberikan pengaruh kepada kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional untuk mengetahui hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Dengan rancangan penelitian crosssectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Hal ini disebabkan oleh karakteristik responden yang ada dan juga hasil dari penelitian internal kepuasan pasien di RSUD Langsa yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien tidak puas dengan kinerja perawat serta rasio jumlah tempat tidur dengan jumlah perawat yang ada (jumlah tempat tidur 309 dan jumlah perawat 336 orang). Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2014

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang berjumlah 336 orang (Profil RSUD Langsa 2013)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang mewakili keseluruhan populasi yang akan diteliti (Glantz, 2002). Untuk menentukan jumlah


(60)

sampel yang akan diteliti, peneliti menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Slovin, (1960, dikutip dari Notoatmodjo, 2002) yaitu sebagai berikut:

n =

2 ) (

1 N d

N

+ Keterangan : n : Besar sampel N : Besar populasi

d : Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketidaktepatan yang diinginkan (10%)

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

n = 2

) 1 , 0 ( 336 1 336

+ = 1 336(0,01) 336

+ = 1 3,36 336

+ = 77,6 (dibulatkan : 77 sampel)

Pada penelitian ini tehnik pengambilan sampel yang dipakai adalah simple random sampling dengan metode alokasi proporsional. Peneliti menentukan proporsi sampel dengan mempertimbangkan jumlah perawat di setiap ruang

perawatan tempat dilakukan penelitian, yaitu :

perawatdiruangan N

n

X

Berdasarkan jumlah perawat pada masing-masing ruangan, maka jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Data Jumlah Perawat Pelaksana dan Sampel Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Tahun 2014 Per Ruangan

No Nama Ruang Jmlh Perawat Nomer Sampel Jmlh sampel

1. Kelas Utama A 19 Orang 1-19 4 Orang

2. Kelas utama B 23 Orang 1-23 5 Orang

3. Kelas 1-A 22 Orang 1-22 5 Orang


(61)

No Nama Ruang Jmlh Perawat Nomer Sampel

Jmlh sampel

5. Kelas 2 27 Orang 1-27 6 Orang

6. RPB-A 23 Orang 1-23 5 Orang

7. RPB-B 22 Orang 1-22 5 Orang

8. Ruang Perawatan anak

19 Orang 1-19 4 Orang

9. Ruang Perawatan Kebidanan

24Orang 1-24 6 Orang

10. Ruang Neonatus 22 orang 1-22 5 Orang

11. Kelas 3 Pria 25 Orang 1-25 6 Orang

12. Kelas 3 Wanita 25 Orang 1-25 6 Orang

13 Ruang THT/Mata 19 Orang 1-19 4 Orang

14 ICU 24 Orang 1-24 6 Orang

15 ICCU 21 Orang 1-21 5 Orang

J u m l a h 336 Orang 77 Orang

Sumber: Daftar Distribusi Pegawai Bidang Perawatan RSUD Langsa 2014 Setelah jumlah sampel dari setiap ruangan diketahui, maka akan dilakukan pengundian secara acak sederhana dengan melakukan undian penarikan nomer urut responden.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Merupakan perawat pelaksana dengan status pegawai negeri sipil, honorer atau kontrak yang telah bekerja di RSUD Langsa lebih dari enam bulan atau tidak dalam masa orientasi.

2. Tidak dalam masa cuti

3. Tidak dalam masa tugas belajar atau mengikuti pendidikan/pelatihan yang harus meninggalkan tugas di rumah sakit.

4. Bersedia menjadi responden, yang dibuktikan dengan penandatangan surat pernyataan bersedia menjadi responden.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh peneliti dengan metode pengumpulan


(62)

data menggunakan kuisioner untuk mengukur kinerja perawat pelaksana, beban kerja perawat pelaksana dan motivasi kerja perawat pelaksana.

Pengumpulan data motivasi dan kinerja perawat pelaksana, peneliti mengunakan instrumen penelitian dari Siregar (2008) yang dikembangkan berdasarkan teori motivasi Herzberg. Data pengukuran beban kerja dikumpulkan dengan menggunakan metode daily log dari Ilyas (2004). Metode Daily log

merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Kegiatan pada tehnik ini adalah orang yang diteliti menulis sendiri kegiatan yang dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari bagian administrasi Rumah Sakit Umum Daerah Langsa yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

3.5. Uji Validitas

Uji validitas instrumen motivasi dan kinerja sudah dilakukan oleh Siregar, M pada tahun 2009 dengan jumlah populasi 77 orang dengan menggunakan rumus Pearson product moment didapatkan hasil > (0,592 > 0,514) ,sehingga dinyatakan valid. Peneliti juga melakukan uji validitas isi oleh tiga orang yang expert dibidang nya yaitu Kepala Bidang Keperawatan, Ketua Pengawasan Mutu Keperawatan Rumah Sakit dan Kepala Seksi Asuhan keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

3.6. Uji Reliabilitas.

Uji reliabilitas instrumen motivasi dan kinerja dilakukan di Rumah sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhoksemawe terhadap 15 belas orang perawat pelaksana dengan alasan karena memiliki karakteristik yang sama dengan lokasi penelitian. Untuk mengetahui reliabilitas suatu pernyataan dengan melihat nilai


(63)

Cronbach Alfa : bila r-alpha cronbach ≥ 0,70 maka pernyataan reliabel dan bila r -alpha cronbach < 0,70 maka dinyatakan tidak reliabel (Ghozali,2005)..

3.7.Variabel Dan Definisi Operasional

Tabel 3.1. Variabel Dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat ukur & Cara

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur Motivasi Energi yang mendorong

perawat untuk menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Alat ukur : Menggunakan kuesioner Cara ukur : skala Likert dengan 30 pertanyaan 3= selalu/penting 2= kadang-kadang/kurang penting

1= tidak pernah

1tinggi jika skor

yang didapat ≥

60

2= rendah jika skor yang didapat < 60

Ordinal

Beban kerja

Jumlah waktu yang digunakan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien mencakup tindakan

keperawatan langsung, tidak langsung dan kegiatan pribadi dalam waktu 24 jam (3 shift/12240 unit)

Alat ukur: Formulir kegiatan perawat pelaksana Cara ukur:

Daily log dengan menjumlah waktu yang diperlukan perawat pelaksana untuk melakukan kegiatan keperawatan langsung, tidak langsung dan kegiatan pribadi dalam waktu 24 jam ( 3 shift/12240 unit)

1= beban kerja normal jika = dinas pagi (892,5 unit) dinas sore (892,5 unit) Dinas malam (1275 unit) 2= beban kerja ringan jika < dinas pagi (892,5 unit) dinas sore (892,5 unit) Dinas malam (1275 unit) 3= beban kerja berat jika > dinas pagi (892,5 unit) dinas sore (892,5 unit) Dinas malam (1275 unit

Ordinal

Kinerja Hasil dari kerja sama dan

disiplin yang dilakukan para perawat di ruang rawat inap RSUD Langsa

Alat ukur : kuisioner cara ukur :

Menggunakan pertanyaan tertutup sebanyak 15 pertanyaan jika jawaban a=4 b=3, c=2 dan d=1

2 = kinerja baik jika skornya ≥ 37,5

1= kinerja kurang baik jika skornya < 37,5


(64)

3.8. Metode Pengukuran 3.8.1. Variabel Independen

Pertanyaan pada kuesioner ini dimulai dengan pertanyaan data demografi responden yang terdiri dari ; umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, status kepegawaian, penghasilan perbulan dan kemudian diikuti dengan pertanyaan tentang motivasi. Variabel motivasi berjumlah 30 soal. Model pertanyaannya dengan pilihan jawaban yang disesuaikan dengan maksud pertanyaan. Kode jawaban pertanyaan yaitu: S= Selalu / penting/ sangat setuju, KK= Kadang-kadang / kurang penting/setuju, TP= Tidak pernah/ tidak penting/tidak setuju. Skor untuk jawaban S= Selalu atau Penting adalah nilai 3, KK= kadang-kadang atau kurang penting adalah nilai 2, TP= Tidak Pernah atau Tidak Penting adalah nilai 1. Aspek pengukuran variabel motivasi menggunakan skala likert. Pengkategorian dilakukan dengan menentukan nilai tengah menggunakan rumus :

X=

dimana x = nilai tengah , a = nilai pengamatan tertinggi, b= nilai pengamatan terendah. Sehingga diperoleh kategori :

1. Kategori baik apabila skor yang diperoleh ≥ 60 2. Kategori kurang bila skor yang diperoleh < 60

Sedangkan untuk variabel beban kerja dilakukan dengan menghitung jenis kegiatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana baik kegiatan perawatan langsung, kegiatan perawatan tidak langsung, dan kegiatan pribadi, mencatat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut selanjutnya untuk menentukan beban kerja perawat dikatagorikan menjadi beban kerja normal, ringan, berat maka digunakan formula Gillies. Apabila jumlah jam staf yang


(65)

dibutuhkan sama dengan jumlah staf yang diberikan berarti terjadi keseimbangan disebut beban kerja normal, bila jumlah jam staf yang dibutuhkan kurang dari jumlah staf jam yang diberikan ( perawat yang bertugas banyak ) maka beban kerja ringan dan bila jumlah jam staf yang dibutuhkan lebih dari jumlah staf jam yang diberikan maka beban kerja berat.

3.8.2. Variabel Dependen

Pertanyaan pada variabel dependen (kinerja perawat) sebanyak 15 pertanyaan menggunakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban a,b,c,dan d. jika responden menjawab a diberi skor 4, menjawab b diberi skor 3, menjawab c diberi skor 2, menjawab d diberi skor 1. Skor tertinggi adalah 60 (15x4) dan skor terendah adalah 15 (15x1).

Pengkategorian variabel dependen dilakukan dengan menentukan nilai tengah menggunakan rumus :

=

dimana x = nilai tengah , a = nilai pengamatan tertinggi, b= nilai pengamatan terendah. Sehingga diperoleh kategori

1. katagori kinerja baik apabila skor yang diperoleh responden ≥ 37,5


(66)

3.9. Metode Analisis Data

3.9.1. Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang diteliti ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui karakteristik dan distribusi data.

3.9.2. Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel bebas (independent) yaitu motivasi dan beban kerja dengan variabel terikat (dependent) yaitu kinerja perawat pelaksana menggunakan uji Chi-square pada

tingkat kemaknaan α=0,05, sehingga bila nilai analisis statistik <0,05 maka

variabel dinyatakan mempunyai hubungan yang signifikan.

3.9.3. Multivariat

Analisis multivariat untuk mengetahui pengaruh variabel motivasi, beban kerja dan kinerja perawat pelaksana dengan menguji sekaligus variabel-variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisa bivariat, dengan menggunakan analisa statistik uji regresi logistik sederhana.

P=

P= probabilitas untuk mengalami peristiwa Keterangan :

e

= nilai variabel dependen yang diharapkan

α= konstanta


(67)

3.10. Pertimbangan etik

Peneliti mendapatkan persetujuan dari komisi etik untuk pelaksanaan penelitian dan lulus uji etik, selanjutnya memberikan penjelasan kepada responden dalam penelitian ini yaitu perawat pelaksana. Responden dilindungi dari berbagai aspek (Polit & Hungler, 1999) yaitu: 1) Self Determination yaitu peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak bersedia menjadi responden; 2) Privacy yaitu peneliti menyakinkan responden bahwa data yang terkumpul tidak akan disebarluaskan oleh peneliti; 3) Anonimity yaitu peneliti menjaga kerahasian identitas responden dengan memberikan kode pada setiap instrument; 4) Confidentality yaitu peneliti berjanji merahasiakan informasi yang didapat dan data yang dikumpul hanya digunakan untuk penelitian; 5) Protection From Discomfort yaitu peneliti mengupayakan kenyamanan responden tidak terganggu; 6) Referred yaitu mengadakan rujukan jika diperlukan responden yang memperlihatkan tanda-tanda keluhan psikososial yang diakibatkan oleh kuisioner; 7) Informed Consent yaitu responden menyetujui maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan.


(68)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa didirikan pada tahun 1915 oleh Pemerintah Kolonial Belanda diatas areal tanah seluas ± 35.800 M2

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa merupakan Rumah Sakit Rujukan atas mata rantai Sistem Kesehatan di wilayah Pemerintah Kota Langsa dan sekitar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah Sakit dalam klasifikasi type C, Kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Rumah Sakit type B Non Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei 1997. Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa dan telah sebagai balai pengobatan serdadu Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda mulai melakukan pengembangan dari segi fisik bangunan, peralatan kesehatan dan tenaga medis, sebagai akibat dari agresi militer di Aceh sehingga banyak serdadu Belanda yang tewas dan luka. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia membuat Pemerintah Kolonial Belanda harus hengkang dari Bumi Rencong Aceh sehingga meninggalkan bangunan fisik dan membuat masyarakat pribumi mulai menggunakannya sebagai balai pengobatan kesehatan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)