Harga dan Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara di Era CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)

(1)

SUMATERA UTARA DI ERA CAFTA (CHINA ASEAN

FREE

TRADE AREA

)

SKRIPSI

RIZKA TIARA AMANDA HARAHAP 100304008

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HARGA DAN VOLUME IMPOR BAWANG PUTIH

SUMATERA UTARA DI ERA CAFTA(CHINA ASEAN

FREE

TRADE AREA

)

SKRIPSI Oleh:

RIZKA TIARA AMANDA HARAHAP 100304008

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

NIP. 19641102 1989 03 2 001 NIP. 19731011 1999 03 2 002

(Siti Khadijah Nasution SP, MSi)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Rizka Tiara Amanda Harahap: Harga dan Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara di Era CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)

dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Ibu Siti Khadijah Nasution SP, MSi. CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) merupakan salah satu bentuk perkembangan pedagangan yang mengarah pada perdagangan bebas. CAFTA meliberalisasi perdagangan dalam tiga tahap, salah satunya adalah Early Harvest Program (EHP) yang mencakup poduk sayur-sayuran seperti bawang putih. Dalam perjanjian CAFTA, bawang putih dari negara-negara anggota CAFTA bebas masuk ke Indonesia dan begitu juga sebaliknya. Untuk itu, penelitian ini telah dilakukan di Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi dengan impor bawang putih tertinggi ketiga di Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana harga dan volume impor bawang putih sebelum CAFTA (1998-2005) dan sesudah CAFTA (2006-2013) dianalisis dengan menggunakan Uji t sampel bebas memakai alat SPSS. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat perbedaan yang nyata harga impor bawang putih dan volume impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA. (2) Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih dan volume impor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Kata Kunci : China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), Bawang Putih, Sumatera Utara, Harga Impor, Volume Impor


(4)

RIWAYAT HIDUP

Rizka Tiara Amanda Harahap lahir di Kota Medan pada tanggal 28 September 1993, sebagai anak pertama dari empat besaudara. Putri dari Bapak Aman P. Harahap dan Ibu Rahimah.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai beikut:

1. Tahun 1998 masuk SD Swasta YAPSI Medan lulus tahun 2004. 2. Tahun 2004 masuk MTS. Muallimin UNIVA Medan lulus tahun 2007. 3. Tahun 2007 masuk SMA Swasta Harapan 3 Medan lulus tahun 2010. 4. Tahun 2010 masuk di Program Studi Agribsnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan.

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Buluh Duri, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara tanggal 17 Juli 2013-28 Agustus 2013.

6. Melaksanakan Penelitian pada bulan Juli 2014 di Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.

Selama perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) sebagai anggota di Departemen Pengabdian Masyarakat tahun 2012-2013 dan FSMM-SEP (Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian) sebagai anggota tahun 2012-2013.


(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Harga dan Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara di Era CAFTA (China

ASEAN Free Trade Area)”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Ibu Siti Khadijah Nasution SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing

yang telah meluangan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa penddikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf akademik dan pegawai Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses administrasi.


(6)

6. Seluruh staf dan pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara yang telah memberikan informasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. Ayahanda tercinta Bapak Aman P. Harahap dan Ibunda tercinta Ibu Rahimah, kedua orangtua yang telah banyak memberikan pelajaran kehidupan, mendidik dengan penuh kasih sayang , memberikan dukungan dari segi moril dan materil, memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Adik-adik tercinta Rizki Arif Amanda Harahap, Prily Amanda Harahap, dan Nurhafiza Amanda Harahap yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman seperjuangan Nurhayati, Irna Fitri Melany Rangkuti, Sari Vita Yasa Butar Butar, Rimayani Izharoh, Muhammad Riswan Hanafi, dan Yakobus Teguh Satya Siregar yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun yang dapat meningkatkan kualitas dari skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaaat.

Medan, 2014


(7)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Peneitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.2. Landasan Teori ... 11

2.3. Penelitian Terdahulu ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran ... 17

2.5. Hipotesis Penelitian ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 21

3.3. Metode Analisis Data ... .22

3.4. Defenisi dan Batasan Operasional ... 23

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH 4.1. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 26

4.2. Indikator Makro Ekonomi Sumatera Utara ... 30

4.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Sumatera Utara ... 31

4.4. Perkembangan Produksi Bawang Putih Sumatera Utara ... 33


(8)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utara ... 38

5.2. Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara ... 41

5.3. Harga Bawang Putih Impor di Sumatera Utara dari China ... 44

5.4. Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

vii

No. Judul Hal.

1. Volume dan Nilai Impor Bawang Putih Indonesia dari Berbagai Negara Tahun 2012

3

2. Volume, Nilai dan Harga Impor Bawng Putih di Indonesia Tahun 2010-2012

3

3. Volume dan Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 2003-2012

4

4. Volume dan Nilai Impor Bawang Putih di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2012

21

5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota Tahun 2012 (Jiwa)

29

6. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Belaku (Triliun Rupiah)

30

7. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Triliun Rupiah)

31

8. Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Tahun 2008-2012 32 9. Jumlah Produksi Bawang Putih Sumatera Utara Tahun

2000-2012

33

10. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Bawang Putih Sumatera Utara Tahun 1998-2013

35

11. Kondisi Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara Sebelum dan Sesudah CAFTA

38

12. Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Harga Bawang Putih Impor Sumatera Utara

39

13. Perbandingan Volume Impor Bawang Putih dan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 1998-2013

40

14. Kondisi Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara Sebelum dan Sesudah CAFTA


(10)

vii

15. Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Volume Bawang Putih Impor Sumatera Utara

42

16. Kondisi Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utara dari China Sebelum dan Sesudah CAFTA

44

17. Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Harga Bawang Putih Impor Sumatera Utara dari China

45

18 Perbandingan Volume Impor Bawang Putih dari China dan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 1998-2013

46

19. Kondisi Volume Impor Bawang Putih di Sumatera Utara dari China Sebelum dan Sesudah CAFTA

47

20. Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Volume Impor Bawang Putih Impor Sumatera Utara dari China


(11)

No. Judul Hal.

1. Dampak Tarif 15

2. Skema Kerangka Pemikiran 19

3. Perkembangan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara 34 4. Perkembangan Volume Impor Bawang Putih di Sumatera Utara 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Volume dan Nilai Impor Bawang Putih di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2012

2. Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara Tahun 1998-2013

3. Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China Tahun 1998-2013

4. Data yang diolah menggunakan SPSS 19.0 Untuk Total Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara

5. Hasil Uji Beda Rata-RataUntuk Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara

6. Data yang diolah menggunakan SPSS 19.0 Untuk Total Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China

7. Hasil Uji Beda Rata-RataUntuk Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara


(13)

Rizka Tiara Amanda Harahap: Harga dan Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara di Era CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)

dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Ibu Siti Khadijah Nasution SP, MSi. CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) merupakan salah satu bentuk perkembangan pedagangan yang mengarah pada perdagangan bebas. CAFTA meliberalisasi perdagangan dalam tiga tahap, salah satunya adalah Early Harvest Program (EHP) yang mencakup poduk sayur-sayuran seperti bawang putih. Dalam perjanjian CAFTA, bawang putih dari negara-negara anggota CAFTA bebas masuk ke Indonesia dan begitu juga sebaliknya. Untuk itu, penelitian ini telah dilakukan di Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi dengan impor bawang putih tertinggi ketiga di Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana harga dan volume impor bawang putih sebelum CAFTA (1998-2005) dan sesudah CAFTA (2006-2013) dianalisis dengan menggunakan Uji t sampel bebas memakai alat SPSS. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat perbedaan yang nyata harga impor bawang putih dan volume impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA. (2) Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih dan volume impor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Kata Kunci : China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), Bawang Putih, Sumatera Utara, Harga Impor, Volume Impor


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

CAFTA merupakan perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun non tarif, memudahkan arus perdagangan jasa, peraturan investasi, dan untuk mendorong kerjasama di bidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat China-ASEAN. Perjanjian CAFTA dimulai dengan penandatanganan Framework Agreement On Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China oleh pihak ASEAN dan China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 November 2002. Setelah beberapa kali negosiasi dan ratifikasi akhirnya CAFTA diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in goods Agreement and Dispute Settlement Mecanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.

CAFTA meliberalisasi perdagangan secara progresif. Penurunan tarif dalam kerjasama CAFTA akan dilakukan dalam 3 (tiga) tahap. Tahap pertama Early Harvest Package (EHP), penurunan tarif dimulai 1 Januari 2004 secara bertahap dan akan menjadi 0% pada tahun 2006. Tahap kedua Normal Track (NT), tarif 0% akan diberlakukan pada seluruh komoditi Normal Track pada tahun 2010. Tahap ketiga Sensitive track meliputi Sensitive List (SL) penurunan tarif menjadi 0-5% pada tahun 2018 dan Highly sensitive List (HSL) pengurangan tarif menjadi 50% pada tahun 2015 (Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, 2010).


(15)

Dalam Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010) dijelaskan bahwa Early HarvestPackage (EHP) merupakan tahapan awal dari liberalisasi CAFTA yang terdiri dari penghapusan tarif antara produk negara ASEAN dengan produk China untuk delapan jenis produk yang terdiri dari produk hewan hidup (live animals), daging dan jeroan yang bisa dimakan (meat and edible meat offal), ikan termasuk udang (fish), produk susu (dairy products), produk hewan lainnya (other animal product), tanaman hidup (live trees), sayur (edible vegetables) dan produk buah serta kacang kacangan (edible fruit and nuts) dengan pengecualian untuk jagung manis (sweet corn). Penghapusan tarif untuk kedelapan produk tersebut dilakukan pada tahun 2006.

Penghapusan tarif dimaksudkan untuk menambah daya saing produk Indonesia. Di pasar lokal, produk China-ASEAN bersaing ketat dengan produk dalam negeri termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran. Salah satu jenis sayuran yang terdapat dalam Early Harvest Package (EHP) adalah bawang putih. Menurut Wibowo (2006) bawang putih merupakan salah satu anggota bawang-bawangan yang paling populer di dunia. Bawang putih merupakan sayuran rempah yang meskipun bukan asli Indonesia, namun penggunaannya sebagai bumbu pelezat masakan sungguh lekat di lidah masyarakat Indonesia. Pembudidayaan bawang putih sudah lama dilakukan. Daerah produksi bawang putih masih terbatas, hasil produksinya masih jauh dari mencukupi kebutuhan bawang putih nasional.

Pada tahun 2012, Indonesia mengimpor bawang putih dari beberapa negara dengan volume impor bawang putih tertinggi adalah dari negara China dimana China merupakan salah satu negara anggota CAFTA. Berikut negara-negara pengekspor bawang putih ke Indonesia.


(16)

3

Tabel 1.1. Volume dan Nilai Impor Bawang Putih Indonesia dari Berbagai Negara Tahun 2012

Negara Volume (Kg) Nilai (USD)

Republic of Korea 3.377 14.341

China 445.171.587 264.816.550

Thailand 203.788 108.288

Singapore 30.000 31.658

Malaysia 1.366.027 1.306.901

India 4.778.217 2.031.451

Pakistan 203.000 81.200

Bangladesh 29.000 13.115

Australia 675 7.580

New Zealand 4.420 32.225

United States 409.322 2.255.977

Netherlands 3.506 36.730

France 22.904 277.895

Germany 16.516 158.321

Switzerland 136 4.308

Portugal 2.500 10.793

Sumber: Kementrian Pertanian 2012, diolah

Impor dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam negeri karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan nasional. Berikut keadaan terkini volume impor, nilai impor, dan harga impor bawang putih di Indonesia.

Tabel 1.2. Volume, Nilai dan Harga Impor Bawang Putih di Indonesia Tahun 2010–2012

Tahun Volume Impor (Kg) Nilai Impor (USD) Harga Impor (USD/Kg)

2010 361.288.852 245.960.424 0,68

2011 419.089.953 272.818.908 0,65

2012 452.244.976 271.187.341 0,60

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2012, diolah

Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa volume impor bawang putih di Indonesia mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir sedangkan harga impor bawang putih mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2010


(17)

harga impor bawang putih per kilogram sebesar USD 0,681, turun menjadi USD 0,65 pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 turun menjadi USD 0,60.

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang mengimpor bawang putih. Pada tahun 2012, volume impor bawang putih Sumatera Utara sebesar 32.667.565 kg atau sebesar 7,22% dari total impor Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut data volume impor, dan harga impor bawang putih di Sumatera Utara.

Tabel 1.3. Volume dan Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 2003–2012

Tahun Volume Impor (Kg) Harga Impor (USD/Kg)

2003 7.074.305 0,24

2004 9.325.232 0,24

2005 11.537.096 0,26

2006 11.145.808 0,26

2007 20.523.882 0,37

2008 22.052.197 0,37

2009 18.857.536 0,38

2010 17.147.700 0,57

2011 20.793.745 0,77

2012 32.667.565 0,76

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2012, diolah

Tabel 1.3, memperlihatkan volume impor bawang putih di Sumatera Utara secara umum setiap tahun cenderung fluktuatif, namun harga impor bawang putih di Sumatera Utara setiap tahun cenderung meningkat.

Menurut Krugman (1994) tarif dalam perdagangan internasional akan meningkatkan harga di dalam negeri. Dengan harga yang lebih tinggi produsen meningkatkan suplainya, sedangkan konsumen menurunkan pemintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang, sebaliknya penghapusan tarif akan menurunkan harga di dalam negeri.Dengan harga yang lebih rendah produsen menurunkan suplainya, sedangkan konsumen meningkatkan


(18)

5

pemintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi meningkat. Hal itu terlihat pada volume impor yang meningkat jumlahnya sedangkan di Sumatera Utara, harga impor bawang putih setelah diberlakukannya penghapusan tarif pada produk Early Harvest Package (EHP) pada tahun 2006 mengalami penurunan, namun kembali meningkat hingga tahun 2012. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana harga dan volume impor bawang putih Sumatera Utara di era CAFTA.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana harga impor bawang putih Sumatera Utaradi era CAFTA? 2. Bagaimana volumeimpor bawang putih Sumatera Utaradi era CAFTA? 3. Bagaimana harga impor bawang putih Sumatera Utaradari China di era

CAFTA?

4. Bagaimana volumeimpor bawang putihSumatera Utaradari China di era CAFTA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai beikut:

1. Untuk menganalisis harga impor bawang putih Sumatera Utaradi era CAFTA.

2. Untuk menganalisis volumeimpor bawang putih Sumatera Utaradi era CAFTA.


(19)

3. Untuk menganalisis harga impor bawang putihSumatera Utaradari China di era CAFTA.

4. Untuk menganalisis volumeimpor bawang putihSumatera Utaradari China di era CAFTA

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pengusaha importir bawang putih di Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah untuk mengevaluasi manfaat dan peluang yang tercipta dengan adanya perjanjian CAFTA.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Bawang Putih

Bawang Putih berasal dari Asia Tengah, diantaranya China dan Jepang yang beiklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang China dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah pantai. Bawang putih merupakan sayuran rempah yang meskipun bukan asli Indonesia, namun penggunaannya sebagai bumbu pelezat masakan sungguh lekat di lidah masyarakat Indonesia (Syamsiah dan Tajudin, 2003).

Bawang putih merupakan salah satu anggota bawang bawangan yang paling populer di dunia. Bawang putih bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung unsur-unsur aktif, memiliki daya bunuh terhadap bakteri, sebagai bahan antibiotik, merangsang pertumbuhan sel tubuh, dan sebagai sumber vitamin B1. Bawang putih memempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, dan mengandung sejumlah komponen kimia yang diperlukan untuk hidup manusia. Beberapa tahun terakhir, bawang putih dianggap sebagai penghambat perkembangan penyakit kanker karena mengandung komponen aktif yaitu selenium dan germanium (AAK, 1998).

Pembudidayaan bawang putih sudah lama dilakukan. Daerah produksi bawang putih masih terbatas, hasil produksinya masih jauh dari mencukupi kebutuhan bawang putih nasional (Wibowo, 2006). Kebutuhan (konsumsi) bawang putih dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya


(21)

jumlah penduduk, semakin membaiknya perekonomian nasional, dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya gizi komoditas tersebut namun peningkatan ini belum mampu diimbangi dengan peningkatan produksi (Hilman, et al, 1997).

Bawang putih dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni bawang putih dataran rendah dan bawang putih dataran tinggi. Bawang putih dataran rendah memiliki beberapa varietas meliputi varietas lumbu putih dari D. I. Yogyakarta, varietas bogor dari Nganjuk, varietas sanur dari Denpasar, varietas jatibarang dari Brebes, varietas sumbawa dari Sumbawa, varietas obleg dan varietas layur. Berikut beberapa varietas bawang putih dataran tinggi, yakni varietas lumbu hijau dari Malang, Varietas lumbu kuning dari Malang, dan varietas tawangmangu baru dari Karanganyar.

Bawang putih dapat ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah. Di dataran tinggi, cocok ditanam di daerah yang memiliki ketinggian antara 600 m-1.100 m di atas permukaan laut dengan suhu antara 20˚C -25˚C dan kelembapan 60%-80%. Didataran rendah, cocok ditanam di daerah yang memiliki ketinggian sampai 700 m di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 27˚C–30˚C dan kelembapan udara sekitar 50%. Tanah yang cocok untuk bawang putih adalah tanah yang bertekstur lempung berpasir, berstruktur remah (gembur), tanah yang mudah mengikat air, tanah dengan pH 5,6-6,8, dan tanah yang mengandung banyak bahan organik.

Umbi bawang putih memiliki banyak kegunaan. Dalam kehidupan manusia, umbi bawang putih tidak hanya untuk bumbu dapur sebagai penyedap masakan, tetapi memiliki banyak kegunaan lain seperti untuk bahan obat-obatan.


(22)

9

Manfaat bawang putih sangat banyak, hal ini menjadikan komoditas bawang putih menjadi komoditas yang penting dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin besar. Potensi pasar bawang putih tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga di luar negeri. Dalam perdagangan Internasional, bawang putih dikenal sebagai salah satu jajaran komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi (Samadi, 2000).

2.1.2 CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)

CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)merupakan perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTAdibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun non tarif, memudahkan arus perdagangan jasa, peraturan investasi, dan untuk mendorong kerjasama dibidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat China-ASEAN. Tujuan dari CAFTAsalah satunya adalah meliberalisasi perdagangan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi (Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, 2010).

Perjanjian CAFTAdimulai dengan penandatanganan Framework Agreement On Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China oleh pihak ASEAN dan China di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 November 2002. Setelah beberapa kali negosiasi dan ratifikasi, akhirnya CAFTA diluncurkan sejak ditandatanganinya Trade in goods Agreement and Dispute Settlement Mecanism Agreementpada tanggal 29


(23)

November 2004 di Vientiane, Laos. Persetujuan Jasa CAFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu, Filipina pada bulan Januari 2007, sedangkan persetujuan investasi ASEAN-China pada bulan Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.

Menurut Direktorat Kerjasama Regional dan Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional (2010) peraturan nasional terkait kebijakan CAFTA di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 tentang pengesahan Framework Agreement On Comprehensive between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free Trade Area.

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006 tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan


(24)

11

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.

6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.011/2007 tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area.

7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Globalisasi Ekonomi

Menurut Apridar (2009) globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke pasar domestik. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.


(25)

2.2.2 Teori Perdagangan Internasional

Menurut Waluya (1995) Perdagangan internasional dapat didefenisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perpindahan barang, jasa, modal, tenaga kerja, teknologi dan perpindahan merek dagang. Teori perdagangan internasional digunakan untuk menganalisis penyebab terjadinya perdagangan internasional dan menganalisis keuntungan serta manfaat apa saja yang diperoleh dari kegiatan perdagangan internasional tesebut (Salvatore, 1997).

2.2.3 Sistem Pasar Bebas

Sistem pasar bebas merupakan serangkaian kegiatan perekonomian yang sepenuhnya diatur oleh mekanisme pasar. Menurut Adam Smith jika setiap individu dalam masyarakat dibiarkan untuk melakukan kegiatan perekonomian yang mereka inginkan maka akan tercipta efisiensi. Pemerintah memegang peranan penting, namun hanya sebatas menyediakan sarana dan prasarana untuk memudahkan mobilitas produk. Pemerintah diharapkan tidak ikut campur secara aktif dalam perekonomian karena mekanisme pasar dalam pasar bebas akan dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih efisien dan kemakmuran masyarakat yang optimum (Sukirno, 1996)


(26)

13

2.2.4 Ekspor Impor

Ekspor adalah pengiriman dan penjualan komoditi yang diproduksi di dalam negeri keluar negeri. Kegiatan ini akan menyebabkan masuknya aliran pendapatan ke sektor perusahaan atau produsen. Pemintaan agregat akan meningkat dengan adanya kegiatan ekspor sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan tinggi maka harga akan naik dan menaikkan pendapatan nasional. Sebaliknya, impor merupakan kegiatan pembelian komoditi dari luar negeri. Impor akan menyebabkan aliran pendapatan keluar negeri. Impor akan menambah penawaran agregat yang ada di dalam negeri, sesuai dengan hukum penawaran jika barang yang tesedia di pasar berlebih maka harga akan turun sehingga menurunkan pendapatan nasional.

Harga merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan suatu barang akan diimpor atau diekspor. Sesuai dengan penawaran dan permintaan komoditi yang harganya murah didalam negeri akan diputuskan untuk diekspor keluar negeri karena dianggap harga ekspor lebih tinggi dibandingkan harga di dalam negeri. Namun, jika harga komoditi tersebut naik di dalam negeri maka jumlah ekspor akan berkurang. Sebaliknya komoditi dari luar negeri yang harganya murah dari ongkos produksi di dalam negeri akan diputuskan untuk diimpor (Supriana, 2011)

2.2.5 Hambatan Perdagangan: Tarif

Hambatan perdagangan yang paling sering kita dengar adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang di perdagangkan lintas-teritorial. Menurut asal komoditi tarif terbagi menjadi dua yaitu tarif impor


(27)

dan tarif ekspor. Tarif impor merupakan pajak yang dikenakan pada komoditi yang diimpor dari negara lain, sedangkan tarif ekspor merupakan pajak yang dikenakan pada komoditi yang di ekspor ke negara lain. Ditinjau dari segi mekanisme perhitungan tarif, tarif dibagi tiga yakni taif ad volarem, tarif spesifik, dan tarif campuran. Tarif ad volarem merupakan pajak yang dikenakan terhadap komoditi berdasarkan persentase tertentu dari niai harga komoditi yang diimpor. Tarif spesifik merupakan beban pajak tetap untuk setiap unit komoditi yang diimpor. Tarif campuran merupakan gabungan dari keduanya (Salvatore, 1997).

Menurut Krugman (1994), tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai pendapatan pemerintah. Tarif digunakan untuk sektor-sektor tertentu di dalam negeri. Pada awal abad kesembilan belas, Inggris menetapkan tarif (Corn Law) untuk melindungi hasil-hasil pertanian dari persaingan impor dan dipenghujung abad kesembilan belas Jerman dan Amerika Serikat menetapkan tarif impor untuk beberapa barang manufaktur dalam rangka melindungi industri yang baru tumbuh. Penetapan tarif impor akan meningkatkan harga di pasar dalam negeri, dan menurunkan harga di luar negeri, sampai perbedaan harga ini mencapai sebesar t. Tarif meningatkan harga di domestik ke PT dan menurunkan harga di asing ke P*T = PT – t. Dengan harga yang lebih tinggi, produsen dalam negeri meningkatkan suplainya, sedangkan konsumen menurunkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang. Pengadaan tarif impor disebut sebagai usaha perlindungan bagi produsen maupun industri dalam negeri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.


(28)

15

Gambar 2.1. Dampak Tarif

Keterangan:

S : Penawaran dalam negeri PW : Harga keseimbangan dunia D : Permintaan dalam negeri PT : H. setelah tarif dalam negeri XS : Penawaran ekspor dunia P*T : Harga setelah tarif asing MD : Permintaan impor dunia QW : Kuantitas dunia

S* : Penawaran di asing QT : Kuantitassetelah tarif D* : Permintaan di asing t : tarif

Apabila tarif impor ditiadakan, maka akan menurunkan harga di dalam negeri. Dengan harga yang lebih rendah produsen menurunkan suplainya, sedangkan konsumen meningkatkan pemintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi meningkat. Di asing harga yang lebih tinggi menyebabkan penawaran meningkat dan pemintaan menurun, dan karena itu penawaran untuk ekspor menjadi turun. Keadaan kembali seperti sebelum diberlakukan tarif (Krugman, 1994).

D

XS

MD

S*

D* S

PT

Q P

Q QT

PW

Q

P P

P*T

QW

Pasar Dalam Negeri Pasar Dunia Pasar Asing


(29)

2.3Penelitian Terdahulu

Gultom (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Dampak CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) Terhadap Perdagangan Jeruk Sumatera Utara menyimpulkan bahwa neraca perdagangan jeruk di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) mengalami defisit dan terdapat perbedaan nyata neraca perdagangan jeruk Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA (China ASEANFree Trade Area). Terdapat perbedaan nyata volume impor jeruk, harga jeruk impor, volume ekspor jeruk dan harga jeruk domestik Sumatera Utara sebelum dengan sesudah CAFTA (China ASEANFree Trade Area) dan tidak terdapat perbedaan nyata harga jeruk ekspor Sumatea Utara sebelum dan sesudah CAFTA (China ASEANFree Trade Area).

Azhar (2013) menjelaskan dalam penelitiannya Hubungan Impor Beras dengan Harga Beras dan Produksi Beras di Sumatera Utara bahwa ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan harga beras di Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,008 (<0,05) dan korelasi kedua variabel sedang, dengan koeisien korelasi 0,339. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata antara harga beras di Sumatera Utara dengan harga beras internasional dengan tingkat signifikansi 0,00 (<0,05) dan korelasi kedua variabel kuat, dengan koefisien korelasi sebesar 0,596. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras di Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi 0,645 (>0,05) dan tidak ada korelasi kedua variabel, dengan koefisien korelasi sebesar -0,126. Dan ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras dengan lag 2 bulan dengan signifikansi 0,04 (<0,05).


(30)

17

Husni (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Dampak Pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Sektor Komoditas Pertanian di Indonesia bisa ditarik kesimpulan bahwa sejak penandatanganan kerangka kesepakatan ekonomi antara ASEAN dan China pada tahun 2002, bahwa dalam perdagangan Indonesia dan China terjadi kenaikan secara signifikan, baik dalam impor maupun ekspor, ekspor yang terjadi antara China dan Indonesia pada tahun 2010 mencapai USD 3.520,90 juta dibandingkan dengan impor hanya USD 1.709,76 juta. Dari keseluruhan ekspor dan impor yang ada, bisa dikatakan Indonesia lebih banyak mengimpor. Jika melihat dari keseluruhan total impor yang ada. Dari subsektor hortikultura Indonesia bisa dikatakan bergantung pada impor. Misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran Indonesia sampai sekarang masih dikatakan ketergantungan akan impor dari China. Tetapi disisi lain, kenaikan ekspor yang ada dinikmati oleh subsektor pekebunan, yaitu minyak sawit.

2.4 Kerangka Pemikiran

CAFTA merupakan kesepakatan perdagangan antar negara–negara ASEAN dengan negara China. CAFTA dibuat untuk mewujudkkan kawasan pedagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan baik tarif maupun non taif, meningkatkan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kejasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian anggota CAFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.


(31)

Dalam CAFTA disepakati tarif 0% bagi produk Early Harvest Package dimana salah satunya adalah komoditi sayur sayuran. Pemberlakuan Early Harvest Package ini akan memudahkan sayur sayuran dari negara anggota CAFTA bebas masuk ke Indonesia dan sebaliknya produk sayur sayuran dari Indonesia bebas masuk ke negara anggota CAFTA.

Masuknya sayur sayuran dari negara anggota CAFTA seperti bawang putih impor membuat peredaran bawang putih impor di pasaran sangat mudah dijumpai. Penghapusan tarif pada bawang putih diasumsikan akan menurunkan harga di dalam negeri dan meningkatkan permintaan di dalam negeri sehingga akan meningkatkan harga di negara pengekspor. Rendahnya harga di dalam negeri akan meningkatkan permintaan di dalam negeri maka membutuhan pasokan yang lebih dan menaikkan volume impor bawang putih.

Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran penelitian ini:


(32)

CAFTA

Sebelum Sesudah

Harga Impor Bawang Putih

dari China Harga Impor

Bawang Putih

Total Volume Impor Bawang

Putih

Volume Bawang Putih

Impor dari

Harga Impor Bawang Putih

Harga Impor Bawang Putih

dari China

Total Volume Impor Bawang

Putih

Volume Bawang Putih

Impor dari 19

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: Menyatakan pengaruh

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA.

2. Terdapat perbedaan nyata total volumeimpor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA.


(33)

3. Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA.

4. Terdapat perbedaan nyata volumeimpor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau sengaja. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan bahwa Provinsi Sumatera Utara merupakan pengimpor bawang putih dengan volume tertinggi ketiga dibandingkan dengan provinsi lainnya yang merupakan gerbang masuknya bawang putih impor di Indonesia yakni Provinsi Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk lebih spesifik dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini

Tabel 3.1. Volume dan Nilai Impor Bawang Putih di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2012

Provinsi Volume (Kg) Nilai (USD)

Sumatera Utara 33.873.998 25.613.118

Riau 1.722.349 1.600.224

Kep. Riau 5.179.965 3.199.594

DKI Jakarta 79.746.767 53.245.779

Jawa Tengah 16.308.581 9.900.624

Jawa Timur 313.322.430 176.536.251

Kalimantan Barat 529.000 285.309

Sulawesi Selatan 1.562.000 853.500

Sumber: Lampiran 1, diolah

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data time series harga bawang putih impor tahun 1998-2013 dan data volume impor bawang putih tahun 1998-2013. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait


(35)

dengan penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan bebagai literatur yang mendukung penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Identifikasi masalah yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat akan dianalisis dengan menggunakan analisis Uji-tsampel bebas dengan menggunakan alat bantu SPSS 19 yaitu salah satu metode pengujian hipotesis dimanadata yang digunakan bersifat bebas. Ciri-ciri yang sering ditemui padakasus yang bersampel bebas adalahobjek penelitian dikenai dua perlakuan yang berbeda. Peneliti memperoleh dua macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dandata dari perlakuan kedua. Uji ini akan digunakan untuk membuktikan semua hipotesa.Untuk melihat perbedaan harga bawang putih impor dan volume bawang putih impor sebelum dan sesudahCAFTA (China ASEAN Free Trade Area) dapat menggunakan uji statistik t-hitung sampel bebas dengan formulasinya sebagai berikut(Walpole, 1995):

�ℎ����� =

d−do

Sd�1 n+

1 n₀

Dimana:

d = Rata-rata harga bawang putih impor dan volume bawang putih impor sesudah pelaksanaan CAFTA(China ASEAN Free Trade Area)

do = Rata-rata harga bawang putih impor danvolumebawang putihsebelum pelaksanaanCAFTA (China ASEAN Free Trade Area)

Sd = Standar deviasi


(36)

23

no = Jumlah sampel sebelum CAFTA (China ASEAN Free Trade Area).

Hipotesis menunjukkan adanya perbedaan harga bawang putih impor dan volume bawang putih imporsebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA. Hipotesis tersebut dapat dinyatakansebagai berikut:

H0: µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2 Dimana:

µ1 = Hargabawang putih impor dan volumebawang putih impor sebelum pelaksanaan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area).

µ2 = Hargabawang putih impor dan volumebawang putih impor sesudah pelaksanaan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area).

Kriteria uji:

Jika -t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel, H0 diterima, H1 ditolak

Jika t-hitung < -t-tabel atau t-hitung >t-tabel, H0 ditolak, H1 diterima

Penggunaan α = 0,05 dalam uji statistik t-hitung sesuai dengan kebutuhanpeneliti, bahwa dalam penelitian sosial, besarnya alpha yang digunakan dapatbernilai satu persen atau lima persen. Penentuan besarnya alpha tersebuttergantung kepada peneliti (Usman dan Purnomo, 2008).

3.4Defenisi dan Batasan Operasional

3.4.1 Definisi

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:


(37)

1. CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) adalah perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun non tarif, memudahkan arus perdagangan jasa, peraturan investasi, dan untuk mendorong kerjasama dibidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat China-ASEAN.

2. Volumebawang putih imporSumatera Utara adalah jumlah seluruh impor bawang putihSumatera Utara yang tercatat di BPS Sumatera Utaradan dinyatakan dalam satuan ton.

3. Harga bawang putih impor Sumatera Utara adalah nilai impor bawang putihFree on Board dibagikan dengan volume impor bawang putih yang tercatat di BPS Sumatera Utaradan dinyatakan dalam satuanUSD per ton. 4. Volume bawang putih impor Sumatera Utara dari China adalah jumlah

seluruh impor bawang putihSumatera Utara dari China yang tercatat dalam BPS Sumatera Utaradan dinyatakan dalam satuan ton.

5. Harga bawang putih impor Sumatera Utara dari China adalah nilai impor bawang putihFree on Board dari China dibagikan dengan volume impor bawang putih dari China yang tercatat di BPS Sumatera Utaradan dinyatakan dalam satuan USD per ton.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara. 2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.


(38)

25

3. Sumber data dalam penelitian ini adalah data Statistik Perdagangan Impor Sumatera Utara dari tahun 1998-2012.

4. Volume dan harga sebelum CAFTA adalah volume dan harga impor bawang putih ke Sumatera Utara tahun 1998-2005.

5. Volume dan harga sesudah CAFTA adalah volume dan harga impor bawang putih ke Sumatera Utara tahun 2006-2013.


(39)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1⁰-4⁰ Lintang Utara dan 98⁰-100⁰ Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Povinsi Aceh, sebelah Timur dengan Negara Malaysia dan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km², sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun di bagian Timur Pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km² atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km² atau 8,74 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km² atau sekitar 6,12 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km² atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara.

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam tiga kelompok wilayah/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabubaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang


(40)

27

Sidimpuan, Kota Sibolga, dan Kota Gunung Sitoli. Kawasan dataran tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pemetangsiantar. Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai.

Sumatera Utara terletak dekat garis khatulistiwa, tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangan bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 30,1⁰C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,4⁰C.

Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan Musim Penghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan September, diantara dua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

Sumatera Utara merupakan provinsi ke empat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) penduduk Provinsi Sumatera Utara berjumlah 10,26 juta jiwa.


(41)

Pada Tahun 2012 Penduduk Sumatera Utara berjumlah 13.215.401 jiwa. Penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah sekitar 6.544.299 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 6.671.102 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar 99,52. Penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dari daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di pedesaan adalah 6,67 juta jiwa (50,48 persen) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,54 juta jiwa (49,52 persen).


(42)

29

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota Tahun 2012 (Jiwa)

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

Nias 64.685 68.175 132.860 94,88

Mandailing Natal 201.686 209.245 410.931 96,39 Tapanuli Selatan 133.140 134.955 268.095 98,66 Tapanuli Utara 160.012 158.896 318.908 100,70 Toba Samosir 140.238 143.633 283.871 97,64 Labuhan Batu 86.932 87.933 174.865 98,86

Asahan 214.452 210.192 424.644 102,03

Simalungun 340.302 337.574 677.876 100,81

Dairi 413.871 417.115 830.986 99,22

Karo 136.483 136.911 273.394 99,69

Deli Serdang 928.434 180.750 1.109.184 513,66

Langkat 492.424 917.181 1.409.605 53,69

Nias Selatan 145.498 484.461 629.959 30,03 Humbang Hasundutan 86.769 148.121 234.890 58,58 Pakpak Bharat 20.938 87.996 108.934 23,79

Samosir 60.384 20.554 80.938 293,78

Serdang Bedagai 303.039 61.210 364.249 495,08 Batu Bara 191.652 300.987 492.639 63,67 Padang Lawas Utara 114.979 189.371 304.350 60,72 Padang Lawas 116.289 114.085 230.374 101,93 Labuhan Batu Selatan 145.214 115.877 261.091 125,32 Labuhan Batu Utara 169.327 139.595 308.922 121,30 Nias Utara 63.678 166.132 229.810 38,33

Nias Barat 39.597 64.855 104.452 61,05

Sibolga 43.036 43.104 86.140 99,84

Tanjung Balai 79.202 77.973 157.175 101,58 Pematang Siantar 115.488 121.459 236.947 95,08 Tebing Tinggi 73.036 74.735 147.771 97,73 Medan 1.047.875 1.074.929 2.122.804 97,48

Binjai 124.869 125.383 250.252 99,59

Padang Sidimpuan 96.841 101.968 198.809 94,97 Gunung Sitoli 62.793 65.544 128.337 95,80 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013


(43)

4.2 Indikator Makro Ekonomi Sumatera Utara

Perkembangan PDRB Sumatera Utara dari tahun 2009 sampai dengan 2013 atas dasar harga berlaku meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013, PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 403,93 triliun rupiah mengalami pertumbuhan sebesar 15,05 persen dibanding dengan tahun 2012 sebesar 351,09 tiliun rupiah.

Tabel 4.2 PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (Triliun Rupiah)

Tahun Nilai PDRB Pertumbuhan ( %)

2009 236,35 10,48

2010 275,06 16,37

2011 314,37 14,29

2012 351,09 11,68

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013

Neraca perdagangan Sumatera Utara pada tahun 2013 mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 3,15 persen atau sebesar 31,88 triliun rupiah, dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,20 persen. Pertumbuhan yang melambat ini bukan disebabkan oleh volume produk yang menurun melainkan disebabkan oleh terus menurunnya harga beberapa komoditas ekspor di pasar dunia terutama untuk CPO dan karet yang merupakan komoditas ekspor unggulan dari Sumatera Utara.

PDRB penggunaan atas dasar harga konstan merupakan nilai riil dari pendapatan dengan pengaruh harga yang sudah dieliminir. Tahun 2013, PDRB atas dasar harga konstan sebesar 142,54 triliun rupiah mengalami pertumbuhan sebesar 6,01 persen dibanding tahun 2012 sebesar 134,46 triliun rupiah.


(44)

31

Tabel 4.3 PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Triliun Rupiah)

Tahun Nilai PDRB Pertumbuhan (%)

2009 111,56 5,07

2010 118,72 6,42

2011 134,46 6,22

2012 142,54 6,01

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013

Neraca perdagangan Sumatera Utara atas dasar harga konstan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2012 ekspor riil provinsi Sumatera Utara sebesar 8,45 triiun rupiah atau menurun 3,52 persen. Tahun 2013 juga mengalami penurunan 13,51 persen atau sebesar 7,31 triliun rupiah. Penurunan ini disebabkan oleh pertumbuhan impor yang lebih besar dari pertumbuhan ekspor.

4.3 Perkembangan Ekspor dan Impor Sumatera Utara

Pada tahun 2012 volume ekspor Sumatera Utara mencapai 8,70 juta ton dan volume impor sebesar 6,81 juta ton. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2011, volume ekspor mengalami peningkatan sebesar 6,55 persen, dan volume impor mengalami peningkatan yang mencapai 1,43 persen.

Nilai ekspor Sumatera Utara pada tahun yang sama mencapai USD 10,39 milyar dan nilai impor mencapai USD 5,16 milyar. Dengan demikian Sumatera Utara mempunyai surplus perdagangan luar negeri sebesarUSD 5,23 milyar, yang berarti mengalami penurunan sebesar 24,54 persen dibandingkan tahun 2011.

Komoditi utama ekspor Sumatera Utara adalah minyak/lemak nabati dan hewani yang mencapai USD4,40 milyar (42,34 persen dari nilai ekspor yang mencapai USD 10,39 milyar), diikuti oleh Bahan Baku sebesar USD 2,19 milyar


(45)

(21,11 persen), serta Bahan Makanan dan Binatang HidupUSD 1,44 milyar (13,87 persen). Sumatera Utara umumnya mengekspor komoditinya ke India, yang mencapai USD 1,37 milyar (13,14 persen) dan Jepang yang mencapai USD 1,07 milyar (10,29 persen).

Nilai Impor Sumatera Utara yang bernilai USD 5,16 milyar mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen dari tahun 2011. Impor Sumatera Utara menurut kelompok barang ekonomi sebagian besar berupa bahan baku/penolong yang mencapai USD 3,18 milyar (61,49 persen). Sedangkan yang berupa barang konumsi sebesar USD 1,08 milyar (20,87 persen), dan sisanya berupa barang modal.

Tabel 4.4 Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara Tahun 2008-2012

Tahun

Ekspor Impor

Neraca Volume

(Ton)

Nilai FOB (USD)

Volume (Ton)

Nilai CIF (USD)

2008 8.520.892 9.261.977 5.880.759 3.696.065 5.565.912 2009 8.058.927 6.460.117 5.236.553 2.724.236 3.735.881 2010 7.992.103 9.147.778 6.171.734 3.576.248 5.571.530 2011 8.161.003 11.883.268 6.718.063 4.953.462 6.929.806 2012 8.695.942 10.393.936 6.813.898 5.164.751 5.229.185 Sumber: BPS Sumatera Utara, 2013

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa volume ekspor paling tinggi adalah pada tahun 2012 sebesar 8.695.942 ton dengan peningkatan sebesar 6,6 persen dari tahun sebelumnya. Nilai FOB tertinggi terdapat pada tahun 2012 juga sebesar USD 10.393.936. Secara umum perkembangan perdagangan luar negeri Sumatera Utara dapat dilihat dari neraca perdagangan.

Pada tahun 2009 neraca perdagangan luar negeri Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar 32,88 persen dari tahun 2008. Neraca perdagangan luar negeri Sumatera Utara mengalami peningkatan pada tahun 2010


(46)

33

sebesar 49,14 persen dan 24,38 persen pada tahun 2011 serta mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 24,54 persen.

4.4 Perkembangan Produksi Bawang Putih Sumatera Utara

Produksi bawang putih bawang putih Sumatera Utara merupakan hal yang penting dalam memenuhi permintaan bawang putih di Sumatera Utara. Berikut perkembangan produksi bawang putih Sumatera Utara tahun 2000-2012..

Tabel 4.5 Jumlah Produksi Bawang Putih Sumatera Utara Tahun 2000-2012

Tahun Produksi (Ton)

2000 11.682

2001 13.277

2002 14.388

2003 12.501

2004 18.158

2006 1.036

2007 635

2008 248

2009 283

2010 218

2011 256

2012 200

Sumber: BPS Sumatera Utara, 2013

Pada tahun 2000, produksi bawang putih Sumatera Utara sebesar 11.682 ton. Produksi bawang putih Sumatera Utara mengalami peningkatan pada tahun 2001 menjadi 13.277 ton dan pada tahun 2002 menjadi 14.388 ton. Tahun 2003 produksi bawang putih mengalami penurunan menjadi 12.501 ton dan kembali meningkat hingga mencapai 18.158 ton. Pada tahun selanjutnya, tahun 2006 hingga 2012 jumlah produksi bawang putih Sumatera Utara cenderung mengalami penurunan.


(47)

Gambar 4.1 Perkembangan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara

Pada Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa produksi bawang putih Sumatera Utara secara umum mengalami penurunan. Di tahun 2001, produksi bawang putih meningkat sebanyak 13,65 persen dan juga di tahun 2002 sebesar 8,37 persen namun mengalami penurunan di tahun 2003 sebesar 13,12 persen. Produksi bawang putih mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar 45,25 persen. Penurunan tertinggi produksi bawang putih di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2006 dengan penurunan sebesar 94,29 persen dilanjutkan dengan penurunan yang terjadi pada tahun 2007, 2008, 2010, dan 2012 dengan persen penurunan produksi masing-masing 38,71 persen, 60,94 persen, 22,97 persen, dan 21,88 persen.

-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000


(48)

35

4.5 Deskripsi Variabel yang Diteliti

Pada bagian ini kita akan membahas perkembangan volume dan harga impor bawang putih Sumatera Utara. Perkembangan yang akan diamati dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2013, yaitu selama 16 tahun.

Tabel 4.6 Perkembangan Volume dan Nilai Impor Bawang Putih Sumatera Utara Tahun 1998-2013

Tahun Volume Impor (Kg) Nilai Impor FOB (USD)

1998 4.969.998 1.725.547

1999 8.032.510 2.027.177

2000 5.006.556 1.169.413

2001 3.014.795 851.131

2002 4.748.499 1.421.369

2003 7.074.305 1.690.569

2004 9.325.232 2.189.906

2005 11.537.096 3.008.266

2006 11.145.808 3.881.339

2007 20.523.882 7.637.935

2008 22.052.197 8.178.174

2009 18.857.536 7.202.854

2010 17.147.700 9.723.480

2011 20.793.745 15.843.076

2012 32.677.565 24.478.412

2013 33.390.794 31.593.622

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013

Sumatera Utara mengimpor bawang putih sebanyak 4.969.998 kg pada tahun 1998. Volume impor bawang putih mengalami peningkatan pada tahun 1999 menjadi 8.032.510 kg. Volume impor mengalami penurunan pada tahun 2000 dan 2001 menjadi 5.006.556 kg dan 3.014.795 kg. Volume impor meningkat kembali pada tahun 2002 menjadi 4.748.499 kg, tahun 2003 menjadi 7.074.305 kg, tahun 2004 menjadi 9.325.232 kg, tahun 2005 menjadi 11.537.096 kg.

Volume impor bawang putih Sumatera Utara kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 11.537.096 kg dan mengalami peningkatan


(49)

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000 50000000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Total Nilai Impor (USD)

Total Volume (Kg)

yang signifikan hingga volume impor bawang putih Sumatera Utara pada tahun 2007 menjadi 20.523.882 kg, tahun 2008 menjadi 22.052.197 kg. Volume impor bawang putih Sumatera Utara mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 18.857.536 kg, 2010 menjadi 17.147.700 kg. Volume impor bawang putih Sumatera Utara mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 20.793.745 kg, dan peningkatan yang drastis terjadi pada tahun 2012 menjadi 32.677.565 kg.

Gambar 4.2 Perkembangan Volume Impor Bawang putih di Sumatera Utara

Pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa impor bawang putih Sumatera Utara secara umum mengalami kenaikan. Di tahun 1999, nilai impor bawang putih meningkat sebanyak 17,48 persen dari tahun sebelumnya namun mengalami penurunan pada tahun 2000 sebesar 42,31 persen dan tahun 2001 sebesar 27,22 persen. Di tahun selanjutnya, nilai impor mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008.

Peningkatan paling tinggi terdapat di tahun 2007 sebanyak 96,79 persen. Nilai impor bawang putih Sumatera Utara mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 11,93 persen dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010


(50)

37

sampai dengan tahun 2012 yaitu sebesar 34,99 persen di tahun 2010, 62,94 persen di tahun 2011, dan 54,52 persen pada tahun 2012.


(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBHASAN

5.1 Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utara

Harga impor bawang putih di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 5.1Kondisi Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara Sebelum dan Sesudah CAFTA Tahun Harga Impor Bawang Putih Sebelum CAFTA (USD/Ton) Tahun Harga Impor Bawang Putih Sesudah CAFTA (USD/Ton)

1998 sem I 333,41 2006 sem I 332,17

1998 sem II 348,32 2006 sem II 362,79

1999 sem I 240,96 2007 sem I 365,16

1999 sem II 262,86 2007 sem II 377,73

2000 sem I 228,31 2008 sem I 365,09

2000 sem II 262,23 2008 sem II 375,49

2001 sem I 282,61 2009 sem I 382,00

2001 sem II 281,71 2009 sem II 381,83

2002 sem I 330,91 2010 sem I 389,54

2002 sem II 259,91 2010 sem II 705,84

2003 sem I 239,94 2011 sem I 800,26

2003 sem II 237,65 2011 sem II 742,04

2004 sem I 234,87 2012 sem I 748,77

2004 sem II 234,70 2012 sem II 758,79

2005 sem I 259,85 2013 sem I 761,97

2005 sem II 245,57 2013 sem II 828,06

Total 4.284 Jumlah 8.678

Rataan 268 Rataan 542

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013

Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa rata-rata harga bawang putih impor sebelum CAFTA yaitu sebesar USD 268/ton, dan setelah CAFTA rata-rata harga bawang putih impor adalah USD 542/ton. Rata-rata harga bawang putih setelah CAFTA lebih mahal dibandingkan dengan harga sebelum CAFTA atau terjadi peningkatan harga sebesar 102,57 persen.


(52)

39

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara harga impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA secara statistik diuji dengan menggunakan uji t sampel bebas dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Harga Bawang Putih Impor Sumatera Utara

Uraian N

Rata-Rata Harga Impor Bawang Putih (USD/Ton)

t-hitung df

Sig. (2-tailed)

Harga impor bawang putih sebelum CAFTA

16

267

-5,303 30 0.000 Harga impor bawang

putih sesudah CAFTA

16

542 Sumber: Lampiran 5, diolah

Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa nilai signifikani harga impor bawang putih sebelum CAFTA dan harga impor bawang putih sesudah CAFTA sebesar 0,000 (<0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata yang signifikan antara harga bawang putih sebelum dan sesudah CAFTA.

Hal ini juga dibuktikan dengan pengujian t-hitung. Dari tabel 5.2 t-hitung sebesar -5,303 dan dari tabel distribusi t-tabel sebesar -1,697 dimana t-hitung < t-tabel (-5,303 < -1,697). Maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara harga impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Harga bawang putih sesudah CAFTA lebih mahal dibandingkan dengan harga sebelum CAFTA, dapat disimpulkan bahwa CAFTA berdampak negatif terhadap harga bawang putih impor. Dikatakan berdampak negatif karena hal ini akan memberatkan konsumen Sumatera Utara, sedangkan menurut teori impor


(53)

suatu negara akan mengimpor suatu barang apabila barang tersebut lebih murah diimpor dibandingkan diproduksi sendiri.

Tabel 5.3 Perbandingan Volume Impor Bawang Putih dan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 1998-2013

Tahun Volume Impor (Ton) Produksi (Ton)

1998 4.970 53741

1999 8.033 53728

2000 5.007 11.682

2001 3.014 13.277

2002 4.748 14.388

2003 7.074 12.501

2004 9.326 18.158

2005 24.162 -

2006 11.144 1.036

2007 20.524 635

2008 22.053 248

2009 18.859 283

2010 17.149 218

2011 20.794 256

2012 32.678 200

2013 42.167 109

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013

Menurut teori dampak tarif, apabila tarif impor ditiadakan akan menyebabkan harga di Sumatera Utara akan menurun . Dengan harga yang rendah produsen bawang putih di Sumatera Utara menurunkan suplainya, sedangkan konsumen bawang putih di Sumatera Utara meningkatkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor bawang putih menjadi meningkat. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa volume impor bawang putih Sumatera Utara terus meningkat setiap tahun, sedangkan produksi bawang putih Sumatera Utara setelah tahun 2006 menurun secara drastis.

Peningkatan permintaan untuk impor, menyebabkan harga bawang putih di pasar Asing meningkat. Harga yang lebih tinggi menyebabkan penawaran meningkat dan pemintaan menurun di pasar Asing, dan karena itu penawaran


(54)

41

untuk ekspor menurun. Penurunan suplai ekspor di pasar Asing mengakibatkan meningkatnya harga di pasar Sumatera Utara. Kenyataan yang diperoleh di lapangan bahwa harga bawang putih impor setelah CAFTA lebih mahal yakni setelah penghapusan tarif.

5.2 Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara

Volume impor bawang putih di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4Kondisi Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara Sebelum dan Sesudah CAFTA Tahun Volume Impor Bawang Putih Sebelum CAFTA (Ton) Tahun Volume Impor Bawang Putih Sesudah CAFTA (Ton)

1998 sem I 377 2006 sem I 5.277

1998 sem II 4.593 2006 sem II 5.867

1999 sem I 3.853 2007 sem I 9.116

1999 sem II 4.180 2007 sem II 11.408

2000 sem I 4.232 2008 sem I 9.852

2000 sem II 775 2008 sem II 12.201

2001 sem I 2.298 2009 sem I 11.353

2001 sem II 716 2009 sem II 7.506

2002 sem I 2.638 2010 sem I 7.461

2002 sem II 2.110 2010 sem II 9.688

2003 sem I 4.121 2011 sem I 9.573

2003 sem II 2.953 2011 sem II 11.221

2004 sem I 6.314 2012 sem I 12.039

2004 sem II 3.012 2012 sem II 20.639

2005 sem I 15.371 2013 sem I 23.090

2005 sem II 8.791 2013 sem II 19.077

Total 66.334 Jumlah 185.368

Rataan 4.146 Rataan 11.586

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2013, diolah

Dari Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa CAFTA (China ASEAN Free Trade Area)berdampak positif terhadap volume impor bawang putih di Sumatera Utara. Sebelum pemberlakuan CAFTA volume total impor bawang putih di Sumatera


(55)

Utara adalah 66.334 ton sedangkan setelah pemberlakuan CAFTAvolume total impor bawang putih Sumatera Utara adalah 185.368 ton. Sesudah CAFTA, volume impor bawang putih di Sumatera Utara meningkat sebesar 119.034 ton atau meningkat sekitar 179,45 persen. Dari Tabel 5.4 diperoleh rata-rata volume impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum CAFTA adalah 4.146 ton, dan sesudah CAFTA sebesar 11.586 ton.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara volume impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA secara statistik diuji dengan menggunakan uji t sampel bebas dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Volume Bawang Putih Impor Sumatera Utara

Uraian N

Rata-Rata Volume Impor

Bawang Putih (Ton)

t-hitung Df

Sig. (2-tailed)

Volume impor bawang putih sebelum CAFTA

16

4.416

-4,719 30 0.000 Volume impor bawang

putih sesudah CAFTA

16

11.586 Sumber: Lampiran 5, diolah

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa terjadi peningkatan volume impor bawang putih Sumatera Utara antara sebelum dan sesudah CAFTA yaitu sebesar 179,45% . Pada Tabel 5.5 dapat di lihat bahwa nilai signifikani volume impor bawang putih sebelum CAFTA dan volume impor bawang putih sesudah CAFTA sebesar 0,000 (<0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata yang signifikan antara volume bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.


(56)

43

Hal ini juga dibuktikan dengan pengujian t-hitung. Dari Tabel 5.5 t-hitung sebesar -4,719 dan dari tabel distribusi t-tabel sebesar 1,697 dimana t-hitung < t-tabel (-4,719 < -1,697). Maka H0 ditolak dan H1 diterima dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara volume impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh persetujuan CAFTA yang telah menetapkan tarif impor untuk bawang putih menjadi 0%. Penghapusan tarif impor ini telah menyebabkan globalisasi ekonomi yang membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke pasar domestik. Dalam hal ini persetujuan CAFTA telah membuka peluang masuknya buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya bawang putih impor dari China dan negara ASEAN ke Indonesia.

Volume impor bawang putih mengalami peningkatan setelah CAFTA maka dapat disimpulkan CAFTA berdampak positif terhadap volume impor Sumatera Utara. Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka meningkatkan jumlah permintaan bawang putih namun yang terjadi adalah penurunan jumlah produksi bawang putih di Sumatera Utara yang menurun secara drastis sejak tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5.3. Maka peningkatan volume impor ini akan memenuhi permintaan bawang putih oleh konsumen di Sumatera Utara.


(57)

5. 3 Harga Bawang Putih Impor Sumatera Utara dari China

Harga impor bawang putih Sumatera Utara dari China dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6Kondisi Harga Impor Bawang Putih di Sumatera Utaradari China Sebelum dan Sesudah CAFTA

Tahun

Harga Impor Bawang Putih Sebelum CAFTA

(USD/Ton)

Tahun

Harga Impor Bawang Putih Sesudah CAFTA

(USD/Ton)

1998 sem I 333,41 2006 sem I 338,43

1998 sem II 345,04 2006 sem II 359,10

1999 sem I 248,90 2007 sem I 362,41

1999 sem II 1.400,31 2007 sem II 377,39

2000 sem I 228,01 2008 sem I 365,09

2000 sem II 263,13 2008 sem II 375,49

2001 sem I 251,98 2009 sem I 382,00

2001 sem II 270,38 2009 sem II 381,83

2002 sem I 338,05 2010 sem I 389,59

2002 sem II 261,24 2010 sem II 705,84

2003 sem I 234,06 2011 sem I 800,66

2003 sem II 237,65 2011 sem II 741,91

2004 sem I 234,68 2012 sem I 748,66

2004 sem II 226,67 2012 sem II 758,79

2005 sem I 226,16 2013 sem I 762,08

2005 sem II 272,50 2013 sem II 828,06

Total 5.372 Jumlah 8.677

Rataan 336 Rataan 542

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2013, diolah

Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa rata-rata harga bawang putih impor Sumatera Utara dari China sebelum CAFTA yaitu sebesar USD 336/ton, dan setelah CAFTA adalah USD 542/ton. Rata-rata harga bawang putih setelah CAFTA lebih mahal dibandingkan dengan harga sebelum CAFTA atau terjadi peningkatan harga sebesar 61,52 persen.


(58)

45

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara harga impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA secara statistik di uji dengan menggunakan uji t sampel bebas dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Harga Bawang Putih Impor Sumatera Utaradari China

Uraian N

Rata-Rata Harga Impor Bawang Putih (USD/Ton)

t-hitung df

Sig. (2-tailed)

Harga impor bawang putih sebelum CAFTA

16

336

-2,350 30

0.026 Harga impor bawang

putih sesudah CAFTA

16

542 27,059

Sumber: Lampiran 7, diolah

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa nilai signifikansi harga impor bawang putih sebelum CAFTA dan harga impor bawang putih sesudah CAFTA sebesar 0,026 (<0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata yang signifikan antara harga bawang putih impor Sumatera Utara dari China sebelum dan sesudah CAFTA.

Hal ini juga dibuktikan dengan pengujian t-hitung. Dari Tabel 5.7 t-hitung sebesar -2,350 dan dari tabel distribui t-tabel sebesar 1,697 dimana t-hitung < t-tabel (-2,350 < -1,697). Maka H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara harga bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Harga bawang putih impor Sumatera Utara dari China sesudah CAFTA lebih mahal dibandingkan dengan sebelum CAFTA dapat disimpulkan bahwa CAFTA berdampak negatif terhadap harga bawang putih impor. Dikatakan berdampak negatif karena hal ini akan memberatkan konsumen Sumatera Utara,


(59)

sedangkan menurut teori impor suatu negara akan mengimpor suatu barang apabila barang tersebut lebih murah di impor dibandingan di produksi sendiri.

Tabel 5.8 Perbandingan Volume Impor Bawang Putih dari China dan Produksi Bawang Putih di Sumatera Utara Tahun 1998-2013

Tahun Volume Impor (Ton) Produksi (Ton)

1998 1.823 53741

1999 2.797 53728

2000 3.004 11.682

2001 1.458 13.277

2002 4.158 14.388

2003 6.679 12.501

2004 8.240 18.158

2005 7.809 -

2006 10.253 1.036

2007 20.277 635

2008 22.053 248

2009 18.859 283

2010 17.094 218

2011 20.603 256

2012 32.417 200

2013 41.969 109

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013

Menurut teori dampak tarif apabila tarif impor ditiadakan akan menyebabkan harga di Sumatera Utara akan menurun . Dengan harga yang rendah produsen bawang putih di Sumatera Utara menurunkan suplainya, sedangkan konsumen bawang putih di Sumatera Utara meningkatkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor bawang putih menjadi meningkat. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 5.8 yang menunjukkan bahwa volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China terus meningkat setiap tahun, sedangkan produksi bawang putih Sumatera Utara setelah tahun 2006 menurun secara drastis.

Peningkatan pemintaan impor bawang putih dari China menyebabkan harga bawang putih di pasar China meningkat. Harga yang lebih tinggi menyebabkan penawaran meningkat dan pemintaan menurun, dan karena itu


(60)

47

penawaran untuk ekspor menurun. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga di pasar Sumatera Utara. Kenyataan yang diperoleh di lapangan bahwa harga bawang putih impor setelah CAFTA lebih mahal setelah penghapusan tarif.

5.4 Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China

Volumeimpor bawang putih Sumatera Utara dari China dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9 Kondisi Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China Sebelum dan Sesudah CAFTA

Tahun Volume Impor Bawang Putih Sebelum CAFTA (Ton) Tahun Volume Impor Bawang Putih Sesudah CAFTA (Ton)

1998 sem I 377 2006 sem I 4.680

1998 sem II 1.446 2006 sem II 5.573

1999 sem I 2.554 2007 sem I 8.894

1999 sem II 243 2007 sem II 11.383

2000 sem I 2.286 2008 sem I 9.852

2000 sem II 718 2008 sem II 12.201

2001 sem I 866 2009 sem I 11.353

2001 sem II 592 2009 sem II 7.506

2002 sem I 2.395 2010 sem I 7.406

2002 sem II 1.763 2010 sem II 9.688

2003 sem I 3.726 2011 sem I 9.490

2003 sem II 2.953 2011 sem II 11.113

2004 sem I 5.972 2012 sem I 11.778

2004 sem II 2.268 2012 sem II 20.639

2005 sem I 3.734 2013 sem I 22.892

2005 sem II 4.075 2013 sem II 19.077

Total 35.968 Jumlah 183.525

Rataan 2.248 Rataan 11.470

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013

Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa sebelum pemberlakuan CAFTA volume impor bawang putih di Sumatera Utara dari China adalah 35.968ton sedangkan setelah pemberlakuan CAFTA volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China adalah 183.525ton. Sesudah CAFTA, volume impor bawang putih di


(61)

Sumatera Utara dari China meningkat sebesar 147.557ton atau meningkat sekitarv410,25 persen. Dari Tabel 5.7 diperoleh rata-rata volume impor bawang putih di Sumatera Utara dari China sebelum CAFTA adalah 2.248 ton, dan sesudah CAFTA sebesar 11.470 ton.

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara volume impor bawang putih di Sumatera Utara dari China sebelum dan sesudah CAFTA secara statistik di uji dengan menggunakan uji t sampel bebas dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Hasil Uji Beda Rata-Rata Sampel Bebas untuk Volume Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China

Uraian N

Rata-Rata Volume Impor

Bawang Putih (ton)

t-hitung df

Sig. (2-tailed)

Volume impor bawang putih sebelum CAFTA

16

2.248

-6,809 30 0.000 Volume impor bawang

putih sesudah CAFTA

16

11.470 Sumber: Lampiran 7, diolah

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa terjadi peningkatan volume impor bawang putih Sumatera Utara sesudah CAFTA yaitu sebesar 410,25 persen . Pada Tabel 5.10 dapat di lihat bahwa nilai signifikansi volume impor bawang putih sebelum CAFTA dan volume impor bawang putih sesudah CAFTA sebesar 0,000 (<0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata yang signifikan antara volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China sebelum dan sesudah CAFTA.

Hal ini juga dibuktikan dengan pengujian t-hitung. Dari Tabel 5.10 t-hitung sebesar -6,809 dan dari tabel distribusi t-tabel sebesar 1,697 dimana


(62)

49

kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara volume total impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA.

Volume impor bawang putih meningkat disebabkanChina sebagai salah satu negara anggota CAFTA sehingga penghapusan tarif berlaku bagi impor bawang putih Sumatera Utara dari China. Persetujuan CAFTA yang telah menetapkan tarif impor untuk bawang putih menjadi 0% mulai tahun 2006 sampai sekarang, sehingga impor buah-buahan dan sayur-sayuran dari China bebas masuk ke Indonesia dan Sumatera Utara.

Volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China mengalami peningkatan setelah CAFTA maka dapat disimpulkan CAFTA berdampak positif terhadap volume impor Sumatera Utara. Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka meningkatkan jumlah permintaan bawang putih namun yang terjadi di lapangan adalah penurunan jumlah produksi bawang putih di Sumatera Utara yang menurun secara drastis sejak tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 5.8. Maka peningkatan volume impor dari China ini akan memenuhi permintaan bawang putih oleh konsumen di Sumatera Utara.


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA. CAFTA berdampak negatif terhadap harga bawang putih impor di Sumatera Utara.

2. Terdapat perbedaan nyata total volume impor bawang putih di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA. CAFTA berdampak positif terhadap volume impor bawang putih di Sumatera Utara.

3. Terdapat perbedaan nyata harga impor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA. CAFTA berdampak negatif terhadap harga impor bawang putih Sumatera Utara dari China.

4. Terdapat perbedaan nyata volume total impor bawang putih dari China di Sumatera Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan CAFTA. CAFTA berdampak positif tehadap volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China.

6.2 Saran

6.2.1 Kepada Pemerintah

Kepada pemerintah disarankan untuk melakukan evaluasi terhadap kesiapan Sumatera Utara dalam menghadapi poduk-produk impor khususnya bawang putih dari China. Perlu diadakan pengembangan terhadap produk-produk pertanian khususnya bawang putih Sumatera Utara dalam meningkatkan mutu dan


(64)

51

kualitas produk agar usahatani sayuran lokal di Sumatera Utara tidak menjadi korban dan dapat bersaing dengan sayuran impor.

6.2.2 Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya agar sebaiknya meneliti dengan menggunakan metode lag time. Peneliti selanjutnya juga sebaiknya meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya produksi bawang putih di Sumatera Utara.


(1)

April 16 April 834

Mei 590 Mei 492

Juni 14 Juni 1.073 Juli 176 Juli 720

Agustus 136 Agustus 893

September 48 September 796

Oktober 24 Oktober 268

November 182 November 817

Desember 26 Desember 581

Total 1.458 Total 7.809 2006 Januari 195 2009 Januari 3.034 Februari 910 Februari 2.111 Maret 1.277 Maret 1.116 April 631 April 1.742 Mei 481 Mei 1.649 Juni 1.186 Juni 1.701 Juli 972 Juli 360

Agustus 1.238 Agustus 1.358 September 1.027 September 1.847 Oktober 103 Oktober 1.444 November 1.405 November 2.151 Desember 828 Desember 346

Total 10.253 Total 18.859 2007 Januari 1.433 2010 Januari 1.402 Februari 1.663 Februari 1.954 Maret 1.453 Maret 1.404 April 1.101 April 860

Mei 1.362 Mei 909

Juni 1.882 Juni 877

Juli 2.229 Juli 2.813 Agustus 2.869 Agustus 1.562 September 1.231 September 1.008 Oktober 1.034 Oktober 1.756 November 2.331 November 1.005 Desember 1.689 Desember 1.544 Total 20.277 Total 17.094 2008 Januari 2.402 2011 Januari 1.127 Februari 2.740 Februari 1.760 Maret 1.361 Maret 1.570 April 927 April 651

Mei 2.275 Mei 1.742 Juni 147 Juni 2.640 Juli 1.175 Juli 2.010 Agustus 3.043 Agustus 2.626 September 3.765 September 2.576 Oktober 1.155 Oktober 575


(2)

Total 22.053 Total 20.603 2012 Januari 1.926 2013 Januari 1.932 Februari 2.049 Februari 4.741

Maret 1.160 Maret 1.767

April 3.292 April 5.141

Mei 2.546 Mei 3.765

Juni 805 Juni 5.546

Juli 2.108 Juli 6.784

Agustus 2.629 Agustus 3.427 September 7.526 September 2.320 Oktober 1.215 Oktober 2.684 November 2.189 November 1.901 Desember 4.972 Desember 1.961

Total 32.417 Total 41.969


(3)

Lampiran 4. Data yang Diolah Menggunakan SPSS 19.0 Untuk Total Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara

Klasifikasi Volume Harga

1 377 333,41

1 4.593 348,32

1 3.853 240,96

1 4.180 262,86

1 4.232 228,31

1 775 262,23

1 2.298 282,61

1 716 281,71

1 2.638 330,91

1 2.110 259,91

1 4.121 239,94

1 2.953 237,65

1 6.314 234,87

1 3.012 234,70

1 15.371 259,85

1 8.791 245,57

2 5.277 332,17

2 5.867 362,79

2 9.116 365,16

2 11.408 377,73

2 9.852 365,09

2 12.201 375,49

2 11.353 382,00

2 7.506 381,83

2 7.461 389,54

2 9.688 705,84

2 9.573 800,26

2 11.221 742,04

2 12.039 748,77

2 20.639 758,79

2 23.090 761,97

2 19.077 828,06


(4)

Lampiran 5. Hasil Uji Beda Rata-Rata Untuk Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara

Volume total impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA

Harga impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA

Volume total impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA

Harga impor bawang putih Sumatera Utara sebelum dan sesudah CAFTA

Lampiran 6. Data yang Diolah Menggunakan SPSS 19.0 Untuk Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China

Klasifikasi Volume Harga

1 377 333,41

1 1.446 345,04

1 2.554 248,90

1 243 1400,31


(5)

1 2.268 226,67

1 3.734 226,16

1 4.075 272,50

2 4.680 338,43

2 5.573 359,10

2 8.894 362,41

2 11.383 377,39

2 9.852 365,09

2 12.201 375,49

2 11.353 382,00

2 7.506 381,83

2 7.406 389,59

2 9.688 705,84

2 9.490 800,66

2 11.113 741,91

2 11.778 748,66

2 20.639 758,79

2 22.892 762,08

2 19.077 828,06

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)


(6)

Lampiran 7. Hasil Uji Beda Rata-Rata Untuk Volume dan Harga Impor Bawang Putih Sumatera Utara dari China

Volume impor bawang putih Sumatera Utara dari China

Harga impor bawang putih Sumatera Utara dari China

Volume impor bawang p Sumatera Utara dari Chi

Harga impor bawang put Sumatera Utara dari Chi