Kerjasama Internasional(Studi Kasus: Kepentingan Indonesia Terhadap Asean – China Free Trade Area)

(1)

KERJASAMA INTERNASIONAL

(STUDI KASUS: KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP

ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA

)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada program sarjana

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh: EKA FANKOSTA F. S

NIM: 070906058 Jurusan : Ilmu Politik

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang Kerjasama Internasional yang mengambil studi kasus mengenai Kepentingan Indonesia terhadap Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Tren perdagangan bebas yang terjadi saat ini, mengakibatkan setiap negara untuk ikut serta agar mengalami kemajuan ekonomi. Kerjasama ACFTA merupakan kerjasama perdagangan tentang penurunan ataupun penghapusan tarif untuk mengurangi kerugian dari penerapan pajak yang tinggi sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan masing-masing pemegang kepentingan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN bekerjasama dengan China adalah karena Indonesia melihat China memiliki potensi yang besar dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan pasar yang luas bagi Indonesia untuk mengekspor barang-barangnya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non tarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kerjasama ini juga telah membuka akses pasar produk pertanian Indonesia ke China dan keberadaan kebijakan early harvest package (EHP) terbukti berdampak positif bagi kinerja ekspor komoditas pertanian yang didominasi oleh komoditas perkebunan seperti minyak sawit (CPO). Iklim investasi pun semakin meningkat. Penciptaan regim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan

capacity building, transfer technology, dan managerial capability. Juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dari hasil kerjasama ekonomi dan pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan China di Indonesia. Intinya, kepentingan Indonesia yang dibawa dalam kerjasama ACFTA sedikit banyak mulai terpenuhi. Agar pemanfaatan kerjasama ini lebih optimal, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dan mulai memperbaiki sistem dan infrastrukturnya.

Kata Kunci: Kerjasama Internasional, Kepentingan-kepentingan Indonesia, ASEAN-China free Trade Area (ACFTA).


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini dimaksudkan adalah kewajiban setiap mahasiswa-mahasiswa Ilmu Politik sebagai syarat wajib dalam Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar sarjana.

Adapun judul dari skripsi Saya adalah Kerjasama Internasional (Studi Kasus: Kepentingan Indonesia terhadap ASEAN-China Free Trade Agreement). Penulis membahas tentang kepentingan Indonesia dalam keikutsertaannya dalam Perjanjian kerjasama perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China yang lebih mengutamakan penurunan tarif dalam perdagangan. Adapun Indonesia berminat ikut serta dalam perjanjian perdagangan tersebut karena Indonesia melihat kebangkitan China yang luar biasa itu dan ingin memanfaatkannya demi kemajuan Indonesia sendiri melalui seperti perdagangan komoditi unggulan Indonesia (CPO, karet alam dan lainnya).

Dalam penulisan Skripsi ini, Penulis telah banyak menerima bantuan berupa dukungan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Menyadari hal tersebut, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, karena kasih karuniaNya, saya bisa menyelesaikan skripsi ini.


(4)

2. Orangtua saya yang tercinta, Alm. Pdt. Effendy Edison Sianipar, S. MTh

yang teramat kubanggai, yang menjadi semangat dalam hidupku. Dan Ibunda Eliana Rambe, S.Pd, terimakasih telah menyemangati, memotivasi, dan terkadang memaksaku (hehe...) dalam menyelesaikan skripsi ini. Tanpa doamu, aku tidak akan menjadi seperti sekarang ini mak.... Masih inilah yang bisa kupersembahkan untuk membuat kalian tersenyum bangga. Semoga aku bisa memberikan yang lebih baik lagi kedepannya. Amen.

3. Ibu Dra. T. Irmayani, M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik.

4. Indra Kusuma Nasution, M. Si selaku dosen pembimbing saya yang sangat membantu terselesaikannya skripsi ini.

5. Dr. Warjio, MA selaku dosen Pembaca saya.

6. Kakakku yang paliiiing sok oke, Efflin Gustianita Sianipar, S.E, S. Pd

geendut... terimakasih buat dukungan dan doanya ya kak.... dan tolong statusmu di fb jangan lebay kali, buat aku pengen cepat2 nikah aja....hahay...!

7. Abangku yang terkasih sekaligus sumber penghasilanku (hehe), Erick Ismensen Sianipar, S.P terimakasih banyak buat dukungan dan kata-kata cambukannya. Bang Erick memble, nasehatmu sangat manjur bak obat penawar racun buatan China... tapi sekaligus bikin gondok (hehe). Bantuanmu sangat besar dalam skripsi ini bang!

8. Abangku yang paling gokil jugasumber devisaku.... (hahaha), Drg. Era Parningotan Sianipar, terimakasih ya... Kau selalu membuatku tersenyum disaat aku lupa bagaimana caranya untuk tersenyum.


(5)

9. Abang iparku, Farel Mulyadi Sitorus, M.M yang juga telah sangat membantu terselesaikannya skripsi ini, makasi banyak ya bang.

10.Erlando Gidion Frederly Sitorus, cintaku...terang hatiku, bintang kecilku, dan pelipur laraku...makasi ya sayang...senyummu, keceriaanmu, tangismu, selalu membuatku kuat dan bahagia kembali. Cepat besar ya jantung hatiku dan jangan lagi sakit2 ya.... Jesus always bless you, forever....amen!

11.Teman-teman seperjuanganku, Maria (membelina), Ika (neng ratna), Christy (lina), Chandrika (nenek), Adriana (cecillia), Christiany (nurcahaya), Rut (nande), Roma, Elysabeth, Tice, Yosie, Maharani, bang Anwar, Lia, Tiara, Eci, Siswandri, Desmar, Irwan, Reza, Arthur, terimakasih atas bantuan dan support-nya.... Kawan awak Irma, makasi yooo, walaupun jauh tapi tetap care.

12.Lina, neng Ratna, dan Membelina lanjutkan perjuangan kita! Jangan nakhal2 dikampus ya...(hahay). Jujur, aku sangat berterimakasih atas pertolongan kalian bertiga kemaren dan sampai skripsi ini selesai. Gak tau lah, apa jadinya aku kemaren tanpa kalian, peri-peri manisku...hehe. Lina, jangan nyantai kali yg ngerjai skripsi tu...hentikan dulu online shopmu. Fokus la ke monjamu yg disambu...LOH?? Hahaha. Ratna setan kecil kami sekaligus si calon istri pendeta, lebih sabar menghadapi apa yg ada dihadapanmu ya...dan sekali-sekali khotbah dirumahku lah...? kutunggu..haha. Membelina, semangat ya manis! Melihat kau dan mestikamu, i’m speechless...hahaha. Kapan punya pacar baru?? Ratna aja dah cape gonta ganti....kalo xty sok setianya tuu....hahahaha.... Buat Rut,


(6)

kapan baikan ma Tice?hehe. Buat Rani, kapan lagi kita nonton?? hehe.. Buat Roma, kalau ada apa-apa sama skripsimu, bilang aja namaku...(hihi). Dan buat Lia, jangan berhenti manggil “bro” ya...hehe.

13.Agil...makasi atas semuanya yah nang... Buat Mbak Cecillia, thanks ya udah kusuk-kusuk aku waktu lagi ngerjain skripsi, buatin aku kopi, masakin aku nasgor trus suapin aku (hahaha!!). Jenk Nurcahaya, kita sesama cewek-cewek sosialita, jangan berhenti menikmati hidup ini, haha. 14.Kepada seluruh staff dan pegawai Ilmu Politik, khususnya bang Rusdi,

terimakasih banyak atas bantuannya.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dan sederhana yang disebabkan oleh keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Permusan Masalah...3

1.3. Tujuan Penelitian………...3

1.4. Manfaat Penelitian………….………..…………...4

1.5. Kerangka Teori...5

1.5.1. Globalisasi...4

1.5.2. Perdagangan Internasional...7

1.5.2.1. Teori Keunggulan Absolut...9

1.5.2.2. Teori Keunggulan Komparatif...10

1.5.2.3. Teori Hecksher dan Ohlin (H-O)...11

1.5.3. Teori Hubungan Internasional...13

1.5.4 Kerjasama Internasional...16


(8)

1.6. Metodologi Penelitian...21

1.6.1. Jenis Penelitian...21

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data...21

1.6.3. Teknik Analisa Data...22

1.7. Sistematika Penulisan...22

BAB II HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS (ASEAN)....24

2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China...24

2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China...29

2.3. Kebangkitan Ekonomi China...32

2.4. Kerjasama Perdagangan Bebas ASEAN...37

2.4.1. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area)...38

2.5. Pembentukan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)...39

2.5.1. Penetapan Tarif dalam Kerjasama ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA)...41

BAB III KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA ACFTA...47

3.1. Hubungan Kerjasama ASEAN – China (2006-2009)……...47

3.2. Hubungan Kerjasama Indonesia – China…...49

3.2.1. Bidang Perdagangan...49


(9)

3.3. Kepentingan Indonesia terhadap ASEAN – China Free Trade Area

(ACFTA)...67

3.3.1. Kepentingan Nasional Indonesia…...72

BAB IV PENUTUP...81

4.1. Kesimpulan...81

4.2. Saran...83

DAFTAR PUSTAKA...85 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan Per Unit……….……….…...7 2. Tabel 2: Data Hipotesis Cost Comparative………..9 3. Tabel 3. Skema Penurunan Tarif ASEAN-China...50 4. Tabel 4. Modalitas Penurunan Tarif EHP Indonesia-China…………....52 5. Tabel 5. Penurunan Tarif Bagi Indonesia dengan China...52 6. Tabel 6. Perkembangan Penurunan Tarif Bea Masuk ………55 7. Tabel 7. Neraca Perdagangan Indonesia-China, 1990-2009…………...72 8. Tabel 8. Struktur Perdagangan Indonesia-China, 2003-2009 (%)...…...73 9. Tabel 9. Pertumbuhan Ekspor Komoditas Pertanian Indonesia


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang Kerjasama Internasional yang mengambil studi kasus mengenai Kepentingan Indonesia terhadap Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Tren perdagangan bebas yang terjadi saat ini, mengakibatkan setiap negara untuk ikut serta agar mengalami kemajuan ekonomi. Kerjasama ACFTA merupakan kerjasama perdagangan tentang penurunan ataupun penghapusan tarif untuk mengurangi kerugian dari penerapan pajak yang tinggi sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan masing-masing pemegang kepentingan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN bekerjasama dengan China adalah karena Indonesia melihat China memiliki potensi yang besar dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan pasar yang luas bagi Indonesia untuk mengekspor barang-barangnya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non tarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kerjasama ini juga telah membuka akses pasar produk pertanian Indonesia ke China dan keberadaan kebijakan early harvest package (EHP) terbukti berdampak positif bagi kinerja ekspor komoditas pertanian yang didominasi oleh komoditas perkebunan seperti minyak sawit (CPO). Iklim investasi pun semakin meningkat. Penciptaan regim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan

capacity building, transfer technology, dan managerial capability. Juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dari hasil kerjasama ekonomi dan pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan China di Indonesia. Intinya, kepentingan Indonesia yang dibawa dalam kerjasama ACFTA sedikit banyak mulai terpenuhi. Agar pemanfaatan kerjasama ini lebih optimal, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dan mulai memperbaiki sistem dan infrastrukturnya.

Kata Kunci: Kerjasama Internasional, Kepentingan-kepentingan Indonesia, ASEAN-China free Trade Area (ACFTA).


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skripsi ini akan membahas tentang kerjasama internasional dalam hal ini adalah kerjasama antara negara-negara Asia Tenggara dengan China dalam lingkup Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Kemudian lebih memfokuskan pembahasan skripsi yaitu tentang kepentingan Indonesia dalam perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).

Tujuan utama suatu negara melakukan kerjasama internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di dalam negeri. Untuk itu, negara tersebut perlu memperjuangkan kepentingan nasionalnya di luar negeri. Dalam kaitan itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan kepentingan nasional antarnegara.1 Globalisasi di bidang ekonomi menciptakan saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran dan di bidang politik menciptakan ”liberalisasi”.2 Ketika terdapat derajat interdepedensi yang tinggi, negara-negara akan membentuk institusi-institusi internasional untuk menghadapi masalah-masalah bersama. Institusi-institusi itu dapat berupa organisasi internasional formal atau dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal yang menghadapi aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama.3

1

Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995. hal. 15.

2

Heru Nugroho, Negara, Pasar dan Keadilan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Relajar, 2001. hal. 3-4.

3

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. hal. 63-64.


(13)

Hal-hal nyata yang terlihat dalam era global adalah meningkatnya integrasi ekonomi antarnegara-negara di dunia. Globalisasi dengan demikian di warnai oleh ekspansi pasar yang dalam bentuk konkret menjelma dalam berbagai penyelenggaraan pasar-pasar bersama regional seperti Association of South East Asia Nations (ASEAN)-China Free Trade Area (ACFTA).4 Proses perluasan pasar di seluruh wilayah penjuru dunia tersebut merupakan sebuah rekayasa sosial dengan skala luas, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, dengan menggunakan berbagai instrumen seperti ilmu pengetahuan, teknologi, institusi sosial, politik dan kebudayaan.5

Globalisasi dapat dilihat sebagai peluang untuk memanfaatkan pasar global demi pertumbuhan ekonomi. Kebangkitan perusahaan China sebagai pemain penting dalam pasar global menjanjikan manfaat baru bagi konsumen dunia dan

Alasan mengapa Penulis merasa tertarik untuk membahas tentang kepentingan Indonesia terhadap ACFTA ini dikarenakan, pertama, Penulis ingin mengetahui bagaimana awal kerjasama ASEAN dengan China. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia dengan China pernah memutuskan hubungan kerjasama selama kurang lebih 30 tahun lamanya. Dari sini akan dilihat bagaimana ASEAN menjembatani kerjasama Indonesia dengan China. Kedua, Penulis ingin mengetahui perkembangan hubungan kerjasama ekonomi antara Indonesia – China setelah berlakunya ACFTA. Apakah terjadi peningkatan atau sebaliknya. Ketiga, untuk mengetahui kepentingan-kepentingan apa saja yang dibawa Indonesia dalam kerjasama ACFTA.

4

Heru Nugroho, Op. Cit. hal. 4.

5

Heru Nugroho, Makalah “Children as Target of Market Expansion: The Internationalization of Children culture in Indonesia”, Yogyakarta, 1996.


(14)

kesempatan baru bagi perusahaan mapan.6 China telah muncul sebagai perakit dunia, mengimpor barang-barang jadi ke pasar-pasar Barat. Pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa itu juga menciptakan tantangan dan kesempatan bagi negara-negara di kawasan ini.7

1.2. Perumusan Masalah

ASEAN melihat kebangkitan ekonomi China ini sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi negara anggotanya melalui kerjasama perdagangan yaitu ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA). termasuk Indonesia. Dan mampukah Indonesia memanfaatkan peluang dari kebangkitan China tersebut. Inilah yang menjadi alasan mengapa penelitian ini penting untuk dibahas. Untuk melihat bagaimana sikap atau tindakan Indonesia dalam memanfaatkan kebangkitan China tersebut.

Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

“Apa yang menjadi kepentingan Indonesia terhadap ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) ?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah:

1. Untuk lebih memahami tentang Kerjasama Internasional yang dalam hal ini adalah kerjasama ASEAN dengan China.

6

Ming Zeng dan Peter J. Williamson, Ancaman Sang Naga, Strategi China Menggempur Dominasi Pesaing Mapan di Pasar Global, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. hal.vii.

7

Indonesia Menentukan Nasib, dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan, Jakarta: KOMPAS, 2010. hal. 4.


(15)

2. Untuk lebih memahami tentang globalisasi dan perdagangan bebas yang terjadi.

3. Untuk lebih memahami tentang hubungan kerjasama ASEAN – China. 4. Untuk lebih memahami tentang hubungan kerjasama Indonesia – China

dalam lingkup perjanjian ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA). 5. Untuk mengetahui kepentingangan-kepentingan Indonesia terhadap

kerjasama kawasan perdagangan bebas ASEAN – China Free Trade Area

(ACFTA).

1.4. Manfaat Penelitian

Selain beberapa tujuan, sebuah penelitian juga diarahkan agar banyak berdaya guna dan memiliki manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain ialah :

1. Sebagai input yang berguna untuk memberikan suatu pemahaman khusus terhadap kerjasama Indonesia dalam ACFTA.

2. Bagi para akademisi khususnya mahasiswa Departemen Ilmu Politik, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kerjasama internasional dan kepentingan Indonesia terhadap ACFTA.

3. Sebagai bahan kajian dalam mempertimbangkan pembuatan perjanjian kerjasama bilateral.


(16)

1.5. Kerangka Teori Penelitian 1.5.1. Globalisasi

Globalisasi adalah proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non-negara pada skala global sehingga hubungan sosial dalam suatu masyarakat secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial yang lebih luas pada skala dunia.8 Atau globalisasi adalah perluasan kegiatan ekonomi melintasi batas-batas poitik nasional dan regional dalam bentuk peningkatan gerakan barang dan jasa termasuk buruh, modal, teknologi, dan informasi melalui perdagangan.9

Scholte mendefinisikan bahwa globalisasi bisa bermakna sebagai

internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, Westernisasi dan deteritorialisasi

yang masing-masingnya mempengaruhi karateristik interaksi aktor-aktor dalam ekonomi politik internasional. Pertama, globalisasi mencakup fenomena

internationalization, maksudnya meningkatnya hubungan lintas batas antara aktor-aktor internasional seperti yang terwujud dalam aliran barang, jasa, modal, teknologi, dan bahkan manusia. Atau, meningkatnya intensitas interaksi lintas batas dan saling ketergantungan antarnegara.10

Kedua, liberalization atau pengurangan dan peniadaan hambatan tarif maupun non-tarif yang dikenakan oleh negara terhadap aliran barang dan jasa dalam rangka menciptakan perekonomian global yang terbuka dan dikendalikan oleh mekanisme pasar. Atau proses untuk memindahkan larangan-larangan yang

8

John Art Scholte (2000). Globalization: A Critical Introduction, New York: Sin Martin’s Press. hal. 14.

9

Cornelis Rintuh dan Miar, M.S, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Yogyakarta: BPFE, 2005. hal. 116.

10

Yulius P. Hermawan, Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional; Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007. hal. 132.


(17)

dibuat oleh negara dalam rangka membentuk ekonomi dunia yang lebih terintegrasi. Ketiga, globalisasi mengacu pada gagasan universalization dalam bentuk penyebaran nilai-nilai yang bersifat universal seperti demokrasi. Atau, menyebarnya berbagai macam obyek dan pengalaman dari masyarakat di seluruh dunia. Keempat, Westernization merupakan proses peniruan kebudayaan Barat yang sering mengingkari akar budaya mereka yang sebenarnya, atau bahkan memaksakan sistem budaya, sistem politik, dan sistem ekonomi negara-negara Barat dalam panggung dunia. Kelima, menciptakan proses deterritorialization

atau a spread of supraterritoriality, yakni munculnya regulasi atau institusi yang melampaui territoriality Negara-bangsa. Ruang lingkup nasional tidak lagi dilihat sebagai space yang relevan untuk pembuatan keputusan karena semakin banyaknya isu yang harus diselesaikan pada level yang lebih tinggi.11 Kenyataan ini memaksa pemerintah untuk membangun strategi yang tepat dalam mengintegrasikan ekonominya ke dalam kerjasama regional atau global demi penyelesaian berbagai masalah ekonomi dalam negeri.12

Empat ciri dasar konsep globalisasi yaitu; pertama, meluasnya hubungan sosial (stretched Social Relations) : hal ini mengacu pada munculnya saling keterhubungan antara jaringan sosial budaya, ekonomi dan politik di masyarakat yang melintasi batas negara-bangsa. Kedua, meningkatnya intensitas komunikasi (intensification of flous) : berkaitan dengan makin meningkatnya intensitas hubungan antaraktor dengan munculnya perkembangan ilmu dan teknologi. Ketiga, meningkatnya interpenetrasi (increasing interpenetration) : interpenetrasi yang terjadi dihampir segala bidang mengakibatkan budaya dan masyarakat yang

11 Ibid..

12

Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Garaha Ilmu, 2008. hal. 230.


(18)

berada pada wilayah berbeda akan saling berhadapan pada level lokal dan internasional. Dan keempat, munculnya infrastruktur global (global infrastucture) : pengaturan institusional yang bersifat formal dan informal yang diperlukan agar jaringan global bekerja.13

Ada lima aktivitas ekonomi yang tercakup dalam globalisasi. Pertama, telah terjadi pertumbuhan yang pesat dari transaksi keuangan internasional. Kedua, adanya peningkatan yang pesat dari Foreign Direct Investment (FDI) yang dilakukan perusahaan multinasional. Ketiga, terbentuknya pasar global yang mengurangi segmentasi pasar melalui konvergensi harga pada skala global. Kelima, teknologi ke seluruh dunia melalui sistem transportasi dan komunikasi yang mempersingkat jarak dan waktu.14

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perdagangan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi dan perpindahan merk dagang. Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara

Dari pengertian globalisasi ekonomi tersebut dapat kita lihat bahwa ukuran yang dipakai untuk menentukan apakah suatu negara menjadi beneficiary dari proses globalisasi dapat dilihat dari peningkatan volume perdagangan internasional, jumlah FDI yang diterimanya, serta aliran modal dalam bentuk lainnya.

1.5.2. Perdagangan Internasional

13

Yulius P. Hermawan, Op. Cit. hal. 135.

14

Thomas D. Lairson and David Skidmore, International Political Economy: The Struggle for Power and Wealth. Fort Worth: Harcourt Brace Publishers. hal. 96.


(19)

dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan SDA, iklim, penduduk, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang terjadi secara luas yang dikenal sebagai perdagangan internasional.15

Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatu negara antara lain; melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dan dari situasi/kondisi ekonomi/perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan; melindungi kepentingan industri di dalam negeri; melindungi lapangan kerja (employment); menjaga keseimbangan dan stabilitas balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional; menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil; terakhir, menjaga stabilitas nilai kurs/kurs valas.

Kebijakan Perdagangan Internasional diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari/ke negara tersebut.

16

Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa sebuah negara (perekonomian) mau melakukan kerjasama perdagangan dengan negara lain. Teori perdagangan yang akan dibahas terkait dengan pembahasan skripsi ini antara lain; teori keunggulan absout dari Adam Smith, Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo dan Heckscher-Ohlin (H-O).

15

Hamdy Hadi, Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan Perdangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, hal. 60.

16


(20)

1.5.2.1. Teori Keunggulan Absolut

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut. Teori ini menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas.17

Dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

18

17

Ibid. hal. 63.

18

Tulus T.H. Tambunan. Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. hal. 42.

Tampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki


(21)

absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. 19

Dasar pemikiran teori Keunggulan Komparatif adalah bahwa perdagangan antara dua negara terjadi apabila masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil (atau produkstivitas Tenaga Kerja/TK relatif yang terbesar) untuk jenis barang yang berbeda.

1.5.2.2. Teori Keunggulan Komparatif

20

Jadi, penekanan pada perbedaan efisiensi atau produktivitas relatif antarnegara dalam memproduksi dua atau lebih jenis barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional. Titik pangkal teori ini adalah bahwa nilai atau harga per unit dari suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau maksimum jam kerja yang diperlukan satu orang TK dan jumlah TK yang dipakai untuk memproduksi satu unit barang tersebut. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.21

Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:22

1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang

19

Ibid. hal. 44.

20

Hamdy Hadi, Op. Cit. hal. 57

21

Gregorius Chandra, dkk, Pemasaran Global: Internasionalisasi dan Internetisasi, Yogyakarta: Andi, 2004. hal. 28.

22


(22)

tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.

3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran

4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.

5. Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.

1.5.2.3. Teori Hecksher dan Ohlin (H-O)

Teori Hecksher dan Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Teori ini mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari munculnya perdagangan internasional yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Menurut teori ini, tiap negara akan berspesialisasi pada jenis barang tertentu dan mengekspornya, yang bahan baku atau faktor produksi utamanya berlimpah atau harganya murah di negara tersebut dan mengimpor barang-barang yang bahan baku atau faktor produksi utamanya


(23)

langka atau mahal.23

Analisis teori H-O; pertama, harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara; kedua, Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya; ketiga, masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya; dan keempat, masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

Suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah: pertama, faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.; kedua, faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

24

23

Ibid. hal. 47.

24 Ibid.


(24)

1.5.3. Teori Hubungan Internasional

Istilah hubungan internasional diciptakan oleh Jeremy Bantham.25 Sebagai suatu ilmu, hubungan internasional merupakan satu kesatuan disiplin dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar.26 Definisi ilmu hubungan internasional yang dibuat oleh Stanley Hoffmann menyebutkan bahwa hubungan internasional sebagai subyek akademis terutama memperhatikan hubungan politik antarbangsa.27 Dalam arti yang luas, definisi tersebut tidak terbatas pada hubungan-hubungan ytang beraspek politik saja, tetapi juga yang beraspek non-politik seperti hubungan yang beraspek ekonomi, sosiologi, pskilogis, ideology, budaya, dan militer. Dari sekian banyak aspek dalam hubungan internasional, akan muncul satu yang menonjol dalam suatu kasus atau peristiwa. Mengenai komponen-komponen studi hubungan internasional antara lain meliputi: analisis perbandingan politik luar negeri, hukum internasional, organisasi internasional, studi kawasan, studi-studi strategis, pembangunan internasional, komunikasi internasional, studi perdamaian dan penyelesaian konflik.28

25

J. Frankel, Hubungan Internasional, Jakarta: ANS Sungguh Bersaudara, 1980. hal. 9.

26

R. Soeprapto, Hubungan Internacional, Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. hal. 12.

27

Mc. Clelland, C. A, Ilmu Hubungan Internasional, Teori dan Sistem, Jakarta: C.V Rajawali, 1981. hal. vii.

28

R. Soeprapto. Op. Cit. hal. 15.

Ada banyak teori dalam menjelaskan hubungan internasional. Dalam hal ini, Penulis akan menggunakan teori Neoliberalisme mengingat penelitian ini berkisar pada perdagangan bebas dan kerjasama antarnegara dalam ekonomi.


(25)

Neoliberalisme

Membicarakan neoliberalisme sangat tidak mungkin kita lakukan tanpa menyinggung liberalisme. Liberalisme, awal mulanya adalah ekspresi ideologis kaum borjuis dalam menghadapi kubu konservatif. Jadi, tidak salah bila kita katakana bahwa liberalisme merupakan ideology kaum borjuis kota. pada dasarnya, odeologi ini memperjuangkan leissez faire (persaingan bebas), yakni paham yang memperjuangkan hak-hak atas pemilikan dan kebebasan individual. Mereka juga lebih percaya pada kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial ketimbang paket-paket kebijakan regulasi atau intervensi pasar oleh Negara.29

Kata neo dalam neoliberalisme merujuk pada bangkitnya kembali bentuk aliran ekonomi liberalisme lama yang cikal bakalnya dipicu oleh karya Adam Smith, yang mempropagandakan pentingnya pentingnya penghapusan intervensi pemerintah dalam mekanisme ekonomi. Sebagai gantinya, Smith menganjurkan agar pemerintah membiarkan mekanisme pasar bekerja dengan logikanya sendiri, melakukan deregulasi, serta menghilangkan seluruh hambatan (tariff dan non tarif) dan restriksi. Kompetisi dan kekuatan individu yang bekerja dalam mekanisme pasar akan menciptakan keteraturan ekonomi. Smith menggunakan teorinya tentang “tangan-tangan tersembunyi” (invisible hand) yang menurutnya bakal mengatur dan mengorganisir seluruh relasi dan kehidupan ekonomi dan juga mendorong setiap individu untuk mencari sebanyak-banyaknya keuntungan ekonomi.30

29

Fakir. M, Bebas dari Neoliberalisme, Yogyakarta: Insist Press, 2003. hal. 4.

30

Setawan, B. Peralihan Kapitalisme di Dunia Ketiga, Yogyakarta: Insist Press, 1999. hal. 11.

Kebebasan dalam upaya pemenuhan kepentingan pribadilah yang telah membawa kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Jika semua orang, selama


(26)

tidak melanggar hukum yang adil, dapat secara bebas berupaya memenuhi kepentingan pribadi mereka dengan cara mereka, maka kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai. Dengan demikian, apabila dorongan untuk mencari keuntungan individual adaah kapasitas yang alamiah, maka tidak boleh ada intervensi negara atau monopoli negara karena hal itu hanya akan menggangggu kebebasan idividu dalam berkompetisi. Dari gagasan inilah lahir konsep pasar bebas.31

Di tahun 1950, proses integrasi regional sedang berjalan di Eropa Barat yang memikat perhatian dan imajinasi kaum neoliberal. Dengan ‘integrasi’ kami mengacu khususnya pada bentuk intensif kerjasama internasional. Teoritisi integrasi terdahulu mempelajari bagaimana aktivitas-aktivitas fungsional lintas batas tertentu menawarkan kerjasama jangka panjang yang saling menguntungkan. Teoritisi kaum neoliberal lainnya mempelajari bagaimana integrasi menghidupi dirinya sendirti; kerjasama di satu wilayah transaksi membuka jalan bagi kerjasama di wilayah lainnya. Pembangunan Negara yang sejahtera memerlukan tingkat perdagangan, komunikasi, pertukaran budaya, dan hubungan dan transaksi lintas batas lainnya yang lebih tinggi. Hal ini memberikan dasar bagi liberalisme sosiologis, suatu aliran pemikiran neoliberal yahng menekankan dampak dari aktivitas-aktivitas lintas batas ini. 32

31

Khudori, Neoliberalisme Menumpas Petani Menyingkap Kejahatan Industri Pangan, Yogyakarta: Nailil Printika, 2004. hal. 2.

32

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Loc. Cit.

Aktivitas-aktivitas yang saling terkait itu membantu mebentuk nilai-nilai dan identitas bersama di antara masyarakat dari negara-negara yang berbeda dan membuka jalan bagi hubungan kooperatif.


(27)

Robert Keohane dan Joseph Nye berpendapat bahwa hubungan antarnegara Barat dicorakkan oleh Interdepedensi Kompleks. Ketika terdapat derajat interdepedensi yang tinggi, negara-negara akan membentuk institusi-institusi internasional untuk menghadapi masalah-masalah bersama. Institusi-institusi memajukan kerjasama lintas batas-batas internasional dengan menyediakan informasi dan mengurangi biaya. Instituís-institusi itu dapat berupa organisasi internacional formal atau dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal yang menghadapi aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama.33

Neoliberalisme sangat memuja pasar. Neoliberalisme percaya bahwa tidak hanya faktor produksi, konsumsi, dan distribusi yang tunduk pada hukum pasar, tapi seluruh aspek kehidupan. Dia juga mengkriktik dan menolak segala campur tangan negara, termasuk minggir dari aktivitas program kesejahteraan karena program ini menimbulkan déficit. Dengan mengurangi program kesejahteraan, kas negara akan diringankan. Situasi ini memungkinkan pemerintah untuk menurunkan pajak pada para pelaku bisnis, yang pada gilirannya akan memicu gairah baru berproduksi.34

Tujuan utama suatu negara melakukan kerjasama internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di dalam negeri. Untuk itu, negara tersebut perlu memperjuangkan kepentingan nasionalnya di luar negeri. Dalam kaitan itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan

1.5.4. Kerjasama Internasional

33

Ibid. hal. 64-65.

34


(28)

kepentingan nasional antarnegara.35

Dalam melakukan kerjasama, sekurang-kurangnya harus dimiliki dua syarat utama, yaitu, pertama, adanya keharusan untuk menghargai kepentingan nasional masing-masing anggota yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan tidak mungkin dapat dicapai suatu kerjasama seperti yang diharapkan semula. Kedua, adanya keputusan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang timbul. Untuk mencapai keputusan bersama, diperlukan komunikasi dan konsultasi secara berkesinambungan. Frekuensi komunikasi dan konsultasi harus lebih tinggi daripada komitmen.

Dalam kerjasama antarnegara masalah bukan hanya terletak pada identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk mencapainya, tetapi terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerjasama akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Oleh sebab itu, keberhasilan kerjasama dapat diukur dari perbandingan besarnya manfaat yang dicapai terhadap konsekuensi yang ditanggung. Di samping itu, keberhasilan kerjasama ditentukan oleh sifat dari tujuan kerjasama yang hendak dicapai.

36

Dr. Budiono mengelompokkan kerjasama internasional dalam empat bentuk. Pertama, kerjasama global, dimana sejarah kerjasama ini dapat ditelusuri dari terbentuknya kerjasama Westphalia (1648) dan merupakan akar kerjasama global. Selanjutnya terbentuk kerjasama oleh negara-negara yang mengalami dampak akibat pecahnya PD I dan II dan kemudian tanggal 26 Juni 1945 sebuah perjanjian sanfransisco yang merupakan titik tolak dari berdirinya PBB yang merupakan forum kerjasama global. Kedua, kerjasama regional, merupakan kerjasama

35

Sjamsumar Dam dan Riswandi, Loc. Cit..

36

Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerja Sama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan.Jakarta: Pustaka Relajar, 1995. hal. 16.


(29)

antarnegara yang secara geografis letaknya berdekatan. Selain kedekatan geografis, kesamaan pandangan politik dan kebudayaan maupun struktur produktifitas ekonomi juga turut menentukan terwujudnya suatu kerjasama. Ketiga, kerjasama fungsional, dimana kerjasama ini tidak dapat dilepaskan dari power. Kerjasama ini berangkat dari prakmatisme pemikiran yang mensyaratkan adanya kemampuan pada masing-masing mitra kerjasama. Dan keempat, kerjasama ideologi. Kerjasama ini lebih banyak dipakai oleh kelompok kepentingan yang ingn berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka di forum global.37

Organisasi internasional merupakan, ”any cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous functions implemented through periodic meetings and staff activities”.

1.5.5. Organisasi Internasional

38

37

Kusumohamidjojo Budiono, Hubungan Internasional, Kerangka Analitis, Jakarta: Bina Cipta, 1987. hal. 62.

38

Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama: Bandung, 1998. hal. 2.

Pengertian ini mencakup tiga unsur yaitu, keterlibatan Negara dalam suatu pola kerjasama, adanya pertemuan-pertemuan berkala, dan adanya staf yang bekerja sebagai “pegawai sipil internasional”. Organisai-organisai internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antarbangsa untuk adanya wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Saran untuk mengkoordinasikan kerjasama antarnegara dan antarbangsa ke arah pencapaian tujuan yang sama dan yang perlu diusahakan secara bersama-sama.


(30)

Berdasarkan fungsi organisasi, organisasi dibagi tiga jenis. Pertama, organisasi politikal (political organization), yaitu organisasi yang dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam hubungan internasional. Kedua, organisasi administratif (administrative organization), yaitu organisasi yang hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administratif. Misalnya, pengaturan lalu lintas dan ketentuan telekomunikasi. Ketiga, organisasi peradilan (judicial organization), yaitu organisasi yang menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang (politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum) menurut prosedur hukum dan melalui proses peradilan (sesuai ketentuan dan perjanjian internasional).39

Sebagai suatu organisasi, Organisasi Internasional paling tidak mempunyai tiga aspek penting, yaitu: (1) Aspek hukum, (2) Aspek kerjasama, (3) Aspek peranan.40

1. Aspek Hukum

Aspek hukum tidak bisa dipisahkan dari organisasi internasional. Hal ini menunjukkan betapa hukum erat dengan organisasi internasional sekalipun organisasi internasional tersebut mempunyai arti penting dalampolitik. Beberapa organisasi internasional mempunyai tujuan yang jelas serta di8kiendalikan oleh para politisi dan negarawan. Namun demikian konsep-konsep mengenai pakta-pakta mereka beserta penafsirannya tidak bisa dilepaskan dari peran serta para ahli hukum. Disamping itu, pemecahan secara konstitusinal dan pelaksanaan prinsip legalitas diperlukan dalam setiap plitik negara untuk memperoleh dukungan dari

39

Ibid. hal. 3.

40

R. Soeprapto, Hubungan Internasional, Sistem, Interaksi, dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. hal. 367.


(31)

negara lain baik yang berada di dalam organisasi itu sendiri maupun yang berada di luar organisasi tersebut.41

2. Aspek Kerjasama

Setiap organisasi internasional mempunyai tujuan yang tentunya disadari oleh para anggotanya. Di dalam operasionalnya mempunyai sasaran-sasaran yang bersifat internasional pula. Sasaran-sasaran dimaksud dirancang dengan tujuan untuk mewujudkan terselengaranya ketewrtiban internasional dan kesejahteraan yang berskala global. Masing-masing negaera yang ingin masuk ke dalam suatu organisasi internasional merasa berkepentingan untuk menjadi anggota organisasi tersebut dengan membawa harapan akan memperoleh kepuasan. Dengan demikian secara idealnya akan terdapat harmonisasi kepentingan. Melalui kerjsama diharapkan akan memberikan kesempatan untuk memuaskan kepentingan negara-negara anggota organisasi.42

3. Aspek Peranan

Peranan organisasi internasional dapat dilihat dari kedudukannya sebagai suatu instrumen. Sebagai suatu instrumen organisasi internasional mempunyai peran ganda, yaitu baik untuk menegakkan ketertiban internasional maupun untuk kepentingan politik nasional para anggotanya. Oleh sebab itu, semakin sedikit organisasi internasional menyinggung pposisi kekuasaan negara-negara, akan semakin besar kemungkinan kesediaan mereka untuk bekerja sama. Peran organisasi internasional menurut J. Frankel perlu dipertimbangkan di mana peranan tersebut berada dalam situasi hukum ang mengaturnya.43

41

Ibid. hal. 367-368.

42

Ibid. hal. 368.

43


(32)

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan metode-metode ilmiah.44

1.6.1. Jenis Penelitian

Dalam rangka penyusunan dan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Menurut Masri Singiribuan artinya penelitian dilakukan dengan cara mengembangkan konsep dan menghimpun data-data serta fakta-fakta yang ada kemudian melakukan analisa terhadap data-data dan fakta-fakta tersebut.45 Penelitian deskriptif juga merupakan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.46

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta dalam rangka pembahasan masalah dalam skripsi ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen berupa artikel-artikel dari koran maupun internet mengenai fokus penelitian serta buku-buku atau literatur yang dapat membantu analisis data.

44

Surisno Hadi. Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, Jilid I Cetakan keXXI, 1989, hal. 4

45

Masri Singaribuan dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, Jakarta:LP3ES,1989. hal.4

46

Hadari Nawawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987. hal. 63.


(33)

1.6.3. Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Dimana lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.47

Dalam penelitian kualitatif, data yang terlampir perlu dianalisis dan dimaknai dengan cermat untuk kepentingan interpretasi data sekaligus dalam upaya menarik kesimpulan. Analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.48

1.7. Sistematika Penulisan

Di samping menggunakan metode penelitian kulalitatif, penulis juga melakukan penelitian melalui kajian pustaka yaitu dengan mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku, koran dan lainnya yang dapat membangun tulisan yang bersifat ilmiah.

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci, serta untuk mempermudah isi dari skripsi ini, maka dengan ini penulis membagi dalam empat bab.

47

Burham Bungin. Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001. hal. 47.

48


(34)

Susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan skripsi. Disini, akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN

ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS (ASEAN)

Bab ini membahas tentang awal kerjasama Indonesia, China, dan ASEAN dimana kerjasama diawali dari berdagang kemudian berkembang melalui kerjasama ASEAN – China FTA (ACFTA).

BAB III : KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

Dalam bab ini, akan dimuat data-data mengenai kerjasama Indonesia – China terkait ACFTA, menganalisis apa sebenarnya kepentingan Indonesia terhadap kerjasama ACFTA dengan menggunakan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian dan temuan-temuan dalam penyusunan skripsi.


(35)

BAB II

HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN

ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS

(ASEAN)

2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China

Hubungan Indonesia China memiliki akar sejarah yang panjang, hubungan yang dapat ditelusuri sampai abad-abad pertama Masehi. Interaksi antara nenek moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun lalu. Hubungan erat ini menemukan momentum simboliknya dalam kisah perjalanan muhibah Cheng Ho yang sangat masyhur pada abad 14. Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang digunakan (hanya) oleh masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan dari China. Kong Yuanzhi juga memperlihatkan, adanya aneka kontak antara penduduk di Daratan China dan Kepulauan Nusantara, juga pada saat China memasuki zaman keemasan Dinasti Tang, Dinasti Ming dan Dinasti Qing.49

Pada masa Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China yaitu pada tanggal 15 Januari 1950. Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang mengakui berdirinya China baru di bawah pemerintahan komunis. Lalu pada tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold Mononutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke Beijing, China. Pengiriman Mononutu sebagai Duta Besar Indonesia pertama tersebut menandai mulai eratnya Namun, hubungan resmi antarnegara dapat dikatakan baru dimulai pada tahun 1950.

49


(36)

hubungan kedua Negara. Peristiwa itu diikuti dengan penandatanganan nota kerjasama RI-China, dan penggantian Duta Besar China untuk Indonesia. Kemudian pada awal 1960-an tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang menjadi poros Jakarta-Peking-Pyongyang.50

China terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan berbagai negara melalui berbagai bidang. Dengan Indonesia dipakai ”diplomasi dagang”. Kontak langsung pertama yang disiarkan adalah kehadiran delegasi Kamar Dagang Indonesia (KADIN) di Pameran Dagang Guangzhou, pada bulan November 1977. Sejak itu, terjadilah kontak-kontak personal ataupun organisasional lainnya. Semula prospek kontak-kontak ini sangat fluktuatif tergantung pada isu-isu politik domestik yang menyertainya, namun sejalan dengan besarnya keuntungan yang diperoleh kedua pihak, pada tahun 1984 menteri luar negeri Indonesia mulai mengajukan usulan pentingnya pembukaan hubungan dagang langsung dengan China. Lewat gerak cepat Sukamdani, KADIN berhasil membuat terobosan penting dengan menjalin hubungan dagang dengan rekannya di China. Maka pada tahun 1985 hubungan dagang antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik

Neraca perdagangan antarkedua negara yang terlihat menurun pada tahun 1960, sejak tahun 1963 kembali meningkat dan melonjak cukup pesat pada tahun 1965. Namun, hubungan baik ini terputus akibat terjadinya kudeta ”Gerakan 30 September” yang kemudian ditengarai sebagai gerakan Partai Komunis Indonesia untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Hubungan baik RI-China berakhir dengan pembekuan hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967.

50

Justus M. van der Kroef, The Sino-Indonesian Rupture, New York: American-Asian Educational Exchange, 1968. hal. 2.


(37)

tahun 1988 menunjukkan peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua negara, sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985.51

Setelah keruntuhan Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka, etnis China di Indonesia mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik, antara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus kategorisasi ”pribumi” dan ”non pribumi” (1998), penghapusan larangan penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan diskriminasi (1999), penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan dengan agama, kepercayaan dan tradisi China (2000), dan penetapan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia.

Faktor domestik dan internasional berperan dalam mendorong proses pencairan hubungan RI-China. Keinginan Soeharto untuk menjadi pimpinan Gerakan Non Blok, merupakan faktor-faktor yang melicinkan jalannya proses normalisasi hubungan diplomatik kedua negara. Ketika pemakaman Kaisar Hirohito pada Februari 1989 di Tokyo, Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen bertemu dengan Presiden Soeharto dan menyatakan bahwa China sama sekali tidak berhubungan dengan PKI. Sejak itu dibahaslah proses normalisasi dalam langkah-langkah yang lebih konkret. Nota perbaikan hubungan itu pun ditandatangani kedua belah pihakdan diumumkan secara resmi dalam kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta pada 8 Agustus 1990.

52

51

Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, Jakarta: LP3ES, 1998. hal. 136-137.

52

I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul China, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 56.


(38)

Dibawah Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001), China menduduki tempat istimewa bagi politik luar negeri Indonesia. Wahid menjadikan China sebagai negara yang pertama dikunjunginya sebagai kepala negara. Kunjungan Wahid ke China pada 1-3 Desember 1999 dapat dikatakan membuka babak baru dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Beijing bersedia mengucurkan bantuan sebesar AS $5 miliar, serta memberika fasilitas kredit sebesar AS $200 juta untuk pembelian bahan makanan. Selain itu, disepakati pula adanya kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata, serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China.

Di masa Megawati Soekarno Putri (2001-2004), fondasi hubungan baik RI-China terus dikembangkan. Dalam kunjungan kenegaraan ke Beijing pada 24-27 Maret 2002, Megawati membuat kesepakatan dengan pemerintah China untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik. Kesepakatan yang dicapai antara lain pembukaan konsulat jenderal baru di sejumlah kota, baik China maupun Indonesia, dan pembentukan forum energi antarkedua negara.53

Pada era 1992-2002 perdagangan bilateral Indonesia-China meningkat dari 2 miliar sampai AS $8 miliar dan investasi China juga meningkat dari AS$282 juta (1999) menjadi AS$6,8 miliar (2003). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), antara tahun 2003 hingga 2004, atau masa setelah pelaksanaan tahap awal dari ACFTA, atau EHP, pada bulan Januari 2004 dan tidak lama setelah itu, ekspor Indonesia ke China meningkat sebanyak 232,2 %, sedangkan impornya dari China meningkat hanya sebesar 38,67% saja.54

53

Ibid. hal. 57-58.

54

http//:bataviase.co.id/node/255445. Diakses tanggal 19 Maret 2011, pukul 21.05 wib.


(39)

Rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-China (2003-2005) berkisar AS $31,64 miliar. Secara keseluruhan total volume perdagangan antara Indonesia dan China pada tahun 2004, terhitung menjadi AS$ 13,47 milyar, atau peningkatan sebesar 31,8 persen dari tahun sebelumnya, dan hampir sama dengan volume perdagangan Indonesia dan AS, yang terhitung mencapai AS$ 13,5 milyar. Sementara itu, dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor negara itu, dengan nilai sebesar AS$ 3,59 milyar, atau peningkatan sekitar 1,01 persen dari total ekspor China ke seluruh dunia. Umumnya perdagangan bilateral semakin bertambah dengan cepat hingga mencapai AS$ 10 milyar, termasuk perdagangan melalui Hong Kong, sedangkan penanaman modal China di Indonesia kini mencapai total kumulatif sebesar AS$ 282 milyar. 55

Peningkatan hubungan Indonesia-China mencapai klimaksnya dengan ditandatanganinya Strategic Partnership Agreement antara Indonesia-China pada tanggal 25 April 2005, saat Presiden hu Jin Tao berkunjung ke Indonesia. Kemitraan Strategis ini akan difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan kerjasama sosial budaya, dan memperluas hubungan nonpemerintah. Ada tiga bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama sosial budaya.56

55

Zainuddin Djafar, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi-Politik, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008. hal. 126.

56


(40)

Indonesia dan China melihat hubungan satu dengan lainnya sebagai mitra ekonomi yang potensial. Dari kacamata para pembuat kebijakan Indonesia, populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu digali.

2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China

Hubungan China dengan Asia Tenggara yang secara tradisional disebut Nanyang (atau laut Selatan) dapat ditelusuri kembali ke jaman purbakala. Pada waktu dinasti Sung (960 – 1280) kekaisaran China telah mempunyai hubungan upeti (tributary relations) dengan banyak negara di Asia Tenggara. Para pedagang China pada abad ke-16 telah aktif di semua pelabuhan dan pada rute-rute perdagangan utama Asia Tenggara. Banyak aktivitas komersil para pedagang China ini berasal langsung atau tak langsung dari sistem upeti tradisional itu yang merupakan alat utama Kekaisaran China menyelenggarakan hubungan dengan negara-negara tetangganya. Sistem upeti semata-mata suatu alat diplomatik yang dipakai China untuk mencapai hubungan antarnegara dengan masyarakat non-China dibawah konsep ’tatanan dunia non-China’.57

Perekonomian China adalah bersifat agraria saat itu, swasembada dan pada dasarnya terasing dari aktivitas ekonomi internasional. Keterlibatan komersil awal China dengan Nanyang, umumnya terdiri dari usaha-usaha individual yang tidak terorganisir. Sesudah abad ke-19, perdagangan China dengan Nanyang mulai meningkat lebih pesat, bersamaan dengan terus masuknya migran China ke wilayah ini. Sejak itu, China telah memainkan peranan yang menentukan (crucial

57


(41)

role) bukan saja dalam perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial dari negara-negara yang dimasukinya di Asia Tenggara, tetapi juga mempengaruhi hubungan ekonomi dan politik antara negara-negara ini dengan China.58

Setelah berdirinya Republik Rakyat China dalam tahun 1949, hubungan China dengan negara-negara tetangganya di Selatan, menempuh suatu dimensi baru dengan masuknya unsur-unsur ideologi dan geo-politik yang rumit. China segera mulai mengambil suatu sikap umum (general posture) yang dipandang sebagai ancaman oleh sebagian negara-negara ASEAN terhadap keamanan mereka, baik riil ataupun khayali. Tanggapan mereka berbeda terhadap China baru ini yang berciri-ciri impuls revolusioner yang kuat dan dipersenjatai dengan ideologi Marxist. Itulah kecemasan mereka terhadap China komunis ini. Perbedaan ekonomi dan sosial ini semakin memperlebar jarak politik dan mempertajam perbedaan ideologi mereka.59 Tidak mengherankan jika ideologi dan agama menjadi penghalang hubungan ASEAN dan China pada awalnya.60

Di samping mencairnya Perang Dingin, kekuatan-kekuatan geopolitik baru yang muncul dalam akhir tahun 1970-an telah cenderung meningkatkan hubungan China – ASEAN. China telah secara konsisten dan terbuka menyatakan sokongannya kepada organisasi ASEAN, dan ada pula issu-issu untuk diskusi terhadap issu mana kepentingan China dan ASEAN cenderung sama. Titik perubahan hubungan ASEAN – China dimulai setelah Deng Xiou Ping melancarkan reformasi politik ekonominya. Sejak akhir dekade 70-an, Deng membuat China mulai terbuka dengan dunia luar dan mulai membuka pintu bagi

58

Ibid. hal. 6.

59

Ibid. hal. 8.

60

Ho Khai Leong and Samuel C.Y. Ku (eds), China and Southeast Asia: Global Changes and Regional Challenges, Singapura: ISEAS, 2005. hal. 217.


(42)

investasi asing.61 Maka perdagangan China – ASEAN telah melonjak menjadi 7%-8% dari total omset China. Selama bertahun-tahun, dua ciri utama telah masuk ke dalam struktur perdagangan China – ASEAN. Pertama, pasar ASEAN telah merupakan saluran yang sangat penting bagi hasil pertanian dan produk industri ringan yang diekspor China ke luar negeri. Kedua, China telah mengembangkan suatu pola perdagangan yang tangguh dengan mana ia berusaha mencapai surplus perdagangan dengan negara-negara berkembang dengan mendorong ekspor beras, bahan pangan, produk-produk tradisional dan berbagai barang manufaktur yang padat karya, sementara defisit perdagangan dengan negara-negara industri dengan mengimpor pangan murah (gandum), peralatan modal dan teknologi.62

Tahun 1982, perekonomian China telah secara progresif terbuka terhadap perdagangan luar negeri yang lebih besar dan pemasukan modal asing serta dibolehkan bereaksi terhadap kebebasan yang lebih besar dari kekuatan-kekuatan pasar.63

61

Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Teropong Dinamika terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelaajar, 2007. hal. 169-170.

62

Dr. John Wong, Op. Cit. hal. 8.

63

Ibid. hal. 10.

Meningkatnya fleksibilitas politik dan ekonomi mempermudah China memasuki dialog politik yang konstruktuif atau memasuki kerjasama pembangunan yang sesungguhnya dengan ASEAN atas dasar non-ideologis. Manfaat perdagangan itu tentu saja timbal balik. Dari sudut pandang ASEAN, peningkatan perdagangan dengan China dianggap sebagai salah satu cara terpenting untuk mendiversifikasikan konsentrasi perdagangannya yang sangat geografis itu. Salah satu cara bagi ASEAN untuk mencapai diversifikasi pasar yang lebih sukses itu adalah dengan meningkatkan promosi perdagangan


(43)

intra-regional dan mempererat hubungan dengan kelompok-kelompok negara lain, seperti negara-negara sosialis atau Timur Tengah. Dilihat dari sudut ini, porsi negara sosialis dalam perdagangan ASEAN adalah kira-kira 3%, dan China mengambil lebih tiga per empat daripadanya. Sehingga perdagangan China – ASEAN dapat berkembang pesat. Pertumbuhan China – ASEAN pada umumnya adalah sesuai dengan strategi diversifikasi pasar jangka panjang yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah negara-negara ASEAN itu sendiri. Secara keseluruhannya dipandang dari perspektif ASEAN, perdagangan China – ASEAN adalah didasarkan atas landasan ekonomis yang kuat.64

Bagi ASEAN, China adalah pasar raksasa bagi produk yang dihasilkan ASEAN.65 Sementara ASEAN merupakan pasar bagi produk China seperti tekstil, barang-barang konsumen, sepeda motor, dan barang elektronik. ASEAN juga kawasan menarik bagi para turis asal China. Lebih dari dua juta turis China mengunjungi negara-negara ASEAN sepanjang tahun 2000.66

Kemenangan Partai Komunis China atas Partai Nasionalis China (sering disebut Kuomintang) dalam ”perang saudara kedua” 1945-1949, melahirkan negara Republik Rakyat China yang diproklamasikan pada 1 Oktober 1949. Mao

Dinamika perluasan hubungan ekonomi China – ASEAN dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi internalnya sendiri. Prospek untuk pertumbuhan perdagangan China – ASEAN dapat sangat bergantung pada keberhasilan usaha modernisasi China yang sedang berlangsung.

2.3. Kebangkitan Ekonomi China

64

Ibid. hal. 15-17.

65

Bambang Cipto, Op. Cit. hal. 175.

66


(44)

dan kaum revolusioner China memegang kekuasaan dipengaruhi oleh ortodoksi Stalinis dan mencoba menyamai model Soviet.67 Salah satu kebijakan awal yang diambil China untuk membenahi China adalah yi bian dao atau ”condong ke satu sisi”. Wujud kebijakan ini adalah China menyatukan langkahnya dengan negara-negara berideologi komunisme yang saat itu berada di bawah komando Uni Soviet. Tetapi kemudian, pada 1953, China mulai menyadari bahwa posisi yi bian dao yang diambilnya dan keterlibatannya dalam Perang Korea telah mengisolasinya dari pergaulan antarbangsa di kawasan maupun di dunia, juga telah menyebabkan Amerika semakin mengetatkan ”kebijakan bendungan” (containment policy).68 Konsep revolusi Rusia yang diadopsi China ternyata gagal yang ditandai dengan kandasnya perjuangan kaum buruh China dalam mempelopori revolusi di kota-kota besar akibat serangan pasukan kaum nasionalis dan hebatnya pemberontakan kaum petani China dalam insiden 30 Mei 1925.69

Tahun 1979, pemerintah China melaksanakan kebijakan pintu terbuka (open door policy) yaitu kebijakan dimana setiap daerah yang telah diberikan otonomi khusus dari pemerintah dapat mengundang atau mengelola modal asing. Salah satu konsep reformasi ekonomi China adalah penghapusan perencanaan terpusat dan pemberian otoritas kepada propinsi untuk mengatur sendiri ekonominya termasuk untuk mengundang masuk investasi asing diberi kebebasan. Kebebasan pengaturan ekonomi ini berjalan berdampingan dengan pemberlakuan sistem

67

Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, Penelusuran Paradigma, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. hal. 334.

68

Kebijakan Bendungan diterapkan Amerika pada masa Perang Dingin untuk membendung penyebaran paham komunis di dunia. Kebijakan ini didasari oleh kepercayaan Amerika atas kebenaran ”Teori Domino” yang berasumsi bahwa bila suatu negara jatuh ke tangan komunis maka itu akan membahayakan negara tetangganya dan kawasan sekitarnya, juga membahayakan Eropa dan Amerika. I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul Cina, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009. hal: 27.

69

Poltak Partogi, Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. hal. 33.


(45)

ekonomi pasar dan penghapusan sistem ekonomi komando. Deng memperbaharui praktik-praktik pembangunan lama (Jingji Tiaohzheng) dengan praktik-praktik pembangunan yang umumnya dikenal di negara-negara kapitalis. 70

Reformasi ekonomi China ini, diawali oleh sektor pertanian dengan inti gerakan reformis pada penekanan hak-hak milik terutama atas tanah, liberalisasi harga produk pertanian dan pengembangan pasar domestik. Pada masa ni, sumbangan modal asing dan perdagangan internasional relatif tidak berarti bagi pertumbuhan ekonomi China. Sampai sekitar tahun 1995, komposisi tenaga kerja sekitar 80% berada di sektor pertanian. Pada tahun 2000, angka tersebut menurun menjadi sekitar 70% dari sekitar 711,5 juta angkatan kerja di tahun 2000, 499 juta penduduk bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 150 juta orang dari angka ini diperkirakan migrasi ke daerah kota untuk mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Dari survey pertanian di tahun 1996, sekitar 25% yang hidup di pedesaan tidak bekerja sebagai petani tetapi bekerja di industri pedesaan/rumah tangga atau jasa-jasa.bersamaan dengan tumbuhnya industri-industri di wilayah perkotaan di tahun 1980-an, peranan investasi asing dan perdagangan internasional semakin nyata dalam perekonomian China.

71

Pada Februari 1992, Deng Xiaoping melakukan ”perjalanan ke selatan”. Perjalanan ini ditengarai sebagai tonggak penentu dari sejarah China modern karena ucapan Deng selama perjalanan itu memberi pencerahan besar kepada semua pemimpin rakyat China untuk meneruskan keterbukaan dan meneruskan

70

Ibid, . hal. 141.

71

Richard Eckaus, “China”, dalam Going Global: Transition from Plan to Market in the World Economy. Desai: MIT Press, 1997. hal. 67.


(46)

pembangunan ekonomi. Sejak saat itu, kemajuan demi kemajuan ekonomi dilaporkan baik dari China sendiri maupun dari luar negeri..72

Lalu pada tahun 1980-an melalui serangkai kebijakannya, ekonomi China mengalami peningkatan berarti. China mulai melibatkan dirinya secara luas dalam mata rantai perekonomian internasional. China tidak hanya mentolerir pendekatan kapitalis terhadap kebijakan ekonomi domestiknya, tapi juga terhadap kebijakan ekonomi luar negerinya. Laju pertumbuhan ekonomi China akhir tahun 1984 mencapai rata-rata 7,9%. Hingga akhir tahun 1983, China telah menjalin hubungan dagang dengan 190 negara dan kawasan, serta menandatangani persetujuan dagang dengan 95 negara dan organisasi masyarakat ekonomi Eropa.73

Tahun 1997, China merasa telah menghapus penghinaan seratus tahun karena kembalinya Hong Kong ke pangkuan China. Dan dapat dikatakan, di tahun ini sebagai titik sejarah rakyat China. Kekuatan China semakin kelihatan dalam badai krisis keuangan Asia 1997. Ketika negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara kalang-kabut, China mampu lolos nyaris tanpa cedera. Berkat kebijakan kontrol devisa, China mampu menahan terjangan badai dahsyat itu dan tetap tegak berdiri. Di saat ini terjadi, China sangat piawai, tidak mendevaluasi mata uang Yuan. Dengan demikian, kekuatan ekspor China yang sudah sedemikian menakutkan tidak ikut menghancurkan ekspor negara-negara tetangganya.

Hubungan dagang terbanyak dilakukan dengan negara-negara yang menjunjung tinggi hukum ekonomi pasar.

74

72

I. Wibowo, Belajar dari Cina, Jakarta: KOMPAS, 2004.

73

I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Op. Cit. hal. 10.

74


(47)

Memasuki abad ke-21, kekuatan China semakin mempunyai kepercayaan diri yang amat tinggi. China resmi masuk diterima menjadi anggota WTO.75

Kebangkitan perusahaan China sebagai pemain penting dalam pasar global menjanjikan manfaat baru bagi konsumen dunia dan kesempatan baru bagi perusahaan mapan yang bisa memberikan respon yang tepat dan melakukannya dengan baik.

Dengan demikian, China telah lengkap memasuki semua organisasi internasional yang ada. China berhasil memanfaatkan WTO dengan maksimal karena sejak saat inilah China mengirimkan ”air bah ekspor” ke seluruh dunia, yang membuat negara-negara di seluruh dunia megap-megap karenanya. Karena keanggotaannya pada WTO, China dapat menembus semua pasar di seluruh dunia.

76

Globalisasi juga telah membawa sebuah kesempatan baru bagi para pebisnis yang datang terlambat: fakta bahwa pengetahuan, teknologi, dan komponen sekarang lebih mudah berpindah-pindah dan cepat diakses dari segala penjuru dunia berarti perusahaan multinasional yang sedang berkembang tidak lagi terpenjara dalam pasar negaranya sendiri. Inilah sedang dilakukan para naga China. Gerbang yang erbuka karena globalisasi, dikombinasikan dengan strategi internasionalisasi baru yang berdasarkan kemampuan untuk belajar dari dunia, menjadikan para naga China kekuatan besar besar dalam kompetisi global–secara lebih cepat dari Jepang dan Korea dalam memasuki pasar global.77

75

Ibid. hal. 41-42.

76

Lihat Ming Zeng dan Peter J. Williamson, Loc. Cit. 77


(48)

2.4. Kerjasama Perdagangan Bebas ASEAN

ASEAN(Association of South East Asia Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh lima negara nonkomunis Asia Tenggara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand.78 Tujuan organisasi regional ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya secara bersama dengan semangat persamaan dan persaudaraan. Secara spesifik dinyatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan kerjasama ekonomi seefektif mungkin di antara sesamanya mealui perluasan perdagangan di wilayah Asia Tenggara.79

Dalam perjanjian persahabatan dan kerjasama di Asia Tenggara, antara lain dinyatakan bahwa anggota ASEAN akan bekerja sama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Peningkatan tersebut dilakukan dengan perluasan pertanian, industri, dan perdagangan serta memperbaiki

Peningkatan kerjasama ekonomi ASEAN secara lebih intensif dan terarah baru dilakukan setelah diadakan KTT Bali pada bulan Februari 1976, menghasilkan Deklarasi Kesepakatan ASEAN yang isinya antara lain negara anggota akan mengambil langkah-langkah kerjasama dalam program pembangunan nasional dan regional mereka serta sejauh mungkin akan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat diperoleh di wilayah ASEAN untuk saling melengkapi perluasan ekonominya masing-masing. Kerjasama ekonomi ASEAN meliputi kerjasama komoditas dasar terutama pangan dan energi, kerjasama industri, perdagangan, dan pendekatan bersama terhadap masalah komoditas internasional serta masalah ekonomi dunia lainnya.

78

Lihat Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerja Sama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan. hal 7.

79


(49)

infrastruktur ekonomi yang saling menguntungkan bagi rakyat negara-negara Asia Tenggara. Berkaitan dengan itu, mereka akan melanjutkan penjajakan pada semua kesempatan bagi kerjasama yang lebih erat dan saling menugntungkan dengan negara-negara lain, organisasi-organisasi internasional dan regional di luar wilayah Asia Tenggara.80

KTT IV ASEAN pada tanggal 27-28 Januari 1992 di Singapura telah menetapkan bahwa kerjasama ASEAN akan ditingkatkan menjadi ASEAN Free Trade Area (AFTA) mulai tanggal 1 Januari 1993. proses menuju AFTA tersebut dilakukan melalui Common Effective Prefential Tariff (CEPT), yaitu penurunan tarif beberapa komoditas tertentu secara bersamaan hingga mencapai tingkat 0– 5%. Penurunan tarif tersebut dilakukan secara bertahap sehingga baru akan mencapai kondisi perdagangan bebas untuk seluruh komoditas setelah lima belas tahun. Tahap pertama dilakukan mulai tanggal 1 Januari 1993 untuk lima belas komoditas.

2.4.1. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area)

81

Tujuan dari penerapan konsep AFTA adalah untuk meningkatkan volume perdagangan di antara sesama negara anggota. Keadaan ini dimungkinkan karena melalui daerah perdagangan bebas, bea masuk (tarif) semua komoditas perdagangan dari seluruh negara anggota diturunkan sampai mendekati 0%. Di samping itu, hambatan-hambatan yang bukan disebabkan bea masuk (Non Tariff Barrier) seperti penerapan kuota impor terhadap komoditi tertentu juga harus dihiangkan. Perluasan kegiatan perdagangan berarti terdapat kemungkinan untuk memperluas pasar bagi para pengusaha yang merupakan faktor pendorong untuk

80

Ibid. hal. 94.

81


(50)

melakukan perluasan kegiatan produksi, sehingga keuntungan skala besar dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi. Dengan demikian, perluasan kegiatan perdagangan bukan hanya berperan besar untuk meningkatkan kegiatan produksi tapi juga penting untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional. Maka. Penerapan AFTA akan mendorong perekonomian negara-negara anggota menjadi lebih efisien dan sehat, baik dari segi produksi maupun perdagangan.82

Penandatangan Kerangka Kesepakatan atas Kerja sama Ekonomi ASEAN-China pada 2002 menunjukkan adanya usaha perbaikan hubungan antara negara-negara anggota Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China. Kesepakatan ini selanjutnya berkembang menjadi apa yang disebut sebagai Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China (ACFTA-ASEAN-China Free Trade Agreement). Di atas kertas, keputusan ASEAN dan (ACFTA-ASEAN-China untuk membentuk kesepakatan tersebut menggambarkan perluasan hubungan ekonomi dan politik di antara kedua pihak.

2.5. Pembentukan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)

83

ASEAN- China Free Trade Area merupakan kerjasama perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dengan China mengenai penurunan tarif, bea masuk dan pajak. Kerjasama ini berlaku untuk semua negara ASEAN sesuai dengan kesepakatan yang telah di tandatangani. Dalam kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN dengan China mengatur tentang kesepakatan penurunan tarif dan kerjasama dalam penghapusan tarif untuk mempermudah perdagangan internasional seperti yang ada pada WTO (World trade Organization).

82

Ibid. hal. 111-112.

83

Alexander C. Chandra, “Indonesia di Tengah Kesepakatan FTA ASEAN-China: Satu Kajian Kritis”, dalam I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Op. Cit. hal. 231-232.


(51)

Keputusan untuk membentuk zona perdagangan bebas antara ASEAN dan China merupakan tanggapan terhadap usulan yang muncul dari mantan Perdana Menteri China, Zhu Rongji, saat dilangsungkannya KTT ASEAN keenam pada November 2000. Selanjutnya pada November 2002, ASEAN dan China menandatangani Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan China. Kerangka kerjasama ini meresmikan komitmen ASEAN dan China untuk memperkuat kerjasama ekonomi. Didalam framework tersebut disepakati pentahapan pembentukan perdagangan bebas untuk barang pada tahun 2004, sektor jasa tahun 2007, dan investasi tahun 2009. Sementara dari sisi kesiapan perdagangan bebas bagi ASEAN juga berlaku bertahap. Perdagangan bebas mulai berlaku tahun 2010 antara Cina dengan ASEAN-6 yaitu untuk Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Philipina, dan Brunei . Sementara tahun 2015 berlaku bagi Cina dengan ASEAN-4 yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar.

Terdapat enam elemen penting dalam Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan China, meliputi: (1) perdagangan dan langkah-langkah fasilitasi (mencakup berbagai isu seperti penghapusan hambatan non-tarif, pengakuan standar di masing-masing pihak dan penilaian prosedur bagi sektor jasa); (2) bantuan teknis dan pengembangan kapasitas bagi negara-negara anggota yang baru di ASEAN; (3) langkah-langkah promosi perdagangan yang konsisten dengan peraturan di Organisasi Perdagangan Dunia; (4) perluasan kerjasama dalam bidang keuangan, pariwisata, pertanian, pengembangan SDM, hak atas kekayaan intelektual (HaKI); (5) pembentukan ACFTA dalam jangka waktu 10 tahun, dengan perlakuan khusus dan berbeda diberikan ke negara-negara


(52)

anggota baru ASEAN; dan (6) pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan untuk menjalankan komitmen kerangka kerjasama. 84

Kesepakatan Perjanjian ini bertujuan untuk: pertama, memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; kedua, meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi; ketiga, mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; dan terakhir, memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui: penghapusan tariff dan hambatan non tariff dalam perdagangan barang; liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China FTA.

2.5.1. Penetapan Tarif dalam Kerjasama ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA)

1. Tahap I : Early Harvest Program (EHP)

Tabel 3. Skema Penurunan Tarif ASEAN-China

84


(1)

Kawasan Perdagangan Bebas ACFTA yang secara signifikan menguntungkan ekonomi dan perdagangan intraregional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa datang. Pembentukan ACFTA itu akan menciptakan kawasan dengan 1,7 miliar konsumen, suatu kawasan dengan produk domestik bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 triliun dan total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 triliun. Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan membantu menurunkan biaya, meningkatkan volume perdagangan dan meningkatkan efisiensi ekonomi.

Kedua, ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di Asia Timur dan memberikan kesempatan baik negara anggota ASEAN maupun China untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional yang memberikan keuntungan bersama. Semua anggota ASEAN mengharapkan manfaat dari ACFTA namun tingkat manfaat tersebut akan tergantung pada kesiapan sektor swasta disetiap negara untuk mengeksploitasi berbagai kesempatan dalam ACFTA.

Ketiga, sektor investasi. Sejak diberlakukannya ACFTA di Indonesia, aliran investasi China ke Indonesia semakin meningkat. Kerjasama pembangunan juga akan meningkatkan lapangan kerja bagi Indonesia karena dibukanya perusahaan-perusahaan baru atas kerjasama dengan China. Dengan adanya perdagangan bebas ASEAN-China dapat diperoleh peluang untuk negara agar dapat meningkatkan penerimaan negara yaitu dari penguatan BUMN. Penghapusan tarif dapat meningkatkan efisiensi BUMN dan peningkatan daya saing produk di pasar ekspor.


(2)

Terdapat beberapa fakta positif bagi keikutsertaan Indonesia dalam mensukseskan kerjasama ACFTA. Pertama, image produk China yang terkenal murah dapat membantu konsumen dalam negeri untuk memiliki produk yang diinginkannya. Kedua, jumlah penduduk yang besar di kedua negara dapat memberikan garansi pasar bagi produk-produk yang diperjualbelikan. Ketiga, budaya China yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sehingga mempermudah pola komunikasi bisnis yang terjadi.

Terdapat tiga peluang positif yang dikemukakan pemerintah pada saat ASEAN-China (ACFTA) pertama kali ditandatangani Megawati di Bandar Sri Begawan, Brunai, tanggal 6 Nopember 2001. Pertama, penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non tarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kedua, penciptaan regim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Ketiga, peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, transfer technology, dan managerial capability.

4.2. Saran

1) Mereformasi lembaga-lembaga pemerintahan untuk memperbaiki pelayanan publik dan menghilangkan pungutan-pungutan liar yang membuat ekonomi biaya tinggi.


(3)

3) Menumbuhkembangkan sektor rill dengan memberikan insentif dan kemudahan pendanaan.

4) Mengampanyekan kecintaan pada produk dalam negeri untuk mengatasi konsumsi barang cina yang masuk ke indonesia.

5) Mengambil atau merevisi kembali kebijakan proteksi dan pemberian fasilitas pinjaman atau kredit dengan bunga rendah atau sama sekali tanpa bunga kepada khususnya pemilik usaha kecil menengah (UMKM), dan kemudahan untuk mengakses serta tepat sasaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Roeslan. 1999. Mendayung dalam Taufan, Jakarta: Endang.

Bakry, Umar Suryadi. 1999. Pengantar Hubungan Internasional. Bekasi: Jayabaya University Press.

Burham Bungin. 2001. Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press.

Djafar, Zainuddin. 2008. Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi-Politik, Jakarta: Pustaka Jaya.

Efendi, Sofian dan Masri, 1989. Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.

Hadi, Surisno. 1989. Metodologi Research. Jilid I Cetakan keXXI, Yogyakarta: Andi Ofset.

Hadi, Syamsul dan I. Wibowo. 2009. Merangkul Cina; Hubungan Indonesia– Cina Pasca Soeharto, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hady, Hamdy. 1991. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Revisi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hermawan, Yulius P. 2007. Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional; Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

I. Wibowo, 2004. Belajar dari Cina, Jakarta: Penerbit KOMPAS. Ikbar, Yanuar. 2002. Ekonomi Politik Internasional : Studi Pengenalan Umum. Jatinangor: Universitas Padjajaran.

Indonesia Menentukan Nasib, Dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan, 2010. Jakarta: Penerbit KOMPAS.

Jalal, Hasyim. 1997. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa 1990. Jakarta: CSIS.

Jemadu, Aleksisus. 2008. Politik Global Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kong Yuanzhi, 1999. Silang Budaya China Indonesia, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.


(5)

Kroef, M van der Justus. 1968. The Sino-Indonesian Rupture, New York: American-Asian Educational Exchange.

Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Partogi, Poltak . 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Rahardjo, Dawam. 1986. Esei-esei Ekonomi Politik, Jakarta: LP3ES. Rudy, Teuku May. 1998. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Refika Aditama

Sorensen, Georg dan Robert Jackson. 2005. Pengantar Hubungan Internasional, Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryadinata, Leo. 1998. Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, Jakarta: LP3ES.

T.H. Tulus, 2009. Perekonomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. T.H, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Walter S. Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional; Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional dan Tatanan Dunia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wong, John. 1999. Politik China di Negara-negara Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Wuryandri, Ganewati dkk. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber lain:

Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor: 02/M-DAG/PER/2/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar

Ibrahim, dkk, Dampak Pelaksanaan ACFTA bagi Perdagangan Internasional Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010.

Republika, 16 Agustus 2010. ”Ekonomi Indonesia Coba Berkibar”.

Koran TEMPO, 2 Oktober 2010. ”Tujuan Ekspor Indonesia-Cina Gusur Amerika”


(6)

Harian KOMPAS, “Babak Baru Hubungan RRT-RI “, 28 April 2011. Harian KOMPAS, “ACFTA, Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah“, 19 April 2011.

Harian KOMPAS, “Ayo Mama hingga Mitra Strategis”, 28 April 2011. Harian KOMPAS, “Investasi China di Indonesia”, Harian 29 April 2011 Media Indonesia, 24 Desember 2009. “Lindungi Pasar Domestik Sejak Dini” Handri Thiono, “Menggali Potensi Ekspor di Negeri Tirai Bambu,” Kompas Online, 7 Juli 2008, hal. 19. Diakses tanggal 26 Maret 2011 Pukul 18.05 wib.

http://thepenguinus.blogdetik.com/2010/09/21/hubungan-indonesia-china-mau-dibawa-kemana/ . Diakses tanggal 18 November 2010, Pukul 16.15 wib

http://www1.kompas.com/read/xml/2010/03/31/21245054/china.dan.india.but uh.lebih.banyak.minyak.sawit. Diakses tanggal 20 Februari 2011, pukul 22.15 wib.

http://iyoalone.blogspot.com/2010/04/acfta.html. Diakses tanggal 23 Februari 2011, pukul 20.50 wib.

wib

wib.

http://www.pbhmi.net/index.php?option=com_content&view=article&id=239:

indonesia-menghadapi-asean-china-free-trade-area-acfta-tahun-2010&catid=70:opini&Itemid=130. Diakses tanggal 21 Februari 2011, pukul 20.55 wib.