Peradaban Agraris Romawi Kuno Mesir Kuno

PERADABAN AGRARIS:
SISTEM PERTANIAN DI ROMAWI KUNO
TAHUN 200 SM – 400 M

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Sejarah Kebudayaan
Yang dibina oleh Bapak Deny Yudho Wahyudi

Oleh:
Hedda Wahyu Ruhaiyah
130731615712

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Oktober 2015

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI

i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................

3

1.3 Tujuan .................................................................................................

3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kondisi geografis Romawi Kuno tahun 200 SM – 400 M.................


4

2.2 Sistem pertanian di Romawi Kuno abad ............................................

5

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................

11

3.2 Saran ..................................................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

1

13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kebudayaan merupakan hasil karya, cipta, karsa manusia yang terbentuk dari

lingkungan alamiahnya. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar ( Koentjaraningrat, 2009: 144). Manusia
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupannya.
Kebutuhan- kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan
yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Karena kemampuan manusia terbatas
sehingga kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di
dalam memenuhi segala kebutuhan.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
dalamnya. Hasil karya manusia melahirkan teknologi dan kebudayaan kebendaan.

Teknologi setidaknya memiliki dua kegunaan yakni melindungi masyarakat dari ancaman
lingkungannya dan memberikan kemungkinan pada masyarakat untuk memanfaatkan
alam. Seperti dalam hipotesis yang dikemukakan oleh Raphael Pumpelly (Childe, 1936)
yang menyatakan bahwa ketika iklim menjadi lebih kering, komunitas populasi manusia
mengerucu ke oasis dan sumber air lainnya bersama dengan hewan lain. Domestikasi
hewan berlangsung bersamaan dengan penanaman benih tanaman.
Demikian juga untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan makanan manusia
menciptakan teknologi pertanian, seperti irigasi, pupuk, traktor pembibitan dan
pencangkokan. Dalam hal ini untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan sehingga
terciptanya suatu teknologi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bahan pangan
tersebut dengan cara agrikultural atau pertanian disebut kebudayaan agraris. Sejarah
pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu
masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Mereka
menjelaskan bahwa peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan
oleh lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa
dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk
mendapatkan makanan lebih banyak (Sauer,1952; Binford, 1968: 313-342). Pertanian
memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong
1


2

kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan
alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Peradaban suatu bangsa juga mempengaruhi berkembangnya kebudayaan dalam
hal teknologi. Seperti halnya peradaban bangsa Romawi Kuno yang terkenal dengan
peradaban teknologi dan seni yang tinggi. Pertanian pada zaman Romawi Kuno
merupakan hal yang penting untuk memeuhi kebutuhan para prajurit yang berperang.
Faktor alam juga mempengaruhi berkembangnya pertanian di Romawi Kuno. Daldjoeni
(1982:62) menjelaskan bahwa tempat lahirnya suatu peradaban menusia memang berada
di dekat lembah sungai besar, para peneliti peradaban memang menekankan pada
pentingnya kondisi-kondisi geografis dan klimatologis dari wilayah tersebut, namun
nampaknya kurang tepat jika penyebab alami dari lahirnya peradaban besar khusus dicari
dari faktor sungai. Berbeda dengan Daldjoeni, Soetjipto (1997: 68) menjelaskan bahwa
perwujudan dan persebaran peradaban dan kebudayaan dipengaruhi oleh faktor-faktor
geografis (lingkungan geografis).
Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga
membentuk suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi
terlihat dari letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi
istimewa karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah

lain. Pegunungan Apenina yang menjulang menjdai punggung negeri tersebut merupakan
perpanjangan dari wilayah Eropa Tengah yang menjorok ke Laut Tengah. Sungai Tiber di
Italia tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma didirikan dan membagi
lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium dan Etruria. Di wilayah yang
pertama itu kemudian berkembang peradaban bangsa Latin. Lembah yang lain di Italia
yang penting selain dua tadi adalah Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di
selatan yang terkenal kesuburannya.
Terlihat dari kesuburan tanah wilayah peradaban Romawi ini sangat menunjang
berkembangnya kebudayaan agraris di wilayah tersebut. Sehingga pada masa Republik
hingga menjadi suatu pemerintahan kekaisaran inilah Romawi menjadi suatu peradaban
yang besar dengan didukung pertanian yang maju pada kisaran tahun 200 SM- 400 M.
Sehingga dalam pembahasan makalah ini mengenai “Peradaban Agraris: Sistem
Pertanian di Romawi Kuno tahun 200 SM – 400 M”.

3

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan


masalah sebagai berikut:
A. Bagaimana kondisi geografis yang mempengaruhi pertanian di Romawi Kuno pada
tahun 200 SM – 400 M?
B. Bagaimana sistem pertanian yang diterapkan di Romawi Kuno pada tahun 200 SM –
400 M?
1.3.

Tujuan
Dari uarian penjelasan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan

masalah sebagai berikut:
A. Mendiskripsikan kondisi geografis yang mempengaruhi pertanian di Romawi Kuno
pada tahun 200 SM – 400 M.
B. Menjelaskan sistem pertanian yang diterapkan di Romawi Kuno pada tahun 200 SM –
400 M.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kondisi Geografis yang Mempengaruhi Pertanian di Romawi Kuno

Pada Tahun 200 SM - 400 M
Lahirnya suatu kebudayaan erat kaitannya dengan lingkungan yang membentuk
kebudayaan tersebut. Lahirnya suatu peradaban jika kebudayaan yang dihasilkan lebih
tinggi dari kebudayaan yang dihasilkan oleh bangsa lain, sehingga dapat dikatakan bahwa
peradaban dapat terbentuk jika lingkungan sekitarnya juga mendukung dari lahirnya
peradaban itu sendiri. Unsur-unsur yang mendukung tersebut seperti berada di dekat laut
sebagai pusat perdagangan, di dekat sungai besar, dan pegunungan.
Seperti kondisi lingkungan di Romawi Kuno yang merupakan suatu peradaban
yang dikembangkan oleh suku Latia yang menetap di Lembah Sungai Tiber. Suku Latia
menamakan tempat tinggal mereka ‘Latium’. Latium merupakan kawaasan lembah
pegunungan yang tanahnya baik untuk pertanian. Penduduk Latium ini disebut dengan
bangsa Latin. Pada mulanya, di daerah Latium inilah bangsa Latin hidup dan berkembang
serta menghasilkan peradaban yang tinggi nilainya.
Sungai Tiber di Italia tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma
didirikan dan membagi lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium dan
Etruria. Di wilayah yang pertama itu kemudian berkembang peradaban bangsa Latin.
Menurut Anthony Catanese, pemanfaatan sungai untuk keperluan transportasi, pertanian,
pertahanan menjadi faktor utama dalam menentukan lokasi sebuah kota(Catanese,
1998:6). Keberadaan air sebagai komponen dasar kehidupan umat manusia, saat itu
diperlukan untuk membangun masyarakat agraris yang menyokong kebutuhan pangan

masyarakat perkotaan. Dua lembah yang lain di Romawi yang penting selain tadi adalah
Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di selatan yang terkenal
kesuburannya. Iklim baik dan tumbuhan yang hijau disepanjang tahun menjadikan
Romawi berpenduduk kaum gembala dan petani yang makmur.

4

5

Peta Kerajaan Romawi tahun 117 M

Selain itu Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga
membentuk suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi
terlihat dari letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi
istimewa karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah
lain. Pegunungan Apenina yang menjulang menjdai punggung negeri tersebut merupakan
perpanjangan dari wilayah Eropa Tengah yang menjorok ke Laut Tengah. Di Romawi
tidak banyak mempunyai pelabuhan akan tetapi pantai-pantai baratnya cukup dilengkapi
oleh alam dengan teluk-teluk yang baik untuk pebdaratan kapal-kapal layar dizaman
kuno. Lembah Po yang ada di Timur Laut negeri pun memiliki pelabuhan yang ramai

perdagangannya.
2.2. Sistem Pertanian di Romawi Kuno Abad 200 SM - 400 M
Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian
muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya
sendiri. peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan oleh
lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa
dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk
mendapatkan makanan lebih banyak (Binford, 1968: 313). Pertanian memaksa suatu
kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban.
Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung
kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan

6

masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan
agraris.
2.2.1. Pengelolaan Lahan Pertanian di Romawi Kuno
Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah
masyarakat desa. Pertanian di Romawi Kuno tidak hanya suatu kebutuhan, tetapi idealnya
di kalangan elite sosial pertanian sebagai gaya hidup. Pertanian dianggap sebagai

pekerjaan yang terbaik dari semua pekerjaan Romawi. Lahan pertanian dikelola oleh
perorangan kecil, berkisar dari satu hingga empat hektar dan dikelola secara intensif.
Tanah ini didapat dari tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan. Pertanian pada zaman
Romawi berkembang dengan berdasarkan praktek pertanian yang telah ditemukan oleh
bangsa Sumeria yang ditransfer melalui runtunan kebudayaan. Pertanian bangsa Romawi
memiliki fokus utama sebagai perdagangan dan ekspor.
Bangsa Romawi memiliki empat sistem manajemen pertanian: (1) kerja
langsung oleh pemilik dan keluarganya, (2) pertanian penyewa atau
bagi hasil di mana pemilik dan penyewa membagi menghasilkan sebuah
peternakan (3) kerja paksa oleh budak yang dimiliki oleh bangsawan
dan diawasi oleh manajer budak, dan (4) ada pengaturan lain di mana
sebuah peternakan disewakan kepada penyewa (White, 1970).
Setelah negara Romawi berkembang wilayahnya dan memiliki tenaga kerja perbudakan
dari menang perang, muncul unit produksi yang lebih tinggi. Para pemilik pertanian
tinggal di rumah-rumah kota besar yang disebut villa. Orang-orang biasa tinggal di
rumah-rumah sederhana yang terbuat dari batu bata yang dijemur.

Gambar 1: Ilustrasi Villa pemilik tanah pertanian di Romawi

Ukuran lahan usaha tani di Roma dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu lahan
usaha tani ukuran kecil (berukuran 18-88 iugera), ukuran menengah (80-500 iugera), dan

7

ukuran besar (disebut latifunda, berukuran lebih dari 500 iugera). Ukuran satu iugera
sekitar 0.65 hektar atau seperempat hektar (White, 1970). Dalam Kekaisaran Romawi,
keluarga 6 orang akan perlu untuk menumbuhkan 12 iugera / 3 hektar lahan untuk
memenuhi kebutuhan pangan minimum (tanpa hewan) (Kehoe, 1988). Jika sebuah
keluarga yang dimiliki hewan untuk membantu mengolah tanah, kemudian 20 iugera
diperlukan. Jumlah yang sama juga akan diperlukan untuk memenuhi tingkat subsistensi
jika tanah itu bertani menggunakan bagi hasil, seperti di Afrika Proconsularis di abad ke2 Masehi, dalam hal sepertiga dari total tanaman diberikan pada pemilik tanah sebagai
sewa (Kehoe, 1988).
2.2.2. Pembudidayaan Tanaman di Romawi Kuno
Petani Romawi menanam tanaman yang tumbuh sesuai iklim Mediterania yang
panas. Banyak terdapat tanaman yang ditanam pada sistem pertanian di Romawi
diantaranya artichoke, mustard, ketumbar, roket, daun bawang, seledri, kemangi, ubi,
mint, tanaman obat, asparagus, lobak, mentimun, labu, bawang , kunyit, marjoram, kubis,
selada, jintan, buah ara, anggur, kismis, mulberry, dan buah persik (Henderson, 2004:4065). Selain itu, domestikasi hewan seperti sapi menghasilkan susu, serta lembu dan
keledai melakukan pekerjaan berat di pertanian. Domba dan kambing sebagai produsen
keju. Kuda-kuda tidak banyak digunakan dalam pertanian, tetapi dibesarkan oleh orang
kaya untuk balap atau perang. Produksi gula berpusat pada peternakan lebah, dan
beberapa orang Romawi menobatkan siput sebagai makanan mewah (White, 1970).
Pembudidayaan tanaman anggur di Romawi sangat penting, karena minuman
wine merupakan komoditi ekspor dari kekaisaran Romawi. Dalam pembudidayaan,
anggur membutuhkan perhatian khusus. Tanaman ini harus dipangkas dan dijaga
ketinggiannya dari tanah. Pada saat panen, anggur dipetik dengan tangan, kemudian
diinjak-injak untuk menghancurkan buahnya dan mengekstrak sarinya untuk dijadikan
minuman anggur. Selain anggur, gandum merupakan tanaman paling penting dalam
memenuhi kebutuhan untuk memberi makan tentara Romawi. Teknik pertanian dalam
mengolah minuman anggur ini dapat dibuktikan pada gambar di bawah ini.

8

Gambar 2 : Pembudidayaan tanaman
anggur di Romawi Kuno

Gambar 3: Teknik pembuatan minuman
anggur

Ahli Geografi Yunani bernama Strabo menganggap Lembah Po (Italia utara)
menjadi yang paling penting secara ekonomi karena "semua sereal dilakukan dengan
baik, tapi hasil dari millet adalah pengecualian, karena tanah begitu juga disiram. Provinsi
Etruria memiliki berat tanah yang baik untuk gandum. Tanah vulkanik di Campania
membuatnya cocok untuk produksi anggur. Selain pengetahuan tentang kategori tanah
yang berbeda, orang-orang Romawi juga memulai perhatiannya pada apa jenis pupuk
yang terbaik bagi tanah. Pupuk terbaik adalah kotoran unggas, dan pupuk sapi adalah
yang terburuk. Pupuk kandang domba dan kambing. yang juga baik. pupuk kandang
keledai yang terbaik untuk digunakan segera, sedangkan pupuk kandang kuda itu tidak
baik untuk tanaman biji-bijian, tetapi menurut Marcus Terentius Varro, itu sangat baik
untuk padang rumput karena 'menumbuhkan tanaman berat seperti rumput (White, 1970).
Pekerjaan tani sangat menguras tenaga, tapi dengan melimpahnya pasokan budak,
orang-orang Romawi mendapat sedikit bantuan untuk mengembangkan alat pertanian
yang hemat tenaga. Pekerjaan tani Romawi menggunakan alat-alat seperti sekop, arit,
cangkul dan sabit untuk mengolah tanah dan menanam tanaman. Garpu rumput juga
digunakan untuk memindahkan jerami yang dijadikan makanan ternak. Namun, bangsa
Romawi juga mengadopsi beberapa mesin pertanian yang mereka pelajari saat kekaisaran
mereka menguasai wilayah lain. Bajak beroda awalnya berasal dari Gaul, dan mesin
pengirik beroda (digunakan untuk mengirik, atau memisahkan biji gandum dari
tangkainya) kemungkinan berasal dari Carthage.

9

Gambar 4: Penggirik gandum

Gambar 5: Penggirik gandum

Gambar 6: Bajak beroda

2.2.3. Saluran Air (Aqueduct) di Romawi Kuno
Bangsa Romawi meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menyiram tanaman
tumbuh menggunakan saluran air. Masyarakat agraris di Romawi Kuno membangun
saluran air ini untuk mengairi ladangnya. Pada abad ke 4 SM, Romawi berkembang pesat,
begitu juga kebutuhan airnya. Saluran air ini terhubung dengan Sungai Tiber yang
merupakan sumber mata air di ibukota Romawi.
Kekaisaran Romawi kuno memiliki saluran air (aqueduct) canggih yang dianggap
sebagai salah satu peninggalan kebesaran Romawi. Aqueduct merupakan struktur saluran
penyediaan air yang dapat diatur atau dinavigasikan, dibangun dengan fungsi utama
untuk mengalirkan air. Saluran air (aqueduct) ini terbuat dari material seperti batu, batu
bata, dan semen yang berasal dari bahan-bahan vulkanik (seperti pozzuolana) yang
digunakan bersama-sama untuk membangun saluran air. Kebanyakan saluran air di Kota
Romawi Kuno ini berada di bawah tanah. Dari catatan sejarawan mengungkapkan dari
260 mil struktur saluran air hanya 30 mil yang berada di atas permukaan tanah. Saluran
air ini dibuat terutama untuk daerah yang memiliki keterbatasan cadangan air. Pada masa
kini aqueduct yang masih dapat berfungsi digunakan untuk keperluan transportasi sungai.

10

Gambar 7: Salah satu aqueduct di Romawi Kuno

2.2.4. Kemunduran Pertanian di Kekaisaran Romawi Kuno
Kemudian setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul.
“Absente ownership”, perbudakan, membawa kerusakan tanah yang menurunkan
produktivitas tanah. Di samping itu upeti-upeti dari negara-negara luar mengendurkan
semangat berproduksi tinggi. Bangun dan jatuhnya keberuntungan politik kekaisaran
Romawi sejajar dengan trend dalam pertanian. Beban untuk mendukung dan
mempertahankan negara yang over expanded meremehkan dasar-dasar pertanian;
pertanian semakin melemah dan tidak stabil mengurangi daya pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
Hasil sistem perkebuan merangsang pertumbuhan kekayaan perorangan yang
hebat yang mendorong penyuapan dan korupsi yang menjalar dengan dahsyat. Kenaikan
tenaga kerja murah dari budak-budak dan meningkatnya ukuran milik perorangan
berakibatkan ketidakseimbangan sosial. Tentara-petani-penduduk kehilangan tempatnya
sebagai kekuatan stabilisasi dalam kehidupan Romawi. Abad pertengahan dengan
runtuhnya Romawi dan Negara Barat, kemajuan teknologi beralih ke Timur Tengah.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian penjelasan pada pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
A. Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga membentuk
suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi terlihat dari
letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi istimewa
karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah lain.
Sungai Tiber di Italia Tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma
didirikan dan membagi lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium
dan Etruria. Latium merupakan kawaasan lembah pegunungan yang tanahnya baik
untuk pertanian. Dua lembah yang lain di Italia yang penting selain tadi adalah
Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di selatan yang terkenal
kesuburannya. Iklim baik dan tumbuhan yang hijau disepanjang tahun menjadikan
Romawi berpenduduk kaum gembala dan petani yang makmur.
B. Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah masyarakat
desa. Pertanian di Romawi Kuno tidak hanya suatu kebutuhan, tetapi idealnya di
kalangan elite sosial pertanian sebagai gaya hidup. Pertanian dianggap sebagai
pekerjaan yang terbaik dari semua pekerjaan Romawi. Bangsa Romawi memiliki
empat sistem manajemen pertanian: (1) kerja langsung oleh pemilik dan keluarganya,
(2) pertanian penyewa atau bagi hasil di mana pemilik dan penyewa membagi
menghasilkan sebuah peternakan (3) kerja paksa oleh budak yang dimiliki oleh
bangsawan dan diawasi oleh manajer budak, dan ada pengaturan lain di mana sebuah
peternakan disewakan kepada penyewa (White, 1970). Pembudidayaan tanaman
anggur di Romawi sangat penting, karena minuman wine merupakan komoditi ekspor
dari kekaisaran Romawi. Selain itu pembudidayaan tanaman gandum juga penting
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun tentara-tentara perang di Romawi
Kuno. Masyarakat agraris di Romawi Kuno membangun saluran air ini untuk mengairi
ladangnya. Aliran air ini berasal dari Sungai Tiber yang berada di ibukota kekaisaran
Romawi. Namun, setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul.
“Absente ownership”, perbudakan malah membawa kerusakan tanah yang

11

menurunkan produktivitas tanah. Tentara-petani-penduduk kehilangan tempatnya
sebagai kekuatan stabilisasi dalam kehidupan Romawi.
3.2. Saran
Pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna, terutama pada keterbatasan
referensi dan pemdalaman materi mengenai kajian kebudayaan dari peradaban agraris di
Romawi Kuno. Sehingga saran bagi para pembaca dan bagi yang tetarik mengkaji lebih
dalam mengenai sistem pertanian di Romawi Kuno dilihat dari sudut pandang letak
geografis dari peradaban Romawi Kuno bahwa kelengkapan refernsi penting untuk
menambah pengetahuan mengenai pembahasan diatas.

12

DAFTAR RUJUKAN

Binford, R. Lewis. 1968. New Perspectives in Archaeology. Chicago: Aldine Publishing
Company.
Catanese, A. J. 1988. Urban PlanningI. Jakarta: Erlangga.
Childe, G. 1936. Man Makes Himself. London: Oxford University Press.
Daldjoeni, N. 1982. Geografi Kesejarahan I: Peradaban Dunia. Bandung: Alumni.
Henderson, J. 2004. Roman Book of Gardening. London: Routledge.
Kehoe, D. 1988. Economics of Agriculture on Roman Imperal Estate in North Africa.
Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Sauer, C. 1852. Agricultural origins And Dispersals. Cambridge: MIT Press.
Soetjipto. 1997. Geografi Kesejarahan. Malang: IKIP Malang.
White, K. D. 1970. Roman Farming. Cornell University Press.

13