Muhammad Ali pasha dan al-azhar kajian tentang: pengaruh pembaharuan di Mesir terhadap modernisasi Pendidikan al- al-Azhar

(1)

MUHAMMAD ALI PASHA DAN AL-AZHAR

Kajian tentang : Pengaruh Pembaharuan di Mesir Terhadap Modernisasi Pendidikan di Al-Azhar

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh :

Yuli Emma Handayani

NIM : 107022001291

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H./ 2011 M.


(2)

(3)

(4)

!"# #

Dengan Ini Saya Menyatakan Bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana dalam jenjang Strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan dari jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 6 Desember 2011

Yuli Emma Handayani


(5)

ABSTRAK

Yuli Emma Handayani

Muhammad Ali Pasha Dan Al-Azhar,

Kajian tentang : Pengaruh Pembaharuan di Mesir Terhadap Modernisasi Pendidikan di Al-Azhar.

Naiknya Muhammad Ali sebagai penguasa Mesir pada tahun 1805, seperti raja-raja Islam lainnya juga mementingkan soal yang bersangkutan dengan militer karena ia yakin bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer. Tetapi berlainan dengan raja-raja lain, ia mengerti bahwa di belakang kekuatan militer itu mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan dalam bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan urusan militer. Muhammad Ali melakukan Modernisasi Mesir dengan meniru kebijakan Utsmani, membangun angkatan darat dan laut yang modern dengan memanfaatkan keahlian perwira Prancis. Muhammad Ali juga membangun pabrik-pabrik senjata. untuk menunjang biaya itu, ia membangun infra-struktur untuk pertumbuhan ekonomi di Mesir khususnya system irigrasi, transportasi umum, pertanian dan industry.

Modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan. Dengan membawa sebuah ide pembaharuan, di mulailah pembaharuan di bidang pendidikan di Mesir oleh Muhammad Ali Pasya. Dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, Muhammad Ali, mengadakan pembaharuan dengan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran di Barat. Selain itu Muhammad Ali juga mengirim siswa-siswa untuk belajar ke Perancis yang dikirim oleh Muhammad Ali ke Eropa. Hal ini dilakukan agar mereka yang diutus mampu menguasai ilmu pengetahuan Barat, untuk selanjutnya mampu dikembangkan dan direalisasikan di Mesir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah perkembangan Universitas di Al-Azhar Mesir dan mengetahui pengaruh pembaharuan Muhammad Ali di Mesir terhadap pembaharuan pendidikan di Al-Azhar. Penelitian ini menggunakan metode historis yang bersifat deskriftif analitis. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan, diantaranya: Heuristik (Pengumpulan data), Verifikasi (Kritik Sumber), Interpretasi (Analisis sejarah) dan Historiografi (Penulisan Sejarah).


(6)

"!# #

Dengan mengucapakan Alhamdulillahirrabil’ alamin sebagai rasa terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan karena berkat petunjuk, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada panutan kita Nabi besar Muhammad Rasulullah SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya. Semoga kita dapat syafaat di akhirat kelak. Sehingga penulis telah mampu menjalani dan menyelesaikan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Universitas UIN Syarif Hidayatullah. Berkat karunia-Nya juga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Muhammad Ali Pasha dan Al-Azhar, kajian tentang: pengaruh pembaharuan terhadap modernisasi pendidikan di Al-Azhar Mesir.”

Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang telah memberikan petunjuk serta motivasi dalam penulisan skripsi ini. Karena itu penulis menyampaikan ucapan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada : kedua orang tua, DR. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Drs. Azhar Shaleh, M.A selaku dosen Penasehat Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, Lc, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Drs. Ma’ruf Misbah, MA selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Ibu Sholikatus Sa’diyah, M.pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Penguji. Segenap pengelola dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Adab dan Humaniora, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mengadakan studi kepustakaan, serta


(7)

kepada Jilan Ri’fai orang tersayang dan kawan-kawan SPI angkatan 2007 yang telah memberikan motivasi dan masukan-masukan kepada penulis terkait dengan penulisan skripsi ini.

Jakarta, 27 Oktober 2011


(8)

"!!!# #

PENGESAHAN PANITIA UJIAN………...iii

LEMBAR PERNYATAAN………...iv

ABSTRAK ………...v

KATA PENGANTAR ………...vi

DAFTAR ISI ………viii

BAB I :

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah ………1

B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah ………6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….6

D. Tinjauan Pustaka ………...7

E. Metode Penelitian ………..8

F. Sistematika Penulisan ………9

BAB II :

SEJARAH AL-AZHAR MESIR

A. Awal Berdirinya al-Azhar di Mesir ……….11

B. Al-Azhar Pada Masa Kemunduran Islam ………...15

C. Sistem Pendidikan Sebelum Ali Pasha ………...16

BAB III : MUHAMMAD ALI PASHA DAN PEMBAHARUAN

DI MESIR

A. Kedudukan Muhammad Ali Sebagai Pasha di Mesir ……….22


(9)

C. Pengiriman Muhammad Tantawi Sebagai Imam Tentara ke Perancis ………...28

BAB IV : MODERNISASI PENDIDIKAN DI AL-AZHAR

MESIR

A. Pengaruh Pendidikan Barat di al-Azhar ………..34 B. Dampak Perkembangan al-Azhar yang berkaitan dengan Pengaruh Barat……….36 C. Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam Pembaharuan dan

berbagai Perubahan yang dapat mereka perjuangkan di al-Azhar ………...38

BAB V :

KESIMPULAN

A. Kesimpulan ……….50

B. Saran Dan Kritik ……….52


(10)

"! !

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam aliran-aliran “modern dalam Islam” dan “Islam dan modernisasi”. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Pikiran dan aliran ini segera memasuki lapangan agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama katolik dan protestan dengan ilmu pengetahuan dan falsafat modern. Aliran ini akhirnya membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan itu.


(11)

#! !

Sebagaimana halnya di Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern berharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.1

Di dalam dunia Modern, Barat selalu menjadi barometer bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di seluruh dunia. Salah satu contoh ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah modern bisa kita lihat di salah satu universitas terkemuka yang ada di Mesir, yaitu Al-Azhar.

Al-Azhar merupakan Universitas terbesar didunia saat ini, Al-Azhar, letaknya di jantung Kairo pramodern. Al-Azhar hampir tidak menyesuaikan diri dengan zaman modern selama satu abad terakhir. Universitas-mesjid yang telah berusia seribu tahun ini, tetap menjadi titik pusat kehidupan keagamaan dan budaya Islam bagi Mesir dan seluruh Dunia Islam. Sejak itu, Al-Azhar telah diperluas dan dirancang-ulang. Pengajaran terorganisasi telah dimulai di sini pada 978. Nama masjid ini “yang cemerlang” tampaknya merujuk kepada putri Nabi Muhammad Saw, Fathimiah Al-Zahra, nenek moyang Dinasti Fathimiyah.Al-Azhar merupakan salah satu pusat dakwah di Kairo bagi kaum !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"

$%&'(! )%*'+,-(.!!"#$%&%'(%)* +%,%#* -.,%#/* 0"1%'%&* !"#232'%)* 4%)* 5"'%3%)6! /%0%&+%1!2'3%(!2,(+%(41!"556.!


(12)

! !

Fathimiyah, yaitu orang-orang Syi-ah Isma’iliyah yang mengklaim sebagai imam sejati.2

Shalah Din dan keturunan Ayyubiyahnya kurang menghargai Al-Azhar ketika mereka merestorasi Mesir ke Islam Sunni pada 1171 M. Para sultan dan emir Dinasti Mamluk (1250-1517) melindungi dan merestorasi masjid-kini Sunni- merupakan satu dari banyak tempat ilmu keislaman di Kairo. Karena letak Kairo di Sungai Nil, sebagai jalan menuju ke Suriah, dan sebagai rute haji dari kawasan Maghribi menuju Makkah.Membuat Kairo secara alamiah menjadi pusat kebudayaan.Penjarahan Mongol atas Baghdad (1258) dan hancurnya Islam di Spanyol, mengangkat Kairo sebagai pusat keagamaan dan kebudayaan.

Penaklukan Utsmaniyah atas Mesir pada 1517 telah mengalihkan kekuasaan dan patronase ke Istanbul.Namun, Al-Azhar dapat bertahan dari serangan tersebut dan muncul sebagai tempat ilmu Islam-Arab terkemuka. Al-Azhar juga menjadi penghubung vital antara penduduk berbahasa Arab dan elit militer berbahasa Turki. Pada akhir abad ketujuh belas, para syaikh masjid memilih ketuanya sendiri, Syaikh Al-Azhar. Para syaikh bermazhab Syafi’i, yang dominan di Kairo dan Daerah Delta, memonopoli jabatan itu dari 1725 hingga 1870. Hal ini menujukkan otonomi yang besar karena kaum penguasa Utsmaniyah sendiri bermazhab Hanafi.3

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! #

2%8&,!9%+,:.!0"1%'%&*!"'%4%$%)*-.,%#1!/%0%&+%1!;<!=%>%4&%?,(8-1!#@@A.!! 7

!/-B(!C.D*E-*,+-1!+()2%*-.,%#*784"')1!+F&>F:%B%(1!DG%!9.)1!2%(8'(41!H,I%(1! #@@".!B%3.##J!


(13)

A! !

Penaklukan Napoleon di Mesir (1798-1801) merusak tatanan yang berumur tiga ratus tahun ini dan menempatkan provinsi-provinsi Mesir, yang rentan dan tidak siap, ke dalam system politik global yang didominasi oleh Barat.Bangsa Mesir menghadapi Barat dalam posisi yang secara material sangat lemah.Pada tahap-tahap terakhir kekuasaan Utsmaniyah, provinsi-provinsi Mesir memasuki periode kemunduran yang hebat.Karena sibuk mempertahankan wilayah-wilayahnya di Eropa yang memberinya banyak kekuatan, Utsmaniyah mengabaikan Mesir dan pusat-pusat Arab lainnya.Despotism local tumbuh subur di negeri-negeri Arab, dan ekonomi tenggelam ke tingkat bertahan hidup karena melemahnya hubungan kesultanan.Pada akhir abad kedelapan belas, jelas bahwa formula-formula lama mengalami krisis genting meskipun di Mesir, ulama sebagai sebuah badan korporat bertahan sebagai satu dari beberapa unsur kohesif yang tersisa.

Di tengah kekacauan setelah serangan Napoleon, ulama berperan penting dalam berkuasanya Muhammad Ali (1804-1841), seorang pejabat berkebangsaan Albania yang mendirikan Mesir modern dan dinasti yang berkuasa hingga 1952. Invasi prancis melemahkan ikatan antara Mesir dan Utsmaniyah dengan memperlihatkan bahwa penguasa Turki tidak bisa lagi melindunginya terhadap Eropa. Ulama, yang dianggap sebagai pemimpin alamiah negeri ini, mendukung Muhammad Ali sepakat, ulama memobilisasi penduduk Kairo untuk menentang Gubernur Utsmaniyah, yang berhasil meminta Sultan mengesahkan Muhammad Ali sebagai Gubernur Mesir. Penguasa baru mesir yang energetic berupaya mengubah Negara yang terbelakang yang berpenduduk kira-kira dua juta jiwa, yang ekonominya


(14)

! !

sekedar pertahanan hidup. menjadi Negara yang cukup kuat untuk menghadapi serangan selanjutnya dari Eropa dan cukup kuat mempertahankan kemerdekaan de facto-nya dari kesultanan Utsmaniyah. Dalam memperkuat Negara, dan khususnya militernya, Muhammad Ali meluncurkan upaya industrialisasi mesir yang pertama, yang meminjam model dan teknisi Barat. Dengan mengeksploitasi kekuatan baru ini, Muhammad ali memproyeksikan kekuatan mesir di luar negeri, yang melibatkan mesir dalam lima peperangan dari 1811 sampai 1828. Di dalam negeri, dia berupaya mendisiplinkan penduduk melalui bentuk baru pendidikan dan organisasi social yang bertujuan untuk dinastinya. Dalam prosesnya, dia berlawanan dengan ulama. Dia membatasi pengaruh ulama ketika mengonsolidasikan kekuataannya.4

Meskipun demikian, sebagian ulama Al-Azhar tidak hanya berhenti pada nalar koridor Sunni an sich reformasi keagamaan menjadi sebuah keniscayaan bagi beberapa ulama pada masa modern. Sejak dibukanya kran studi ke Perancis dan kedatangan Jamaluddin al-Afghani ke Mesir pada tahun 1871 M.

Ri’fah Tahtawi Salah satu ulama yang ditunjuk sebagai imam dan mahasiswa di Paris, Perancis. Tahtawi merupakan ulama pertama yang membuka diri terhadap pengetahuan barat. Tahtawi merupakan sosok yang penting dalam mewujudkan reformasi di Al-Azhar, karena ia telah membuka trobosan baru dalam modernisasi pendidikan, spirit kebangsaan, dan keterbukaan dalam melihat Barat. Sejak masa Tahtawi, Al-Azhar relative mampu mengatasi problem psikologis antara Islam dan Barat. Setelah itu, !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

A


(15)

6! !

tidak sedikit para ulama Al-Azhar yang belajar di Paris, dan setelah kembali menjadi ke Al-Azhar mereka justru mendapatkan posisi strategis sebagai Grand Syaikh Al-Azhar.5

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka pada penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu membatasi penulisan skripsi ini pada bahasan majunya Mesir pada masa Muhammad Ali Pasha dan dampak tidak langsung terhadap pendidikan di Al-Azhar.

Penulis merumuskan masalah skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Perkembangan Universitas Al-Azhar di Mesir ?

2. Bagaimana Hubungan Pembaharuan yang dilakukan Muhammad Ali dengan Pembaharuan Pendidikan di Al-Azhar ?

3. Siapa sajakah Ulama yang mempunyai peran besar dalam mengupayakan Modernisasi Pendidikan di Al-Azhar ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini pula terdapat beberapa tujuan dan manfaat penelitian, adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! K

!N'B%,&,!H,*&%O,.!9,:9;&%'*7")%'%*-,#(6*<"=8'#%.26*4%)*>2$,%?*>"(,%#%%)6*/%0%&+%1! P-:E%*1#@"@!


(16)

! !

a. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Universitas Al-Azhar di Mesir. b. Untuk mengetahui Pengaruh Pembaharuan Muhammad Ali di Mesir

terhadap Pembaharuan Pendidikan di Al-Azhar.

c. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pembaharuan dan berbagai perubahan di Al-Azhar.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Agar memberikan Manfaat kepada mahasiswa maupun masyarakat umum mengenai sejarah perkembangan Universitas al-Azhar di Mesir.

b. Untuk mendapatkan gelar Sarjana (S1) Jurusan SPI (Sejarah Peradaban Islam) Fakultas Adab dan Humaniora.

c. Untuk memperkaya pengetahuan bagi pembaca dan penulis guna dalam mengembangkan studi sejarah.

D. Tinjauan Pustaka

Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang disebut dengan kajian pustaka yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya untuk mendapatkan landasan teori megenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah. Adapun Buku yang saya jadikan sumber dalam penulisan skripsi yang berjudul: MUHAMMAD ALI DAN AL-AZHAR, kajian tentang : pengaruh pembaharuan di Mesir terhadap modernisasi pendidikan di Al-Azhar Mesir. Yaitu Buku “Al-azhar: Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat


(17)

J! !

Keulamaan. Zuhairi Misrawi.” Jakarta: Kompas. Agustus 2010. Buku ini memberikan informasi yang lengkap tentang Al-Azhar.Karena mengupas Sejarah Mesir, Kairo, dan Al-Azhar. “Mehdi Nakosteen. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat”. Risalah Gusti. Surabaya.2003. Dan sumber-sumber sekunder lain yang dijadikan sebagai tambahan dan pelengkap dalam penelitian ini.

E. Metodologi Penelitian

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah dengan melalui empat tahap.

Heuristik Mengumpulkan sumber-sumber data berupa tulisan Muhammad Ali Dan Al-Azhar, kajian tentang : pengaruh pembaharuan di mesir Terhadap modernisasi pendidikan di Al-Azhar Mesir. Dan tulisan lain Yang berkaitan dengan topic tersebut. Selanjutnya penulis juga Menggunakan bahan-bahan dengan kajian materi pembahasan, seperti Buku-buku, Jurnal dan Koran. Selain itu, dalam sistematika penulisan karya ilmiah Skripsi, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan II, th 2007. Kritik sumber-sumber yang terkupul kemudian masuk ke dalam tahapan kritik Sumber. Pada fase ini, penulis melakukan kritisisasi terhadap sumber Primer dan sumber sekunder.


(18)

! !

Interpretasi Interpretasi adalah pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks Yang telah melalui fase kritik, dimana penulis sudah menemukan Korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas.

Historiografi pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer Dalam bentuk tulisan dengan pola umum-khusus, yakni dimulai Dengan pemaparan historisitas Muhammad Ali Pasha dan Al-Azhar, Kajian tentang : pengaruh pembaharuan di mesir terhadap modernisasi Pendidikan di Al-Azhar Mesir.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Berisi tentang signifikan tema yang diangkat, pembatasan dan perumusan masalah, metedologi penelitian, tujuan penulisan serta sistematika penulisan. Bab II : Sejarah Al-Azhar di Mesir dari masa ke masa yang meliputi sejarah berdirinya Al-Azhar. Pasang surut pendidikan yang terjadi di Al-Azhar mulai dari masa jaya Islam sampai masa kemunduran Islam, dan secara khusus sistem pendidikan Al-Azhar menjelang Muhammad Ali berkuasa di Mesir.

Bab III : Membahas tentang Ali Pasha dalam pembaharuan di Mesir, meliputi kedudukannya sebagai pasha dan upaya pembaharuan di negeri ini dalam rangka untuk memperkokoh kekuasaannya, baik dalam bidang militer, ekonomi, dan ilmu pengetahuan: Hubungan ali dengan dunia Barat dalam rangka pembaharuan tersebut.


(19)

"@! !

Bab IV : Berisi tentang Modernisasi Pendidikan di Al-Azhar Mesir, pengaruh pendidikan Barat di Al-Azhar, dampak perkembangan Al-Azhar yang berkaitan dengan pengaruh Barat, tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pembaharuan dan berbagai perubahan seperti yang dapat mereka perjuangkan.

Bab V : Merupakan Bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi tulisan.


(20)

""!

BAB II

SEJARAH AL-AZHAR MESIR

A. Awal BerdirinyaAl-Azhar Di Mesir

Jami`ah al-Azhar didirikan pada tahun 359 H/970 M pada masa pemerintahan Khalifah al-Mu`izz Lidinillah dari Dinasti Fatimiyyah, dan

selesai dibangun pada tahun 361 H/971 M.1 Nama yang mula-mula diberikan

untuk masjid tersebut adalah Jami`ul Kahhirah, yang dinisbatkan kepada nama ibu kota di mana masjid tersebut dibangun. Sedangkan belakangan masjid tersebut diberi nama putri Rasulullah SAW. Pada mulanya lembaga ini berfungsi sebagai masjid pada umumnya, yaitu dipergunakan sebagai tempat shalat, dan tempat beribadah lainnya, khususnya ketika Dinasti Fatimiyyah masjid tersebut dipergunakan sebagai simbol penyelenggaraan ritual keagamaan yang berhubungan dengan faham syiah.

Berdasarkan informasi di atas masjid tersebut dalam memainkan perannya berorientasi pada faham syiah, hal ini sejalan dengan faham yang dianut oleh Istana. Akan tetapi ketika Dinasti Ayubiyyah dan Dinasti Mamluk berkuasa masjid tersebut tidak difungsikan untuk shalat Jumat, hal ini lantaran anggapan dari para pejabat Dinasti Ayubiyyah yang menganggap khutbah

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"

!!"#$%& '"($ksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 1 . Cet. Ke-12. Jakarta, PT.Ichtiar Baru van Hoeve, 2003. Hal 200.


(21)

! !

"#!

Jumat di masjid Al-Azhar tidak sah, karena adanya pendapat yang melarang

adanya dua khutbah Jumat dalam satu kota.2

Munculnya al-Azhar sebagai lembaga pendidikan bermula ketika Khalifah al-Mu`izz Lidinillah pada tahun 362 H/973 M memindahkan ibu kota Daulat Fatimiyyah dari kota Qairawan di Tunisia ke Qahirah di Mesir, dan pada tahun 975 M ia meresmikan pendirian Perguruan Al-Azhar yang

berdasarkan Mazhab Syiah Ismailiyyah.3 Sudah barang tentu pendirian dan

pengembangan Masjid Al-Azhar menjadi lembaga pendidikan semata-mata karena dorongan untuk melestarikan dan mengembangkan ajaran mazhab yang dianut oleh kekhalifahan. Pada tahun 365 H/975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiah dalam bentuk kuliah-kuliah yang diberikan oleh Abu Hasan Ali ibn Muhammad ibn Nu`man al-Qairani yang menjabat sebagai hakim tinggi (qadi al-qudat), dengan materi yang diajarkan mengenai prinsip fikih Syiah yang terdapat dalam kitab al-Ikhtisar. Meskipun kegiatan ilmiah yang dilakukan untuk pertama kalinya masih bersifat sederhana, namun cukup bagi kita untuk membuat kesimpulan bahwa kegiatan ilmiah sebagai cikal bakal tumbuhnya masjid Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi (Jami`ah al-Azhar) dimulai pada waktu tersebut. program kegiatan pendidikan yang dikembangkan oleh Daulat Fatimiyyah mencakup dua hal, pertama dilaksanakannya pengajaran dan pembentukan undang-undang, kedua

dilaksanakannya dakwah secara rahasia.4 Wujud dari dua program dimaksud

tampak jelas dengan adanya dokumen Propagandis Agung (Da`id Du`ah), !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

#

!$%&'(!)*+,-!)*%+$,$%&-".$/$0&1"2*3*/$%4&1"/3"25$%6$%&78("/%&($9$2&:,9$2;& .*/*01*-!2*3*4*(,!50677-!"889:!

;

!!:5*(;!<*(:#="!

>


(22)

! !

yang berisi tentang kedua agenda pokok dalam mengembangkan pendidikan di Al-Azhar.

Usaha selanjutnya dilakukan oleh Ya`kub ibn Killis yang dikenal dengan seri Ibn Killis yang memberikan perhatian cukup besar bagi peningkatan Al-Azhar. Kegiatan tersebut berlangsung ketika Daulat Fatimiyyah diperintah oleh Al-Azis Billah Abu Mansur Nazzar (365-386 H/975-996 M). Bentuk kegiatan yang dilakukan Ibn Killis adalah dengan mengadakan kuliah secara teratur dan terus-menerus, ia juga menghimpun para ulama untuk menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah khususnya ulama fikih. Banyak ulama yang terlibat dalam kegiatan tersebut, menurut catatan sejarah setidaknya terdapat 35 orang ulama yang aktif dalam kegiatan kuliah yang dilaksanakan oleh ibn Killis. Salah satu ulama yang terkenal adalah

al-Aqabah Abu Ya`kub al-Khandaq.5 Dalam melaksanakan tugas pengajian

ilmiah tersebut kehidupan para ulama dijamin dan disediakan oleh pemerintah, sehingga fokus perhatian para ulama tinggi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Meskipun demikian pola pembelajaran dan materi yang diajarkan dalam seri kuliah Ibn Killis tetap mengacu kepada mazhab Syiah.

Keistimewaan Mesir dan Al-Azhar, keduanya tidak bisa dipisahkan, karena Mesir merupakan wadah peradaban besar yang pernah ada di muka bumi, sedangkan Al-Azhar merupakan wadah pendidikan Islam yang mempunyai sejarah dan dinamika yang unik dan menarik. Al-Azhar merupakan salah satu cikal bakal system pendidikan tinggi yang reputasinya diakui dunia internasional.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

E


(23)

! !

">!

Sejak awal berdirinya pada tahun 973 M, Al-Azhar telah menjadi bagian penting dalam pembentukan generasi muda muslim yang mempunyai wawasan keagamaan yang luas. Meskipun awal mulanya dijadikan sebagai wadah untuk proliferasi paham Syiah Ismailiah dalam rangka menandingi paham Sunni yang merupakan paham mayoritas kalangan muslim di Mesir, tetapi dalam bentangan sejarah selanjutnya Al-Azhar menjadi pusat peradaban Sunni. Berakhirnya dinasti fatimiah di Mesir, maka berakhirlah pula dominasi paham Syiah Ismailiah di Mesir. Hingga sekarang ini, paham Sunni merupakan paham mayoritas kalangan muslim di Mesir, dan dunia pada umumnya.

Al-Azhar menjadi menara ilmu yang mampu melestarikan kemajemukan khazanah Islam. Kritik dan otokritik merupakan karakter yang menonjol dalam pendidikan keagamaan di Al-Azhar, sehingga melahirkan dialog dan sintesa yang bersifat dinamis. Perbedaan diantara para ulama di dalam tubuh Al-Azhar merupakan sebuah pemandangan yang biasa. Mereka dipersatukan oleh spirit untuk melestarikan khazanah Sunni.

Pada puncaknya, Al-Azhar merupakan kiblat keulamaan. Al-Azhar menjadi salah satu institusi pendidikan terpenting, karena telah melahirkan para ulama yang mempunyai integritas keilmuan yang mumpuni. Mereka adalah ulama yang meninggalkan karya-karya brilian di dalam berbagai bidang keilmuan. Salah satu kelebihan Al-Azhar yang masih dipertahankan hingga sekarang ini, yakni kekaryaan. Ulama bukan hanya sekelompok orang yang mempunyai charisma, karena status social tertentu. Ulama pada hakikatnya adalah orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang


(24)

! !

ditekuninya, melakukan proses pendidikan hingga ke jenjang yang paling tinggi, serta mempunyai karya-karya keulamaan yang berkualitas.

B. Al-Azhar Pada Masa Kemunduran Islam

Pasang surut terjadi di dunia Islam, demikian halnya dengan Universitas al Azhar. Setelah Dinasti Fatimiyyah runtuh dan kekuasaan berada di tangan Dinasti Ayubiyyah, hingga akhirnya berhasil direbut oleh Dinasti Mamluk keberadaan al-Azhar tidak berkembang sebagaimana pada masa kekuasaan Dinasti Fatimiyyah. Rentang waktu tidak aktifnya Al-Azhar sebagai sarana kegiatan keagamaan maupun keilmuan cukup lama lebih

kurang selama satu abad.6

Ada dua faktor yang menyebabkan pada kedua masa setelah masa kekuasaan Dinasti Fatimiyyah Al-Azhar tidak difungsikann. Pertama, adanya perbedaan faham yang dianut oleh keduanya, yaitu di mana Dinasti Fathimiyyah menganut faham Syiah, sedangkan Dinasti Ayubiyyah menganut faham sunni; Kedua, ketika kekuasaan berada di tangan Dinasti Mamluk, dunia Islam dalam keadaan kemelut akibat penaklukan yang dilakukan oleh tentara Tar-Tar (Mongol) terhadap Baghdad. Masa kejatuhan Dinasti Mamluk tidak bisa di hindari. Berkurangnya pendapatan keuangan telah mempengaruhi aktivitas keilmuan yang berlangsung di Al-Azhar dan beberapa lembaga pendidikan lainnya. Di samping itu, invasi Dinasti Ottoman telah

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

J


(25)

! !

"J!

menyebabkan Dinasti Mamluk harus mengakhiri kekuasaan mereka. Al-Azhar

pun tidak terlepas dari pengaruh goncangan sosial-politik tersebut.7

Selain itu, kejatuhan dinasti Islam tidak bisa dilepaskan dari krisis keuangan. Ketidakmampuan mereka untuk mengelola keuangan pemerintahan telah meyebabkan mereka di ambang kejatuhan. Di samping adanya ancaman dari dinasti lain, yang menjadikan mereka harus siap untuk mengakhiri kekuasaannya di saat tidak mampu lagi membiayai mahalnya anggaran pertahanan. Oleh karena itu hampir satu abad Masjid Al-Azhar tidak berfungsi dengan baik, baik sebagai pusat ibadah maupun sebagai tempat kegiatankeilmuan sebagaimana yang telah dirintis oleh Jauhar Katib

al-Siqilli pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyyah.8

C. Sistem Pendidikan Sebelum Ali Pasha

Seperti lazimnya di sekolah Islam pramodern, di Al-Azhar materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama (baca; Islam), namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini antara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

C

!!!:5*(-!<*(:!"CE!

9

! I0*! L-! M*H,&'7:! -".$/$0& -8,*$9& @22$+& :,9$2& A$6*$%& B"+*6$:! .*/*01*-! 5N! 2*3*O0*P,+&G!5607*&*-!"888:!D*(:!#=9!

!


(26)

! !

balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab

inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam.9

A-Ma'mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M--- sebuah institusi yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan. Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang cukup sempurna, karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya.

Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada pertengahan awal abad-19 dengan didirikannya Perguruan (Universitas) Al-Azhar di Kairo. Al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah 'kurikulum pengajaran'. Pada kurikulum ini diatur urutan materi beserta disiplin-disiplin yang harus diajarkan kepada peserta didik. Meski pendirian Al-Azhar bertujuan sebagai wadah 'kaderisasi' bagi kader-kader Syi'ah, namun kurikulum yang berlaku dapat dianggap sebagai sebuah kurikulum yang !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

8

! L'+*44,0! )3*&Q*(,:!:,9$2& ($%& C$+$%"6$/$D& E.$/$%;& -".$/$0;& ($%& 1"2*3*/$%<! F&,7,!E:!R+,S607,1*7!I+&G+67,*!50677-!!.*/*01*-!"88;:!D*(:!98!


(27)

! !

"9!

berimbang. Pada kurikulum Al-Azhar diajarkan disiplin-disiplin ilmu agama dan juga disiplin-disiplin ilmu 'umum' (aqliyyah). Ilmu agama yang ada dalam kurikulum Al-Azhar antara lain tafsir, hadis, fiqh, qira'ah, teologi (kalam), sedang ilmu akal yang ada dalam kurikulum Al-Azhar antara lain filsafat,

logika, kedokteran, matematika, sejarah dan geografi.10

Ketika Salahuddin al-Ayyubi (seorang sunni) pada abad XI M berhasil menguasai Kairo, sebagai pusat Bani Fatimiyyah, ia memandang adanya Al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan sebagai sesuatu yang sangat penting, sehingga keberadaan Al-Azhar tidak diusik sama sekali, selain peniadaan materi-materi yang berbau syi'ah. Bahkan pada masa Salahuddin inilah Al-Azhar berada dalam puncak kejayaan, di mana Al-Azhar, menurut beberapa kalangan, dianggap mampu melaksanakan kurikulum yang

berimbang antara materi agama dan pengembangan intelektual.11

Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk-perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah-pada tahun 1066/1067 M di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah Nizamiyah didirikan sebagai upaya membendung arus propaganda syi'ah yang berpusat di Kairo dengan Al-Azhar. Madrasah Nizamiyah pun telah memiliki spesifikasi khusus sebagai sebuah institusi pendidikan dengan spesifikasi pada teologi dan hukum Islam. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"=

!!L*<?'&!T'+'7<&&-".$/$0&1"%(*(*3$%&:,9$2:!!.*/*01*-!D,&*/*0@*!$B'+B-!!"88=:! D*(:!"E9!

""

!!D*?,&!D*7*+!$(UA,(B0*?,-!&*+!)*@,&!$(,!$7@0*P:!!B8%,">&1"%(*(*3$%&:,9$2<&


(28)

! !

Dan karena spesifikasi ini pulalah Madrasah Nizamiyah sering disebut sebagai

Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam.12

Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, test kenaikan tingkat dan juga ujian akhir kelulusan. Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, memiliki kelengkapan fasilitas pendidikan dengan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku yang telah diatur secara katalog dan juga laboratorium, memiliki sistem perekrutan tenaga

pengajar yang ketat dan pemberian bea siswa untuk yang berprestasi.13

Madrasah Nizamiyah merupakan Perguruan Islam modern yang pertama, Meski Madrasah Nizamiyah memiliki spesifikasi pada kajian teologi dan hukum Islam, namun dalam kurikulum yang digunakan terdapat pula perimbangan yang proporsional antara disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fiqh, kalam dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran dan lailnnya). Bahkan, pada masa itu, kurikulum

Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya.14

Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"#

! ! L6<&,! X*/G7166+:!B8%+/*5F,*& :,9$2& $+$,& !F%*$& :%+"9"3+F$9& A$/$+<&)'0*%*@*-! 2,7*(*<!O'71,-!#==;:!D*(:!"#;!

!

";

! ! Y*Q('0! 2*<?*+:& :,9$2& $%(& 78("/%*+G;& C/$%,H8/2$+*8%& 8H& $%& :%+"99"I+F$9& C/$(*+*8%-!!1603:!$<7,+!LG<*??*&-!N<6!R+,S607,1@!GP!Z<,W*BG-!5'71*/*-!"89E! !

">

!!A60+*0&!M64,7-!C0"&E/$5,&*%&J*,+8/G;!N603:!)*,&!.*?<'0,-!56&G?*+!,(?'!.*@*-!!! "899-!<*(:!"9E!


(29)

! !

#=!

serius dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, Namun setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran dan kejumudan. Paradigma pendidikan Islam pun

mengalami distorsi besar-besaran.15

Dari tiga sub bab di atas dapat ditegaskan bahwa, pendidikan dalam dunia Islam mengalami kemunduran dan kejumudan. Seiring dengan kemunduran Islam terutama setelah kejatuhan Bagdad Tahun 1258 M. pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah sarana pendewasaan umat. Sehingga pendidikan menjadi tidak lebih dari sekedar sarana mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai tradisional dari ancaman serangan gagasan barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama standar moralitas Islam. Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekronstruksi pola pikir peserta didik melalui interprestasi secara continue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan jaman. Melihat fenomena diatas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat dalam pendidikan Islam tampaknya diperlukan, hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia ke-pendidikan Islam sehingga mampu berkembang kembali di tengah masyarakat.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

"E

! ! $<?*&! )@*(*%,<& -".$/$0& 1"%(*(*3$%& :,9$2:! A'(*+! A,+1*+B-! .*/*01*:! "8C;:! D*(:! 88!


(30)

! !

Pembaharuan Pendidikan di Al-Azhar Mesir sebelum dan sesudah pada masa Muhammad Ali Pasha:

Sistem Pendidikan di Al-Azhar Sebelum Muhammad Ali Pasha

Modernisasi Pendidikan di Al-Azhar Era Muhammad Ali Pasha

Di ajarkan disiplin-disiplin tentang kajian Islam seperti : mengkaji tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun balagah.

Kurikulum Al-Azhar diklasifikasikan dalam dua kelas: bidang studi agama dan bidang studi umum.

Dengan memasukkan ilmu-ilmu modern kedalam kurikulumnya. Di antaranya memasukkan mata kuliah aljabar, matematika, ilmu ukur dan ilmu bumi. Kurikulum yang mula-mula

dipergunakan adalah fiqh,tafsir, hadis, teologi (kalam),dan ilmu agama lainnya. Selain itu ilmu akal yang ada dalam kurikulum Al-Azhar antara lain: filsafat, ilmu sejarah, kedokteran, ilmu hitung, logika,dsb.

Mengadopsi tata cara dan model

pendidikan Barat, mengirim siswa-siswa ke Barat untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk dikembangkan di Al-Azhar.

Dalam sistem pendidikan Yaitu, pendidikan di Masjid dan Kuttab yang secara tradisional sebagai pendidikan agama.


(31)

! !

BAB III

MUHAMMAD ALI PASHA DAN PEMBAHARUAN DI MESIR

A. Kedudukan Muhammad Ali Sebagai Pasha Di Mesir

Muhammad Ali Pasya sangat luas diketahui oleh masyarakat karena banyak ditulis diberbagai buku biografi baik secara lokal maupun internasional. Beliau lahir di Kawallah, Yunani, pada tahun 1765, seorang keturunan Turki dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Tidak seperti anak-anak lain, masa kecilnya dihabiskan untuk membantu orang tuannya, dan tidak sempat mengenyam pendidikan.

Pada usia dewasa ia berkerja sebagai pemungut pajak, dan karena keberhasilannya, ia kemudian diangkat sebagai menantu oleh salah seorang gubernur Utsmani. Selanjutnya ia masuk dinas militer dan kariernya terus naik. Ketika pengiriman pasukan ke Mesir, ia diangkat sebagai wakil perwira yang mengepalai pasukan. Dalam pertempuran yang terjadi dengan tentara Perancis, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa dan segera diangkat menjadi kolonel. Ketika tentara perancis ke luar dari Mesir pada tahun 1801, Muhammad Ali turut memerankan peranan penting dalam kekosongan politik akibat hengkangnya tentara Perancis tersebut.

Dalam waktu yang bersamaan, dari Istambul datang pula Pasa dengan bala tentara Utsmani untuk menguasai Mesir. Muhammad Ali


(32)

! !

dapat memenagkannya dan mengangkat dirinya sebagai Pasa baru pada tahun 1805 dengan persetujuan penguasa Utsmani di Istambul Turki. Beliau berkuasa pada tahun 1805-1848.

Ia diberikan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada era Turki Utsmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak

berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan

meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-pahlawan lain yang sezaman dengannya.

Muhammad Ali memperkuat kekuatannya dengan memajukan negara dari segala kehidupan. Kepercayaan yang dimilikinya sebagai seorang Sultan Utsman mampu menggerakkan pemerintahan Mesir untuk memodernisasikan kekuatan dan administrasi militer. Muhammad Ali Pasha mengundang para ahli militer barat untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemiliteran. Pada tahun 1815 M untuk pertama kalinya Mesir mendirikan Sekolah Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari Eropa. Tidak hanya itu, ia juga banyak mengimpor persenjataan buatan Eropa seperti buatan Jerman atau Inggris.


(33)

! !

"$!

Terinspirasi oleh pelatihan militer bangsa Eropa, Muhammad Ali kemudian melatih bala tentaranya berdasarkan “ Nidzam al-Jadid “ atau bisa disebut dengan peraturan baru. Ia mengatur tentara-tentara Mesir dan mulai memperkuatkannya dengan menjadikan para petani luar daerah untuk mengikuti wajib militer. Upaya itu ternyata cukup berhasil untuk menjadikan kekuatan militer Mesir semakin berkembang.

Beranjak ke dalam bidang ekonomi, salah satu dampak perkembangan tersebut adalah ekspor kapas ke negara Eropa. Hal itu sangat menguntungkan, karena adanya angsuran terhadap para petugas administrasi yang dijadikan sebagai salah satu titik poin keuntungan bagi Mesir. Selain itu wisatawan asing juga turut menyumbangkan pendapatan bagi devisa Negara.

Kemudian, dalam tatanan sosial Muhammad Ali Pasha mengubah pengaturan administrasi bagi penduduk desa dan kota dengan sistem yang lebih modern. Pembangunan prasarana masyarakat umum mulai digalakkan, seperti pembangunan Rumah Sakit, sekaligus mendatangkan beberapa dokter spesialis untuk menangani problematika penduduk setempat.

Dan berlanjut dalam bidang pendidikan, untuk memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaruan pendidikan di Mesir, Muhammad Ali Pasya, mengadakan pembaruan dengan


(34)

! !

mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan

pengajaran di Barat.1

Di dalam pemerintahannya, beliau mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan. Membuka Sekolah Teknik (tahun 1839), Sekolah Kedokteran (tahun 1827), Sekolah Apoteker (tahun 1829), Sekolah Pertambangan (tahun 1834), Sekolah Pertanian (tahun

1836), dan Sekolah Penerjemahan (tahun 1836).2

Masih dalam konteks melakukan upaya pembaruan dalam bidang pendidikan, Muhammad Ali Pasya juga mengirim siswa-siswa untuk belajar ke Italia, Perancis, Inggris, dan Austria antara tahun 1823-1844, ada sebanyak 311 pelajar yang dikirim oleh Muhammad ali pasya ke

Eropa.3

Hal ini dilakukan agar mereka yang diutus mampu menguasai ilmu pengetahun Barat, untuk selanjutnya nanti mampu dikembangkan dan direalisasikan di Mesir. Serta dalam rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang telah berkembang di Barat tersebut, Muhammad Ali Pasya menggalakkan penerjemahan buku-buku yang berbahasa asing ke dalam Bahasa Arab. Sehingga beliau mendirikan Sekolah Penerjemahan pada tahun 1836.

Gerakan pembaharuan yang dibawanya telah memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam, dan sampai pada

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2004, hal. 120 2

Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Prenada Media, 2005. hal. 165

3


(35)

! !

"&!

suatu waktu dapat menyingkap awan hitam yang menyelimuti pola pikir dan sikap keagamaan, yang sekaligus menjadi awal kelahiran para tokoh Muslim seperti Muhammad Abduh, Muhammad Rsyid Ridho, Rifa’ah Badawi, Rafi’ al-Tahtawi, dan Hasan al Bana. Mereka merupakan ulama-ulama yang berpengetahuan luas, berwawasan modern dan tidak

berpandangan sempit.4

Adapun usaha-usaha yang dilakukannya Muhammad Ali Pasya dalam rangka pembaruan pendidikan Islam di Mesir adalah:

a. Mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan

untuk mengurus permasalahan pendidikan,

b. Mendirikan sekolah-sekolah,

c. Mengadopsi tata cara dan model pendidikan barat,

d. Mendatangkan guru dan tenaga ahli dari Barat, terutama Perancis,

e. Mengirim siswa-siswa ke Barat untuk belajar ilmu pengetahuan dan

teknologi,

f. Mengadakan penerjemahan buku-buku

B. Hubungan Muhammad Ali Pasha Dengan Dunia Barat

Penguasa baru Mesir yang energetic berupaya mengubah Negara yang terbelakang , yang ekonominya sekedar pertahanan hidup, menjadi Negara yang cukup kuat untuk mengadapi serangan dari Eropa dan cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan de facto-nya dari kesultanan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! $

!Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1996. Hal. 30.


(36)

! !

Utsmaniyah. Dalam memperkuat Negara, dan khusunya militernya, Muhammad Ali meluncurkan upaya industrialisasi Mesir yang pertama, yang meminjam model dan teknisi Barat. Dengan mengeksploitasi kekuatan baru ini, Muhammad Ali memproyeksikan kekuatan Mesir di luar negeri, yang melibatkan Mesir dalam lima peperangan 1811 sampai 1828. Di dalam negeri, dia berupaya mendisiplinkan penduduk melalui bentuk baru pendidikan dan organisasi social yang akan menyalurkan segenap energy untuk tujuan dinastinya. Dia memperlemah atau mengeliminasi lembaga penengah basis petani dan birokrasi Negara

tersentralisasikan.5

Kelahiran Mesir modern tidak bisa dilepaskan dari Muhammad Ali Pasha (1805 M). ia dikenal sebagai pembawa obor pencerahan. Salah satunya, karena Muhammad Ali melakukan modernisasi hampir di berbagai sektor kehidupan dengan cara melakukan hubungan diplomatic dengan Perancis, terutama dalam bidang kebudayaan.

Modernisasi dilakukan dengan membangun sekolah dan perguruan tinggi yang salah satu misinya adalah pengembangan sumber daya manusia. Sebab itu, Muhammad Ali Pasha mencanangkan, pendirian sekolah kedokteran, teknik, kemiliteran, music, agrobisnis, penerbitan, desain grafis dan menggagas tentang pengiriman sejumalah pelajar ke Eropa.

Untuk bersaing dengan Negara-negara lainnya, Kairo harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggalakkan pendidikan modern

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! %

!!John L, Esposito. Dunia Islam Modern, terj, Eva Y.N., Bandung, Mizan, 2001, Hal. 229!


(37)

! !

"(!

yang memungkinkan generasi muda Mesir mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengisi pembangunan. Kairo dijadikan sebagai lanskap

dari proyek modernisasi tersebut.6

C. Pengiriman Muhammad Tantawi Sebagai Imam Tentara Ke Perancis

Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi turut memainkan peranan.

Al-Tahtawi dilahirkan pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan. Ia berasal dari keluarga berekonomi lemah. Dimasa kecilnya Al-Tahtawi terpaksa belajar dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun ia berkesempatan untuk belajar di Al-Azhar Kairo. Setelah menyelesaikan studinya ia mengajar disana selama 2 tahun, kemudian diangkat menjadi imam mahasiswa yang belajar dan dikirim oleh Muhammad Ali Pasya ke Paris.

Keikutsertaannya dalam rombongan pengiriman pelajar-pelajar Mesir ke Perancis merupakan titik penting yang dilalui Tahtawi dalam fase hidupnya. Pada fase ini Tahtawi mulai bersentuhan dengan dunia baru yang tidak pernah ia rasakan ketika berada di Mesir. Walaupun mungkin persentuhan secara intelektual dengan dunia modern dalam pengertian sempit sudah ia dapatkan, ketika ia banyak belajar dan berkomunikasi

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! &

!Zuhairi Misrawi. Al-Azhar menara ilmu, reformasi, dan kiblat keulamaan. Jakarta, Kompas, 2010.


(38)

! !

dengan Syekh Hasan al-Athar, yang menjadi salah seorang gurunya di Al-Azhar. Dimana ketika itu ia mulai diperkenalkan dengan ilmu-ilmu modern.

Rombongan pelajar yang dikirim oleh Muhammad Ali pada tahun 1826 berjumlah 41 orang orang pelajar. Namun setelah fase itu jumlah tersebut bertambah hingga mencapai jumlah 114 orang. Bidang keilmuan yang dipelajari meliputi banyak hal di antaranya : administrasi perang, administrasi pemerintahan, politik, ilmu statistic, mekanik perang, kimia, kedokteran, ilmu kelautan, seni tulis dan bangunan, pertanian, pertambangan, sejarah alam, terjemah dan lain-lainnya. Utusan ini diharapkan nantinya bisa memberikan kontribusi dalam membangun dan memajukan Mesir pada periode berikutnya.

Pada mulanya, Tahtawi tidak masuk dalam list rombongan yang akan diberangkatkan ke Perancis. Namun berkat usulan dan rekomendasi Syeikh Hasan al-Athar. Ia diikutsertakan sebagai salah satu dari anggota rombongan dengan ditemani dua orang ulama dari Al-Azhar. Ia menerima misi tersebut, bahkan ia bertekad untuk belajar seperti pelajar lainnya, disamping menjalankan tugasnya sebagai penasehat keagamaan dan imam shalat. Hal itu bukan berati tanpa kendala, orang tua (ibunya) tidak mau memberikan pernyataan setuju dengan keberangkatannya ke Perancis.

Akhirnya pada tanggal 24 April 1826, rombongan pelajar Mesir berangkat menuju Perancis dengan menggunakan kapal perang Perancis “ La Truite’ dari pelabuhan Alexandria. Pada tanggal 17 Mei 1826 rombongan pelajar merapat di pelabuhan Mersaille, salah satu kota


(39)

! !

#*!

pelabuhan di perancis. Seperti telah diputuskan sebelumnya, bahwa Tahtawi bertekad untuk belajar selain menjalankan tugasnya sebagai penasehat keagamaan dan imam shalat. Setibanya di Paris ia mempelajari bahasa Perancis, sebagai dasar untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Tahtawi lebih tertarik bahasa tersebut dari sisi bagaimana memahami arti kata atau ungkapan, ketimbang mempelajari cara pengucapan atau dialek bahasa Perancis. Menurut Tahtawi memahami bahasa Perancis yang ia lakukan bukan dalam konteks menjadikan dirinya seorang yang piawai bicara dan bercakap-cakap dalam bahasa Perancis dengan fasih. Akan tetapi ia ingin mentransfer ilmu pengetahuan yang ada ke dalam bahasa Arab melalui cara terjemah.

Dalam masa tugasnya ia memanfaatkan waktunya untuk belajar dan membina pengalaman sebanyak-banyaknya. Ia mendapat banyak kesan selama ia berada di Paris sehingga kesan yang didapatnya, ia

tuangkan dalam sebuah buku Takhlis Al-Ibriz Fi Talkhis Bariz. Buku itu

mengisahkan pengalaman ia selama berada di Paris dan juga berisi seputar kehidupan dan kemajuan eropa yang dilihatnya selama di Paris. Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang posisi yang menentukan dalam pendidikan.


(40)

! !

Wanita yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang

berhasil.7

Bagi Al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya

adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.8

Dalam proses belajar mengajar, Al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik. Dengan demikian, dipahami bahwa Al-Tahtawi sangat memperhatikan metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.

Tahtawi merupakan sosok yang penting bagi modernisasi Al-Azhar, karena ia telah membuka jalan bagi orang-orang Al-Azhar untuk belajar di Barat. Kendatipun demikian, ia tidak kehilangan identitasnya sebagai seorang ulama yang menjaga tradisi. Ia gunakan pengalaman di Barat sebagai kesempatan untuk memperkaya wawasan dan pengalaman, sehingga semua itu bermanfaat bagi di karena ia telah memulai pentingnya

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! '

!Abdul Sani. Lintasan Sejarah Pemikiran-Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1998. Hal, 88

(


(41)

! !

#"!

trobosan baru dalam modernisasi pendidikan, spirit kebangsaan, dan keterbukaan dalam melihat Barat. Sejak masa Tahtawi, Al-Azhar relatif

mampu mengatasi problem psikologis antara Islam dan Barat.9

Setelah Al-Azhar mengalami kemunduran, catatan penting yang diambil dari sub bab diatas adalah pada saat dipilihnya Muhammad Ali sebagai Gubernur Mesir. Penguasa baru mesir yang energetic berupaya mengubah Negara yang terbelakang yang berpenduduk kira-kira dua juta jiwa, yang ekonominya sekedar pertahanan hidup. menjadi Negara yang cukup kuat untuk menghadapi serangan selanjutnya dari Eropa dan cukup kuat mempertahankan kemerdekaan de facto-nya dari kesultanan Utsmaniyah. Dalam memperkuat Negara, dan khususnya militernya, Muhammad Ali meluncurkan upaya industrialisasi mesir yang pertama, yang meminjam model dan teknisi barat. Pembaharuan yang di bawa Muhammad Ali diantaranya adalah melakukan pembenahan di bidang politik, Muhammad Ali juga membuat lompatan-lompatan baru dalam pembangunan Negara. kesadaran yang tinggi akan arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan sebuah bangsa. Ia sadar bahwa usaha untuk mengadakan pembaharuan tradisi pendidikan di Mesir, sebagaimana

yang terjadi di lembaga pendidikan Kuttab dan al-Azhar tidaklah mudah.

Karena kuatnya tradisi dalam mempertahankan keberadaan lembaga pendidikan tersebut. Langkah yang dilakukannya adalah mengadakan pembaharuan pendidikan dengan sistem sekoah modern. Hasilnya mengalami kemajuan, Mesir mulai mengenal dualisme dalam sistem

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! )

! ?>,;161! @186;413! !"#!$%&'( )*+&'&( ,")-.( '*/0')&1,.( 2&+( 3,4"&5( 3*-"&)&&+6(


(42)

! !

pendidikan. Yaitu, pendidikan di Masjid dan Kuttab yang secara tradisional sebagai pendidikan agama dan pendidikan umum yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.

Muhammad Ali membawa pengaruh yang besar dalam menjadikan Mesir sebagai negara Modern dan memajukan pendidikan di Universitas al-Azhar. Gerakan pembaharuannya tersebut telah memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam.


(43)

!

BAB IV

MODERNISASI PENDIDIKAN DI AL-AZHAR MESIR

A.

Pengaruh Pendidikan Barat Di Al–Azhar

Sumbangan yang luar biasa, baik berupa lembaga maupun tokoh, bagi warisan intelektual dalam peradaban dunia telah diberikan oleh Islam. Namun, setelah priode klasik, baik Timur maupun Barat, cenderung mengabaikan prestasi mereka. Para ilmuan Kristen mereguk keuntungan filsafat yang disediakan para ilmuwan Islam. Masyarakat Islam melanjutkan kegiatan masa-masa awal (bangsa Yunanai) sehingga kita mengenal kemajuan peradaban itu. Islam mewujudkan dirinya sendiri dalam sebuah buku tradisi untuk membimbing perilaku manusia melalui prinsip-prinsip keadilan hukum yang melindungi hak-hak pribadi dan masyarakat.

Sementara menyebutkan madrasah dan masjid-masjid yang besar abad ke-11 dan ke-12 sebagai universitas, lembaga-lembaga itu sebetulnya tidak sebanding dengan universitas abad pertengahan. Pada intinya, masyarakat Islam tidak pernah mengembangkan lembaga universitas yang didasarkan pada masyarakat ilmuwan yang bergabung bersama dalam bentuk formal, yang didekasikan khusus untuk pengajaran dan dunia keilmuan.


(44)

! !

Meski Barat tidak dapat melihat dengan jelas bahwa bentuk dan struktur akademik dan universitas di Barat berasal dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam. Tetapi, warisan yang diterima dari Islam jauh lebih penting dari sekedar gudang pengetahuan dan sebuah jembatan yang menghubungkan pendidikan masa kuno dan modern. Pembaharuan terhadap tradisi intelektualisme dan pendidikan Islam bukannya tidak pernah dilakukan, bahkan sejak awal abad ke 19 berbagai negara Islam telah melakukan pembaharuan pendidikannya. Modernisasi Al-Azhar, sebagai sampel lembaga pendidikan ilmu-ilmu keislaman, sekalipun telah diupayakan semenjak abad ke-19, dapat dikatakan tak berubah dalam posisi intelektual-spiritualnya%!Pola pendidikan di Barat, pada dasarnya sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.

Penguasaan tersebut harus dicapai melalui proses pendidikan. Untuk itu harus meniru pola pendidikan yang dikembangkan oleh dunia Barat, sebagaimana dulu dunia Barat pernah meniru dan mengembangkan system pendidikan dunia Islam. Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat. Di samping itu, pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama perancis


(45)

"&! !

untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negeri Islam.

Ekspedisi Napoleon ke Mesir membawa perubahan signifikan bagi perkembangan bangsa Mesir, terutama yang menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan di sana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Perancis banyak memberikan inspirasi bagi tokoh-tokoh Mesir untuk melakukan perubahan secara mendasar sistem dan kurikulum pendidikan yang sebelunya dilakukan secara konvesional.

Namun, efek pembaharuan pada Al-Azhar baru dirasakan dalam lapangan reorganisasi, system ujian, dan pengenalan pokok-pokok kajian baru, dan tidak dalam kandungan ilmu-ilmu Islam seperti teologi dan filsafat. Sebagai contoh di Mesir terdapat tokoh semcam Rifa'ah al-Tahtawi, Muhammad Abduh dalam posisi sebagai anggota Majelis Tinggi Al-Azhar pernah menggagas pembaharuan Al-Azhar dengan memasukkan mata kuliah matematika, aljabar, ilmu ukur dan ilmu bumi ke dalam kurikulum.

B. Dampak Perkembangan Al-Azhar Yang Berkaitan Dengan Dunia Barat

Pembaharuan dan modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandria, Mesir pada tanggal 2 Juli 1798 M. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napolen Bonaparte menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India, yang pada waktu itu dibawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napolen ke Mesir tidak hanya


(46)

! !

dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh orang diantaranya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani, peralatan eksperimen (seperti: teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya), serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan lembaga riset bernama Institut di Egypte, pembangunan yang mengenalkan ilmu pengetahuan modern terhadap Mesir dan mengenalkan sejarah Mesir pada Eropa modern melalui karya yang mereka tulis. Ilmu-ilmu yang terdiri dari empat element, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan politik, serta ilmu sastra dan kesenian. Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir.Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuwan (ulama’) Islam.

Ini adalah moment pertama kali ilmuwan Islam kontak langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti.Baginya perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan karena Islam diungkapkan dalam berbagai bahasa dunia.untuk memenuhi kebutuhan ekspedisinya, Napoleon berusaha keras mengenalkan teknologi dan pemikiran modern kepada Mesir serta menggali Sumber Daya Manusia (SDM) Mesir dengan cara mengalihkan budaya tinggi Perancis kepada masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang tidak lama, banyak diantara cendekiawan Mesir belajar tentang perpajakan, pertanian, kesehatan, administrasi, dan arkeologi.

Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran Islam sebagaimana nampak pada pada masa sebelumnya,


(47)

"(! !

dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa membawa dampak kepada pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Al-Azhar.

C. Tokoh-tokoh Yang Berperan Penting Dalam Pembaharuan Di Al-Azhar

1. Muhammad Abduh :

Muhammad Abduh adalah tokoh pembaharuan paruh kedua abad XIX.Beliau lahir dan besar dilingkungan pedesaan dalam keluarga bukan pendidik yang memegang teguh ajaran agama.Muhammad Abduh lahir pada tahun 1848 M/ 1265 H di sebuah desa di Propinsi Gharbiyah Mesir Hilir.Ayahnya bernama Muhammad Abduh ibn Hasan Khairullah, lahir di lingkungan keluarga petani yang hidup sederhana, taat dan cinta ilmu pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Mahallaj Nashr. Situasi politik yang tidak stabil menyebabkan orang tuanya berpindah-pindah, dan kembali ke Mahallaj Nashr setelah situasi politik mengizinkan.

Masa pendidikannya dimulai dengan pelajaran dasar membaca dan menulis yang didapatkannya dari orang tuanya.Kemudian sebagai pelajaran lanjutan beliau belajar Al Qur’an pada seorang hafiz.Dalam masa waktu dua tahun, beliau telah menjadi seorang hafiz.Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di Thanta, sebuah lembaga pendidikan Masjid Ahmadi.

Ia belajar kepada Syaikh Ahmad di Thantha pada tahun 1862. Dan pada tahun 1866 ia meneruskan pendidikannya di Al-Azhar. Di sini


(48)

! !

iaberjumpa dengan Jamaluddin al-Afghani kali pertama dan menjadi muridnya pada tahun 1871 sewaktu menetap di Mesir.

Pada tahun 1877 ia berhasil menyelesaikan studinya di Al-Azhar dengan mendapatkan gelar ‘alim dan mengajar di sana. Tidak lama kemudian ia bersama-sama dengan gurunya diusir dari Mesir karena kasus politik. Pada tahun 1880 ia kembali lagi ke Mesir dan diangkat menjadi redaktur Waqa’iul Mishriyyah, surat kabar resmi pemerintah Mesir. Kariernya terus menanjak, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Majlis al-‘Ala Al-Azhar pada tahun 1894. Pada saat inilah ia banyak melakukan perombakan dan perbaikan secara mendasar terhadap Al-Azhar menjadi Universitas.

Menurutnya, umat Islam mengalami problem autentisitas Islam yang dianutnya.Hal ini menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran.Islam yang dianut umat bukanlah Islam yang sebenarnya.Untuk meraih kejayaannya kembali harus ada kesadaran untuk kembali kepada Islam sejati, Islam era klasik.Disamping juga melakukan gerakan pembaharuan dan modernisasi dalam berbagai hal termasuk pendidikan.

Dari Muhammad Ali Pasya, Muhammad Abduh mendapat warisan pendidikan yang timpang, yaitu adanya dua tipe pendidikan. Dua tipe pendidikan tersebut adalah:

a. Sekolah-sekolah agama, dengan Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan yang tinggi.


(49)

#*! !

b. Sekolah-sekolah modern.

Kedua tipe tersebut tidak tidak punya hubungan antara satu dengan lainnya, masing- masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikannya.Sekolah-sekolah agama berjalan di atas garis tradisional baik dalam kurikulum maupun metode pengajaran yang diterapkan. Ilmu Barat tidak diberikan di sekolah-sekolah agama (madrasah), dengan demikian pendidikan agama kala itu tidak mementingkan perkembangan intelektual, padahal Islam mengajarkan untuk mengembangkan aspek jiwa tersebut sejajar dengan perkembangan jiwa yang lain.

Sosok Muhammad Abduh melihat segi-segi negatif dari kedua bentuk corak pendidikan tersebut. Beliau memandang bahwa pendidikan dengan tipe pertama tidak dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan juga, menyebabkan ummat Islam akan tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan pemikiran kedua justru adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan moral yang akan tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap. Dari sanalah Muhammad Abduh melihat pentingya mengadakan perbaikan di dua instansi tersebut, sehingga jurang yang lebar bisa di persempit.

Dia juga mengatakan, umat Islam harus dinamis.Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern.Kemajuan Islam sebagaimana yang pernah dicapai pada masa-masa keemasannya adalah karena mementingkan pengetahuan.


(50)

! !

Situasi yang demikian melahirkan pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pemikiran formal dan nonformal.Dalam bidang pendidikan formal tujuannya yang utama adalah menghapuskan dualisme pendidikan yang tampak dengan adanya dua tipe pendidikan seperti di atas. Untuk itu, beliau bertolak dari tujuan pendidikan yang dirumuskan sebagai berikut:

a. Mendidik akal dan jiwa dan menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang mencapai kebahagian hidup dunia dan akhirat,

b. Juga mementingkan pendidikan spiritual agar lahir generasi yang mampu berpikir dan punya akhlak yang mulia serta jiwa yang bersih.

Menurut pandangan beliau, pendidikan itu penting sekali, sedangkan ilmu pengetahuan itu wajib dipelajari.Sehingga beliau selalu memikirkan bagaimana alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapi sekolah agamanya di Mesir, yakni di Al-Azhar.Abduh berpendapat bahwa pendidikan yang diamatinya cenderung menghasilkan lulusan dan masyarakat yang jumud, tidak transparan, statis, tidak ada perubahan.Hanya dengan meningkatkan mutu pendidikan Islam dan mengemukakan kembali ajaran-ajaran dasar Islam dengan bahasa yang jelas dan tegas, dan pengaaruh-pengaruh yang merusak, dapat keluar dan lenyap.

Adapun kurikulum-kurikulum yang disusun oleh muhammad abduh, yaitu:


(51)

#,! !

Kurikulum Perguruan Tinggi Al-Azhar disesuaikannya dengan kebutuhan masyarakat pada masa itu.Dalam hal ini, beliau memasukkan filsafat, logika dan ilmu peengetahuan modern ke dalam kurikulum Al-Azhar.Upaya ini dilakukan agar output-nya dapat menjadi ulama modern.

Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di Al-Azhar. Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan sebaliknya, dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan ulama dan ahli modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern.

Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern sebagai syarat menguasai IPTEK guna kelangsungan pembangunan Islam ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat pendidikan agama sebagai bekal tuntunan dan perbaikan moralitas ummat, di sekolah-sekolah pemerintah, paling tidak akan bisa melahirkan para ilmuan yang tidak kosong akan ilmu pengetahuah agama, dan juga akan terwujud ulama-ulama yang tidak buta akan ilmu pengetahuan umum, sehingga para lulusan Sekolah Pemerintah maupun Al-Azhar tidak lagi parsial dalam memahami ilmu.1

b. Tingkat Sekolah Dasar

Beliau beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak masa kanak-kanak.Oleh karena !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


(52)

! !

itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran.

Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama (Islam) merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, rakyat Mesir akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.

c. Tingkat Atas

Upaya yang dilakukan Muhammad Abduh adalah dengan mendirikan Sekolah Menengah Pemerintah untuk menghasilkan ahli dalam berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan dan sebagainya.Melalui lembaga ini, beliau merasa perlu untuk memasukkan beberapa materi, khususnya pendidikan agama.Sejarah Islam dan kebudayaan Islam.Di madrasah yang berada di bawah naungan Al-Azhar, Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah dan Tauhid.

Dalam metode pengajaran ia pun membawa cara baru dalam dunia pendidikan saat itu, ia mengkritik dengan tajam penerapan metode hafalan tanpa pengertian yang dipraktekan terutama di sekolah agama. Dari apa yng dipraktekannya ketika mengajar di Al-Azhar terlihat bahwa ia menerapkan metode diskusi untuk memberikan pengertian yang mendalam pada muridnya. Dan ia memperingatkan kepada para pendidik untuk tidak menggunakan metode menghafal


(53)

##! !

dalam mengajar karena itu hanya akan merusak daya nalar anak. Pemikirannya yang lain adalah tentang pendidikan wanita. Menurutnya, wanita haruslah mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Bagi nya yang harus diperjuangkan dalam suatu sistem pendidikan adalah pendidikan yang fungsional, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan.Semuanya harus punya dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan pendidikan agama.2

2. Rasyid Ridha :

Rasyid Ridha adalah nama populernya, adapun nama lengkapnya adalah Muhammad rasyid bin ali ridha bin Muhammad syama al bin al-kalamuny. Ia hidup dalam keluarga dan lingkungan yang mengutamakan ilmu pengetahuan.Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam.Oleh karena itu, peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam.Hal ini relevan dengan pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk kemajuan mereka.Beliau juga berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.3

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ,

!!-./0123!456.7%!!"#$%$&'(")*+*+,$)'-./$0'1")"/2.2%+3"#$,!"#$%$&4%$'5$.2/2//$&'

!$06$+'-)*7)".+$88.9.7:.3!;<=>.=.3!,**'!

"

! ! ?7.! @3! A.B5C10%!!"#$%$&' !7.+$/' 900$:' -./$0' ;$<+$)' =":+<$%! 8.9.7:.3! DE! F.G.H7.I5=CJ!D<70.C.3!+)))%!K.2%!+*$%!


(54)

! !

Dalam bidang pendidikan ia mengadakan perubahan-perubahan dengan melakukan penambahan materi-materi pengetahuan pendidikan teknologi Barat agar umat Islam mampu menggunakan teknologi. Bahkan ia menyatakan pembangunan sarana pendidikan lebih baik dari pada pembangunan mesjid. Menurutnya mesjid tidak besar nilainya apabila mereka yang shalat didalamnya hanya orang-orang bodoh. Akan tetapi dengan membangun sarana pendidikan akan dapat menghapuskan kebodohan. Dengan begitu, pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik.

Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun sekolah misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader

Muballig yang tangguh, sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912 di Kairo dengan nama

Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad .Dalam lembaga tersebut Ridha

memadukan antara kurikulum Barat dan kurikulum yang biasa diberikan madrasah tradisional.

3. Jamaluddin al-Afghani

Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afghani bin Safdar, lahir di As’adabad dekat Qanar didaerah Kabul Afghanistan tahun 1839 M. ditinjau dari silsilahnya al-Afghani berasal dari keturunan bangsa arab karena nenek moyangnya berasal dari dari seorang perawi hadist yang termasyur yaitu al-Tirmidzi.


(55)

#&! !

Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan suatu bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala berpusat di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian, industri, dan perdagangan, yang menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat menurutnya merupakan ilmu yang laping teratas kedudukannya di antara ilmu-ilmu yang lain.

Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang universal.Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-laki dan perempuan.Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di luar jika situasi menginginkan.

Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan.Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.

4. Taha Husain

Taha Husain, juga berasal dari keluarga petani dan di masa kecil mendapat penyakit yang membuat ia kehilangan penglihatan untuk selamanya. Setelah selesai dari madrasah di desa ia dikirim ke Al-Azhar untuk meneruskan pelajaran. Di sini ia bertemu dengan ide-ide Muhammad Abduh dan murid-muridnya, terutama Lutfi al Sayyid. Selanjutnya ia belajar bahasa Prancis, mengikuti kuliah-kuliah di


(56)

! !

Universitas Kairo dan kemudian pergi ke Paris. Di sana ia belajar empat tahun dan kawin dengan putri Prancis. Sekembalinya di Kairo di tahun 1919, ia bekerja sebagai dosen di Universitas Kairo dan Universitas Alexandria. Sungguh-pun kehilangan penglihatan, ia pernah menjadi Menteri Pendidikan Mesir di tahun lima puluhan.

Ia banyak mengarang, terutama dalam bidang sastra Arab. Ia berpendapat bahwa sebagian besar dari sastra Arab Jahiliah seperti yang terdapat dalam buku-buku, bukanlah sebenarnya sastra Arab Jahiliah, tetapi karangan-karangan yang timbul di zaman sesudah Islam. Hanya sebagian kecil dari apa yang disebut sastra Jahiliah itu benar-benar otentik. Karangan-karangan yang tidak asli itu timbul dan dikatakan berasal dari penyair-penyair kenamaan di zaman Jahiliah, untuk keperluan politik, dan untuk memperkuat argument-argumen yang dikemukakan oleh ahli tata bahasa Arab, para teologi, ahli haadis dan ahli tafsir. Pendapat ini ia uraikan dalam buku Fi al-Adab al-Jahili, di tahun 1925.

Taha Husain mendapat kritik dan tantangan keras, karena ide itu menghancurkan dasar keyakinan pada keorisinalan syair Jahiliah, dan kalau diterapkan pada hal-hal yang langsung bersangkutan dengan soal agama, akan merusak keyakinan orang terhadap Islam. Tidak mengherankan kalau Rasyid Rida menganggap ide itu telah membuat Taha Husain keluar dari Islam dan akan mempunyai efek yang negative terhadap mahasiswa-mahasiswa Mesir. Kalangan-kalangan di Universitas Kairo menuntut supaya Taha Husain dikeluarkan, dan untuk mengatasi kehebohan yang timbul buku itu akhirnya disita. Pengarangnya sendiri


(57)

#(! !

dibawa ke depan pengadilan. Sekarang, telah puluhan tahun lewat dan pemikiran umat Islam telah lebih liberal.

Taha Husain ingin supaya Mesir maju dan modernseperti Eropa.Ia berpendapat bahwa untuk itu Mesir mesti mengikuti jejak Eropa.Dan soal ini mudah bagi Mesir, karena Mesir pada hakikatnya bukanlah Negara Timur, tetapi bagian dari Negara Barat.Mesir adalah bagian dari Barat, karena peradabannya adalah peradaban yang didasarkan atas falsafat Yunani dan sistemnya di dunia ada dua peradaban, peradaban Barat dan peradaban Timur.Meski tidak termasuk dalam peradaban yang berasal dari Timur.Muhammad Ali dengan membawa ide-ide dan teknik modern ke Mesir, telah memperkuat lagi ikatan yang ada antara Mesir dan Eropa.

Dunia Barat maju, karena mereka di sana telah sanggup melepaskan peradaban dari ikatan agama mereka. Karena peradaban itu tidak didasarkan atas agama Kristen, bahkan terlepas darinya, maka umat Islam akan mudah dapat mengambil peradaban Barat modern dan membawanya ke dunia Islam. Sebelumnya umat Islam juga telah memasukkan unsur-unsur Yunani dan Persia ke dalam Islam. Dengan mengambil peradaban Barat tanpa agamanya, umat Islam akan dapat menuju kemajuan dan kehidupan modern.

Taha Husain juga menganut paham nasionalisme Mesir. Dalam kesatuan nasional ini ia melihat Islam mempunyai peranan penting. Oleh karena itu ia berpendapat supaya Islam diajarkan di sekolah-sekolah sebagai agama nasional. Tetapi pada saat itu bahasa Arab juga mempunyai kedudukan penting dalam pemikirannya.Bahasa Arab telah menjadi


(58)

! !

bahasa orang Mesir dan Mesir adalah pusat kebudayaan Arab modern.Dari Kairolah kebudayaan baru itu meluas ke dunia Arab lainnya.

Taha Husain, serta murid-murid dan pengikut-pengikut Muhammad Abduh lainnya, tidak melepaskan diri dari ikatan agama, tetapi sebagian, etrutama yang berpendidikan Barat, menerapkan ide guru tentang ajaran dasar dan bukan dasar, secara liberal, sehingga timbullah pendapat-pendapat yang kelihatannya bertentangan dengan Islam. Untuk masa puluhan tahun yang lalu ide-ide itu terlalu baru, dan payah dapat diterima.Untuk masa kini ide-ide itu tidak terlalu baru lagi dan sudah dapat diterima dalam kalangan umat Islam.


(1)

! !

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asal mula Al Azhar adalah berupa mesjid yang dibangun oleh Jauhar Al-Shaqali, seorang panglima perang pada Dinasti Fathimiyah, pada tanggal 24 Jumadil Ula 359 H (970 M). Seiring dengan perkembangan zaman, masjid Al- Azhar adalah merupakan tempat dakwah yang semakin hari semakin besar, sehingga menjadi sebuah lembaga pendidikan. Kondisi semacam itu berlangsung lama sampai pertengahan abad 21. Jadi selama itu pula Al-Azhar yang berupa masjid mempunyai fungsi ganda; sebagai masjid dan pusat kegiatan Islam, dan sebagai lembaga pendidikan. Kedua faktor inilah yang

membuat Al-Azhar selalu melakukan pembaruan yang terus

berkesinambungan.

Pembaruan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan fungsi Al-Azhar sebagai pusat pemurnian pemahaman Ajaran Islam dan diharapkan dapat mencetak kader-kader da’i yang tangguh. Dibentuklah dalam tubuh Al Azhar beberapa jenjang pendidikan, sejak tingkat dasar sampai jenjang akademi. Al-Azhar juga membuka fakultas-fakultas umum yang semuanya dengan sistem terpisah antara putra dan putri. Al-Azhar berkembang semakin besar, sehingga tidak hanya berpusat di Ibukota, Kairo, tapi hampir menyeluruh di setiap propinsi di Mesir dibuka cabang Al-Azhar.


(2)

! !

! !

"$!

Pada masa pemerintahan Muhammad Ali Ini mulai ada usaha untuk mengembalikan kejayaan Mesir. Dalam pandangan Muhammad Ali, satu-satunya cara yang harus ditempuh adalah mengembalikan supremasi pengetahuan yang telah hilang. Dapat ditegaskan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Ali merupakan pengaruh dari penaklukan Napoleon atas Mesir. Napoleon Sangat berjasa besar dalam memperkenalkan secara langsung ilmu pengetahuan Barat kepada dunia Islam, Mesir. Sehingga membangkitkan semangat masyarakat Mesir untuk maju dan meraih kejayaan yang telah hilang. Dan orang yang pertama memulai pembaharuan dan modernisasi, terutama dalam bidang pendidikan, adalah Muhammad Ali.

Dialah“The Founder of Modern Egypt”. Karena menurut Muhammad Ali

pendidikan merupakan variabel utama dan faktor penentu dalam setiap perubahan. Sebuah bangsa tidak mungkin mencapai kebangkitannya bila tidak ditunjang oleh pembangunan di bidang pendidikan yang kuat.

Majunya Mesir pada masa Muhammad Ali Pasha membawa dampak tidak langsung terhadap pendidikan di Al-Azhar. Adapun usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembaharuan adalah:

a. Mengadopsi tata cara dan model pendidikan Barat,

b. Mendatangkan guru dan tenaga ahli Barat, terutama Perancis,

c. Mengirim siswa-siswa ke Barat untuk belajar ilmu pengetahuan

dan teknologi, untuk kemudian dikembangkan di Al-Azhar,

d. Kurikulum Al-Azhar diklasifikasikan dalam dua kelas: bidang


(3)

ilmu-! !

"%!

ilmu modern ke dalam kurikulumnya. Di antaranya memasukkan mata kuliah aljabar, matematika, ilmu ukur dan ilmu bumi.

Usaha-usaha beliau kemudian dilanjutkan oleh para pembaharu Mesir yang mempunyai peran besar dalam mengupayakan modernisasi pendidikan di Al-Azhar selanjutnya, seperti: Rifat al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida. Di tangan tokoh-tokoh inilah Al-Azhar banyak melahirkan tokoh-tokoh handal yang Mampu mempengaruhi gerakan-gerakan modernisasi di seluruh dunia Islam.

B. Saran Dan Kritik

Adapun saran dan kritik hal-hal yang Patut dipikirkan baik oleh Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora dan Perpustakaan Utama adalah: Kritik untuk buku-buku, jurnal, dan Koran-koran yang di Fakultas dan Perpustakaan Utama kurang lengkap dan peletakan buku-bukunya kurang teratur. Sehingga agak susah untuk mencari sumber referensi yang dibutuhkan.

Saran untuk Perpustakaan agar menambah koleksi buku-buku referensi lebih banyak lagi, dan peletakan buku-bukunya agar Lebih teratur. Untuk mendapatkan informasi serta pengetahuan yang lebih lengkap dan otoritatif tentang tokoh-tokoh pembaharuan dan keilmuan dalam Islam. Nampaknya perlu dipikirkan oleh institusi UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas, dan para Sejarawan untuk mengkaji ide-ide yang berhubungan dengan pembaharuan


(4)

! !

! !

"&!

Koran, seminar, workshop atau diskusi panel. Diharapkan dengan seperti itu bisa menambah wawasan serta keilmuan kita terhadap khazanah dan sosok pembaharu Islam yang pernah hidup di dunia Islam saat ini.


(5)

! !

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Al-Bilgrami, Hamid Hasan dan Sayid Ali Asyraf. Konsep Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 1 . Cet. Ke-12, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2003.

Esposito, John, L. Islam dan Pembaharuan terjemah dari Islam in Transition; Muslim Perspectives, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995

______, Dunia Islam Modern, terj, Eva Y.N., Bandung: Mizan, 2001.

Jasin, Anwar. Kerangka Dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Tinjauan Filosofi, 1985.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam terjemah dari a History of Islamic Societes, Jakarta: Rajawali Press, 1999.

Lewis, Bernard. The Arabs in History, Terj. Said Jamhuri, Pedoman ilmu Jaya, 1988.

Misrawi, Zuhairi. Al-Azhar menara ilmu, reformasi, dan kiblat keulamaan Jakarta: Kompas, 2010.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

______, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: Bulan

Bintang, 1974.

Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat. Surabaya: Risalah Gusti, 2003.


(6)

! !

! !

""!

Nata, Abuddin (ed). Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.!

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007

Rahman, Fazlur. Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, terj. Ahsin Mohammad, The University of Chicago, Chicagi: Pustaka, 1985.

Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1998.

Sjadzali, Munawwir . Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Edisi 5. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993.

Stoddard ,L. The New World of Islam. London, 1971.

Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005. $%&'&()*!+,-&.!"#$%&'&(")$*+,+,-&*"./0&1/!0&1&23&4!56'&7!5)73&78*!9:;</! Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2004 . Yunus, Mahmud . Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.