Penyakit Spesifik Dalam Pengobatan terapi

Penyakit Spesifik Dalam Pengobatan
Noviyantika br kaban
102011199 / D-3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat
novinovinay@yahoo.com

Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh micobacterium
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan
oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel. Penyakit biasnya terletak diparu, tetapi mengenai
organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa
terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. Tantangan berat
untuk menemukan terapi yang optimal bagi penyakit yang disebakan oleh mikobakterium
karena adanya AIDS, peningkatan tuberkulosis yang resisten terhadap banyak obat dan pekaobat, dan banyaknya antibiotik baru dengan potensial anti mikroba. Pada makalah ini akan
membahas penanganan pasien tuberkulosis serta obat-obat yang digunakan untuk pengobatan
tuberkulosis.
Pembahasan
Anamesis
Sebelum melakukan pemeriksaan yang melibatkan sesuatu tindakan fisikal terhadap
pasien, dokter haruslah terlebih dahulu melakukan anamnesis. Anamnesis adalah

pengambilan riwayat kesehatan dari seorang pasien yang merupakan informasi yang
diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu, dan pasien dapat memberikan
jawaban yang sesuai. Sekiranya pasien berada di dalam keadaan yang mengakibatkan dia
sukar untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, seorang dokter mampu menggunakan
alloanamnesis, cara menanyakan tertentu kepada orang yang terdekat pada pasien dalam
tujuan untuk mengobati pasien. Anamnesis merupakan suatu proses yang amat penting dalam
mendapatkn diagnosis yang tepat.1

1

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu
kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan kelaianan pada
pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4cm kedalam paru sulit
dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamesis dan pemeriksaan fisis, TB paru
sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks luas. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didaptkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh
penebalan pleura suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik. Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan mearik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas
yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran
darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan ateri pulmonalis(hipertensi pulmonal)
diikuti terjadinya cor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didaptkan tanda-tanda
kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi sianosis, right
ventriculer lift, right atrial gallop, murmur graham stell, bunyi P2 yang mengeras, tekanan
vena jugularis yang meningkat mengenai pleura sering teberntuk efusi pleura. Perkusi
memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit
baru dicurigai denan didaptkannya kelaianan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin yang positif.2
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologis


2

Pemeriksaan ini membutuhkan biaya yg lebih di bandingkan dengan pemeriksaan sputum.
Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau
segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobu bawah (bagian inferior) atau
didaerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal
penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa
bercak-bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan
yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak seperti bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai dengan penciutan
yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran
tuberculosis milier terlihat bercak-bercak halus umumnya tersebar merata pada seluruh
lapang pandang paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tubkulosis paru adalah
penebalan

pleura


(pleuritis),

massa

cairan

di

bagian

bawah

paru

(efusi

pleura/empiema),bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks). Pada
satu dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang
sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotic,klasifikasi kavitas(non sklerotik/sklerotik)
maupun atelektasis emfisema.

Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hasil kadang-kadang meragukan, tidak sensitive juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis
baru dmulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung
jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal. Laju endap darah
mulai turun ke normal lagi.
Sputum
Penting, karena dengan ditemukannnya kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat di
pastikan. Juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas).Tetapi
kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yang tidak batuk
3

atau batuk non produktif. Dalam hal ini pasien dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan dianjurkan melakukan reflex
batuk.
Tes Tuberkulin
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. tuberculose, M.bovis dan Mycobacteria lainnya. Dasar tes tuberculin adalah reaksi

alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen maupun tidak
(Mycobacterium dan BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan
dibentuknya antibody selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan
antibody humoral yang dalam peranannya akan menekankan antibody selular. Bila
pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat
virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody
humoral amat berkurang, maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. Setelah 4872 jam tuberculin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody seluler dan antigen tuberculin.
Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen tuberculin amat
dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody humoral, makin kecil
indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes mantoux ini di bagi
dalam :
1. Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negative = golongan no sensitivity. Di sini
peran antibody humoral masih menonjol;
2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibody humoral masih menonjol;
3. Indurasi 10-5 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran kedua
antibody seimbang;
4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini
peran antibody selular paling menonjol.

Biasanya hamper seluruh pasien tuberculosis memberikan reaksi Mantoux yang positif.
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi
dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
Diagnosis kerja

4

Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat
malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunana berat badan. Berdasarkan CDC,
kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi organism M.tuberculosis yang positif.
Seseorang yang dicurigai TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes
tuberculin mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histology. Tes tuberculin
harus dilakukan pada semua orang yang di curigai menderita TB aktif, namun nilai tes
tersebut dibatasi oleh reaksi negative palsu, khsusnya pada seorang dengan imuno
supreif(missal, TB dengan infeksi HIV). Sangat penting untuk menanyakan orang yang
diduga terkena TB tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus
dipertimbangkan juga factor-faktor demografi (missal negara asal, usia, kelompok etnis atau
ras) dan kondisi kesehatan (misalnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko
seseorang untuk terpajan TB. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis

digolongkan kedalam obat pertama dan baris kedua. Obat anti tuberkulosis baris pertama
adalah yang paling efektif dan dianggap sangat penting untuk tiap regimen terapi jangka
pendek. Dua obat dalam kategori ini adalah isoniazid dan rifampin. Obat anti tuberkulosis
baris kedua secara klinis kurang efektif dan insidensi reaksi obat yang berat juga jauh lebih
tinggi. Obat ini jarang digunakan pada terapi hanya diberikan oleh individu yang
berpengalaman.2
MDR (Multi drug-resistance)
M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap Rifampisin dan INH secara
bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya. Kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid
dan rifampicin secara bersamaan.
XDR (Extensive drug-resistance)
TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu obat golongan fluorkuinolon dan
sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
Total drug resisten ( Total DR ) :
Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dankedua ) yang sudah dipakai saat
ini.Resistensi obat tuberkulosis (TB) adalah masalah keprihatinan besar bagi pengendalian
TB program karena tidak ada obat untuk beberapa TB-MDR (MDR-TB) strain
M. tuberculosis. Ada kekhawatiran bahwa strain ini bisa menyebar ke seluruh
5


dunia, menekankan perlunya langkah-langkah kontrol tambahan, seperti baru diagnostik
metode, obat yang lebih baik untuk pengobatan, dan vaksin yang lebih efektif. MDR-TB,
yang didefinisikan sebagai perlawanan terhadap sedikitnya rifampisin (RIF) dan isoniazid
(INH), adalah sebuah peracikan. Faktor untuk pengendalian penyakit, karena pasien
menyimpan strain MDR M. tuberculosis perlu dimasukkan ke dalam rejimen pengobatan
alternatif yang melibatkan obat lini kedua yang lebih mahal, lebih toksik, dan kurang efektif.
Selain

itu,

masalah

luas

resistan

terhadap

obat


(XDR)

strain

baru-baru

ini

telah diperkenalkan. Strain ini, selain menjadi MDR, awalnya didefinisikan sebagai
memiliki ketahanan untuk setidaknya tiga dari enam kelas utama dari obat lini kedua
(aminoglikosida,
paraaminosalicylic

polipeptida,
acid).

fluoroquinolones,

Baru-baru


ini,

thioamides,

pada

cycloserine,

dan

konsultasi

dari

pertemuan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) global Satuan Tugas XDR-TB, yang diselenggarakan di
Jenewa, definisi kasus laboratorium revisi disepakati: "XDR-TB adalah TB menunjukkan
resistan terhadap sedikitnya rifampisin dan isoniazid, yang merupakan definisi MDR-TB,
di

samping

fluorokuinolon

apapun,

dan

setidaknya

1

dari

3

suntik

berikut

obat yang digunakan dalam pengobatan anti-TB:. kapreomisin, kanamisin dan amikasin.
XDR-TB sekarangmerupakan ancaman yang muncul untuk kontrol penyakit dan penyebaran
lebih lanjut dari obat resistensi, terutama pada pasien yang terinfeksi HIV, seperti baru-baru
ini dilaporkan. Untuk alasan ini, deteksi cepat resistensi obat untuk kedua pertama dan
secondline obat anti-TB telah menjadi komponen kunci dari program pengendalian TB.3
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu di antara lebih dari 30 anggota
genus Mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun banyak yang tidak tergolongkan.
Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M.bovis, kuman ini menyebabkan
tuberculosis. M.leprae meruapakan agen penyebab penyakit lepra. M.avium dan sejumlah
spesies mikobakterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit biasaa terdapat pada
manusia. Sebagian besar mikobakterium tidak pathogen pada manusia, dan banyak yang
mudah diisolasi dari sumber lingkungan. Mikobakterium dibedakan dari lipid permukaannya,
yang membuatnya tahan-asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkandengan alcohol
asam setelah diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau deterjen biasanya diperlukan
untuk menyempurnakan pewarnaan primer. Yang penting untuk dipahamii pada pathogenesis
tuberculosis adalah mengenali bahawa M.tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif.
Permukaan lipid pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut-air
6

merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkanefeknya melalui kerja primernya
pada makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida
dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki
epitope yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk
tuberculosis dan merupakan determinan yang penting pada pathogenesis penyakit.2
Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan
tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian
yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini
masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan ini
adalah “consumption”. Saat itu, masih dianut paham bahwa penularan TB adalah melalui
kebiasaan meludah di sembarang tempat dan ditularkan melalui debu dan lalat. Hingga tahun
1960, paham ini masih dianut di Indonesia.
Di negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka kesakitan maupun angka
kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di Amerika Utara, saat awal orang Eropa
berbondong-bondong bermigrasi ke sana, kematian akibat TB pada tahun 180 sebesar 650 per
100.000 penduduk, tahun 186o turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun 1900
menjadi 210 per 100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi inenjadi 100 per 100.000
penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk per
tahun. Angka kematian karena tuberkulosis di Amerika Serikat pada tahun 1976 telah turun
menjadi 1,4 per 100.000 penduduk.4
Patofisiologi
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinka keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembapan. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel terinfeksi ini terisap ileh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian barumakrofag.
7

Kebanyakan partikel ini akan mati dan dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap dijaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia
kecil dan di sebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena
dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tuluang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang
primer akan timbl peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local), dan juga
diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local
+ limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :Sembuh sama sekali tanpa
meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi; Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
berupa garis-garis fibrotic, klasifikasi hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang
luasnya > 5 mm dan kurang lebih 10 % di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi kuman yang
dormant; Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus
c. Secara limfogen ke organ-organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis sekunder). TB sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS, gagal ginjal. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas
paru(bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru.
Manifestasi Klinis

8

Keluhan yang dirasakan pasien tuberku-losis dapat bermacam-macamatau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
yang terbanyak adalah :
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbulkembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini masih dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadinya gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/
melepaskan napasnya.
Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.2

9

Penatalaksanaan medika mentosa
Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalamjangka waktu lama. Obatobat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang
yang sudah terjangkit infeksi. CDC (2000a) melaporkan bahwa perhatian baru dipusatkan
pada pentingnya infeksi laten TB sebagai sesuatu yang penting dalam mengontrol dan
menghilangkan TB di Amerika Serikat.
The American Thoracic Society (ATS) (2000) menekankan tiga prinsip dalm
pengobatan TB yang berdasarkan pada: (1) regimen harus termasuk obat-obat multipel yang
sensitif erhadap mikroorganisme, (2) obat-obatan harus diminum secara teratur, dan (3) terapi
obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang
paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan
ATS mempublikasikan petunjuk naru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu:
1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat (INH)),
rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH
dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi
awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan. Etambutol
(atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya)
seharusnya termasuk dalam regimen awal himgga terdapat hasil studi kerentanan obat
(yaitu, kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien
belum pernah mendapat pengobatan dengan anti TB, tidak berasal dari negara dengan
prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus
resistensi obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila
oraganisme yang menginfeksi tersebut resisten tehadap INH.
2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak
bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda
harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal
hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat
resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus
diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan.
3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama.
4. TB resistensi banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit
untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi
kerentanan.
10

5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid
untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB
aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit
kemungkinan resitensi obat.4

DOTS (directly observed treatment, short-course)
Dot ialah strategi program pemberantasan TB yang direkomendasikan oleh WHO
untuk memastikan mencapai hasil penyembuhan pasien TB yang tinggi. Strategi observasi
langsung pada program ini maksutnya satu pengawas makan obat (PMO) melihat pasien
menelan obat anti TB yang diberikan. Hal ini menjamin bahwa pasien menelan obat yang
benar, dosis benar, dan pada interval waktu yang benar. Karena semua pasien diobati dengan
regimen jangka pendek (short course) maka DOTS merupakan strategi yanh dianjurkan,
kecuali terdapat kontraindikasi untuk rifampisin.5
Obat antituberkulosis baris pertama
Isoniasid mungkin obat ini adalah obat antituberkulosis terbaik yang ada sekarang,
isoniazid harus tercakup pada semua regimentuberkulosis kecuali organismennya resisten.
Obat ini tidak mahal, mudah disintesis dan ada diseluruh dunia, sangat selektif untuk
mikrobakterium, dan ditoleransi baik dengan hanya 5% pasien yang memperlihatkan efek
yang merugikan. Di Amerika serikat biasanya diberikan dalam kombinasi dengan rifampin.
Mekanisme kerja isoniazid adalah hidrizida dari asam isonikotinat, suatu molekul kecil yang
larut dalam air yang mudah menembus sel. Cara kerjanya adalah dengan menghambat
sintesis dinding sel asam mikolat pada tempat tertentu. Isoniazid bersifat bakteriostatik
terhadap basilus yang sedang tidak berkembang biak bersifat bakterisid terhadap organisme
yang sedang cepat berkembang baik, baik intrasel maupun ekstrasel. Farmakologi sedian oral
maupun intramuskular mudah diserap; dosis oral 300 mg mengahsilkan kadar puncak ddalm
serum yang biasanyaberkisar antara 3 hingga 5. Isoniazid berdifusi dengan baik diseluruh
tubuh dan memberikan kadar terapi dalam serum, cairan serebrospinal (CSS) dan jaringan
yang terinfeksi, termasuk granuloma kaseosa. Isoniazid dimetabolisis dihati melalui asetilasi
dan hidrolisis, dengan metabolit yang dikeluarkan diurin. Dosis harian yang biasa digunakan
untuk tuberkulosis adalah 5mg/kg untuk orang dewasa dan 10hingga 20 mg/kg untuk anak,
sampai dosis harian maksimum 300 mg baik untuk anak maupun orang dewasa. Bahkan pada
gagal ginjal yang sedang sampai berat, jarang diperlukan penurunan dosis dewasa hingga
11

dibawah 200mg/hari. Efek samping, dua efek samping isoniazid yang terpenting adalah
hepatotoksisitas dan neuropati perifer. Rifampin, merupakan

antituberkulosis kedua

terpenting dengan kemampuan melawan M tuberkulosis sebanding dengan isoniazid.
Rifampin juga aktif terhadap organisme lain secara luas, antara lain bakteri gram positif dan
gram negatif. Rifampin merupakan antibiotik makrosiklik kompleks yang larut lemakyang
diserap cepat baik secara oral maupun intervena. Kadarnya dalam serum sebesar 10 hingga
20 ml tercapai setelah dosis oral standar 600mg. Mekanisme kerja, rifampin memiliki efek
bakterisidal intraseeluler dan esktraseluler. Obat ini menghambat sintesis RNA dengan
mengikat dan menghambat RNA polimerase tergantung DNA secara spesifik. Strain M
tuberkulosis ataupun M kansasi dan M marinum yang rentan dihambat dengan kadar 1 mu
atau kurang. Efek samping, walaupun obat ini ditoleransi baik, pasien penyakit hati kronik ,
terutama alkoholisme dan usia tua, tampaknya beresiko tinggi untuk reaksi efek samping obat
yang paling sering terjadi, yaitu hepatotoksik. Resistensi rifampin terjadi akibat mutasi
spontan yang diuga mempengaruhi pengangkutan dinding sel (resistensi tingkat rendah)
maupun polimerase RNA (resistensi tingkat tinggi)
Obat antituberkulosis baris kedua
Obat antituberkulosis baris kedua digunakan untuk tuberkulosis yang resiten obat
maupun bila obat tambahan baris pertama tidak tersedia. Pentingnya obat baris kedua dibahas
dibawah. Etionamid merupakan derivat asam isonikotinat lain(sebagaimana isoniazid dan
pirazanamid) memiliki aktivitas bakterisidal terhdap M tuberkulosis yang sedang
bermetabolisme dan beberapa mikobakterium nontuberkulosis. Obat ini paling berguna pada
terapi tuberkulosis resisten multiobat. Nama penggunaan obat ini sangat terbatas karena
toksisitas dan efek samping yang sering yang antara lain intoleransi saluran makanan yang
hebat (anoreksisa, muntah, dan disgeusia), reaksi neurologik yang serius, hepatitis yang
reversibel, reaksi hipersensivitas, dan hipotiroidisme. Obat ini diserap dengan baik secara oral
dan menyebar luas keseluruh tubuh, termasuk ke cairan otak. Pasien orang dewasa awalnya
diberikan awalnya diberikan tablet 250mg dua kali sehari dan kemudian ditingkatkan menjadi
250mg empat kali sehari. Kapreomisin, antibiotik polipeptida sikilik kompleks yang berasal
dari streptomyces capreolus. Obat ini serupa dengan streptomysin dalam hal dosis,
mekanisme kerja, farmakologi, dan toksisitas. Obat ini diberikan hanya secara intramuskular
dengan dosis 10 hingga 15 mg/kg per hari atau lima kali per minggu. Pasien harus dipantau
ketat terhadap terjadinya toksisitas ginjal dan saraf kranial delapan yang merupakan perhatian
utama pemakaian obat ini. Kapreomisin merupakan obat suntik terpilih untuk tuberkulosis
12

pada pasien yang tidak dapat mentoleransi streptomisin karena hipersensitvitas ataupun yang
isolatnya menunjukan resiten streptomisin. Kanamisin dan amikasin kedua obat ini adalah
aminoglikosida yang dikenal baik yang bersifat bakteridal terhadap oragnisme ekstraseluler.
Kanamisin jarang digunakan karena toksisitasnya yang jauh lebih besar. Dosis yang biasa
dipakai adalah 10mg/kg secara intramuskular atau intravena tiga sampai lima kali seminggu,
dengan dosis harian maksimum 0,5g.6
Tatalaksana untuk kasus yang gagal dengan regimen terapi kategori I
Pada umumnya gagal terapi dengan regimen kategori I probabilitas tinggi terjadi
MDR (multidrug-resisten), terutama bila dilaksanakan dengan terapi DOT dan menggunakan
rifampisin dalam terapi fase lanjutan. Regimen terapi kategori II kurang efektif untuk
mengobati kasus TB-MDR (hanya sekitar 50% kasus sembuh) dan dapat menyebabkan
penigkatan resistensi obat. Pada kasus yang gagal dengan dengan terapi regimen kategori I,
proporsi TB-MDR tinggi, perlu dipertimbangkan untuk mengatasi kasus tersebut denga terapi
regimen kategori IV, yang memerlukan DST (individualized drug resistence surveilance) atau
data DRS (drug resistence surveilance) yang representatif dari pasien. Regimen kategori IV
hanya dilakukan pada program DOTS dan dirancang khusus untuk situasi setempat
misalnya:pola resistensi, riwayat penggunaan obat, sumber daya manusia dan dana.4
Penilaian hasil pengobatan
Penilaian hasil pengobatan tuberkulosis dengan BTA postif paling baik dilakukan
setiap bulan sampai hasil pemeriksaaan BTA negatif. Pada pengobatan jangka pendek
biasanya 80% hasil pemeriksaan BTA akan negatif dalam waktu 3 bulan. Kalau tidak, harus
dilakukan penilaian ulang. Uji resistensi, paduan terapi harus diubah dengan memasukan
paling sedikit dua obat yang masih efektif terhadap basil yang resisten. Pemeriksaan sputum
dilakukan setiap bulan sampai hasil pemeriksaan BTA negatif. Pasien yang telah
menyelsaikan pengobatan dengan paduan pengobatan 6 bulan atau 9 bulan tidak perlu secara
rutin diikuti terus. Secara pengidap basil resisten perlu diamati lebih lanjut.
Pengobatan ulang
Pengobatan ulang dilakukan bila terjadi kegagalan dalam pengobatan atau penyakit
kambuh setelah pengobatan selama 6 atau 9 bulan atau drop out. Pengobatan dinyatakan
gagal bila setelah 6 bulan pengobatan hasil uji BTA tetap psitif. Pada pasien ini perlu
dilakukan uji kepekaan. Kepatuhan makan obat harus diyakini benar dengan observasi
13

langsung pada pemberian obat. Kegagalan pada pengobatan awal biasanya disertai adanya
basil resisten. Kambuhan setelah pengobatan yang berhasil sering disebabkan oleh galur basil
yang sama dengan hasil yang diisolasi selama pengobatan. Pengobatan ulang dalam kasus ini
juga menambahkan dua obat yang aktif terhadap basil tersebut. Bila basil resisten terhadap
INH, maka pemberian rifampisin bersama etambutol biasanya akan memadai, ada penulis
yang mengajukan penambahan pirazinamid, ada pula yang menganjurkan penggunaan
streptomisin 1 gram/hari (30mg/kgBB per hari) selama 6-8

minggu pertama sebelum

mendapatkan hasil uji kepekaan. Karena resistensi terhadap rifampisin relatif jarang, maka
rifampisin merupakan salah satuobat yang harus diberikan. Bila terjadi resistensi multipel,
harus ditangani secara individu.5
Penutup

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. Anamesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: penerbit erlangga;2007.h.100
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed.5. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.2230
3. Palumino JC, Ritacco V. Tuberculosis 2007. Brazil: Universitas Federal de Sao
Paulo;2007.h.635.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2012.h.852
5. Gunawan SG, Neefriadi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Ed.5. Jakarta: badan
penerbit FKUI;2011.h.626-630.
6. Asdie AH. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed.13. Jakarta: EGC;2005.h.794-6.

14