Sosiologi pedesaan masalah sosial Sosiologi pedesaan masalah sosial

MAKALAH
SOSIOLOGI PEDESAAN
MASALAH
KURANGNYA TENAGA PENDIDIK MENGAKIBATKAN TINGKAT KELULUSAN
DI NTT MENURUN

OLEH:
AGUSTINUS APUR
NIM: 132384005

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
KUPANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Pada pemandangan alam yang dibalut indah penuh pesona, tersimpan permasalahan

sosial mendasar pada warganya yaitu “Pendidikan” dimana sumber daya manusia berupa
tenaga pendidik(guru) yang sangat kurang yang mengakibatkan tingkat kelulusan di NTT
semakin menurun.
Hingga saat ini, kualitas pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih
tergolong rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Ini diungkapkan Kepala
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Sinun Petrus Manuk.
Ia menjelaskan, yang menjadi kendala utama kemerosotan kualitas pendidikan di NTT
adalah kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pendidik. Saat ini, 44,63 persen dari
80.000 guru di NTT masih berijasah SMA. Alhasil, transformasi pendidikan di NTT belum
bisa dikatakan berkembang.
Kendala lainnya adalah penyerapan tenaga guru yang tidak berimbang antara daerah
perkotaan dan pedesaan. Di daerah pedesaan, satu guru bisa mengajar lima kelas untuk
tingkat Sekolah Dasar (SD) karena kekurangan guru. Sementara, di daerah perkotaan, jumlah
guru malah lebih banyak.
Walaupun demikian, pihaknya, akan terus berupaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan di NTT dengan cara menyekolahkan tenaga pendidik yang masih berijasah SMA
ke tingkat yang lebih tinggi. Juga terus berupaya memenuhi kekurangan tenaga guru di setiap
daerah. Sehingga penerapan dan penyerapan ilmu di lapangan, bisa berjalan seimbang.


B.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas muncul berbagai pertanyaan:
a) Mengapa hasil UN propinsi- propinsi lain bisa lebih tinggi dari Propinsi NTT?
b) Apa penyebab kurangnya tingkat pendidikan di NTT?
c) Bagaimana tingkat kualitas pendidikan di NTT di mata Indonesia?
d) Bagaimana solusi dari pihak yang bersangkutan terkait dengan tingkat kelulusan
di ntt yang selalu paling rendah?

C.

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
 Tujuan khusus
 Tujuan umum

:untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pedesaan
:untuk mengetahui kualitas pendidikan di NTT melalui tingkat

kelulusan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Hasil Ujian Nasional Di NTT
Hasil Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2007/2008 menempatkan Propinsi Nusa

Tenggara (NTT) di urutan ke-33 alias nomor buntut dari 33 Propinsi di Indonesia. Seperti
dipaparkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Propinsi NTT, Ir. Thobias
Uly, hasil UN tingkat SMP tahun ajaran 2005/2006 mencapai 63,18 persen, tahun ajaran
2006/2007 mencapai 64,96 persen dan tahun 2007/2008 turun menjadi 46,36 persen. Hasil
UN tingkat SMA tahun ajaran 2005/2006 mencapai 70 persen, tahun 2006/2007 turun
menjadi 62,08 persen dan tahun 2007/2008 mencapai 62,75 persen.
Posisi NTT secara nasional ini melahirkan penilaian bahwa mutu pendidikan NTT
paling rendah secara nasional. Tetapi, banyak peserta diskusi tidak sependapat kalau mutu
pendidikan di NTT hanya diukur dengan hasil UN. Menurut mereka, pendidikan tidak
sekadar prestasi intelektual, melainkan juga mencakup aspek kepribadian dan budi pekerti
dan masih ada aspek lainnya. Sementara yang diukur dalam UN hanya aspek intelektual

semata.
Bahkan masih ada peserta yang keberatan dengan UN karena yang menentukan
keberhasilan siswa justru orang lain, padahal yang mengetahui dengan baik kemampuan dan
perkembangan siswa justru guru-guru di sekolah. Tanpa mengabaikan pendapat-pendapat
tersebut, hasil UN ini menjadi referensi penting untuk mengetahui kualitas output pendidikan
kita secara nasional.
Prof. Elias Kopong menegaskan bahwa merosotnya mutu pendidikan di NTT bukan
baru terjadi sekarang, melainkan sudah sejak era tahun 1970-an. Hanya memang kita cukup
lama terlena dan baru sekarang mulai menyadarinya.
Menurut Elias, mutu pendidikan NTT masih lebih baik pada era 1960-an. Pada waktu
itu, katanya, standar lulusan sudah ditetapkan 6,00. Tetapi sekarang dengan standar lulusan
5,00 atau 5,25 pun masih begitu banyak peserta yang tidak lulus. Dengan ini jelas mutu
pendidikan kita mengalami kemunduran.

B.

Faktor Penyebab Rendahnya Tingkat Pendidikan di NTT
Persentase kelulusan yang rendah, kualitas lulusan yang meragukan, hilangnya

semangat belajar, Siswa malas datang ke sekolah karena hilangnya motivasi, Guru malas

mengembangkan diri dalam mendesain metode – metode pembelajaean yang menarik, Sarana
Prasarana disekolah tidak menunjang, Sumber buku yang minim, Ketiadaan perpustakaan
disekolah, gaji guru –guru honor dibawah upah minimal adalah gambaran wajah buram
pendidikan NTT dewasa ini.
Secara umum ada beberapa hal utama yang menjadi faktor penyebab keterpurukan
pendidikan di NTT .
1.

Dinas pendidikan
Dinas pendidikan sebagai lembaganya Pemerintah belum mampu menghasilkan

program atau kebijakan yang pro peningkatan kualitas pendidikan, terbukti disekian sekolah
harus bertahan dengan kondisi fisik sekolah yang tidak memadai, fasilitas sekolah yang
terbatas, sumber - sumber buku pelajaran yang tidak tersedia, dan sekian problem lain yang
belum mampu terbaca dengan baik oleh Dinas Pendidikan. Singkatnya bahwa kebijakan–
kebijakan yang ditempuh oleh Dinas Pendidikan, harus menjadi solusi dalam Mendongkrak
kualitas pendidikan didaerah.
2.

Guru

Disekolah sekolah masih banyak ditemukan guru yang tidak berlatar belakang

Pendidikan hanya karna mengatongi Akta Mengajar (Akta IV) maka mendapat kelayakan
berdiri didepan kelas, Aut put guru yang berasal dari Universitas Terbuka (UT) semakin
menambah daftar guru yang kurang berkualitas.Selain itu banyak guru yang berijazah SMA
masih ada yang mengajar di sekolah SMA.
Jumlah guru di NTT saat ini sebanyak 50.135 orang, sementara jumlah sekolah dari
tingkat SD hingga SMA/SMK mencapai 5.159 sekolah, dengan jumlah siswa sebanyak
1.045.036 orang. Menurut Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan NTT, Drs. Ismail
Kasim, NTT idealnya memiliki 65 ribu hingga 70 ribu orang guru. Itu artinya NTT masih
kekurangan 15 ribu hingga 20 ribu orang guru.
Penyebaran guru pun belum merata. Guru-guru masih cenderung menumpuk di
sekolah-sekolah perkotaan, sementara di desa-desa sangat langka. Bahkan di TTS ada sekolah
yang hanya punya satu orang guru. Guru tersebut tinggal di kampung lain dari sekolah itu.
Kegiatan belajar mengajar baru bisa jalan kalau guru yang bersangkutan datang ke sekolah.
Kondisi ini jelas membuat kegiatan belajar mengajar jauh dari maksimal.

Prof. Elias Kopong menegaskan bahwa guru masih menjadi penentu utama mutu
pendidikan di NTT. Masalahnya, di NTT jumlah guru masih terbatas. Baru sekitar 9 ribu
orang guru yang berkualifikasi sarjana dari sekitar 50 ribu orang total jumlah guru.

3.

Orang Tua Siswa
Orang tua sebagai peletak dasar pengetahuan serta akhlak anak harusnya tetap terus

menjaga perkembangan anak sampai pada usia sekolah.Orang tua siswa kadang dengan
enteng mengatakan bahwa pembetukan karakter siswa serta penanaman ilmu pengetahuan
kepada siswa adalah mutlak tangungjawab sekolah (Baca:Guru). Sebuah pernyataan yang
secara tidak langsung telah melegitimasi penuh kepada guru disekolah dalam tangungjawab
nasip masa depan anak.
4.

Siswa
Banyak siswa yang gagal dalam belajar karena tidak memiliki motivasi yang

kuat untuk

belajar.

Siswa


hampir

tidak

memahami manfaat

dan

kegunaan dari

belajar. motivasi dan kebiasaan belajar siswa NTT masih sangat rendah jika dibandingkan
dengan anak – anak didaerah lain . Pada jam sekolah banyak siswa SMA yang berseragam
keliling ditengah pasar, nongkrong dipertokoan dan pelabuhan, dan masih banyak contoh riil
kebiasaan anak – anak kita yang senangnya bebas tanpa merasa rugi meninggalkan sekolah,
meninggalkan jam pelajaran dan meninggalkan hal – hal lain yang lebih bernilai positif bagi
masa depannya. Dampak dari Kurangnya waktu belajar para siswa mengakibatkan tidak
banyak ilmu yang diperoleh dan banyak nasehat dari guru yang begitu saja terlewatkan. ini
akan membentuk siswa yang berpengetahuan dangkal dan berakhlak buruk.
C.


Jejak Pendidikan NTT Di Mata Indonesia
Untuk empat tahun berturut-turut, NTT setia menempati urutan 33 dari 33 provinsi di

Indonesia. NTT mendapat sapaan Juru kunci karena di provinsi NTT tercatat angka
ketidaklulusan tertinggi untuk seluruh Indonesia. Kondisi ini sungguh – sunguh
memprihatinkan, Seolah-olah kegagalan menjadi tradisi NTT. Posisi sebagai juru kunci
pada hasil Ujian Nasional merupakan momok dalam dunia pendidikan NTT.
Berdasarkan hasil pemantauan komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia

dalam situs resminya pada tanggal 18 Juli 2012 mengatakan bahwa dunia

pendidikan di NTT sangat memprihatinkan. Dari pengamatan anggota komisi X DPR RI pada
kunjungannya ke NTT bahwa di NTT masih minimnya sarana dan prasarana pendukung
pendidikan seperti fasilitas laboratorium dan perpustakaan.

Menurut salah satu anggota Komisi X DPR RI, secara keseluruhan sekolah-sekolah
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sungguh bisa dikatakan sangat tertinggal jika dibandingkan
dengan daerah lain seperti di Sumatera, Jawa dan di daerah lain di propinsi di Indonesia. NTT

masih mengalami kekurangan guru sebagai pengajar. Seluruh NTT baru 18 ribu guru yang
sudah mendapatkan surat sertifikasi padahal tenaga guru di seluruh NTT diperlukan sebanyak
28 ribu guru yang seharusnya sudah mendapatkan surat sertifikasi.
Kenyataan lain yang mungkin belum nampak terlihat oleh Komisi X pada saat itu
adalah masih banyaknya anak NTT yang putus sekolah karena keterbatasan biaya, masih
banyak anak-anak di pelosok NTT yang harus menempuh perjalanan yang jauh hanya untuk
mendapatkan ilmu. Keluhan akan keterbatasan guru di pelosok-pelosok mungkin sebagai
akibat dari adanya penumpukan guru yang biasanya terdapat di ibu kota kabupaten.
Pemerintah NTT harus segera mengambil sikap yang tepat untuk mengendalikan persoalan
ini.
Guru menjadi penentu mutu pendidikan di NTT karena pada kenyataannya masih
banyak sekolah-sekolah di NTT yang mengalami kekurangan tenaga pengajar. Apalagi jika
dilihat dari tuntutan guru yang berkompeten dan berkualitas maka masih dirasakan minimnya
tenaga guru yang profesional sehingga harus adanya program peningkatan kualitas dan mutu
guru.
Sudah seharusnya pemerintah menyeleksi secara teliti guru-guru yang layak untuk
menerima tunjangan sertifikasi di NTT sehingga yang ada adalah kompetisi guru-guru dalam
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di NTT. Manajemen pendidikan yang baik juga
akan menjadi salah satu solusi tepat di NTT karena manajemen pendidikan menunjang proses
pelaksanaan pendidikan di lapangan.

Kesatuan komando dan alur koordinasi yang tepat memiliki peran yang sangat
signifikan dalam pelaksanaan kegiatan suatu program kegiatan dalam suatu organisasi.
Prinsip “the right man on the right place” harus diterapkan karena penempatan posisi kerja
yang tepat kepada seseorang sangat mempengaruhi kinerja seseorang. Penempatan posisi
kerja seseorang tidak boleh asal-asalan yang penting punya posisi dan jabatan tetapi harus
sungguh professional.
Mundurnya mutu dan kualitas pendidikan di NTT memang sudah berjalan lama,
hanya saja baru disoroti dan dirasakan sekarang. Pada ujian nasional tahun ajaran 2007/2008
NTT berada pada urutan ke 33 dari 33 propinsi di Indonesia. Hal ini sungguh ironis, tetapi
kita tidak perlu pesimis karena masih banyak waktu untuk memperbaikinya dan semua
tergantung bagaimana masyarakat NTT menyikapinya.

Mutu pendidikan memang tidak bisa diukur dengan indikator ujian nasional saja,
masih banyak indikator-indikator lain yang belum diamati secara mendalam seperti
bagaimana kualitas seseorang setelah menempuh pendidikan tinggi, berapa banyak yang
bekerja, indikator nilai-nilai moral (banyak output pendidikan menjadi pencuri profesional
dan pelaku kriminal) dan lain sebagainya. Sekarang masyarakat NTT patut bersyukur karena
ujian nasional tahun 2013 ini mengalami peningkatan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala dinas pendidikan, pemuda dan olahraga NTT
pada salah satu situs online baru-baru ini, NTT berada pada peringkat 29 dari 33 propinsi di
Indonesia dan mengalami peningkatan dari dua tahun terakhir. Peningkatan hasil UN ini
menjadi tantangan baru bagi peningkatan kualitas pendidikan di NTT dan menghadirkan
semangat baru bagi pelajar di NTT untuk turut serta memajukan pendidikan di NTT.
Kedepannya kemajuan pendidikan di NTT sangatlah bergantung pada kerjasama
masyarakat NTT, pemerintah NTT dan stakeholder yang berkompeten dalam dunia
pendidikan. Kita dapat merubah pendidikan di NTT dengan mencari solusi yang terbaik akan
permasalahan pendidikan di NTT, baik yang menyangkut fasilitas sarana dan prasarana
maupun manajemen pendidikannya. Marilah kita bersama-sama membangun NTT karena
kemajuan NTT ada dipundak kita sebagai rakyat NTT.

BAB III
PENUTUP
A.
1.

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Guru menjadi penentu mutu pendidikan di NTT karena pada kenyataannya masih

banyak sekolah-sekolah di NTT yang mengalami kekurangan tenaga pengajar. Apalagi jika
dilihat dari tuntutan guru yang berkompeten dan berkualitas maka masih dirasakan minimnya
tenaga guru yang profesional sehingga harus adanya program peningkatan kualitas dan mutu
guru
2.

Secara umum yang menjadi faktor penyebab keterpurukan pendidikan di NTT adalah:
 Dinas

pendidikan,

sebagai

lembaga

Pemerintah

yang

seharusnya

menjadi solusi dalam Mendongkrak kualitas pendidikan didaerah.
 Guru, Seluruh NTT baru 18 ribu guru yang sudah mendapatkan surat
sertifikasi padahal tenaga guru di seluruh NTT diperlukan sebanyak 28 ribu
guru yang seharusnya sudah mendapatkan surat sertifikasi.
 Orang tua, sebagai peletak dasar pengetahuan serta akhlak anak harusnya
tetap terus menjaga perkembangan anak sampai pada usia sekolah.
 Banyak siswa yang gagal dalam belajar karena tidak memiliki motivasi yang
kuat untuk belajar. Dampak dari Kurangnya waktu belajar para siswa
mengakibatkan tidak banyak ilmu yang diperoleh dan banyak nasehat dari
guru yang begitu saja terlewatkan. ini akan membentuk siswa yang
berpengetahuan dangkal dan berakhlak buruk.
B.

Saran
Kita tentu tidak terus berpolemik seputar sekian faktor yang mungkin menjadi

kendala dalam peningkatan kualitas pendidikan di daerah kita,Tetapi baiklah pada titik ini,
semua komponen yang berperan pada dunia pendidikan harus lebih terbuka dalam
mengevaluasi diri dan berusaha mencari alternatif pemecahan problem secara cepat dan tepat.
Karena tanpa kita sadari Pendidikan kita di NTT semakin terpuruk. Terpuruknya
dunia pendidikan kita secara tidak langsung akan menutup jalan bagi generasi muda kita
dalam berkompetisi dilevel nasional. Mari memulainya dengan membangun kekompakan
antar komponen Pendidikan mulai dari Dinas Pendidikan, Guru, Orang tua/ wali, dan siswa

sendiri. Satukan tekad dan semangat yang ada, Raih perubahan dan berusaha mengikis
keterpurukan pendidikan kita di NTT

DAFTAR PUSTAKA
http://masankian.blogspot.com/2013_11_01_archive.html
http://sinarharapan.co/news/read/140505013/Kualitas-Pendidikan-di-NTT-Rendah
http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/01/pelayanan-dan-mutu-pendidikan-di-ntt565122.html
http://www.dionbata.com/2009/03/menemukan-masalah-pendidikan-di-ntt-1.html
https://jundu86.files.wordpress.com/2013/06/realita-pendidikan-ntt-di-mataindonesia.pdf