Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran m Pembelajaran

PENILAIAN PORTOFOLIO
DALAM PEMBELAJARAN SASTRA
Sabjan Badio1

A. Pengantar
Implementasi Kurikulum 2013 yang syarat dengan karakter dan
kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian secara utuh, terusmenerus, dan berkesinambungan. Hal tersebut bertujuan agar dapat
mengungkap berbagai aspek yang diperlukan dalam mengambil keputusan
(Mulyasa, 2014:135).
Penilaian atau evaluasi merupakan proses menyimpulkan dan
menafsirkan fakta-fakta dan memuat pertimbangan dasar profesional untuk
mengambil kebijakan pada sekumpulan informasi tentang peserta didik.
Penilaian yang tepat bagi peserta didik tidak hanya menunjukkan perilaku
peserta didik yang lengkap, tetapi juga peserta didik yang hidup dan nyata
sesuai dengan harapan (Surapranata dan Hatta, 2007). Definisi tersebut
sejalan dengan definisi penilaian atau assessment yang disampaikan oleh
Airasian dan Gronlund, yaitu proses pengumpulan, analisis, dan penafsiran
informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang peserta didik dapat
mencapai tujuan pendidikan (Nurgiyantoro, 2011:22).
Untuk dapat melakukan penilaian, tentu saja diperlukan alat. Alat
tersebut dibedakan menjadi tes dan nontes. Tes terdiri atas beberapa jenis,

bergantung kriteria pembedaannya. Berdasarkan bentuknya, tes terdiri atas
tes objektif, tes uraian, tes uraian objektif, serta tes lisan dan kinerja.
Sementara itu, alat penilaian nontes terdiri atas kuesioner, pengamatan,
wawancara, penugasan, dan portofolio. Alat tes dan nontes tersebut memiliki
karakteristik dan metode tersendiri dalam menjalankan fungsinya pada
proses penilaian.
Alat nontes pertama adalah kuesioner atau angket. Kuesioner atau
angkat berbentuk daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada peserta
didik mengenai masalah-masalah tertentu. Alat yang kedua adalah
pengamatan atau oberservasi. Pengamatan atau observasi merupakan cara
untuk mendapatkan infomasi dengan mengamati atau melakukan observasi
secara cermat dan terencana. Alat yang ketiga adalah wawancara atau
interview. Wawancara atau interview merupakan proses pengumpulan
informasi dengan cara tanya jawab sepihak. Alat keempat adalah penugasan.
Penugasan merupakan proses pengumpulan informasi dengan cara memberi
tugas atau pekerjaan secara sistematis dan berkelanjutan kepada peserta
didik. Sementara itu, alat kelima adalah portofolio. Portofolio berkenaan
dengan dokumen yang dimiliki dan atau dihasilkan peserta didik.
1


Program studi Linguistik Terapan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (2014)

1

Portofolio bukanlah istilah asing bagi masyarakat Indonesia. Ketika
melamar pekerjaan, khususnya bidang industri kreatif, pelamar sering
ditanya tentang portofolio. Portofolio di sini dimaksudkan sebagai kumpulan
karya terbaik si pemalar untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam seleksi.
Pada dunia akademis, portofolio secara sederhana diartikan sebagai kupulan
karya peserta didik. Istilah portofolio semakin populer ketika pemerintah
menggulirkan program sertifikasi guru dan dosen di mana di antara jalur yang
dapat ditempuh pada sertifikasi tersebut adalah jalur portofolio.
Menurut Nurgiyantoro (2013:100), portofolio mulai dikenal luas
sejalan dengan kemunculan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada
tahun 2004 dan dilanjutkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP, pengembangan dari KBK) pada tahun 2006. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa di antara kekhasan KBK dan KTSP adalah penilaian
portofolio. Penilaian portofolio ini tetap dianggap penting pada Kurikulum
2013. Bahkan, penilaian portofolio dalam Kurikulum 2013 harus dilaksanakan
secara utuh, berkesinambungan, serta mencakup seluruh kompetensi inti

yang dikembangkan (Mulyasa, 2014:148).
B. Hakikat Portofolio
Seperti dinyatakan pada bagian pengantar, portofolio berkenaan
dengan dokumen yang dimiliki dan atau dihasilkan peserta didik. Dokmen
tersebut secara spesifik mengacu kepada kerja produktif siswa. Dengan kata
lain, portofolio merupakan kumpulan bukti tentang apa yang dapat dilakukan
oleh siswa, bukan apa yang tidak dapat dilakukan siswa (Depdiknas, 2002: 3).
Nurgiyantoro (2013: 101) menegaskan, portofolio merupakan sekumpulan
karya peserta didik yang disusun secara sistematis selama jangka waktu
pembelajaran tertentu. Di Indonesia, jangka waktu yang lazim digunakan
adalah tiga bulan (triwulan), empat bulan (caturwulan), enam bulan
(semester), dan satu tahun pelajaran.
Ada beberapa catatan penting atas definisi portofolio. Pertama,
portofolio berkenaan dengan kumpulan karya. Karya di sini dibatasi atas hasil
pekerjaan siswa yang relevan, bermakna, dan menggambarkan kemajuan dan
capaian belajar peserta didik. Kedua, portofolio disusun secara sistematis. Hal
ini berarti, dalam mengumpulan karya peserta didik untuk kepentingan
penilaian portofolio, pendidik haruslah melakukannya secara sistematis.
Pendidik hendaknya memiliki pedoman atau rambu-rambu dalam proses
pengumpulan karya siswa tersebut. Ketiga, ada pembatasan waktu dalam

pengumpulan karya peserta didik. Kegiatan pembelajaran tentu saja
dilakukan pada kurun waktu tertentu, misalnya triwulan, caturwulan,
semester, atau satu tahun pelajaran. Blok waktu pembelajaran tersebut
sajalalah yang dapat digunakan dalam proses pengumpulan dokumen agar
dapat menggambarkan perkembangan dan capaian belajar siswa secara baik.

2

Uraian tersebut menegaskan bahwa portofolio berkenaan dengan
unjuk kinerja peserta didik yang menggambarkan kondisi nyata kemampuan
peserta didik. Sebagai unjuk kerja, portofolio tidak sekadar mencerminkan
kemampuan peserta didik, melainkan juga menggambarkan perkembangan
atau kemajuan belajar peserta didik. Dengan begitu, pendidik akan dapat
memantau dan memahami perkembangan belajar peserta didiknya. Dengan
karakteristik tersebut, para ahli menggolongkan portofolio ke dalam
penilaian otentik (authentic assessment).
Pada dasarnya, peserta didik tidaklah mungkin berangkat dari
kemampuan yang sama persis pada awal pembelajaran. Oleh karena itu,
capaian-capaian pembelajaran antara peserta didik satu dengan peserta didik
lain dapatlah berbeda. Dengan prinsip ini, siswa yang berkemampuan sama

pada akhir pembelajaran, bisa jadi tidak menunjukkan perkembangan yang
sama jika kita melihat kemampuan dasar yang dimiliki ketika memulai
pembelajaran atau sebaliknya, bisa jadi siswa yang berkemampuan berbeda
memiliki kemampuan yang hampir sama pada akhir pembelajaran.
Lebih jauh lagi, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
berkenaan dengan penilaian portofolio (Surapranata dan Hatta, 2007:80).
Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) saling percaya, peserta didik dengan guru
maupun dengan peserta didik lain harus saling percaya, (2) kerahasiaan,
objek portofolio (evidence) merupakan rahasia sampai waktu eksibisi
(pameran), (3) milik bersama, peserta didik dan pendidik perlu memahami
bahwa evidence merupakan milik bersama antara peserta didik dengan
pendidik, (4) kepuasan bersama, kepuasan semua pihak terletak pada
tercapai tidaknya standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator,
(5) penciptaan budaya mengajar, (6) refleksi bersama, dan (7) proses dan
hasil.
Senada dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2014:148)
mengemukakan, terdapat tujuh hal yang hendaknya diperhatikan dalam
melakukan penilaian portofolio. Ketujuh hal tersebut meliputi (1) karya yang
dikumpulkan haruslah karya asli yang bersangkutan, (2) pendidik hendaknya
menentukan contoh pekerjaan yang harus dikerjakan peserta didik, (3)

pendidik, peserta didik secara mandiri atau bekerja sama mengumpulkan
karya, (4) pendidik menentukan kriteria penilaian portofolio, (5) pendidik
meminta peserta didik menilai secara terus-menerus hasil portofolionya, (6)
merencanakan pertemuan dengan peserta didik untuk membicarakan hasil
protofolio, dan (7) melibatkan orang tua dan masyarakat untuk
meningkatkan efektivitas penilaian portofolio. Hal yang perlu mendapat
catatan dari rumusan tersebut adalah rumusan nomor lima. Pihak yang
melakukan penilaian tidak harus peserta didik. Penilaian dapat dilakukan oleh
peserta didik secara mandiri, oleh pendidik, atau dilakukan bersama oleh
keduanya. Bahkan, bisa juga penilaian dilakukan secara kolaboratif
melibatkan peserta didik, pendidik, dan orang tua atau wali.

3

Jika dijalankan secara maksimal, penilaian portofolio akan
mengaktifkan peserta didik (Depdiknas, 2012: 4). Bagaimana tidak, jika
sepanjang hari siswa menyadari bahwa aktivitas belajarnya senantiasa
didokumentasikan untuk kepentingan penilaian, peserta didik tentu akan
termotivasi untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar (KBM) secara
maksimal. Lain halnya jika guru hanya melakukan penilaian berupa ulangan

harian, tengah semester, dan akhir semester, bisa jadi para siswa
beranggapan bahwa unjuk kemampuan maksimal hanya diperlukan ketika
ujian tersebut berlangsung. Padahal, proses pengembangan pengetahuan
dan keterampilan siswa sesungguhnya terjadi pada KBM secara keseluruhan,
bukan hanya pada saat ulangan harian, ulangan tengah semester, dan
ulangan akhir semester.
Untuk lebih jelasnya, perlu dibedakan antara penilaian portofolio
dengan tes. Popham dan Surapranata & Hatta dalam Nurgiyantoro
(2013:104) membedakan antara portofolio dengan tes sebagai berikut.
Tabel 1. Perbedaan Penilaian Portofolio dengan Tes
Portofolio

Tes



Memungkinkan dikaitkanya tugas atau
penilaian membaca dan menulis






Menilai peserta didik berdasarkan
keseluruhan tugas dan hasil karya yang
terkait dengan kinerja yang dinilai
Memungkinkan terhubungkannya
kegiatan pembelajaran dan penilaian.



Menilai peserta didik berdasarkan
capaian masing-masing dengan
memperhatikan faktor perbedaan
individual.
Yang mendapat perhatian penilaian
meliputi usaha, kemajuan, dan capaian
prestasi.
Peserta didik dapat menilai karya
sendiri dan dimungkinkan adanya

penilaian secara kolaboratif (guru,
peserta didik, dan orang tua)

















Tugas/penilaian

membaca dan menulis
terpisah, tidak saling
berkaitan.
Menilai peserta didik
berdasarkan sejumlah
tugas yang terbatas.
Kegiatan pembelajaran
dan penilaian merupakan
kerja terpisah.
Menilai semua peserta
didik dengan
mempergunakan satu
kriteria.
Yang mendapat
perhatian penilaian
hanya capaian prestasi.
Peserta didik tidak
mungkin menilai diri
sendiri dan tidak ada
kolaborasi penilaian.


C. Dokumen Portofolio dalam Pembelajaran Sastra
Tidak semua dokumen berkenaan dan yang dihasilkan oleh siswa
dapat dijadikan bagian dari dokumen potrofolio. Secara rinci, Surapranata

4

dan Hatta (2007: 25—26) mengungkapkan, terdapat empat objek penilaian
atau evidence portofolio. Keempat jenis tersebut meliputi (1) artifacts, yaitu
hasil kerja peserta didik yang dihasilkan di kelas, (2) reproduction, yaitu hasil
kerja peserta didik yang dikerjakan di luar kelas, (3) attestations, yaitu
pernyataan dan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru atau pihak lain
tentang peserta didik, dan (4) productions, yaitu hasil kerja peserta didik yang
dipersiapkan khusus untuk penilaian portofolio. Melalui evidence inilah
peserta didik unjuk diri tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Jika diurai, terdapat cukup banyak materi yang dapat dimasukkan
menjadi dokumen portofolio. Secara umum, materi-materi tersebut adalah
sebagai berikut (Depdiknas, 2007:3-4).
(1) Deskripsi tertulis tentang hasil penyelidikan atau praktik siswa yang
bersangkutan.
(2) Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa dalam rangka
melaksanakan proyek mata pelajaran yang bersangkutan.
(3) Analisis situasi yang berkaitan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan.
(4) Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah dalam mata
pelajaran yang bersangkutan.
(5) Laporan hasil penyelidikan secara kuantitatif.
(6) Laporan penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam
mata pelajaran atau antarmata pelajaran.
(7) Penyelesaian soal-soal terbuka.
(8) Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang
berbeda dengan cara yang diajarkan di sekolah atau dengan cara yang
berbeda dari cara pilihan teman-teman sekelasnya.
(9) Laporan kerja kelompok.
(10) Hasil kerja siswa yang dihasilkan dengan menggunakan alat rekam
video, alat rekam audio, dan komputer.
(11) Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima
oleh siswa bersangkutan.
(12) Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan yang tidak
ditugaskan oleh guru.
(13) Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan terhadap mata
pelajaran bersangkutan.
(14) Cerita tentang usaha siswa sendiri dalam mengatasi hambatan
psikologis atau usaha peningkatan diri dalam mempelajari mata
pelajaran yang bersangkutan.
(15) Laporan tentang sikap siswa terhadap pelajaran.
Sementara itu, Surapranata dan Hatta (2007: 36) menguraikan secara
khusus dokumen portofolio dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut.

5

(1) Nilai ulangan harian dan ulangan umum.
(2) Catatan observasi harian guru atas aktivitas belajar siswa.
(3) Tanggapan tertulis siswa terhadap cerita/dongeng yang dibacakan
guru.
(4) Data buku yang telah dibaca siswa yang disertai komentar singkat
siswa atas buku yang dibacanya itu.
(5) Sinopsis/ringkasan bacaan siswa.
(6) Surat kepada kawan, orang tua, dan lain-lain.
(7) Naskah pidato sederhana.
(8) Karangan bebas peserta didik.
(9) Laporan studi lapangan.
(10) Tulisan peserta didik tentang petunjuk melakukan sesuatu.
(11) Tulisan untuk majalah dinding (dimasukkan portofolio setelah dipajang
di majalah dinding).
(12) Pantun atau puisi karangan peserta didik.
(13) Karangan peserta didik yang berdasarkan pengalaman.
Untuk kepentingan pembelajaran sastra, dokumen yang dapat
disertakan dalam penilaian portofolio lebih spesifik lagi. Dokumen-dokumen
yang dapat dipergunakan untuk kepentingan tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Nilai ulangan harian dan ulangan umum siswa.
(2) Catatan observasi harian guru atas aktivitas belajar siswa, baik di
dalam kelas maupun di luar kelas.
(3) Data buku atau karya sastra yang telah dibaca siswa yang disertai
komentar singkat siswa atas buku yang dibacanya tersebut.
(4) Tanggapan tertulis siswa terhadap cerpen, dongeng, puisi, atau
penggalan novel yang dibacakan guru atau teman sekelasnya.
(5) Hasil analisis siswa atas sebuah karya sastra, mulai hasil analisis
struktural sampai resensi buku.
(6) Karya reproduksi siswa, misalnya saduran, sinopis, parafrasa, atau
bentuk lain.
(7) Karya kreatif atau karangan bebas siswa, misalnya puisi, cerpen,
pantun, atau bentuk lain.
(8) Publikasi siswa di media massa, baik berupa tanggapan, analisis,
maupun karya kreatif. Media massa yang dapat digunakan di
antaranya majalah dinding, buletin sekolah, koran, majalah, dan
antologi.
(9) Laporan studi lapangan, pengamatan, atau kesertaan siswa dalam
kegiatan yang berkenaan dengan sastra, misalnya pengamatan atas
buku sastra, kunjungan museum, menonton (atau menjadi peserta)
pentas drama, menonton (atau menjadi peserta) pembacaan puisi,
menonton (atau menjadi pesreta) musikalisasi puisi, mengikuti bedah
(membedah) buku sastra, mengikuti seminar kesastraan, dan

6

mengikuti pelatihan penulisan karya sastra. Laporan dapat disertai
rekaman audio-visual.
Pada praktiknya, dokumen yang dapat dikumpulkan selama KBM dapat
lebih banyak dan/atau rinci lagi. Keaktifan peserta didik dalam mengikuti
KBM akan terlihat dari dokumen yang dibuat oleh pendidik dan dokumen
yang dikumpulkan peserta didik. Oleh karena itu, mungkin saja dokumen
yang terkumpul dalam periode tertentu, misalnya satu semester, akan sangat
banyak. Untuk itu, dokumen-dokumen tersebut hendaknya diklasifikasikan
untuk kemudian dikelompokkan sesuai jenisnya. Bisa jadi, tidak semua
dokumen yang ada dapat dijadikan dokumen portofolio.
Pengelompokan dapat dilakukan dengan cara memberi pembatas
antarkelompok dokumen satu dengan kelompok dokumen lain. Jika
dipandang terlalu banyak, dokumen dapat dijadikan bundel-bundel sesuai
klasifikasi yang telah dilakukan. Untuk kepentingan ini, pendidik memerlukan
ruang yang cukup banyak. Peran penentu kebijakan di sekolah sangat
diperlukan di sini. Guru tidak mungkin mengumpulkan semua dokumen
hanya di meja kerjanya apalagi jika periode pengumpulan dokumen
ditetapkan selama satu tahun. Jika pun tidak sepanjang itu, misalnya
triwulan, dokumen akan tetap diperlukan paling tidak hingga siswa naik
kelas.
D. Tahapan Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran Sastra
Pada penilaian portofolio, terdapat beberapa tahap yang harus dilalui.
Tahap-tahap tersebut menurut Surapranata dan Hatta (2007:99--211)
meliputi (1) menentukan tujuan, (2) menentukan isi (3) membuat kriteria dan
rubrik penilaian, (4) koleksi dan seleksi, (5) pengamatan/penilaian, dan (6)
refleksi.
1. Menentukan Tujuan
Tujuan sangat penting dalam penilaian portofolio—bahkan
merupakan hal mutlak dalam berbagai aktivitas pembelajaran. Tujuan
akan membuat sebuah kegiatan terarah. Dalam kaitannya dengan
penilaian portofolio, tujuan berhubungan dengan hal-hal berikut.
a. Pendidik harus menegaskan apakah akan memantau proses
pembelajaran (process oriented) atau mengevaluasi hasil akhir
(product oriented).
b. Pendidik hendaknya menetapkan apakah penggunaan portofolio
sebagai alat pembelajaran atau proses penilaian.
c. Harus ditentukan, apakah portofolio dimaksudkan sebagai penilaian
atau sekadar untuk mengoleksi evidence peserta didik.
d. Pendidik hendaknya menentukan siapa yang akan menjadi audience
dan tujuan penyusunan portofolio. Tujuan di sini dimaksudkan
apakah portofolio disusun untuk menunjukkan proses pembelajaran

7

kepada orang tua, penilaian akhir tahun pembelajaran, di akhir
jenjang pendidikan, atau untuk memantau sistem pendidikan.
e. Pendidik harus menentukan relevansi antara evidence perserta didik
dengan tujuan yang akan dinilai.
f. Pendidik haruslah menentukan seberapa banyak dokumen yang
akan dinilai, keseluruhan atau sebagian saja.
2. Menentukan Isi
Isi portofolio tidaklah dapat lepas dari tujuan dilakukannya
penilaian portofolio. Isi portofolio hendaknya mencerminkan kemampuan
bersastra peserta didik sesuai yang ditegaskan pada standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar yang terdapat
dalam kurikulum. Akurat tidaknya portotolio dalam menunjukkan
perkembangan dan kemampuan bersastra peserta didik dalam KBM,
bergantung banyak dengan ketepatan isi portofolio dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator penilaian. Untuk itu, dalam
penentuan isi, harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Pendidik harus menentukan isi portofolio yang akan dilaksanakan.
b. Pendidik hendaknya menunjukkan hubungan antara pencapaian
hasil belajar peserta didik dengan kompetensi dasar dan indikator
pencapaian hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
c. Pendidik harus memastikan banyaknya portofolio yang akan
digunakan dalam penilaian.
d. Pendidik harus mencermati relevansi antara evidence peserta didik
dengan dengan tujuan yang akan dinilai.
e. Pendidik harus menentukan bagaimana sebuah pekerjaan
dikerjakana oleh peserta didik, apakah mandiri atau berkelompok.
3. Membuat Kriteria dan Rubrik Penilaian
Kriteria, termasuk di dalamnya format penialian, biasanya telah
dirumuskan sebelum pembelajaran dilaksanakan. Nurgiyantoro (2011:
32) mengungkapkan, pembuatan kriteria haruslah mengacu pada
ketentuan yang telah dinyatakan baik. Kriteria baik di sini adalah efektif
untuk keperluan penilaian hasil belajar. Perumusan kriteria yang jelas dan
operasional akan mempermudah pendidik dalam melaksanakan kegiatan
penilaian. Sementara itu, rubrik berkenaan dengan skala penyekoran
untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap kriteia terhadap tugas-tugas
tertentu (Mueller dalam Nurgiyantoro, 2011: 33).
Setelah penentuan kriteria dan rubrik penilaian, pendidik harus
menyusun format yang digunakan dalam proses penilaian portofolio.
Kriteria dan rubrik penilaian tersebut diintegrasikan dalam sebuah format
penilaian. Dalam penentuan kriteria, rubrik, dan format penilaian,
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.

8

a. Pendidik harus membuat penilaian portofolio sesesuai mungkin
dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun indikator
yang telah ditentukan dalam kurikulum.
b. Jika dipandang perlu, guru harus membuat kriteria yang
membedakan antara panilaian portofolio untuk kelompok maupun
untuk peserta didik secara individu.
c. Pendidik hendaknya membuat kriteria yang sesuai dengan potensi
dasar maupun indikator pencapaian hasil belajar.
d. Pendidik hendaknya membuat kriteria yang mencakup rentang
kemampuan yang jelas mulai dari kemampuan yang kurang sampai
kemampuan yang baik dan mudah dikomunikasikan kepada peserta
didik, orang tua, ataupun pihak lain sehingga mereka dapat dengan
mudah memahami kriteria tersebut.
e. Kriteria, rubrik, dan format penilaian haruslah terbebas dari
perbedaan jenis kelamin peserta didik.
f. Kriteria penilaian harus dapat digunakan oleh siapa saja (guru lain)
dan dapat menghasilkan pengertian sama untuk evidence sama.
Tabel 2. Penilaian Tugas Menceritakan Kembali Sandiwara Radio
secara Lisan
Tingkat Keberhasilan
No. Aspek yang Dinilai
1
2
3
4
5
1.
Pemahaman cerita
2.
Ketepatan logika urutan cerita
3.
Ketepatan diksi
4.
Ketepatan struktur kalimat
5.
Kelancaran bercerita
Jumlah Skor
:
Nilai
:
Sumber: Nurgiyantoro, 2011:92.
4. Koleksi dan Seleksi
Jika semua evidence telah dikerjakan oleh peserta didik, proses
selanjutnya adalah koleksi dan seleksi. Dalam mengoleksi evidence,
pendidik dapat melakukannya satu per satu sesuai perkembangan KBM
atau dapat pula meminta peserta didik mengumpulkan sendiri untuk
kemudian disertakan secara kolektif kepada pendidik pada akhir kegiatan.
Jika peserta didik melakukan pengumpulan secara mandiri, pendidik
diuntungkan karena pekerjaan menjadi lebih ringan. Akan tetapi, tidak
ada jaminan peserta didik akan mengumpulkannya dengean rapi dan
konsisten sesuai yang diinstruksikan. Sementara itu, jika guru melakukan
pengumpulan secara bertahap, proses tersebut dapat dimanfaatkan oleh

9

guru untuk sekaligus melakukan seleksi apakah dokumen yang telah
diserahkan oleh siswa telah layak atau belum.
5. Pengamatan/Penilaian
Setelah tujuan dokumen terkumpul, langkah selanjutnya adalah
melakukan pengamatan atau penilaian. Catatan penting dalam proses
pengamatan dalam penilaian portofolio adalah proses pengamatan harus
patuh pada kriteria, rubrik, dan format yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Jika kriteria, rubrik, dan format penilaian jelas dan menjadi acuan,
proses pengamatan dapat saja melibatkan pihak lain, terutama peserta
didik dan rekan sejawat (lihat Tabel 2.).
Selain dilakukan penilaian per dokumen, perlu dibuat pula
rekapitulasi nilai untuk tiap-tiap dokumen. Rekapitulasi ini akan
memudahkan guru dalam menentukan nilai akhir siswa.
6. Refleksi
Refleksi merupakan porses penting dalam penilaian portofolio.
Tahapan ini membedakan dengan jelas antara portofolio dengan sekadar
koleksi. Refleksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu lisan dan tertulis.
Secara lisan, refleksi dapat dilakukan dengan memanggil peserta didik
satu per satu atau secara bersama-sama di depan kelas. Sementara itu,
refleksi tertulis dapat langsung dilakukan pada dokumen portofolio milik
peserta didik. Oleh karena itu, pada rubrik penilaian dan tabel rekapitulasi
penilaian dokumen-dokumen portofolio perlu disediakan ruang untuk
komnetar guru. Agar terjadi komunikasi antara guru, siswa, bahkan
dengan orang tua, perlu disediakan pula ruang tanggapan dari peserta
didik dan orang tua.
E. Kelebihan dan Kekurangan Portofolio
Cukup banyak kelebihan penggunaan portofolio dalam penilaian.
Berdasarkan publikasi Depdiknas (2007: 7) dan Surapranata & Hatta (2007:
81), kelebihan atau keunggulan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Portofolio menyajikan atau memberikan bukti yang lebih jelas atau
lebih lengkap tentang kinerja siswa daripada hasil tes di kelas.
2. Portofolio merupakan catatan penilaian yang sesuai dengan program
pembelajaran.
3. Portofolio dapat mencakup kompetensi yang sangat luas sesuai
dengan tuntutan kurikulum; kemampuan menulis dan berbicara dapat
dinilai melalui portofolio.
4. Protofolio merupakan catatan jangka panjang tentang kemajuan siswa
dan menunjukkan usaha mengembangkan kemampuan peserta didik
dari waktu ke waktu dengan memberi kesempatan peserta didik untuk
“mendemonstrasikan” perkembangan belajarnya.

10

5. Portofolio memberikan gambar tentang kemampuan siswa.
6. Penggunaan portofolio untuk penilaian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerja seoptimal mungkin dan menunjukkan
keunggulan dirinya, dengan waktu dan sumber belajar yang cukup,
bukan kekurangannya atau kesalahanya dalam mengerjakan soal atau
tugas.
7. Penggunaan portofolio dalam penilaian mencerminkan pengakuan
atas bervariasinya gaya belajar siswa.
8. Portofolio memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan
aktif dalan penilaian hasil belajar.
9. Portofolio membantu pendidik dalam menilai kemajuan siswa.
10. Portofolio membantu pendidik dalam mengambil keputusan tentang
pembelajaran atau perbaikan pembelajaran.
11. Portofolio merupakan bahan yang relatif lengkap untuk didiskusikan
dengan orang tua peserta didik, tentang perkembangan siswa
bersangkutan.
12. Portofolio membantu pihak luar untuk menilai program pembelajaran
yang bersangkutan.
13. Portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan dengan
pertanggungjawaban kepada peserta didik. Proses seleksi evidence,
hasil kerja, ataupun dokumen yang telah dikerjakan peserta didik
senantiasa melibatkan peserta didik dalam penilaian.
Walaupun begitu, bukan berarti portofolio tidak memiliki kekurangan.
Di antara kekurangan penilaian portofolio adalah sebagai berikut.
1. Penilaian portofolio menuntut waktu ekstra dibandingkan penilaian
lain yang biasa dilakukan.
2. Penilaian portofolio dianggap kurang reliabel dan kurang fair
dibandingkan dengan penilaian lain yang menggunakan angka.
3. Pendidik memiliki kecenderungan untuk memperhatikan hasil akhir.
Jika menggunakan konsep ini, penilaian portofolio tidak akan berjalan
dengan wajar.
4. Pendidik dan peserta didik dapat terjebak dalam hubungan top-down,
dimana guru berposisi sebagai pihak yang serba tahu sementara
peserta didik selalu dianggap sebagai objek yang harus dididik dan
diberi tahu.
5. Skeptisme orang tua dan masyarakat. Orang tua dan masyarakat pada
umumnya lebih banyak berpatokan kepada keberhasilan anaknya pada
angka-angka hasil tes akhir, peringkat, dan hal-hal yang bersifat
kuantitatif.
6. Penilaian portofolio masih dianggap sebagai hal yang baru dalam dunia
pendidikan. Baru di sini bisa juga diartikan terlambat mengetahui.

11

7. Kelemahan utama penilaian portofolio adalah tidak tersedianya
kriteria penilaian, rubrik, dan format penilaian yang baku. Guru
biasanya harus menentukan sendiri kriteria, rubrik, dan format yang
akan dijadikan pedoman.
8. Penilaian portofolio sulit diterapkan di sekolah-sekolah yang lebih
mengenal perbandingan peserta didik melalui skor tes, peringkat, dan
yang lebih sering menggunakan tes yang sudah baku seperti ulangan
umum bersama atau ujian akhir nasional.
9. Penilaian portofolio memerlukan tempat penyimpanan evidence yang
memadai.
F. Penutup
Penilaian portofolio penting untuk diterapkan. Melalui penilaian ini,
siswa dapat berunjuk kinerja secara kontekstual sesuai dengan tuntutan
kurikulum dan guru dapat melakukan penilaian secara otentik. Tidak hanya
itu, penerapan penilaian portofolio diharapkan akan menjadikan kegiatan
belajar-mengajar lebih hidup, kontekstual, dan bermakna.
Pemangku kebijakan, pada level makro dan mikro perlu membuat
kebijakan secara masif agar penilaian jenis ini benar-benar diterapkan oleh
guru dalam kegiatan belajar-mengajar. Pentingnya peran pemangku
kebijakan ini juga berkaitan dengan kebijakan dalam meningkatkan
komptennsi pendidik dan meningkatkan dukungan teknis. Permasalahan
waktu, biaya, ruang penyimpanan adalah di antara rintangan yang perlu turut
diperhatikan oleh pemangku kebijakan, khususnya kepala sekolah beserta
penanggung jawab kurikulum di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.
Mulyasa, H. E.. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011 Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
___________. 2013 (ed. ke-3). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
Kompetensi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Surapranata, Sumarna dan Muhamad Hatta. 2007. Penilaian Portofolio
Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

12