BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Potensi dan Peranan Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Defenisi Zakat

2.1.1. Zakat Dalam Al-Qur’an dan Sunnah

  Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan, kata Zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh dan terpuji, yang semua arti ini di gunakan dalam menerjemahkan al-Qur’an dan Hadist. Sedangkan dari istilah fiqih, zakat berartti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah

  

diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, di samping berarti

mengeluarkan zakat tertentu itu sendiri ” (Qardhawi, 1999:34). Menurut

  terminologi syari’at, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang di wajibkan oleh Allah untuk di keluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Muhammad M, 2002).

  Hubungan antara makna bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dalam penggunaannya, selain untuk kekayaan, tumbuh dan suci disifatkan untuk jiwa orang yang menunaikan zakat.

  Maksudnya zakat itu akan menyucikan orang yang telah mengeluarkannya dan menumbuhkan pahalanya (QS. at-Taubah :103 dan ar-Rum :39).

  Oleh karena itu, jika pengertian zakat dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang di zakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan bagi yang punya). Selanjutnya Ali merumuskan, bahwa makna zakat adalah bagian dari

  8 harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula(Ali 1988:39).

  Sebagaimana diketahui,zakat terdiri dari zakat maal atau zakat harta dan zakat fitrah. Zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (termasuk juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.

  Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim pada malam dan hari raya ‘Idul Fitri’ yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan keluarga yang wajar (Ali:1988).

  Perumusan tersebut senada dengan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat yaitu :”Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang

  

dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya

  Sebagaimana diketahui, zakat terdiri dari zakat maal atau zakat harta dan zakat fitrah. Zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (termasuk juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.

  Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim pada malam dan hari raya ‘Idul Fitri’ yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan keluarga yang wajar (Ali:1988).

  Istilah lain yang sering digunakan dalamhal membelanjakan harta adalah

  

infaq . Ditinjau dari defenisi, infaq adalah “mengorbankan sejumlah materi

  tertentu bagi orang-orang yang membutuhkan ” (Harun 1999:58). Dengan

  demikian infaq terlepas dari ketentuan ataupun besarnya ukuran, tetapi tergantung kerelaan masing masing. Sehingga kewajiban memberikan infaq tidak hanya bergantung pada mereka yang kaya saja, tetapi ditunjukkan kepada siapapun yang mempunyai kelebihan dari kebutuhannya sehari hari.

  Dari uraian di atas tentang perbedaan antara konsep zakat, infaq dan

  

shadaqah ditinjau dari segi hukum dan ketentuannya, jelas bahwa zakat hanya di

wajibkan bagi orang kaya yang sudah memiliki tingkat kekayaan tertentu.

  Sedangkan infaq dan shadaqah biasa dilakukan siapa saja tergantung keikhlasan dan tingkat keimanan seseorang.

  Secara garis besar Al-Qur’an berisikan tentang keimanan, akhlakh, janji, ancaman buruk, kisah sejarah, syari’at (hukum), ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan lain-lain. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat sejumlah 82 ayat. Dari sini disimpulkan bahwa setelah shalat, zakat merupakan rukun Islam terpenting. Zakat dalam shalat dan Al-Hadist dijadikan sebagai perlambang keseluruhan ajaran islam. Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhannya, sedangkan zakat adalah lambang harmonisnya hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu zakat dan shalat merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan islam. Jika keduanya hancur islam sulit untuk bisa tetap bertahan.

  Dalam Al-Qur’an dan hadist diterangkan dengan jelas tentang perintah wajib zakat termasuk orang-orang yang berhak menerimanya. Dijelaskan pula bahwa kepada mereka yang memenuhi kewajiban ini dijanjikan pahala yang berlimpah di dunia dan di akhirat kelak. Sebaliknya bagi mereka yang menolak membayar zakat akan diancam dengan hukuman keras sebagai akibat kelalaiannya.

  Selain disebutkan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an, zakat juga banyak di contohkan oleh Sunnah Rasulullah SAW yang di ungkapkan dalam kitab-kitab Hadist. Karena sunnah adalah sumber utama kedua dalam Islam menguatkan Al- Qur’an dengan cara membahas semua sisi kewajiban Islam yang pokok ini, yaitu zakat, serta aturan-aturannya.

  Sejumlah terjemahan hadist di bawah ini membuktikan uraian di atas a. Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar diterangkan, bahwa :

  Islam didirikan diatas lima dasar : mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan berhaji bagi siapa saja yang mampu (Hadist Muttafaq’alaih) b.

  Hadist yang di riwayatkan oleh Thabrani : Allah mewajibkan zakat pada harta orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara mereka.

  Fakir miskin itu tidaklah akan menderita mengahadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali karena perbuatan golongan yang kaya. Ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih. c.

  Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Barang siapa yang diberi Allah harta tetapi tidak mengeluarkan zakatnya maka harta itu akan dirupakan pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan yang amat berbisa, dengan kedua matanya yang dilindungi warna hitam kelam, lalu dikalungkan ke lehernya. Maka ular itu akan memegang rahangnya dan mengatakan kepadanya “Saya ini adalah simpananmu, harta kekayaanmu!”. Kemudian Rasulullah membaca ayat yang artinya “Janganlah orang-orang yang kikir mengenai karunia yang di berikan Allah kepada mereka menyangka bahwa ... dan seterusnya”.

  Dalil yang dikemukakan di atas adalah pokok-pokok hadist yang menjelaskan tentang pentingnya zakat serta hikmahnya dalam Islam, memperkuat

  

nash Al-Qur’an tentang orang yang tidak mau mengeluarkan zakat akan

  mendapatkan siksaan yang pedih. Perlu adanya campur tangan penguasa untuk memungut dan membayar zakat agar harta zakat bisa dikelola secara benar.

  Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua hijrah Nabi Muhammad SAW. Kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat Muslim. Adapun ketika umat Islam masih berada di Mekkah Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi kewajibaninfaq yaitu bagi mereka yang mempunyai kelebihan wajib membantu yang kekurangan. Besarnya tidak dipastikan, tergantung pada kerelaan masing-masing, yang tentunya kerelaan itu berkaitan erat dengan kualitas iman yang bersangkutan.

  Pensyari’atan zakat dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah-masalah kemasyarakatan terutama nasib mereka yang lemah. Sehingga mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia. Salah satu tujuan zakat yang terpenting adalah mempersempit ketimpangan ekonomi dalam masyarakat hingga pada batas yang seminimal mungkin.

  Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya (dengan mengeksploitasi anggota masyarakat yang miskin) dan yang miskin tidak semakin miskin.

  Adapaun tujuan dan hikmah zakat adalah sebagai berikut : a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan; b.

  Membantu pemecahan persoalan yang dihadapi oleh gharimin, ibnu sabil dan mustahiq lainnya; c.

  Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya; d.

  Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta kekayaan; e. Membersihkan sifat dengki, iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin; f.

  Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin di dalam masyarakat; g.

  Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang memiliki harta; h.

  Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya;dan i.

  Sebagai sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

  Selain itu zakat juga mengandung hikmah (makna yang dalam, manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist, di antara hikmah-hikmah itu adalah (Ali, 1988) : a.

  Mensyukuri karunia Illahi, menumbuh suburkan harta dan pahala serta memebersihkan diri dari sifat kikir, dengki, iri serta dosa; b.

  Melindungi masyarakat dari kemiskinan dan kemelaratan; c. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antar sesama manusia; d. Mengurangi kefakir-miskinan yang merupakan masalah sosial; e. Menerima dan mengembangkan stabilitas sosial; f. Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

  Dari uraian tujuan dan hikmah di atas memberikan makna bahwa zakat merupakan suatu konsep ajaran Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dan kekayaan adalah amanah Allah SWT dan berfungsi sosial. Penunaian kewajiban zakat dipandang sebagai suatu bentuk hubungan vertikal yang mengandung dua dimensi hablum minallaah dan hablum minannaas.

2.1.2. Zakat Dalam Perspektip Sosial dan Ekonomi Zakat menurut Al-Qur’an tidak boleh di berikan kepada sembarang orang.

  Surat at-Taubah ayat 60 telah merinci delapan golongan yang berhak menerima zakat. Sungguhpun demikian menurut kesepakatan para ulama yang menjadi sasaran penerima utama zakat adalah fakir miskin. Hal ini menandakan bahwa pengentasan kemiskinan di bidang ekonomi lebih diprioritaskan.

  Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan harta kekayaan dari golongan yang kaya kepada golongan miskin. Transfer kekayaan berarti juga transfer sumber-sumber ekonomi. Rahardjo (1987) menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa berkembang menjadi konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang bagaimana cara manusia melakukan kehidupan bermasyarakat termasuk di dalamnya bentuk ekonomi. Oleh karena itu ada dua konsep ada dua konsep yang selalu di kemukakan dalam pembahasan mengenai sosial ekonomi Islam yang saling berkaitan yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat (Q. S al- Baqarah/2:276)

  Zakat ditinjau dari pendekatan etnis dan pemikiran rasional ekonomis adalah sebagai kebijaksanaan ekonomi yang dapat mengangkat derajat orang- orang miskin, sehingga dampak sosial yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. Hal ini dapat terwujud apabila dilakukan pendistribusian kekayaan yang adil.

  Zakat mungkin didistribusikan secara langsung kepada orang-orang yang berhak, baik kepada satu atau lebih penerima zakat maupun kepada organisasi sosial yang mengurusi fakir miskin. Namun hendaknya kita mencari orang-orang yang benar membutuhkan. Untuk menghindari pemberian zakat kepada orang yang salah, maka pembayar zakat hendaknya memastikan dulu.

  Dalam kita hukum fiqh Islam, harta kekayaan yang wajibdizakati digolongkan dalam kategori : a.

  Emas, perak dan uang (simpanan) b. Barang yang di perdagangkan c. Hasil peternakan d. Hasil Bumi e. Hasil tambang dan barang temuan

  Adapun di Indonesia ukuran dan kadar tentang zakat di atur berdasarkan Instruksi Mentri Agama Nomor 5 Tahun 1991.

  Zakat Emas, Perak dan Uang

  Ketiga jenis harta, yaitu, emas, perak dan uang zakatnya dikeluarkan setelah dimiliki secara pasti selama satu tahun. Besar nishab dan jumlah yang dikeluarkan berbeda-beda. Nishab pertama emas adalah 20 dinar, lebih kurang sama dengan 94 gram emas murni. Nishab kedua yaitu perak adalah 200 dirham, kurang lebih sama dengan 672 gram. Nishab ketiga yaitu uang, baik uang giral maupun uang kartal adalah senilai 94 gram emas. Masing-masing di keluarkan zakatnya 2,5%.

  Barang yang Diperdagangkan Besarnya nishab senilai 94 gram emas. Dikeluarkan zakatnya sebesar 2.

  5%, yaitu setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun lamanya, jumlah uang dan semua barang yang ada dihitung harganya. Untuk masa sekarang, zakat perdagangan ini diperluas pada perusahaan atau badan usaha lainnya.

  Hasil Peternakan

  Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak yang telah dipelihara selama satu tahun di tempat penggembalaan dan tidak tidak dipekerjakan sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nishabnya. Kadar zakatnya berbeda-beda. Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing atau biri-biri, sapi, dan kerbau. Masing-masing ternak memiliki nishab sebagai berikut : a.

  Nishab kambing atau biri-biri adalah 40 ekor. Setiap 40-120 ekor zakatnya 1 ekor kambing, 121-200 ekor zakatnya 2 ekor, 201-300 ekor zakatnya 3 ekor.

  b.

  Nishab sapi adalah 30 ekor, 30-39 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur satu tahun lebih. 40-59 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih. 60-69 ekor zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun lebih, 70-79 ekor zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun dan 2 tahun lebih.

  c.

  Nishab kerbau sama dengan sapi.

  Hasil Bumi

  Pengeluaran zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus dilakukan setiap kali panen atau menuai. Nishabnya kurang lebih sebesar 1350 kg gabah atau 750 kg beras. Kadar zakatnya 5% untuk hasil bumi yang diairi atas usaha penanaman sendiri dan 105 kalau pengairannya tadah hujan tanpa usaha yang menanam. Hasil bumi yang dizakati hanyalah yang menjadi makanan pokok dan tahan lama.

  Hasil Tambang dan Barang Temuan (Ma’din dan Rikaz)

  Dalam kitab hukum (fiqih) Islam, barang tambang dan barang temuan yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. Nishab barang tambang adalah sama dengan nishab emas (94 gram), dan perak (672 gram), kadarnya pun sama yaitu 2,5 %. Untuk barang tambang zakatnya dikeluarkan setiap kali barang tambang itu selesai diolah.

2.2Potensi Zakat

  Potensi zakat adalah kemampuan zakat dalam upaya pemanfaatan zakat untuk digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Potensi zakat apabila digunakan dengan pemanfaatan dan mekanisme yang tepat tentu dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dikalangan umat muslim. Potensi zakat dimasing-masing daerah akan berbeda sesuai dengan struktur dan tingkat kemajuan suatu daerah tersebut. Semakin maju suatu daerah maka akan semakin besar potensi zakat yang dapat digali. Untuk mengetahuibesar potensi zakat digunakan metode perkiraan potensi zakat yang digunakanberdasarkan asumsi dimana kadar zakat minimal 2,5% dari masing-masing sektor ekonomi daerah (PDRB) seperti berikut : 1.

  Kadar zakat pertanian adalah 2,5% dari nilai PDRB sektor pertanian 2. Kadar zakat pertambangan adalah 2,5 % dari nilai PDRB sektor pertambangan

3. Kadar zakat sektor lainnya adalah masing-masing 2,5%

  Berdasarkan asumsi di atashasil perkiraan potensi zakat tertinggi yang pernah dicapai Kota Medan pada tahun 2005 mencapai sebesar 281,79 dan pada tahun-tahun lain relatif turun karena adanya perubahan nilai PDRB. Dari tabel terlihat bahwa sektor ekonomi yaitu sektor perdagangan, tranportasi dan telekomunikasi yang memiliki potensi zakat terbesar di daerah ini.

  

Tabel. 2.1

Produk Domestik Regional Bruto dan Potensi Zakat Kota Medan atas dasar

Harga Berlaku 2004-2006 (Milyar Rupiah)

  Jenis Lapangan Usaha Tahun 2004 2005 2006

  Sektor / Lapangan Usaha PDRB Potensi Zakat PDRB Potensi

  Zakat PDRB Potensi zakat

  1.Pertanian 1.012,23 25,30 1.306,92 32,67 1.447,70 36,19

  2.Pertambangan dan Penggalian 2,20 0,05 2,60 0,06 3,28 0,082

  

3.Industri Pengolahan 5.602,44 140,06 7.094,92 117,37 7960,00 199,00

  4.Listrik,Gas dan Air Bersih 899,98 22,49 917,53 22,93 1.093,03 27,32

  

5.Konstruksi 2.908,82 72,72 3.502,80 87,57 4.795,79 119,89

  

6.Perdagangan,Hotel dan Restaurant 8.945,38 223,63 11.271,82 281,79 12.679,93 316,99

  

7.Transportasi dan Telekomunikasi 5.689,87 142,24 7.979,78 119,49 9.024,10 225,60

  

8.Keuangan dan Jasa Perusahaan 4.564,51 114,11 6.036,88 150,92 6.673,03 166,82

  

9. Jasa-Jasa 3.399,95 84,98 4.652,21 116,30 5.245,42 131,13

PDRB 33.025,38 825,58 42.765,46 929,10 48.922,28 1.223,02

Sumber : BPS Kota Medan

2.3. Lembaga Zakat

  Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga yang diajarkan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian menurut sejarah zakat telah berkembang seiring dengan laju perkembangan Islam itu sendiri. Gambaran tersebut meliputi sejarahnya pada masa awal Islam dan perkembangan pemikiran zakat pada tatanan hukum Islam masyarakat Indonesia dalam kerangka modern.

  Pada masa awal Islam, yakni masa Rasulullah SAW dan para sahabat, prinsip-prinsip Islam telah dilaksanakan secara demonstratif, terutama dalam hal zakat yang merupakan rukun Islam ketiga syahadat dan shalat. Secara nyata zakat telah menghasilkan perubahan ekonomi yang menyeluruh dalam masyarakat Muslim. Hal itu sebagai akibat pembangunan kembali masyarakat yang didasarkan kepada perintah Allah, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

  Pada saat itu Rasulullah mendidik dan menanamkan dalam hati dan fikirannya untuk taat kepada Allah dan Rasulnya. Rasulullah juga mendidik mereka agar terbebas dari dominasi dan perbudakan oleh milik pribadi. Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mendidik masyarakat muslim tak lepas dari suri tauladan beliau yang hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang dibawanya dan berakhlakh luhur dalam menjalankan aturan-aturannya, baik ketika sendiri maupun di depan umum.

  Pengumpulan zakat ketika masa Rasulullah SAW dilakukan dengan cara mengumpulkan zakat perorangan dan membentuk panitia pengumpulanzakat.

  Rasulullah juga memerintahkan kepada mereka (para pejabat) bagaimana berperilaku dan mempermudah urusan masyarakat. Banyak diceritakan dalam hadistnya agar para pengelola zakat bekerja dengan baik dan tidak serakah hanya mengutamakan kepentingan diri dengan melupakan kepentingan fakir miskin.

  Pesan terakhir yang disampaikan beliau untuik umatnya adalah agar menjaga shalat dan zakat serta berbuat baik kepada budak belian.

  Dalam sejarah peradaban Islam, bahwa keberhasilan pemerintahan Islam yang mencapai puncaknya sewaktu dipimpin oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz.

  Khalifah keturunan bani Umayah ini menghapus sisa gagasan yang salah, yaitu prioritas kekayaan di tangan bani Umayyah. Lalu dalam masa singkat pemerintahannya kembali kepada situasi normal dan meraih kembali semua kejayaan. Kejayaan dan tanah yang diambil keturunan Umayyah secara tidak sah dikembalikan ke Baitul Maal

2.4. Perkembangan Zakat di Indonesia

  Sejak Islam datang ke tanah air, zakat telah menjadi salah satu sumber dana untuk kepentingan pengembangan agama Islam. Dalam perjuangan bangsa Indonesia ketika menentang penjajahan Barat dahulu, zakat terutama bagian

  

sabilillah- nya merupakan sumber dana perjuangan. Setelah mengetahui hal ini,

  pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk melemahkan (dana) kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, yakni melarang semua pegawai pemerintah dan priyai prbumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat, sehingga pelaksanaan zakat mengalami hambatan.

  Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti dengan dicantumkannya pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berhubungan dengan kebebasan menjalankansyari’at agama (pasal 29) dan pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anaka-anak terlantar dipelihara oleh negara.

  Sejalan dengan berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sekali dukungan yang menginginkan zakat dimasukkan sebagai salah satu komponen sistem perekonomian keuangan Indonesia, baik itu dari pemerintah maupun dari kalangan anggota parlemen. Mereka menginginkan agarmasalah zakat diatur dengan peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh pemerintah dan negara.

  Dalam penyusunan ekonomi Indonesia, di samping komponen yang telah ada dalam sistem adat kita yaitu gotong royong dan tolong menolong, pengertian zakat seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an besar manfaatnya kalau dipahami dengan seksama. Mengenai pelaksanaannya, diperlukan perubahan sehingga memenuhi keperluan masa kini dan keadaan di Indonesia.

  Perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat ini, secara kualitatif, mulai meningkat pada tahun 1968. Pada tahun itu pemeritah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang pembentukan Badan Amil Zakat No. 5/1968 tentang pembentukan Baitul Maal (Balai Harta Kekayaan) di Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadya. Setahun sebelumnya yakni pada tahun 1967 pemerintah telah menyiapkan RUU Zakat yang akan dimajukan kepada DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Rencana Undang-Undang Zakat yang disiapkan oleh Menteri Agama ini, diharapkan akan didukung oleh Menteri Sosial

  (karena erat hubungannya dengan pelaksanaan pasal 34 UUD 1945) dan Menteri Keuangan.

2.5. Peran dan Pengelolaan Zakat Terhadap Kemiskinan

  Zakat dianggap mampu dalam pengentasan kemiskinan, karena zakat merupakan sarana yang dilegalkan agama dalam pembentukan modal.

  Pembentukan modal semata-mata tidak hanya berasal dari pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam saja, tetapi melalui upaya penyisihan sebagian harta bagi yang mampu, yang wajib di bayarkan kepada pengelola zakat. Zakat di anggap akan mampu memaksimalkan kualitas SDM melalui pengadaan sarana dan prasarana bagi masyarakat, meningkatkan produktifitas, serta meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum. Agar zakat dapat berfungsi secara optimal, maka zakat harus di kelola dan di atur pada kebijakan yang tepat, agar hasilnya tepat pada sasaran yaitu untuk mensejahterakan masyarakat umumnya kaum muslim, dan mampu mengurangi kemiskinan.

  Kebijakan pengelolaan zakatyang di teliti oleh penulis adalah Pengelolaan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat DaerahSumatera Utara (BAZDASU), hal ini disebabkan karena pemusatan pengumpulan zakat dan pemberdayaan zakat banyak dilakukan oleh BAZDASU. BAZDASU adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah tentang pengelolaan zakat. Sebagai lembaga pengelola zakat, eksistensinya begitu penting, tidak saja mempunyai tugas pokok mengumpulkan, menyalurkan dan mendayagunakan zakat sesuai dengaan ketentuan agama, tetapi lebih daripada itu BAZDASU dituntut juga menjadi lembaga yang benar-benar berperan dalam mensejahterakan dan mengentaskan perekonomian umat Islam Sumatera Utara.

  BAZDASU dari tahun ke tahun senantiasa menggulirkan program kerja yang terarah dan terpadu dalam visi menjadi lembaga pengelola zakat yang amanah, professional dan transparan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi umat dalam rangka membangun kepercayaan kepada masyarakat sehingga masyarakat Islam menyadari betapa pentingnya membayar ke BAZDASU.

  Penyaluran zakat oleh BAZDASU dilkukan secara konsumtif (penyaluran tahunan) pada problema kehidupan sosial yang terkait dengan kemiskinan, BAZDASU menyelesaikannya dengan mengutamakan tiga kategori, yaitu : 1.

  Miskin Harta, yakni fakir miskin, anak yatim miskin, muslim lanjut usia, orang sakit, ibn sabil dan gharim.

2. Miskin ilmu pengetahuan, BAZDASU memberikan beasiswa bagi tingkat Aliyah, Mahasiswa tingkat BA, MA dan Ph. D.

  3. Miskin aqidah, BAZDASU memberikan bantuan pembangunan sarana ibadah seperti masjid, langgar dan musholla. Membantu da’i pedesaan untuk membina desa-desa dengan tugas pokok melaksanakan kewajiban sholat jum’at dan menjaga fardu khifayah, dan memberikan pengajian.

  Da’I juga bertugas mebantu kegiatan keagamaan para pemuda dan remaja Islam seperti organisasi masyarakat Islam, pesantren kilat dan sebagainya.

  Penyaluran zakat bisa bersifat konsumtif dan produktif. Penyaluran zakat konsumtif diberikan kepada :

  1. Fakir miskin, seperti : Bantuan orang jompo, bantuan anak yatim miskin, bantuan untuk orang sakit/cacat kurang mampu, bencana alam dan lainnya.

  2. Shabilillah, sperti gaji (honor), da’i, bantuan untuk masjid/langgar dan mushalla Kab/Kota se-Sumatera Utara. Bantuan untuk pembinaan Tahfizul Qur’an/Qori, Qoriah, Kaligrafi al-Qur’an, TPA-TKA dan lainnya.

  3. Ibnu Sabil, gharim dan muallaf.

  4. Bantuan beasiswa, seperti Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Aliyah, Mahasiswa (BA), Pascasarjana (MA dan Ph. D).

  5. Bantuan pula disalurkan kepada kegiatan-kegiatan keagamaan. Bantuan biaya pula bagi pembinaan dan evaluasi BAZDASU, bantuan kegiatan bulan Ramadhan, bantuan penyuluhan dan pengembangan, seperti lokakarya produktif potensi penerbitan risalah dan info BAZDASU.

  Bantuan juga bagi pembentuk transport motivator, informasi, publikasi, dokumentasi dan komunikasi BAZDASU, kesejahteraan/ intensif pengurus dan pegawai dan lainnya. Zakat produktif disalurkan sebagai berikut : 1.

  Pinjaman modal usaha pedagang kecil dan pegawai yang kurang mampu.

  2. Penambahan dana abadi BAZDASU di berbagai Bank Syariah.

  3. Biaya klinik layanan kesehatan dhuafa BAZDASU.

  4. Penambahan saham BAZDA Sumut pada Bank Syariah (BPRS).

  Kebijakan penggunaan anggaran dan pembiayaan bagi sasaran tersebut, di tetapkan melalui musyawarah kerja BAZDASU. Setiap awal BAZDASU mesti membuat laporan tahunan kepada pemerintah di Sumatera Utara, DRPD Sumatera Utara dan kepada muzakki.

2.6.Pengaruh Zakat Terhadap Kemiskinan

  Jika dilihat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah umat muslimterbesar di dunia harus memiliki peran aktif dalam perwujudan kesejahteraan masyarakat dengan pengoptimalan potensi zakat. Potensi ini tentu sajadi anggap jelas mampu mewujudkan pengentasan kemiskinan, tetapi melalui pengelolaan dan mekanisme yang tepat danmempunyai hasil baik. Potensi Zakat yang bisa dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan adalah zakat yang memiliki sifat produktif.

  Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus-menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya. Dengan kata lain zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus.

  Pendayagunaan zakat produktif melalui cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik. Pendayagunaan zakat diharapkan dapat menghasilkan manfaat, sehingga zakat mendatangkan mafaat bagi yang menerimanya. Ada dua bentuk pendayagunaan dana zakat antara lain :

  1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuan sesaat ini idealnya adalah hibah.

  2. Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategori muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima.

  Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga dapat dicari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan. Pemanfaatan zakat harta sangat targantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik, pemanfaatannya akan dirasakan oleh masyarakat.

  Pemanfaatan zakat ini, biasanya berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Dari penelitian lapangan yang dilakukan diketahui bahwa pada umumnya bahwa penggunaan zakat harta diantaranya untuk pemberdayaan ekonomi mayarakat seperti; dipergunakan untuk usaha pertanian, peternakan dan usaha kecil lainnya.

  2.7. Kemiskinan di Kota Medan Kemiskinan merupakan masalah dan tantangan dalam pembangunan.

  Kemiskinan akan melahirkan keterbelakangan sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu salah satu faktor kunci keberhasilan penanggulangan kemiskinan adalah dengan pendekatan pengelolaan zakat. Penduduk di kota Medan mayoritas beragama Islam. Ini menyebabkan banyak rumah ibadah didirikan ; seperti masjid, surau. Pembangunan kota Medan memperlihatkan potensinya melalui perkembangan struktur dan infrastruktur. Realitas ini merupakan indikasi dari berkembangnyapembangunan dan juga meningkatnya pendapatan masyarakatnya, yang menjadi potensi besar bagi sumber zakat. Dengan terkumpulnya zakat di harapkan angka kemiskinan di Kota Medan dapat berkurang.

  2.8. Penelitian Terdahulu

a. Penelitian Niken Fidyah Ramadhani (2011)

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2011) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat,

  Infaq dan Shodaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah SUMUT” menunjukkan

  bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia Muzakki. Alasan Muzakki lebih membayar zakat, infaq dan shodaqoh di Badan Amil Zakat Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik pemerintah. Dan sebagian besar Muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang di peroleh sehingga Muzakki tetap membayarzakat, infaq dan shodaqoh di BAZDA SUMUT setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershodaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara kompherenship melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.

b. Devialina Puspita (2008)

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Devialina Puspita yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Terhadap Keberdayaan dan

  

Pengentasan Kemiskinan Rumah Tangga” (Kasus : Program Urban

Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara,

Jakarta Timur) menunjukkan bahwa dana zakat melalui program Urban

  Masyarakat Mandiri belum dapat memberdayakan rumah tangga miskin untuk menjadi sejahtera melainkan hanya sampai pada meberdayakan rumah tangga untuk dapat melanjutkan usahanya. Hal tersebut dapat dilihat dari pendayagunaan bantaun hanya sampai bagaimana responden harus memutar modal mereka setiap harinya, belum sampai pada tahap bagaimana responden harus mengembangkan usaha dan mensejahterakan mereka dengan menaikkan pendapatannya.

  Selain itu, dana zakat melalui program Urban Masyarakat Mandiri Bantuan Masyarakat Mandiri belum berpengaruh nyata terhadap usaha pengentasan kemiskinan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya pendapatan mitra yang berimplikasi kepada belum tercapainya, mitra yang sejahtera.

2.9. Kerangka Konseptual

  Pengelolaan Zakat Pengurangan Kemiskinan

  Melalui Potensi Zakat dan Peranan Zakat Untuk

  Masyarakat Bantuan Pinjaman & Pendayagunaan Keterampilan dan

  Modal Zakat Pelatihan Usaha Produktif

  Dari kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa tujuan dari pengelolaan dana zakat adalah mengurangi kemiskinan. Bersamaan dengan keberhasilan mengurangi kemiskinan tersebut, jumlah orang yang membayar zakat (muzakki) diharapkan meningkat. Keberhasilan pengentasan kemiskinan melalui pemanfaatan potensi zakat yang ada dan pendayagunaan zakat yang terkumpul digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, khusunya masyarakat muslim. Proses pengentasan kemiskinan juga didukung oleh lembaga pengelola zakat kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik) untuk menjalankan usaha yang bersifat produktif.

  Dukungan yang diberikan berupa bantuan permodalan, pelatihan, dan peralatan. Lembaga pengelola zakat yang sudah besar biasanya menggunakan lembaga Intermediary, lembaga Pengelola zakat seperti Baitul Mal wa Tamwil untuk memberdayakan mustahik dan jika usahanya berkembang diharapkan kemiskinan akan berkurang.