Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Disusun Oleh: Dinda Rizvina Nasution

111301007

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan“ adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumber secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2015

Dinda Rizvina Nasution


(4)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan

Dinda Rizvina Nasution dan Fahmi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan media massa yang menjadi responden pada LPP TVRI Medan dan Harian Waspada Medan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karyawan pria dan wanita. Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel 61 orang. Metode pengambilan data yang digunakan adalah skala gaya kepemimpinan transformasional menggunakan teori Bass dan skala stres kerja menggunakan teori Michael. Skala gaya kepemimpinan transformasional disusun berdasarkan dimensi gaya kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bass (1990) yang terdiri atas 4 dimensi yaitu: charisma, inspirational, individualized consideration, and intellectual stimulation. Skala stres kerja disusun berdasarkan dimensi stres kerja yang dikemukakan oleh Michael (2009) yaitu: beban kerja, konflik kerja, dan ambiguitas peran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan mass media Medan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa level gaya kepemimpinan transformasional di media massa Medan berada pada level sedang dan stres kerja karyawan media massa Medan berada pada level sedang. Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang gaya kepemimpinan transformasional yang dapat diterapkan oleh pemimpin kepada karyawan dan bermanfaat juga dalam menurunkan stres kerja pada karyawan.

Kata kunci: gaya kepemimpinan transformasional, stres kerja, karyawan media massa


(5)

The Effect of The Transformational Leadership towards Medan Mass Media Employees Job Stress

Dinda Rizvina Nasution and Fahmi

ABSTRACT

This study aimed to know the effect of the transformational leadership towards job stress of mass media employees who responded to LPP TVRI Medan and Harian Waspada Medan. The population which is used in this research are male and female employees. The sampling technique is nonprobability sampling by using purposive sampling with 61 subjects. The data collection method used is transformational leadership scale based on transformational leadership theory by Bass and job stress scale based on job stress theory by Michael. The transformational leadership scale is based on the dimensions of transformational leadership proposed by Bass (1990), which consists of four dimensions: charisma, inspirational, individualized consideration, and intellectual stimulation. Job stress scale is based on job stress dimensions proposed by Michael (2009), they are workloads, work conflict, and the ambiguity of role. The results showed that there was negative effect of transformational leadership towards Medan mass media employees job stress. The results also showed that the level of transformational leadership in mass media Medan was average and Medan mass media employees job stress was average. Researcher hopes this research can give us more information about the transformational leadership which can be applied to employees in order to decrease employees job stress.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin. Puji dan syukur yang tiada habisnya penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, pemilik segala ilmu yang telah memberikan segala taufik dan hidayah-Nya kepada penulis serta nikmat yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan” yang disusun sebagai syarat akademis dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis. Kepada Ayahanda Irwan Dwanda Nasution, S.H dan Ibunda Hj. Butet Marike, Am.Keb terima kasih atas segala doa, nasihat, dukungan serta kepercayaan yang telah diberikan selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Kakanda Rizka Wandari Nasution, S.Sos, Wina Avina Nasution, S.H, serta adik tersayang Haikal Afkar Nasution atas segala dukungan dan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan, bimbingan, bantuan serta doa dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :


(7)

1. Ibunda Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera utara.

2. Kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bantuan dan saran serta bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan penulis dimulai hingga skripsi ini selesai.

3. Abangda Fahmi Ananda, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, S.Psi., M.A., psikolog dan ibu Sherry Hadiyani, M.Psi., psikolog selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Seluruh Pegawai dan Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang memberikan banyak bekal ilmu kapada penulis. 6. Bapak Zainuddin Latuconsina, SE, M.Si dan ibu Liza Trimurti, SE serta

keluarga besar LPP TVRI Medan yang telah memeberikan izin, membantu serta mengisi skala penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 7. Bapak Edi Suwarno dan bapak Hasan Basri serta keluarga besar Harian

Waspada yang telah memberikan izin, membantu serta mengisi skala penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

8. Mbak Iki dan kedua orang tua (Ibu Sugiarti dan Bapak Kirwanto) yang telah menemani, membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam setiap urusan di LPP TVRI Medan.

9. CBS tersayang Ade, Suhu, Darmik, Vika, Defi, Bibah yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan, saran, perhatian, wejangan, dan sering dibuat heboh oleh penulis saat penulis membutuhkan masukan dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih telah sabar sekali menghadapi kehebohan penulis selama masa perkuliahan ini dan terima kasih atas curahan kasih sayang kalian.

10. Teman SMA: Amelia Tri Widya, Rahma Ramadhani, Devi Lestari, Posma Agustinus, terima kasih atas dukungan yang telah diberikan.

11. Keluarga Besar Teater REPSAS: Kak Im yang selalu mendo’akan, menyemangati, dan mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini, Sopi, Mirjak, Aslam dan yang lainnya yang telah memberikan perhatian, semangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

12. Teman sekaligus adik yang turut serta mendo’akan penulis agar lancar dan segera mungkin menyelesaikan skripsi ini Rachma Dwita Sari terima kasih banyak.

13. Teman-teman Psikologi USU angkatan 2011 terkhusus Islah, Ocak, Bang Ari, Kiki, Dwi, terima kasih atas segala kenangan selama kuliah.

14. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2015


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan... 13

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA... 14

A. Stres Kerja ... 14

1. Definisi Stres Kerja ... 14

2. Dimensi Stres Kerja ... 15


(11)

B. Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 19

1. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional... 19

2. Ciri-ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional... 21

C. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja ... 22

D. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III: METODE PENELITIAN ... 27

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 27

B. Definisi Operasional Variabel ... 27

1. Stres Kerja ... 27

2. Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 28

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Skala Stres Kerja ... 30

2. Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional... 32

E. Uji Coba Alat Ukur ... 33

1. Validitas Alat Ukur ... 34

2. Uji Daya Beda Item (Aitem) ... 34

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35

F. Prosedur Penelitian... 36

1. Tahap Persiapan ... 36

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 37

3. Tahap Pengolahan Data ... 37


(12)

1. Uji Normalitas ... 38

2. Uji Linearitas ... 38

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 39

1. Hasil Uji Coba Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 39

2. Hasil Uji Coba Skala Stres Kerja ... 40

BAB IV: ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 42

1. Gambaran Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

2. Gambaran Subjek berdasarkan Usia ... 43

3. Gambaran Subjek berdasarkan Masa Kerja... 43

B. Hasil Penelitian ... 44

1. Hasil Uji Asumsi ... 44

a. Uji Normalitas ... 44

b. Uji Linearitas ... 45

2. Hasil Utama Penelitian ... 47

a. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan ... 47

b. Koefisien Determinasi ... 49

c. Nilai Empirik dan Hipotetik ... 49

d. Kategorisasi Data Penelitian ... 52

C. Pembahasan ... 54


(13)

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

1. Saran Metodologis ... 57

2. Saran Praktis... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Alternatif Jawaban Skala Stres Kerja ... 31

Tabel 2. Blue Print Skala Stres Kerja ... 31

Tabel 3. Skor Alternatif Jawaban Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional... 32

Tabel 4. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 33

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional Setelah Uji Coba ... 40

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 7. Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

Tabel 8. Penyebaran Subjek berdasarkan Usia ... 43

Tabel 9. Penyebaran Subjek berdasarkan Masa Kerja ... 43

Tabel 10. Uji Normalitas Sebaran dengan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov ... 45

Tabel 11. Uji Linearitas Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Stres Kerja ... 46

Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 47

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 48


(15)

Tabel 15. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Gaya

Kepemimpinan Transformasional ... 50 Tabel 16. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik

Stres Kerja ... 51 Tabel 17. Norma Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 52 Tabel 18. Norma Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 52 Tabel 19. Norma Kategorisasi Stres Kerja ... 53 Tabel 20. Norma Kategorisasi Stres Kerja ... 53


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Try Out dan Skala Penelitian ... 62

Lampiran B. Data Mentah dan Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 88

Lampiran C. Tabel F dan Tabel T ... 115

Lampiran D. Surat Izin Penelitian ... 126


(17)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan Media Massa Medan

Dinda Rizvina Nasution dan Fahmi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan media massa yang menjadi responden pada LPP TVRI Medan dan Harian Waspada Medan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karyawan pria dan wanita. Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel 61 orang. Metode pengambilan data yang digunakan adalah skala gaya kepemimpinan transformasional menggunakan teori Bass dan skala stres kerja menggunakan teori Michael. Skala gaya kepemimpinan transformasional disusun berdasarkan dimensi gaya kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bass (1990) yang terdiri atas 4 dimensi yaitu: charisma, inspirational, individualized consideration, and intellectual stimulation. Skala stres kerja disusun berdasarkan dimensi stres kerja yang dikemukakan oleh Michael (2009) yaitu: beban kerja, konflik kerja, dan ambiguitas peran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan mass media Medan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa level gaya kepemimpinan transformasional di media massa Medan berada pada level sedang dan stres kerja karyawan media massa Medan berada pada level sedang. Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang gaya kepemimpinan transformasional yang dapat diterapkan oleh pemimpin kepada karyawan dan bermanfaat juga dalam menurunkan stres kerja pada karyawan.

Kata kunci: gaya kepemimpinan transformasional, stres kerja, karyawan media massa


(18)

The Effect of The Transformational Leadership towards Medan Mass Media Employees Job Stress

Dinda Rizvina Nasution and Fahmi

ABSTRACT

This study aimed to know the effect of the transformational leadership towards job stress of mass media employees who responded to LPP TVRI Medan and Harian Waspada Medan. The population which is used in this research are male and female employees. The sampling technique is nonprobability sampling by using purposive sampling with 61 subjects. The data collection method used is transformational leadership scale based on transformational leadership theory by Bass and job stress scale based on job stress theory by Michael. The transformational leadership scale is based on the dimensions of transformational leadership proposed by Bass (1990), which consists of four dimensions: charisma, inspirational, individualized consideration, and intellectual stimulation. Job stress scale is based on job stress dimensions proposed by Michael (2009), they are workloads, work conflict, and the ambiguity of role. The results showed that there was negative effect of transformational leadership towards Medan mass media employees job stress. The results also showed that the level of transformational leadership in mass media Medan was average and Medan mass media employees job stress was average. Researcher hopes this research can give us more information about the transformational leadership which can be applied to employees in order to decrease employees job stress.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Salah satu kunci kesuksesan organisasi di era globalisasi ini adalah sejauh mana individu atau warga organisasi secara sinergis mampu berkontribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam proses pengimplementasian tugas dan tanggung jawab sebagai warga organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan. Organisasi membutuhkan karyawan yang akan bertindak melebihi tugas pekerjaan umum mereka, yang akan memberikan kinerja yang melampaui perkiraan (Robbins, 2006). Dalam hal ini juga tentunya karyawan harus mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan organisasi yang akan berubah-ubah seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat membawa perubahan dalam kehidupan manusia, yang kemudian mengakibatkan tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap individu agar lebih meningkatkan kinerja mereka dalam organisasi perusahan. Hal ini berarti mengharuskan individu atau karyawan mengubah pola dan sistem kerjanya sesuai dengan tuntutan yang ada saat ini (Noviansyah & Zunaidah, 2011).


(20)

Kehidupan modern manusia yang semakin kompleks, menyebabkan manusia akan cenderung lebih mudah mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kurang pahamnya manusia akan keterbatasan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustrasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Luthans, 2006).

Stres tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya. Penyebab munculnya stres disebut sebagai stressor, yang bisa saja semata-mata bersifat jasmani, sosial, atau kejiwaan. Pikiran yang menafsirkannya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, otak mengirimkannya melalui dua jalur. Jalur pertama dikenal sebagai jalur bawah sadar yang bertanggung jawab atas refleks-refleks fisik dan emosi dari tubuh. Sedangkan pada jalur kedua individu dibuat sadar terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan, termasuklah lingkungan kerja. Hal inilah yang dapat menyebabkan stres kerja pada individu (Afrilia, 2009).

Stres kerja menurut Handoko (2000) adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dalam bekerja. Semakin berat stres yang dialami oleh karyawan, maka semakin terganggu kemampuannya dalam pekerjaan dan lingkungannya. Kemudian Luthans (2006) mengemukakan bahwa stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang


(21)

merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.

Stres pada pekerjaan tentunya tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya. Menurut Robbins (2008) timbulnya stres kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu, faktor organisasi, faktor lingkungan, dan faktor individu. Organisasi berpengaruh terhadap stres kerja karyawan karena semua kegiatan atau aktivitas dalam organisasi perusahaan berhubungan dengan karyawan. Seperti tuntutan tugas, tuntutan peran, maupun tuntutan pribadi karyawan yang terkait di dalam organisasi, apabila terlalu berat atau pun tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, serta kerja yang membutuhkan tanggung jawab yang tinggi cenderung dapat mengakibatkan stres kerja.

Berbicara mengenai tuntutan tugas, tuntutan peran, maupun tuntutan pribadi (hubungan karyawan dengan karyawan lainnya) dalam suatu organisasi erat kaitannya pula dengan pemimpin organisasi itu sendiri, karena pemimpin berarti seseorang yang diikuti, seseorang yang dapat mempengaruhi dan memotivasi orang-orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan (Jewell, 1998). Pemimpin dalam memimpin suatu organisasi memiliki gaya kepemimpinannya masing-masing. Jewell (1998) mengemukakan bahwa kepemimpinan berarti pengaruh seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif. Lebih lanjut dijelaskan oleh House (dalam Dewo, 2008) bahwa kepemimpinan berarti kemampuan individu untuk


(22)

mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang-orang memberikan kontribusi terhadap keefektivan dan kesuksesan organisasi. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Waridin dan Bambang Guritno, 2005). Terdapat berbagai macam gaya kepemimpinan yang akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional.

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengenal perlunya perubahan organisasi, menciptakan visi, membuat komitmen pada visi tersebut, membentuk budaya perusahaan untuk mendukung perubahan-perubahan, dengan cepat melihat tanda-tanda perlunya perubahan dalam organisasi, serta mampu menciptakan kepercayaan pada karyawannya, walaupun tidak memiliki hubungan personal dengan tiap karyawannya (Tichy dan Devana, dalam Jewell, 1998). Kemudian, gaya kepemimpinan juga dikatakan Rouche (dalam Pawar & Eastman, 1997). sebagai kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap, kepercayaan, dan perilaku pemimpin-pemimpin lain dengan tujuan untuk menyelesaikan misi organisasi (Suseno & Sugiyanto, 2010).

Menurut Bass (dalam Muchinsky, 2003) gaya kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini, para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati


(23)

pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi. Bass (dalam Dewo, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik gaya kepemimpinan transformasional yang efektif adalah yang menunjukkan perilaku karismatik yang diakui oleh tiap bawahannya, memunculkan motivasi inspirasional, memberikan stimulasi intelektual dan memperlakukan karyawan dengan memberi perhatian terhadap individu dalam organisasi. Hal-hal tersebutlah yang mendorong karyawan atau bawahan untuk lebih lagi dalam berprestasi dan bekerja.

Berprestasi dan berkerja lebih tentunya berpengaruh terhadap tuntutan kerja karyawan, yang mana tuntutan kerja menurut Robbins (2008) merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang dan dapat memberi tekanan pada orang jika tuntutan tugas kecepatannya dirasakan berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Selain itu, kepribadian individu yang berbeda-beda terkadang juga menyebabkan pekerjaan yang dihasilkan kurang baik karena tidak semua individu dapat menjalankan tuntutan yang berada di luar kemampuannya dan dalam hal ini individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya stres kerja (Robbins, 2008).

Kemudian Bass (dalam Muchinsky, 2003) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, hal ini berarti apabila hubungan yang terjalin antara atasan dan bawahan itu baik, maka tugas-tugas yang dikomunikasikan oleh atasan atau pemimpin dapat diterima dengan baik, namun ketika tugas yang disampaikan pemimpin


(24)

kepada bawahan tidak jelas, maka hal ini dapat menimbulkan kebingungan pada diri karyawan yang disebut sebagai ambiguitas peran yang berarti ketidakjelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang karyawan. Dalam hal ini ambiguitas peran merupakan salah satu aspek pada stres kerja (Michael, 2009).

Berbicara mengenai ambiguitas peran juga sangat erat kaitannya dengan konflik peran yang juga merupakan salah satu aspek dari stres kerja. Konflik peran sendiri berarti keadaan ketika seseorang memiliki satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan masing-masing, jadi ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005).

Konflik peran dalam organisasi dapat tercipta salah satunya karena pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka terhadap keadaan dan kemampuan karyawan (Robbins, 2008). Namun, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional kepada bawahannya dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual (Bass, 1990). Pemberian perhatian kepada bawahan oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, termasuk peran-peran yang dimiliki karyawan. Sehingga, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan khususnya peran bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya konflik peran yang merupakan salah


(25)

satu aspek dari stres kerja. Maka, diperoleh sebuah informasi bahwasanya terdapat hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja seperti penelitian yang dilakukan oleh Hamdani & Handoyo (2012).

Selain itu, adapun aspek stres kerja lainnya yakni beban kerja (Michael, 2009). Salah satu organisasi yang memiliki beban kerja yang cukup banyak dan erat kaitannya pula dengan waktu adalah perusahaan media massa. Media massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Adapun jenis-jenis dari media massa itu sendiri yakni media cetak, media elektronik, dan media siber.

Dewasa ini, sudah banyak bisa dijumpai perusahaan-perusahaan media massa, media elektronik dan media cetak contohnya. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk menjadi pemenang dalam persaingan bisnis. Persaingan bisnis yang semakin kuat dan inovasi-inovasi yang terus berkembang mendorong setiap perusahaan untuk terus meningkatkan kreativitas baik dalam proses perbaikan mutu produk, peningkatan efektivitas dan efisiensi, dan lain sebagainya (Andriopoulos dalam Agustina, 2009). Tidak hanya itu, proses peningkatan kreativitas perusahaan juga dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sumber daya manusia. Perusahaan membutuhkan karyawan-karyawan yang juga kreatif sebagai upaya peningkatan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin kuat (Agustina, 2009).


(26)

Seperti pada perusahaan media massa, dalam pelaksanaannya menyampaikan berita, perusahaan media elektronik dan media cetak dapat berjalan karena adanya karyawan-karyawan yang bertugas dan disusun dalam divisi-divisi tertentu. Salah satu divisi yang sangat berperan dalam penyaluran berita-berita yakni divisi berita dan siaran pada media elektronik dan divisi redaksi pada media cetak. Karyawan-karyawan dalam divisi berita/divisi redaksi bertugas untuk memproduksi berita yang telah diperoleh dari reporter yang meliput berita di lapangan, dan karyawan di divisi siaran bertugas untuk memproduksi program serta menyiarkan baik dari perencanaan program hingga pelaksanaan.

Penyelesaian tugas-tugas di divisi tersebut sangat bergantung pada waktu. Berita-berita yang telah diperoleh dari reporter harus selesai diproduksi atau dirangkum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan agar nantinya dapat disiarkan atau diterbitkan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. Tugas-tugas harus diselesaikan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, apabila target tidak tercapai, maka produser berita atau kepala redaksi dan produser siaran harus mengadakan rapat bersama karyawan-karyawan terkait, membicarakan apakah ada hambatan atau kesulitan sehingga tidak tercapainya target.

“Oh iya..itu menjadi tanggung jawab pemimpin..mengecek kan..apa kita memenuhi target durasi nggak..kita kan ada ketetapan durasi disini satu jam kan..paling sedikit itu 25 aitem berita..jadi tetap ada koordinasi, karena kita itukan kerja tim namanya kan..”


(27)

Berbicara mengenai hambatan dan kesulitan yang mungkin dialami karyawan dalam divisi-divisi tersebut, terdapat beberapa hambatan yang dialami karyawan dalam menjalankan tugas-tugasnya yakni adanya karyawan yang sulit dalam bekerja tim, karyawan yang datang terlambat sehingga mengganggu kinerja karyawan yang lain, beban kerja yang cukup banyak yang harus diselesaikan sesuai waktu yang telah ditetapkan mengharuskan pemimpin terus memotivasi karyawan agar dapat mencapai target. Namun, mayoritas karyawan berusia 41-60 tahun termasuk kategori dewasa madya dan memiliki masa kerja yang terbilang cukup lama sulit untuk menerima dorongan ataupun motivasi dari pimpinan, dengan kata lain motivasi yang diberikan pemimpin kepada karyawan tidak terlalu berpengaruh bagi mereka.

“ Kalo bekerjanya udah capek..dari tahun 82..nah kalo disini itulah bisa dikatakan hambatannya ya..pegawainya udah tua-tua, di atas 40an..jadi jumlah yang usianya 40an itu 90%, jadi kalo cerita soal motivasi..motivasi itu selalu ada, tapi memotivasi usia yang tua-tua ini yang sulit..”

(Komunikasi personal 15 April, 2015) Permasalahan-permasalahan atau hambatan yang pada umumnya terjadi pada karyawan-karyawan media massa tersebut ternyata dialami oleh LPP TVRI kota Medan dan Harian Waspada Medan. Kedua perusahaan media cetak ini memiliki tugas yang sama yakni menyiarkan atau menerbitkan berita, hanya saja yang satu adalah media elektronik dan satunya lagi adalah media cetak.

Kedua jenis media massa tersebut memiliki karyawan yang mayoritas berada pada rentang usia dewasa madya (41-60 tahun) dengan rata-rata


(28)

memiliki masa kerja sekitar 11-20 tahun bahkan terdapat pula yang sudah bekerja lebih dari 30 tahun. Tentunya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, karyawan dipimpin oleh seorang pemimpin yang bertugas mengontrol dan mengkoordinir karyawan. Pemimpin di kantor media massa sendiri dikenal sebagai seorang pemimpin yang demokratis dan terbuka. Setiap harinya pemimpin datang ke kantor untuk mengecek apakah tugas-tugas bawahan atau karyawannya sudah terlaksana dengan baik atau belum. Pemimpin juga selalu mengadakan rapat sebulan sekali dengan para karyawannya guna mendiskusikan sudah tercapainya target atau belum serta menampung masukan dari bawahan mengenai program kerja mereka.

“disini kepemimpinannya saya gak ngerti secara teori ya..tapi yang jelas sangat demokratis, terbuka..kan gitu..kita sendiri disini ada pertemuan, rapat gitu..tidak tetap tapi rutin gitu..sebulan sekali biasanya selalu ada dengan profesi-profesi yang ada tadi..”

(Komunikasi personal 15 April, 2015) Selain itu, dikatakan bahwasanya pemimpin juga selalu memberikan motivasi ataupun dorongan bagi setiap bawahannya agar mereka tetap terus bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan dapat mencapai target yang yang telah ditetapkan bahkan kalau bisa melebihi target yang sudah ditetapkan sebelumnya.

“Eee..artinya mampu persentasenya yang tidak full gitu ya..kalau motivasi selalu ada..cuman ya itu tadi seperti yang saya bilang, tergantung si pegawainya juga..ya kan gitu..”

(Komunikasi personal 15 April, 2015) Permasalahan yang terjadi adalah karyawan yang mayoritas berusia di atas 40 tahun, sulit untuk diberikan motivasi, ditambah lagi masa kerja mereka


(29)

yang sudah cukup lama menyebabkan sulitnya mereka menerima motivasi dari atasan karena sudah biasa (monoton) dan terlalu sering dimotivasi, sehingga pada akhirnya mereka menjadi mudah bosan dan jenuh dengan pekerjaan mereka.

Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terciptanya stres kerja pada karyawan media massa sendiri, oleh karena itu untuk mengontrol hal-hal mengenai terorganisirnya tugas-tugas karyawan, menciptakan kesejahteraan karyawan, dan mencegah stres kerja karyawan, serta tercapainya target perusahaan, maka diperlukanlah seorang pemimpin yang mampu mengontrol dan mengkoordinir bawahannya demi mencapai tujuan ataupun target perusahaan.

Berdasarkan hal di atas, peneliti melihat bahwa adanya kemungkinan gaya kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi stres kerja pada karyawan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan.

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan media massa Medan?”


(30)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasioanl terhadap stres kerja karyawan media massa Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki dua manfaat baik secara teoritis maupun praktis: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang Psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi terutama yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan stres kerja.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemimpin Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang gaya kepemimpinan transformasional yang dapat diterapkan oleh pemimpin kepada karyawan.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan.


(31)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisi mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisikan uraian tentang teori-teori dari masing-masing variabel, hubungan antara variabel, dan hipotesa, yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, yang meliputi landasan teori dari gaya kepemimpinan dan stres kerja.

Bab III : Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, alat ukur, validitas dan realibilitas alat ukur, metode pengolahan data, serta hasil uji coba alat ukur.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini memaparkan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, hasil utama penelitian, dan menginterpretasikan data-data empirik.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian serta berisi saran-saran metodologis dan saran-saran-saran-saran praktis.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA

1. Definisi Stres Kerja

Stres kerja menurut Handoko (2000) adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dalam bekerja. Semakin berat stres yang dialami oleh karyawan, maka semakin terganggu kemampuannya dalam pekerjaan dan lingkungannya. Stres kerja yang dialami oleh para karyawan dapat menghambat tugas-tugas yang dibebankan, yang mana manusia cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya (Anoraga, 2001). Sebagai hasilnya, dalam diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu keberlangsungan kerja mereka. Orang-orang yang mengalami stres dapat menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah

dan agresi, tidak dapat bersikap tenang, atau tidak kooperatif (Rivai, 2005)

Luthans (2006) mengungkapkan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.

Stres pada pekerjaan tentunya tidak akan muncul tanpa ada penyebabnya. Robbins (2008) memaparkan bahwasannya stres kerja pada karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor organisasi yang termasuk di


(33)

dalamnya tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan pribadi, kemudian faktor lingkungan, serta faktor individu. Tak jauh berbeda dengan yang lainnya, Robbins dan Coulter (2010) mendefinisikan stres sebagai reaksi negatif dari orang-orang yang mengalami tekanan berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat tuntutan, hambatan, atau peluang yang terlampau banyak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang berupa respon adaptif yang dihubungkan dengan perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.

2. Dimensi Stres Kerja

Stres kerja dapat diukur dari 3 dimensi (Michael, 2009), yaitu: a. Beban Kerja

Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan waktu, serta ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi ketiganya tidak seimbang, kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan seseorang mengalami stres.


(34)

b. Konflik Peran

Konflik peran merujuk kepada suatu keadaan ketika seseorang memiliki satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan masing-masing, sehingga ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005).

c. Ambiguitas Peran

Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena job description tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan

kurang mengetahui peran apa yang harus dia lakukan serta tujuan yang hendak dicapai dari perannya tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Robbins (2008) timbulnya stress kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Organisasi

Terdapat banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Beberapa faktor tersebut yakni tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang telah ditetapkan, beban kerja yang berlebih, pimpinan yang menuntut dan kurang peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Beberapa faktor di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa faktor, yaitu:


(35)

1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar. 2. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Sehingga ambiguitas peran dapat tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.

3. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. 4. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

b. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu: 1. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.


(36)

Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.

2. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.

3. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.

4. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.

c. Faktor Individu

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

1. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan,


(37)

pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.

3. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah terlihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terciptanya stres kerja adalah faktor organisasi, yang mana di dalam faktor organisasi itu sendiri, dikemukakan bahwa gaya pemimpin dalam memimpin bawahannya turut mempengaruhi stres kerja. Adapun salah satu gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh pemimpin organisasi kepada bawahannya yakni gaya kepemimpinan transformasional.

B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 1. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Tichy dan Devanna (dalam Jewell, 1998) mendefinisikan gaya kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang mengenal perlunya perubahan


(38)

organisasi, menciptakan visi, membuat komitmen pada visi tersebut, membentuk budaya perusahaan untuk mendukung perubahan-perubahan, dengan cepat melihat tanda-tanda perlunya perubahan dalam organisasi, serta mampu menciptakan kepercayaan pada karyawannya, walaupun tidak memiliki hubungan personal dengan tiap karyawannya.

Seperti ungkapan Bass dalam Muchinsky (2003) yang mendefinisikan gaya kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini, para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi.

Pemimpin yang transformasional bisa menjadi direktif, partisipatif, otoriter ataupun demokratis (Bass dalam Muchinsky, 2003). Menurut Bass (1990) kepemimpinan transformasional ini bersifat kontinuum dan merupakan suatu tingkatan di atas kepemimpinan transaksional dalam hal mengilhami dan memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan transformasional dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi serta mengembangkan minat karyawan dalam bekerja. Kemudian Luthans (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaharuan dan perubahan.

Kepemimpinan transformasional juga didefinisikan sebagai antitesis dari model kepemimpinan yang ingin mempertahankan status quo, sehingga


(39)

kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai kepemimpinan yang mencakup upaya perubahan organisasi (Dwiyekti, 2011).

Transformasional berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan kebebebasan, rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para pengikut untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya meningkat (Khan, 2012).

Tidak jauh berbeda dengan Bass, Modiani (2012) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil - hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.

Dari berbagai pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional merupakan kepemimpinan yang mengenal perlu adanya

perubahan organisasi didasarkan pada pengaruh serta hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, menciptakan komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi serta menimbulkan rasa percaya, kagum, loyal, dan hormat pada karyawan terhadap pemimpin.

2. Ciri-ciri Gaya Kepemimpinan Transformasional

Bass (1990) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional, yaitu:

a. Pemimpin memiliki karisma yang diakui oleh pengikutnya (charisma), berarti pemimpin yang menjadi model bagi pengikutnya, mendapatkan rasa hormat untuk dipercaya, menerapkan standar moral yang tinggi, serta


(40)

mampu menyampaikan rasa pengertian memiliki misi yang kuat terhadap pengikutnya.

b. Dapat memberikan inspirasi atau menjadi sumber inspirasi bagi pengikutnya (inspirational), berarti pemimpin yang percaya diri, meningkatkan optimism dan antusias kelompok, serta mampu memotivasi pengikutnya.

c. Perilaku dan perhatian pemimpin terhadap pengikutnya bersifat individual (individualized consideration), berarti memberikan perhatian secara personal pada semua individu serta membuat individu merasa dihargai. d. Pemimpin memiliki kemampuan menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari

bawahannya (intellectual stimulation), berarti menunjukkan cara-cara dalam mendorong pengikut menjadi inovatif dan kreatif dalam memimpin.

C. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan

Stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang (Luthans, 2006). Gaya kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan, yang dalam hal ini, para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati pemimpin,


(41)

serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi (Bass dalam Muchinsky, 2003).

Pemimpin yang transformasional merupakan pemimpin yang memberikan perhatian bersifat individual kepada karyawannya (Bass,1990). Perhatian yang bersifat individual ini berarti pemimpin sangat tahu benar diri tiap-tiap karyawannya. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional harusnya mampu mengatur peran serta beban kerja tiap bawahannya sehingga dapat mencegah terjadinya stres kerja.

Salah satu faktor yang menyebabkan terciptanya stres kerja adalah faktor organisasi, yang mana di dalam nya terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadinya stres kerja, salah satunya adalah pimpinan yang terlalu menuntut dan kurang peka (Robbins, 2008). Apabila dikaitkan dengan pemimpin yang transformasional, yakni pemimpin yang dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual, yang berarti pemimpin yang memberikan perhatian kepada tiap bawahannya (Bass, 1990). Hal ini merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya stres kerja (Robbins, 2008).

Kemudian daripada itu, pemimpin yang transformasional juga mampu menstimulasi pemikiran atau ide-ide bawahannya (Bass, 1990), dapat menjadi seorang pemimpin yang direktif ketika situasi yang mengharuskan pemimpin menjadi direktif atau bahkan dapat menjadi seseorang yang otoriter maupun partisipatif, bergantung pada situasi yang terjadi (Bass, dalam Jewel 1998).


(42)

Berdasarkan pernyataan tersebut, berarti dengan gaya kepemimpinan transformasional pemimpin dapat mencegah munculnya stres kerja dikarenakan pemimpin yang transformasional termasuk pemimpin yang dapat mengontrol segala situasi yang terjadi dalam organisasi/perusahaan. Transformasional sendiri berarti dalam pelaksanaannya, pengikut lebih diberikan kebebebasan, rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang memungkinkan para pengikut untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan tujuan akhirnya meningkat (Khan, 2012). Maka dengan kata lain, pemberian kebebasan pada karyawan ini memungkinkan karyawan dapat bekerja dengan lebih tenang walaupun dituntut harus bekerja lebih daripada tujuan organisasi, sehingga mencegah timbulnya kondisi yang tegang yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi karyawan dalam bekerja (Handoko,2000).

Dalam kegiatan memimpin, mengawasi dan mengontrol bawahan, tentunya perlu diciptakan sebuah hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahan atau anak buah; pemimpin yang dapat memotivasi dan memberikan perhatian secara individual kepada tiap bawahannya (Bass,1990). Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan memotivasi bawahannya agar berprestasi dan bekerja yang lebih tinggi, hal ini berarti menjadi tuntutan tiap bawahan untuk dapat menghasilkan sesuatu yang lebih lagi di luar target pemimpin (Bass,1990). Sedangkan setiap individu memiliki kepribadiannya masing-masing. Tidak semua individu dapat menjalankan tuntutan yang berada di luar kemampuannya, sehingga dalam hal ini pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional harusnya mampu mencegah terjadinya konflik peran pada setiap karyawannya.


(43)

Konflik peran merupakan suatu keadaan ketika seseorang memiliki satu atau lebih peran yang saling bersaing, dengan kata lain, tiap peran memiliki tuntutan masing-masing, jadi ketika individu memenuhi tuntutan peran yang satu, maka akan sulit bagi individu tersebut untuk memenuhi tuntutan peran yang lainnya (Rollinson, 2005). Pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka terhadap keadaan dan kemampuan karyawannya dapat menjadi salah satu faktor terciptanya konflik peran yang kemudian berujung kepada stres kerja (Robbins, 2003). Namun, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dikenal dengan karakteristiknya yang memberikan perhatian bersifat individual (Bass, 1990). Pemberian perhatian kepada bawahan oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional merupakan bentuk kepekaan pemimpin terhadap keadaan bawahan, termasuk peran-peran yang dimiliki karyawan. Sehingga, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin peka pemimpin terhadap keadaan bawahan khususnya peran bawahan, maka semakin kecil kemungkinan terciptanya konflik peran yang merupakan salah satu aspek dari stres kerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh negatif terhadap stres kerja, semakin kuat gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh pemimpin, semakin rendah stres kerja karyawan.


(44)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja karyawan media massa Medan.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Karyawan.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari :

Variabel tergantung (DV) : Stres Kerja

Variabel bebas (IV) : Gaya Kepemimpinan Transformasional

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 1. Stres Kerja

Stres kerja adalah kondisi karyawan dimana lingkungan kerja menuntut adanya respon adaptif baik fisik maupun psikologis dari karyawan. Stres kerja diukur menggunakan skala stres kerja dengan mengembangkan aspek-aspek stres kerja yang dikemukakan oleh Michael (2009) yaitu: beban kerja, konflik peran, dan ambiguitas peran. Skala ini menggunakan metode likert. Semakin tinggi skor


(46)

yang dicapai seseorang artinya semakin tinggi stres kerja yang dialami individu. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai artinya semakin rendah stres kerja yang dialami individu.

2. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya yang diterapkan oleh pemimpin dengan memberikan inspirasi atau menjadi sumber inspirasi bagi pengikutnya, yang akan membuat pengikutnya merasa percaya, kagum, loyal, dan hormat kepada pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja yang lebih tinggi lagi.

Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan skala gaya kepemimpinan transformasional dengan mengembangkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bass (1990) yaitu memiliki karisma, menjadi sumber inspirasi, memberikan perhatian bersifat individual, dan mampu menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari bawahan. Skala ini menggunakan metode likert. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang artinya semakin kuat gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan individu. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai artinya semakin lemah gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan individu.

B.POPULASI DAN SAMPEL

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama. Populasi dalam penelitian


(47)

ini adalah 80 orang karyawan divisi berita dan siaran LPP TVRI Medan dan 88 orang karyawan divisi redaksi Harian Waspada Medan.

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah karyawan media massa Medan (LPP TVRI dan Harian Waspada) adalah sejumlah 61 orang.

Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan cara purposive sampling. Purposive sampling merupakan sebuah teknik pengambilan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti, bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif (Sugiharto, dkk, 2003).

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data dalam suatu penelitian (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala adalah kumpulan pernyataan-pernyatan mengenai suatu obyek tertentu dimana respon subyek pada setiap pernyataan dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas individu yang akan diukur (Azwar, 2002).Menurut Hadi (2000), metode skala mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.


(48)

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang

diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000). Metode ini menggunakan pilihan jawaban, yaitu netral (N) , sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing dibuat dengan menggunakan skala 1 – 5 kategori jawaban, yang masing-masing jawaban diberi score atau bobot yaitu banyaknya score antara 1 sampai 5, dengan rincian: 1. Jawaban SS sangat sesuai diberi score 5

2. Jawaban S sesuai diberi score 4 3. Jawaban N netral diberi score 3

4. Jawaban TS tidak sesuai diberi score 2

5. Jawaban STS sangat tidak sesuai diberi score 1

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala Stres Kerja dan skala Gaya Kepemimpinan Transformasional.

1. Skala Stres Kerja

Untuk mengukur stres kerja maka digunakan skala stres kerja yang dikembangkan berdasarkan teori Michael (2009), yang diformulasikan menjadi tiga dimensi yaitu beban kerja, konflik peran, dan ambiguitas peran. Jenis skala


(49)

yang digunakan adalah skala likert. Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya stres kerja.

Skala stres kerja ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print dari skala stres kerja:

Tabel 1. Skor alternatif jawaban skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1

Sesuai 4 Sesuai 2

Netral 3 Netral 3

Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 4

Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidak sesuai 5

Tabel 2. Blue print skala Stres Kerja

No. Dimensi Favourable Unfavourable


(50)

2. Konflik peran 5 5

3. Ambiguitas peran 5 5

Jumlah Total Item 15 15

2. Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan skala gaya kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bass (dalam Muchinsky, 2003) dengan menggunakan metode likert yang disusun berdasarkan empat dimensi, yaitu: memiliki karisma, menjadi sumber inspirasi, memberikan perhatian bersifat individual, dan mampu menstimulasi pemikiran atau ide-ide dari bawahan. Skala gaya kepemimpinan transformasional ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan rentang skor dari 1 sampai 5.

Tabel 3. Skor alternatif jawaban skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1


(51)

Netral 3 Tidak sesuai 3

Tidak sesuai 2 Sangat tidak sesuai 4

Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidal sesuai 5

Tabel 4. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

No. Dimensi Favourable Unfavourable

1. Memiliki karisma 5 5

2. Menjadi sumber inspirasi

5 5

3. Memberikan perhatian bersifat individual

5 5

4. Mampu menstimulasi pemikiran atau ide-ide bawahan

5 5

Jumlah Total Item 20 20

E.UJI COBA ALAT UKUR

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.


(52)

1. Validitas Alat Ukur

Validitas berarti ketepatan interpretasi atas hasil dari suatu tes atau pengukuran dan sesuai dengan tujuan pemberian tes (Wiersma, 1986). Azwar (2003) mendefinisikan validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Hadi, 2000). Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini adalah professional judgement, pendapat profesional diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing

2. Uji Daya Beda Item (Aitem)

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya sesuai selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala sebagaimana dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar, 2005).

Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusiskor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rit) yang


(53)

dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rit ≥ 0,30. Semua aitem yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rit kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem

yang memiliki daya beda rendah (Azwar, 2005). Pernyataan-pernyataan pada skala diuji daya beda aitemnya dengan menghitung antara skor aitem dengan skor total skala. Teknik statistika yang digunakan adalah koefisiensi Product Moment oleh Pearson. Formulasi koefisien korelasi Product Moment dari Pearson digunakan bagi tes-tes yang setiap aitemnya diberi skor kontinyu. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasi rendah mendekati angka nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik (Azwar, 2005). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2000). Uji reliabilitas adalah alat menunjukkan derajat konsistensi alat ukur yang bersangkutan jika diterapkan berulang kali pada kesempatan yang berlainan. Semakin tinggi reliabilitas alat pengukur maka semakin stabil pula alat pengukur tersebut dalam mengukur suatu gejala, dan sebaliknya semakin rendah reliabilitas suatu alat pengukur maka


(54)

semakin tidak stabil alat pengukur tersebut dalam mengukur suatu gejala(Azwar, 2003). Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsistensi internal dengan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

F.PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan

a. Pencarian informasi

Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mencari informasi tentang perusahaan yang akan dijadikan tempat pengambilan data.

2) Peneliti menghubungi pihak perusahaan untuk memastikan pemberian izin dalam hal pengambilan data.

3) Setelah mendapatkan izin dari pihak perusahaan, peneliti mengurus surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4) Peneliti mendatangi perusahaan tersebut dan memberikan surat keterangan dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan penelitian di perusahaan tersebut.


(55)

Sebelum peneliti mengambil data di lapangan, peneliti membuat alat ukur penelitian yaitu skala stres kerja dan skala gaya kepemimpinan transformasional berdasarkan teori yang digunakan. Peneliti membuat item skala stres kerja yang berjumlah 30 aitem dan skala gaya kepemimpinan transformasional yang berjumlah 40 aitem. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka peneliti akan menelaah aitem-aitem tersebut dengan analisis rasional bersama professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut. Kemudian skala tersebut dibentuk ke dalam booklet dan diujicobakan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan try out terpakai yaitu data yang diperoleh dalam penyebaran skala juga digunakan sebagai data dalam penelitian. Pertimbangan peneliti menggunakan try out terpakai adalah subjek penelitian merupakan orang yang sama, kemudian efisiensi waktu, biaya, dan tenaga peneliti dalam pengambilan data.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS for windows 17.0 version.


(56)

G.METODE ANALISIS DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja, maka metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 17.0 for windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS versi 17.0 for window.

Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat

kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

2. Uji Linearitas

Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui apakah apakah variabel bebas (gaya kepemimpinan transformasional) dan variabel terikat (stres kerja) mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Apabila penyimpangan tersebut tidak signifikan maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier. Uji linieritas dilakukan dengan


(57)

menggunakan analisis statistik uji F dengan bantuan program komputer SPSS 17.0. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebasdengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000). Apabila uji asumsi terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis.

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Adapun tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur itu dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Hasil Uji Coba Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional

Jumlah skala gaya kepemimpinan transformasional yang diujicobakan terdiri dari 40 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 35 aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 dan terdapat 5 aitem yang gugur. Hasil uji coba terhadap skala gaya kepemimpinan transformasional menunjukkan koefisien α sebesar 0,935.


(58)

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional Setelah Uji Coba

Aspek

Favorable Unfavorable

Total Bobot (%) Nomor Aitem Jumlah Aitem Nomor Aitem Jumlah Aitem Charisma 1, 5, 9,

13, 17, 21

6

26, 30, 34

3 9 25,71

Inspirational 2, 6, 10, 18,

22

5

27, 31, 35

3 8 22,85

Individualized consideration 3, 7, 11, 15, 19 5 28, 32, 36, 38

4 9 25,71

Intellectual stimulation 4, 8, 12, 16, 20, 24 6 33, 37, 40

3 9 25,71

Total 22 13 35 100%

2. Hasil Uji Coba Skala Stres Kerja

Jumlah skala stres kerja yang diujicobakan terdiri dari 30 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh bahwa 25 aitem memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 sehingga terdapat 5 aitem yang gugur. Hasil uji


(59)

coba terhadap skala stres kerja menunjukkan nilai koefisien α sebesar 0,891.

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Stres Kerja Setelah Uji Coba

Aspek

Favorable Unfavorable

Total Bobot (%) Nomor Aitem Jumlah Aitem Nomor Aitem Jumlah Aitem Beban kerja

1, 4, 10, 13, 16

5

22, 25, 28

3 8 32

Konflik peran

2, 5, 8, 11, 14,

17

6

23, 26, 29

3 9 36

Ambiguitas peran

3, 6, 9, 12, 15,

18

6 24, 30 2 8 32


(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil tambahan penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah 61 orang karyawan yang bekerja di kantor media massa, dalam hal ini LPP TVRI Medan dan Harian Waspada Medan. Berikut ini deskripsi umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan masa kerja.

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

1. Pria 42 68,9%

2. Wanita 19 31,1%


(61)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 42 orang (68,9%) sedangkan jumlah subjek berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (31,1%).

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

No. Usia Kategori Jumlah (N) Persentase 1. 18-40 tahun Dewasa Awal 18 29,5% 2. 41-60 tahun Dewasa

Madya

42 68,9%

3. > 60 tahun Lanjut Usia 1 1,6%

Total 61 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang paling banyak berada pada kategori dewasa madya, yaitu sebanyak 42 orang (68,9%). Sedangkan sebanyak 18 orang berada pada masa dewasa awal (29,5%), dan 1 orang pada masa lanjut usia (lebih dari 60 tahun).

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja, penyebaran Subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 9. Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

No. Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

1. 1-10 5 8,2%

2. 11-20 21 34,4%


(62)

4. > 30 17 27,9%

Total 61 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki masa kerja pada rentang 11-20 tahun sebanyak 21 orang (34,4%), 18 (29,5%) orang subjek yang bekerja pada rentang 21-30 tahun, 17 orang (27,9%) subjek telah bekerja lebih dari 30 tahun, dan 5 orang (8,2%) subjek bekerja pada rentang 1-10 tahun.

B. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliput:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi data penelitian berdistribusi secara normal dalam kurva sebaran normalitas. Uji normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan metode statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Kaidah yang digunakan yaitu jika p > 0.05

maka sebaran data adalah normal, sedangkan jika p < 0.05 maka sebaran data tidak normal.


(63)

Tabel 10. Uji Normalitas Sebaran dengan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Data menunjukkan bahwa nilai Z variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional sebesar 1.222 dengan p = 0.101 sedangkan variabel Stres Kerja memiliki nilai Z sebesar 1.181 dengan p = 0.123. Berdasarkan hasil analisis data, nilai signifikansi kedua variabel lebih besar dari 0.05, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa sebaran data kedua variabel tersebut adalah normal. b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas (Gaya Kepemimpinan Transformasional) dan variabel tergantung (Stres Kerja) memiliki hubungan yang linier atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan

StresKerja

GayaKepemimpinan Transformasional

N 61 61

Normal Parametersa,,b Mean 61.87 125.69 Std. Deviation 11.440 17.534 Most Extreme

Differences

Absolute .151 .156

Positive .151 .099

Negative -.105 -.156

Kolmogorov-Smirnov Z 1.181 1.222 Asymp. Sig. (2-tailed) .123 .101


(64)

melihat nilai signifikansi, apabila lebih kecil dari 0.05 maka kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang linier. Sebaliknya, apabila nilai signifikasi lebih besar dari 0.05 maka kedua variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang linier.

Tabel 11. Uji Linearitas Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Stres Kerja

ANOVA Table

Mean Square F Sig. StresKerja *

GayaKepemim pinanTransform

asional

Between Groups

(Combined) 165.066 2.175 .026 Linearity 3329.015 43.866 .000 Deviation from

Linearity

77.179 1.017 .494

Within Groups 75.891 Total

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai signifikansi linearitas = 0.00. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0.05, yang artinya terdapat hubungan linear secara signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dan stres kerja.


(65)

2. Hasil Utama Penelitian

a. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Stres Kerja Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara dua variabel, yaitu variabel gaya kepemimpinan transformasional dan stres kerja pada karyawan. Oleh karena itu, pengujian pengaruh antara kedua variabel dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 17.0 for windows dan Microsoft Excel 2007.

Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Sederhana

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai F hitung yaitu 43.416, sedangkan nilai F tabel dapat diperoleh dengan menggunakan table F dengan derajat bebas (df) Residual (sisa) yaitu 59 sebagai df penyebut dan df Regression (perlakuan) yaitu 1 sebagai df pembilang dengan taraf signifikan 0.05, sehingga diperoleh nilai F tabel yaitu 4.00 Karena F hitung (43.416) > F tabel (4.00), dan nilai signifikansi (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak.

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3329.015 1 3329.015 43.416 .000a

Residual 4523.936 59 76.677 Total 7852.951 60


(66)

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Sederhana Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 115.263 8.181 14.090 .000

GayaKepemimpinanTra nsformasional

-.425 .064 -.651 -6.589 .000

Hasil pengujian diperoleh nilai t hitung = -6.589, karena hipotesa satu arah maka t hitung = -3.2945. Pada t tabel dengan df 59 dan taraf signifikansi 0.05 diperoleh 1.67. Nilai signifikansi yang ditunjukkan dari tabel di atas adalah 0.000 yang berarti lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian, nilai t hitung > t tabel serta nilai signifikansi < 0.05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh negatif gaya kepemimpinan transformasional terhadap stres kerja.

Arah koefisien regrasi negatif berarti bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap stres kerja. Semakin tinggi skor gaya kepemimpinan transformasional, maka semakin rendah stres kerja pada karyawan.


(67)

b. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas tehadap variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi ditentukan dengan nilai adjust R square.

Tabel 14. Koefisien Determinasi

Berdasarkan hasil perhitungan regresi dapat diketahui bahwa koefisien determinasi (adjusted R2) yang diperoleh sebesar 0.414. Hal ini berarti 41,4% stres kerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional, sedangkan sisanya yaitu 58,6% stres kerja dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

c. Nilai Empirik dan Hipotetik

1. Nilai Empirik dan Hipotetik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Setelah uji coba alat ukur gaya kepemimpinan transformasional dilakukan, terdapat 35 aitem yang digunakan dalam penelitian ini. Respon yang diberikan terdiri dari 5 buah rentang (sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, sangat sesuai). Nilai untuk respon sangat tidak sesuai adalah 1, nilai

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .651a .424 .414 8.757


(68)

untuk respon tidak sesuai adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk respon sesuai adalah 4, dan nilai untuk respon sangat sesuai adalah 5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk skala gaya kepemimpinan transformasional adalah 35 dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 175.

Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk gaya kepemimpinan transformasional dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional

Nilai Hipotetik Empirik

Min 35 61

Maks 175 150

Mean 105 125,69

SD 23,33 17,53

Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata hipotetik, maka diperoleh rata-rata empirik lebih besar daripada rata-rata hipotetik dengan selisih 20,69. Hasil ini menunjukkan bahwa penilaian subjek penelitian terhadap gaya kepemimpinan transformasional yang dimiliki pemimpin tergolong kuat. 2. Nilai Empirik dan Hipotetik Stres Kerja

Setelah uji coba alat ukur stres kerja dilakukan, terdapat 25 aitem yang digunakan di dalam penelitian ini. Respon yang diberikan terdiri dari 5 buah


(69)

rentang (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju). Nilai untuk respon sangat tidak setuju adalah 1, nilai untuk respon tidak setuju adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk respon setuju adalah 4, dan nilai untuk respon sangat setuju adalah 5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk skala stres kerja adalah 25 dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 125.

Hasil perhitungan nilai hipotetik dan empirik untuk stres kerja dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 16. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Stres Kerja Variabel Stres Kerja

Nilai Hipotetik Empirik

Min 25 43

Maks 125 106

Mean 75 61,87

SD 16,66 11,44

Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata hipotetik, maka diperoleh rata-rata empirik lebih kecil daripada rata-rata hipotetik dengan selisih 13,13. Hasil ini menunjukkan bahwa stres kerja yang dimiliki subjek penelitian tergolong rendah.


(70)

d. Kategorisasi Data Penelitian

1. Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Norma kategorisasi yang digunakan pada gaya kepemimpinan transformasional adalah sebagai berikut.

Tabel 17. Norma Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Rentang Nilai Kategori

X ≤ (µ - 1.0 SD) Lemah

(µ - 1.0 SD) <X ≤ (µ + 1.0 SD) Sedang

X > (µ + 1.0 SD) Kuat

Besar nilai rata-rata empirik gaya kepemimpinan transformasional adalah 125,69 dengan standar deviasi 17,53 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 18. Norma Kategorisasi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

X ≤ 108 Lemah 9 14,8%

108 <X ≤ 143 Sedang 47 77,0%

X > 143 Kuat 5 8,2%

Total 61 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki penilaian terhadap pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dalam kategori sedang sebanyak 47 orang (77%), sedangkan untuk kategori kuat sebanyak 5 orang (8,2%), serta sebanyak 9 orang (14,8%)


(1)

118

LAMPIRAN D

SURAT IZIN PENELITIAN


(2)

(3)

120


(4)

LAMPIRAN E


(5)

123


(6)