BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Kompetensi 2.2.1. Pengertian Kompetensi - Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam Kesiapsiagaan Triase dan Kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal di Puskesmas Langsa Baro Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Kompetensi 2.2.1. Pengertian Kompetensi Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa yang dimaksud dengan

  kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu (Mulyasa, 2004).

  Menurut US approach dalam Moeheriono (2009), menyatakan bahwa kompetensi lebih banyak di wujudkan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi.

  Pendekatan occupational competence, seperti ini mendefinisikan kompetensi sebagai “ability to perform activity within an occupation to the standarts expected in

  

employment” elemen kompetensi diidentifikasikan sebagai fungsi-fungsi yang

diperlakukan individu yang kompeten agar mampu untuk menyelesaikan sesuatu.

  Menurut Moeheriono (2009), kompetensi merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu.

  Kompetensi adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini digunakan dapat dipertukarkan. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Buyung, 2007).

  Keterampilan adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian orang- orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan penentuan efektivitas manajer, yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana melakukan sesuatu dengan baik (Buyung, 2007).

  Menurut Spencer, pengertian dan kompetensi adalah karakteristik dasar yang terdiri atas keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) serta atribut personal (personal attributs) lainnya yang mampu membedakan seseorang hanya yang melakukan dan tidak melakukan (Moeheriono, 2009).

  Menurut McCLeLLand, penentu sukses tidaknya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau pada suatu situasi tertentu. Pendekatan ini bisa dikenal dengan pendekatan US approach French approach, kompetensi merupakan kumpulan dari beberapa elemen psikologi seseorang, yaitu dengan menggunakan “self image” sebagai landasannya (Moeheriono, 2009).

  Berdasarkan dari definisi kompetensi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut.

  1. Karakteristik dasar (underlying chatacteristic) kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.

  2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan intuk memprediksi kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang lebih tinggi, maka akan mempunyai kinerja tinggi pula (sebagai akibat).

  3. Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar (Moeheriono, 2009).

2.2.2. Cara Menentukan Kompetensi

  Merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi seperti yang telah di ungkapkan oleh spencer atau mengacu The Competency Handbook, ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini, yaitu sebagai berikut.

1. Mengidentifikas pekerjaan pada posisi-posisi kunci dari deskripsi jabatan (job description) yang nantinya akan dibuat sebagai kompetensi modelnya.

  2. Melakukan analisis jabatan (job analysis) lebih mendalam mengenai proses kerja yang sangat penting, yaitu cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab pada posisi - posisi kunci tersebut.

3. Melakukan survey mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan agar dapat berhasil melaksanakan pekerjaan nantinya (Moeheriono, 2009).

  Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi dapat dilakukan dengan pembuatan skala, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik) atau menggunakan skala b (basic), I (intermediate), A (advance) atau E (expert) (Moeheriono, 2009).

2.2.3. Mengembangkan Sistem Kompetensi

  Menurut Moeheriono (2009), sistem perkembangan kompetensi pada setiap organisasi wajib dan harus dikembangkan seluas-luasnya, dalam rangka mengembangkan manajemen sumber daya manusia atau SDM - nya. Manfaat dan keuntungan dalam pengembangan sistem kompetensi ini adalah sebagai berikut.

  1. Dapat dipakai sebagai acuan kesuksesan awal bekerja seseorang. Model kompetensi yang akurat ini akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dubutuhkan untuk keberhasilan dalam suatu pekerjaan tersebut. Apabila seseorang memegang posisi jabatan tertentu, maka harus mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya.

  2. Dapat dipakai sebagai dasar merekrut karyawan yang baik dan handal. Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi - kompetensi apa saja yang diperlukan bagi suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan sebagai kriteria dasar rekrutmen karyawan baru.

  3. Dapat dipakai sebagai dasar penelitian dan mengembangkan karyawan selanjutnya. Hasil identifikasi kompetesi pekerjaan yang akurat dapat juga dipakai sebagai tolok ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah sesorang sudah memiliki kompetensi tertentu yang disyaratkan.

  4. Dapat dipakai sebagai dasar penilaian kinerja dan pemberian kompensasi (reward) bagi karyawan berprestasi atau sebagai hukuman (punishment) bagi karyawan tidak berprestasi. Akhirnya, kompetensi dapat juga dikaitkan dengan sistem kompensasi dan hukuman. Dengan adanya model kompetensi yang telah dibuat untuk setiap posisi, maka dapat diukur seberapa besar kemampuan seseorang dalam memenuhi persyaratan kompetensi yang telah ditentukan baginya.

  5. Pihak manajemen bisa menarik kesimpulan bahwa kompetensi sangat bermanfaat untuk training need analysis atau TNA.

2.2.4. Tujuan dan Sasaran Analisis Kompetensi

  Pengertian analisis kompetensi secara sederhana adalah segala bentuk pendekatan analisis sistematis yang menjelaskan muatan-muatan atau tugas pekerjaan seseorang baik kegiatan aktivitas maupun perilakunya, konteks pekerjaan pada lingkungan kerja dan segala tuntutannya serta persyaratan pekerjaan tersebut, yang terdiri atas pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan kemampuan (ability) secara detail dan menyeluruh (Moeheriono, 2009).

  Analisis kompetensi tersebut harus dirancang dengan sebaik-baiknya karena akan dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat perihal suatu pekerjaan seorang karyawan. Selain itu, akan lebih memudahkan pihak manajemen dalam penempatan karyawan tersebut sesuai dengan the right man on the right job. Adapun tujuan dan sasaran analisis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Menjamin pelaksanaan sistem personalia yang digunakan benar - benar berfokus dan sangat produktif. Penggunaan analisis kompetensi yang dirancang dengan baik dan benar akan dapat memberikan informasi secara rinci dan akurat perihal tugas pekerjaan (job description) dan karakteristik pekerjaan sehingga memudahkan rancangan sistem sumber daya manusia dalam perencanaannya.

  2. Terciptanya perekat untuk membentuk suatu sistem personalia yang terpadu dan terarah. Menurut pengalaman, sering kali terjadi pada sistem seleksi, sistem pelatihan, sistem perencanaan tenaga kerja dan sistem promosi berjalan sendiri - sendiri tanpa ada koordinasi dan relevansinya sehingga menghasilkan duplikasi usaha dan akhirnya terjadi kontra produktif pada fungsi masing-masing tersebut (Moeheriono, 2009).

2.1.6. Metode Analisis Kompetensi

  Menurut Moeheriono (2009), pelaksanaan metode analisis kompetensi dalam perencanaan pengembangan sumber daya manusia memang sangat penting dilakukan bagi seluruh organisasi. Ada beberapa proses dan metode analisis kompetensi perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

  1. Metode analisis kompetensi umum, yang terdiri atas metode analisis kompetensi fungsional, metode elemen pekerjaan, metode insiden kritikal, dan metode analisis posisi serta inventarisasi tugas pekerjaan.

2. Metode analisis yang berhubungan dengan pekerjaan atau job relatedness

  analysis (JRA) . Metode ini sering kali dipergunakan dan diterapkan di banyak

  organisasi atau perusahaan modern. Adapun tahapannya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.

  a.

  Melakukan perencanaan dan riset pendahuluan.

  b.

  Mengenali terlebih dahulu pekerjaan – pekerjaan yang sudah ada.

  c.

  Membuat data, mengumpulkan data pekerjaan yang berbeda, dengan wawancara dan kuesioner kemudian dikelompokan.

  d.

  Membuat data integrasi, mengintegrasikan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner kemudian menentukan kategori menjadi kompetensi baru untuk menetukan perilaku yang diperoleh.

  e.

  Membuat Dimension Selection Questionaire (DSQ) yang berisikan narasi dan kompetensi serta menganalisis perilaku, tugas pekerjaan, dan motivasi.

  f.

  Membuat dokumentasi, menyiapkan laporan yang berisikan prosedur analisis kompetensi yang dihasilkan, data nama, dan jenis kelamin, serta keputusan kompetensi.

2.2.6. Kompetensi Individu

  Kemampuan atau kompetensi seseorang termasuk dalam kategori tinggi atau baik akan dibuktikan apabila ia sudah melakukan pekerjaan (sudah bekerja).

  Sebaliknya, apabila mempunyai kompetensi tingkat rendah, ia akan cenderung berkinerja rendah pula. Dalam setiap individu seseorang terdapat beberapa karakteristik kompetensi dasar, yang terdiri atas berikut ini :

  1. Watak (traits), yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau bagaimanakah orang tersebut merespons sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (self confidence), kontrol diri (self –kontrol ), ketabahan atau daya tahan (hardiness).

  2. Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara konsisten dipikirkan dan diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari dlam yang bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.

3. Bawaan (self - concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.

  Sikap dan nilai tersebut dapat diukur melalui tes untuk mengetahui nilai (value) yang dimilki, apa yang menarik seseorang untuk melakukan sesuatu.

  4. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimilki seseorang pada bidang tertentu atau pada area tertentu, pengetahuan merupakan kompetensi yang komplek dan agak rumit.

  5. Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental, Dalam kompetensi individu ini dapat dikatagorikan atau dikelompokkan menjadi dua, yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimilki oleh seseorang, misalnya kemampuan pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan membaca dan menulis (Moeheriono, 2009).

  Akan tetapi, justru kompetensi dari pengetahuan dan keterampilan atau keahlian lebih mudah untuk dikembangkan apabila akan menambah atau meningkatkan kompetensi tersebut, yaitu dengan cara menambah program pendidikan dan pelatihan (training) bagi karyawan yang masih dianggap kurang kompetensinya.

  Sedangkan kompetensi konsep diri, watak dan motif berada pada personality

  

iceberg , lebih tersembunyi (hidden) sehingga cukup sulit untuk dikembangkan. Salah

  satu cara yang paling efektif untuk mengetahuinya adalah melalui psikologi dengan tes atau wawancara (Moeheriono, 2009).

  Secara rinci, ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu, yaitu sebagai berikut.

  1. Task skill ,yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja.

  2. Task management skill, yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan.

  3. Contingency management skill, yaitu keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam pekerjaan.

  4. Job role environment skill, yaitu keterampilan untuk bekerja sama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.

  5. Transfer skill, yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja baru.

  Tingkatan atau level kompetensi individu seseorang karyawan mampu melaksanakan tergantung pada pekerjaan atau jabatan pada tempat ia bekerja. Level kompetensi dapat dibedakan menjadi beberapa tiga level.

  1. Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau instruksi tetapi masih di bawah pengawasan dan pembinaan atasan langsung (belum mandiri).

  2. Level yang menunjukkan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja instruksi dengan secara mandiri tanpa pengawasan dan pembinaan atasan langsung (agak sudah mandiri)

  3. Level yang menunjukan seseorang karyawan mampu melaksanakan tugas tanggung jawab pekerjaan secara rutin dan pada pemahaman prosedur kerja atau instruksi dengan secara mandiri, tanpa pengawasan dan pembinaan atasan langsung serta: mampu menganalisis masalah pekerjaan;

  • mampu memecahkan masalah tersebut;
  • mampu memberikan masukan dan ide kepada atasan; dan
  • mampu melakukan koordinasi dengan bagian lain.
  • 2.3.

   Kinerja

2.2.13. Definisi Kinerja

  Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung (Wibowo, 2007).

  Menurut Armstrong dan Baron (1998) dalam (Wibowo, 2007) , kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

  2.2.14. Tujuan Kinerja

  Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan adalah tentang arah secara umum, sifatnya luas, tanpa batasan waktu dan tidak berkaitan dengan prestasi tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan merupakan aspirasi (Wibowo, 2007).

  Dengan adanya tujuan memungkinkan pekerja mengetahui apa yang diperlukan dari mereka, atas dasar apa kinerja harus dilakukan dan bagaimana kontribusinya akan dinilai (Wibowo, 2007).

  2.2.15. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pencapaian Kinerja

  Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005) yang merumuskan bahwa :

1. Faktor Kemampuan (Ability)

  Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior,

  

gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

  terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi (Motivation)

  Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2005). Menurut Henry simamora (1995) dalam Mangkunegara (2005), kinerja

  (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1.

  Faktor individual yang terdiri dari: a.

  Kemampuan dan keahlian b.

  Latar Belakang c. Demografi 2. Faktor psikologis yang terdiri dari: a.

  Persepsi b.

   Attitude c. Personality d.

  Pembelajaran e. Motivasi 3. Faktor organisasi yang terdiri dari: a.

  Sumber daya b.

  Kepemimpinan c. Penghargaan d.

  Struktur e.

   Job design 2.2.4.

   Sasaran Kinerja

  Sasaran kerja atau operasional menunjukkan kepada hasil yang harus dicapai dan kontribusi yang harus diberikan terhadap pencapaian sasaran kelompok, bagian dan organisasi. Pada tingkat organisasi hal ini berhubungan dengan misi organisasi, nilai dasar dan rencana strategis (Dharma, 2011).

  Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan. Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan harapan (Wibowo, 2007).

  Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya: a. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja; b.

  The action/ performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer; c.

  A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan; d.

  An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai; dan e.

  The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan (Wibowo, 2007).

  Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan, dan mendemonstrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisai, memahami, mempunyai pengetahuan atau apresiasi (Wibowo, 2007).

  Menurut Dharma (2011), sasaran kerja yang baik paling tidak memiliki ciri sebagai berikut : a.

  Konsisten, dengan nilai organisasi dan sasaran departemental dan organisasi.

  b.

  Tepat, jelas dan didefinisikan dengan baik, menggunakan kata yang jelas.

  c.

  Menantang, untuk merangsang standar kinerja yang tinggi dan mendorong kemajuan.

  d.

  Dapat diukur, dapat dihubungkan dengan ukuran kinerja yang dapat diukur kuantitatif dan kualitatif; e.

  Dapat dicapai, ada di dalam batas kemampuan dari seseorang – harus pula diperhitungkan semua hambatan yang akan dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mencapai sasaran tersebut; ini termasuk ketiadaan sumber daya (uang, waktu, peralatan, dukungan dari orang-orang lainnya), ketiadaan pengalaman ataupun pelatihan, faktor eksternal diluar kendali seseorang, dst.

  f.

  Disepakati, oleh manajer serta orang yang bersangkutan – tujuannya adalah menimbulkan rasa memiliki, bukan dipaksakan, terhadap sasaran tersebut, walaupun ada juga situasi di mana seseorang itu harus dibujuk untuk dapat menrima suatu standar yang lebih tinggi dari pada yang mereka percayai dapat mereka capai.

  g.

  Dihubungkan dengan waktu, dapat dicapai pada suatu jangka waktu tertentu (ini tidak berlaku bagi suatu sasaran tetap).

  h.

  Berorientasikan kerja kelompok : menekankan kepada kerja sama kelompok selain pencapaian individu.

2.2.5. Kinerja Individu

  Menurut Anwar (2005), kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

  Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi.

  Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil: 1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.

  2. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.

  3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.

  Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design.

  Menurut A. Dale Timple (1992) dalam Mangkunegara (2005), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat - sifat seseorang.

  Faktor eksternal yaitu faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribut yang mempengaruhi kinerja seseorang. Seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor- faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal (Anwar, 2005).

2.2.6. Jenis Kinerja

  Dalam suatu organisasi dikenal ada 3 (tiga) jenis kinerja yang dapat dibedakan, yaitu sebagai berikut:

  1. Kinerja operasional (operation performance). Kinerja ini berkaitan dengan efektivitas penggunaan sumber daya yang digunakan oleh perusahaan, seperti modal, bahan baku, teknologi, dan lain sebagainya, yaitu seberapa penggunaan tersebut secara maksimal untuk mencapai keuntungan atau mencapai visi dan misinya.

  2. Kinerja administratif (adminiftrative performance). Kinerja ini berkaitan dengan kinerja admininistrasi organisasi, termasuk di dalamnya struktur administrative yang mengatur h

3. Hubungan otoritas wewenang dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan.

  4. Kinerja strategik (strategic performance). Kinerja ini berkaitan atas kinerja perusahaan, dievaluasi ketepatan perusahaan dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi perusahaan, khusunya secara strategis perusahaan dalam menjalankan visi dan misinya (Moeheriono, 2009).

  2.2.7. Kesepakatan Kinerja

  Kesepakatan kinerja merupakan kontrak kinerja antara pekerja dengan manajer, yang disebut sebagai personal contract. Antara manajer dan pekerja harus sepakat tentang tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dan menjadi komitmen untuk menjalankannya. Kontrak kinerja merupakan dasar penting untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja (Wibowo, 2007).

  Kesepakatan kinerja, juga dikenal sebagai perjanjian kinerja, menetapkan pengharapan dan pekerjaan yang harus dilakukan, hasil yang harus dicapai dan atribut (keahlian, pengetahuan dan kepiawaian) serta kompetensi yang diperlukan untuk mencapai hasil tersebut. Ia juga mengidentifikasikan ukuran-ukuran yang harus dipakai untuk memantau, mengevaluasi dan menilai kinerja (Dharma, 2011).

  2.2.8. Standar Kinerja

  Standar kinerja merupakan elemen penting dan sering dilupakan dalam proses

  

review kinerja. Standar kinerja menjelaskan apa yang diharapkan manajer dari

  pekerja sehingga harus dipahami pekerja. Klarifikasi tentang apa yang diharapkan merupakan hal yang penting untuk memberi pedoman perilaku pekerja dan dipergunakan sebagai dasar untuk penilaian. Standar kinerja merupakan tolok ukur terhadap kinerja. Standar kinerja harus dihubungkan dengan hasil yang diinginkan dari setiap pekerja (Wibowo, 2007).

  Standar kinerja mempunyai dua tujuan, yakni pertama, membimbing perilaku pekerja untuk menyelesaikan standar yang telah dibangun. Apabila manajer menciptakan standar kinerja dengan pekerja dan memperjelas apa yang diharapkan, hal tersebut akan merupakan latihan yang berharga. Hal ini karena orang menginginkan melakukan pekerjaan yang dapat diterima (Wibowo, 2007).

  Alasan kedua untuk standar kinerja adalah menyediakan dasar bagi kinerja pekerja dapat dinilai secara efektif dan jujur. Sampai standar kinerja dibuat, penilaian sering kali dinilai dari perasaan dan evaluasi subjektif. Tanpa memandang pendekatan dan bentuk yang digunakan dalam program review kinerja dan penilaian, proses klarifikasi dari apa yang diharapkan merupakan hal yang penting program berjalan efektif. Standar kinerja merupakan terbaik untuk melakukannya (Wibowo, 2007).

2.2.9. Lingkungan Kinerja

  Berdasarkan perencanaan kinerja yang telah disepakati bersama antara manajer dan pekerja, dilakukan implementasi kinerja. Pelaksanaan kinerja berlangsung dalam suatu lingkungan internal dan eksternal yang dapat memengaruhi keberhasilan maupun kegagalan kinerja (Wibowo, 2007).

  Kinerja didalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumberdaya manusia dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar dirinya (Wibowo, 2007).

  Setiap pekerja mempunyai kemampuan berdasarkan pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja. Namun, pekerja juga mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku yang dapat memengaruhi kinerjanya (Wibowo, 2007).

  2.2.10. Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dipercaya oleh manajer dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg, 1987). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing dan perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2007).

  2.2.11. Manfaat Penilaian Kinerja

  Manfaat penelitian kerja yang dapat dijabarkan menjadi 6 (enam), yaitu : 1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan Rumah Sakit.

  2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan secara gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) secara keseluruhannya.

  3. Merangsang minat dalam mengembangkan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

  4. Membantu Rumah Sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga Rumah Sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.

  6. Memberikan kesempatan kapada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan (Nursalam, 2007).

2.2.12. Masalah dalam Penilaian Kinerja

  Menurut Gillies, (1996) dalam Nursalam, (2007), penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan, antara lain

1. Pengaruh Halo Effect

  Pengaruh halo effect adalah tendesi untuk menilai pelaksanaan kerja bwahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya, pegawai yang dekat dengan penilai dan keluarga dekat akan mendapat nilai yang tinggi, dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.

2. Pengaruh Horn

  Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang melaksanakan kerjanya di atas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya, namun dalam beberapa hari pelaksanaan kerja tahun tersebut, telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervise pegawai, ia cenderung menerima penilaian lebih rendah dari pada penilaian sebenarnya.

2.3.13. Faktor-faktor Penilaian Kinerja

  Menurut Moeheriono, (2009), faktor penilaian kinerja terbagi atas empat aspek, yakni sebagai berikut.

  1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya.

  2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan.

  3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tututan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

  4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales beberapa besar omset penjualannya selama satu bulan.

  Aspek terpenting dalam penilaian kinerja adalah faktor-faktor penilaian itu sendiri. Beberapa prinsip yang menjadi penilai, yaitu seperti berikut (Moeheriono, 2009).

  1. Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilai.

  2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati karyawan.

  3. Reability, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur karyawan secara nyata.

  4. Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk 5.

  Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.

2.3.14. Penilaian Kinerja

  Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja dapat dinilai berdasarkan orientasi masa, yaitu;

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

  Metode penilai kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evoluation methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu . keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja.

  a.

  Skala Peringkat (Rating Scale) Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun metode ini paling banyak dugunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan. Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala- skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

  b.

  Daftar Pertanyaan (Checklist) Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan dengan menggunakan kalimat: berilah jawaban pertanyan berikut cara memberi tanda (

  √) pada kolom yang tersedia. Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Pemilihan hanya perlu memilih kata atau pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil serja karyawan.

  c.

  Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode) Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivetas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pertanyaan-pertanyaan desktiptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

  d.

  Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini merupakan pemilihan yangberdasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan - pernyataan di atas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan. e.

  Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

  f.

  Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored

  Rating Scale = BARS)

  Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subjektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi,yang baik maupun yang kurang memuaskan ,dibuat oleh pekerja sendiri, rekan kerja dan atasan langsung masing-masing.

  g.

  Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode) Di sini penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.

  Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan yang dinilai.

  h.

  Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahan dan keterampilan,berupa tes tertulis dan peragaan, syarat tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya ). Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, penilaian dapat berupa tes dan observasi.

  Artinya, karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus di taati atau melalui ujian praktik yang langsung dinikmati oleh penilai. i.

  Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji, promosi, dan dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Akan Datang

  Metode penilaian kinerja berorientasi kemasa depan terfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama – sama antara pimpinan dengan karyawan.

  a.

   Self Appraisal

  Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilain tentang kinerja masing - masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan masalah - masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan di masa yang akan datang. Namun, untuk menghasilkan laporan penilaian yang dapat dijadikan sebagai catatan permanen sulit dilaksanakan.

  b.

  Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)

  

Management By Objective (MBO) berarti manajemen berdasarkan sasaran,

  merupakan satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama- sama menetapkan tujuan-tujuan atau sarana-sarana pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. Pada akhir periode tertentu, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan dan faktor - faktor penting apa saja yang dialami dalam penyelesaian pekerjaan mereka. MBO adalah proses mengkonversi tujuan - tujuan perusahaan kedalam sasaran - sasaran individual.

  c.

  Implikasi Penilaian Kinerja Indivividu dengan Pendekatan MBO MBO sebagai suatu filososi dalam manajemen pertama kali digunakan oleh peter drucker pada tahun1945 untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melaluai konsultasi dengan atasan mereka. Oleh karena itu, sistem penilaian kinerja yang baik menghendaki tidak hanya sekedar cara yang baik. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran dan standar yang jelas, selain penilaian harus bebas dengan menggunakan banyak penilaian. d.

  Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikolog, diskusi - diskusi dengan penyelia – penyelia. Psikolog tersebut membuat satu tes kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi – diskusi, tes kecerdasan spiritual dan tes kerpibadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes tertulis terutama untuk menilai kompetensi karyawan di masa mendatang. akurasi penilaiannya tergantung keterampilan psikolog dan penggunaan metode ini memakan waktu yang lama dan mahal sehingga biasanya hanya digunakan bagi kepentingan - kepentingan tingkat eksekutif saja.

  e.

  Pusat Penilaian (Assessment Center) Assessment centre atau pusat penilaian sebagai metode lain dari evaluasi potensi mendatang, tapi pusat – pusat penilaian ini tidak bertumpu kepada ketetapan psikolog. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang bertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.

  Pusat – pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe – tipe evaluasi ganda dan nilai – nilai ganda.

2.3.15. Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

  Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) dalam Nursalam (2007) yang mengacu dalam tahap proses keperawatan meliputi:

  1. Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

  Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi : a.

  Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

  b.

  Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

  c.

  Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologis- sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko-resiko tinggi masalah.

  d.

  Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

  2. Diagnosis Keperawatan Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses meliputi : a.

  Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan. b.

  Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S) atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).

  c.

  Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

  d.

  Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

  3. Perencanaan Keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses, meliputi : a.

  Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

  b.

  Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

  c.

  Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

  d.

  Mendokumentasikan rencana keperawatan.

  4. Implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi : a.

  Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

  b.

  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

  c.

  Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

  d.

  Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e.

  Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.

5. Evaluasi Keperawatan

  Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanan. Kriteria proses meliputi : a.

  Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus-menerus.

  b.

  Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

  c.

  Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

  d.

  Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

2.4. Bencana 2.13.1. Definisi Bencana

  Menurut International Strategi for Disaster Reduction (UN-ISDR-2002) bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta denda dan kerusakan dengan segala sumber dayanya (Nurjanah, dkk, 2012).

  Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana/secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban baik manusia maupun lingkungannya (Dep. Kes. R.I, 2006).

  Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis (BNPB, 2008).

  Bencana/Disaster juga merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan biasanya tidak terencana yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal, juga kerusakan lingkungan yang parah sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya 2011).

  Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Kemenkes, R.I, 2011).

  WHO (World Health Organization) mendefenisikan bencana sebagai fenomena secara tiba – tiba yang membawa dampak sangat parah pada lingkungan tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas lokasi kejadian (Zailani, dkk, 2009).

  2.13.2. Proses Terjadinya Bencana

  Peristiwa yang ditimbulkan oleh segala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya. Ancaman alam itu sendiri tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam menjadi bencana ketika manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya terkena dampak. Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam, sebagian besar ditemukan oleh tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk bertindak (Nunung, dkk, 2012).

  2.13.3. Kriteria Terjadinya Bencana

  Menurut Nunung, dkk, (2012) bencana terjadi setelah melalui proses dan memenuhi unsur-unsur atau kriteria :

1. Adanya Unsur Bahaya (Hazard)

  Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam dan kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Bumi tempat kita tinggal secara alami mengalami perubahan secara dinamis untuk mencapai suatu keseimbangan. Akibat proses-proses dari dalam bumi dan dari luar bumi, bumi membangun dirinya yang ditunjukkan dengan pergerakan kulit bumi, pembentukan gunung api, pengangkatan daerah dataran menjadi pengunungan yang merupakan bagian dari proses internal. Sedangkan proses eksternal yang berupa hujan, angin, serta fenomena iklim lainnya cenderung melakukan perusakan morfologi melalui proses degradasi (pelapukan batuan, erosi dan abrasi).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 61 118

Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi Tahun 2014

5 108 168

Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam Kesiapsiagaan Triase dan Kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal di Puskesmas Langsa Baro Tahun 2013

1 94 170

Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura Tahun 2014

6 95 105

Pengaruh Kompetensi Teknis Perawat Terhadap Kinerja Perawat Dalam Melayani Pasien di RSUD Batubara

9 116 161

Pengaruh Motivasi dan Kompetensi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSU dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga

4 82 168

Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe

6 101 167

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 12 45

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana - Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 0 28

Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 1 11