Daging adalah bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan
Daging adalah bahan pangan yang diperoleh dari hasil penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies mamalia seperti sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik (Kaswara, 2009).
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produkhasil pengolahan jaringan-jaringan yang sesuai untuk dimakan serta tidakmenimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (2003) mendefinisikan daging sebagai jaringan hewan yang dapatdigunakan sebagai makanan, sering pula diperluas dengan memasukkan organorgan seperti hati dan ginjal, otot dan jaringan lain yang dapat dimakan disampingurat daging.
Kualitas daging adalah karaketeristik daging yang dinilai oleh konsumen. Menurut (Purbowati et al.,2006) beberapa karakteristik kualitas daging yangmempengaruhi daya terima konsumen terhadap daging yakni pH, daya ikat air, susut masak, warna dan keempukan.
Dijelaskan pula bahwa faktor kualitasdaging yang dimakan meliputi warna, keempukan, tekstur, flavor (cita rasa), aroma (bau), dan kesan jus daging (juiciness) (Soeparno, 2005). Disamping itususut masak cooking lost ikut menentukan kualitas daging. Zat-zat yang terdapatdalam daging yaitu protein 19%, lemak 2,5%, air 75% dan 3,5% substansi nonprotein terlarut (Lawrie, 2003). Abustam (2009) menambahkan bahwa kualitaskarkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lainadalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasukbahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral).
Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna suatu protein dapat pula menurunkan nilai gizinya. Pengolahan atau pengawetan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baik dapat menurunkan nilai gizi proteinnya karena protein merupakan senyawa yang reaktif. Protein dengan asam amino sebagai sisi aktif dapat bereaksi dengan komponen lain seperti gula pereduksi, polifenol, lemak, dan produk oksidasinya serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang oksida atau hidrogen peroksida (Muchtadi, 1989). Teknik pengolahan dengan pemasakan dibandingkan dengan teknik lain (Winarno,1993). Namun demikian Karmas dan Harris (1989) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas menyebabkan gizi menurun bila dibandingkan dengan bahan segarnya. Pemanasan selama pemasakan menghasilkan perubahan pada penampilan dan bahan-bahan fsik dari jaringan otot. Perubahan tersebut tergantung pada waktu dan pemasakan dan kondisi suhu (Kinsman et al., 1994).
Pemanasan diatas 60oC menyebabkan molekul nutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat
Benzo[a]pyrene ini termasuk jenis PAH yang paling berbahaya. Secara alami,
ditemukan sebagai bagian dalam material larva gunung api, terdapat dalam
batu bara, jatuhan dari atmosfer yaitu airborne particulate. Benzo[a]pyrene
juga dapat ditemukan sebagai salah satu kandungan di makanan dan air
minum. Gomaa et al. (1993) dalam Terzi et al. (2008) menemukan kandungan
benzo[a]pyrene dalam daging yang dipanggang menggunakan arang, makanan
yang diasap, dan minuman. Kandungannya dalam makanan, diduga berasal
dari proses pemasakannya yang menggunakan arang atau pengasapan. Ketika
daging, ikan, atau makanan lain dimasak, lemak yang terkandung di dalam otot
menetes dan ikut terbakar, sehingga anggota PAH, termasuk benzo[a]pyrene,
terbentuk, terbawa bersama asap dan menjadi mantel bagi makanan. IARC
(1983) dalam (Terzi dkk, 2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa proses
pembakaran dengan suhu yang tinggi dapat mengurangi kandungan PAH
secara signifkan, sehingga munculnya benzo(a)pyrene dalam makanan
tersebut adalah karena proses absorpsi dan deposit partikel selama proses
pemasakan, proses pirolisis lemak dan pembakaran arang yang tidak sempurna
(IARC, 1973 dalam Terzi et al., 2008).Hasil aktiftas manusia juga menyumbangkan benzo[a]pyrene sebagai polutan
antropogenik, misalnya pada asap kendaraan, asap rokok, serta pembakaran
kayu dan batu. Delaware Health and Social Services (2009) menjelaskan
aktiftas yang dilakukan manusia mengakibatkan terjadinya pelepasan
akibat sinar matahari, sehingga benzo[a]pyrene diubah menjadi bentuk padat.
Padatan benzo[a]pyrene tersebut kemudian jatuh dan mengalami proses
pemecahan atau fotooksidasi (Gambar 2). Proses fotooksidasi ini akan semakin
meningkat dengan meningkatnya sinar matahari, oksigen, dan temperatur.
Ketiga faktor pendukung fotooksidasi tersebut banyak ditemukan di udara dan
kolom air, namun tidak di sedimen. Benzo[a]pyrene yang sudah dikandung
dalam sedimen akan mengalami akumulasi, tanpa terjadi proses pemecahan
(Neff, 1979). Pada proses fotooksidasi, benzo[a]pyrene diubah menjadi dione,
yang merupakan salah satu bentuk turunan (dervativ) dari quinone, yaitu kelas
bahan organik yang tersusun atas struktur aromatic (Moss, 1973). Dione
sendiri terkadang lebih dikenal dengan sebutan diketon, yaitu bahan organik
yang tersusun atas 2 grup karbonil dan berikatan dengan hidrokarbon. Meski
mengalami fotooksidasi dan menghasilkan produk dione, namun tingkat
toksisitas derifat benzo[a]pyrene ini diduga masih tetap tinggi dan dapat
mengganggu fsiologis makhluk hidup (Reed et al., 2003).
Benzo[a]pyrene, C20H12, adalah lima cincin PAH yang bersifat mutagen, sangat karsinogen,
berbentuk padatan kristal kuning yang merupakan senyawa hasil pembakaran tidak sempurna
pada suhu antara 350 dan 600 °C. Keamanan produk asapan sangat bervariasi tergantung padametoda serta tujuan pengasapan. Pengasapan yang bertujuan menghasilkan cita rasa asap pada
produk, relatif sedikit terpapar oleh senyawa toksik dan karsinogen karena intensitas pengasapan
yang lebih ringan. Berbeda dengan pengasapan yang bertujuan untuk pengawetanTingkat pencemaran senyawa karsinogen juga tergantung pada kayu yang digunakan sebagai
bahan asap. Produk asapan yang diasap menggunakan kayu apel akan terpapar PAH dengan
konsentrasi yang rendah sedangkan produk asapan yang diasap dengan kayu cemaraakan terkontaminasi PAH dalam bentuk benzo(a)pyrene pada konsentrasi yang tinggi sampai
35.07 μg/kg, demikian juga kayu yang bergetah, pada proses pembakaran akan menghasilkan
asap dengan cemaran benzo(a)pyrene yang tinggi. Untuk produk-produk asapan yang diasap
secara tradisional, juga produk-produk yang kontak langsung dengan nyala api pada suhu yang
tinggi menunjukkan tingkat cemaran benzo(a) pyrene yang tinggi seperti, ayam, ikan bakar serta sate bakar (Darmadji, 1996; 2004).
Dilaporkan dari total 44 sampel produk asapan 23 sampel terpapar benzo(a)pyrene sebesar lebih
5.9 microgram per kg melebihi dari persyaratan yang ditetapkan FAO/ WHO maksimum sebesar
1 microgram/ kg. (Yabiku, dkk.,1993).
Efek kesehatan jangka-pendek bisa menjadi ruam kulit atau iritasi mata dengan kemerahan dan
atau sensasi terbakar. Paparan sinar matahari dan
kimia bersama dapat meningkatkan efek ini. Efek kesehatan jangka-panjang benzo pirena dapat
mematikan yaitu kemungkinan sebagai agen penyebab kanker pada manusia. Ada beberapa bukti
bahwa hal itu menyebabkan kulit, paru-paru, dan kanker kandung kemih pada manusia dan
hewan. Jika benzo pirena
menempel pada kulit ketika sedang terkena sinar matahari atau sinar ultraviolet, makadimungkinkan risiko kulit kanker akan lebih besar. Kanker yang disebabkan oleh zat
benzo pirena dapat menyebabkan kulit menebal dan gelap, dan untuk jerawat untuk muncul.
Kulit jangka panjang dapat mengalami perubahan-baik kehilangan warna dan kemerahan,
termasuk penipisan kulit dan kutil. Bronkitis mungkin hasildari berulang pemaparan ke
campuran mengandung benzo (a) pirena Bagaimana solusi untuk mencegah benzo[a]pyreneHal ini karena benzopyrene terbentuk dari proses pirolisa yang berjalan secara bertahap diawali
dari tahap pertama penghilangan air biomasa pada suhu 120–150oC, diikuti tahap kedua proses
suhu 250–300oC, dilanjutkan tahap ke empat proses pirolisa lignin pada suhu 400oC dengan
o o rentang suhu 350 C – 500C. Pada tahap terakhir inilah benzopyrene terbentuk (Girrard, 1992;
Young Hun-Park, dkk., 2008). Oleh karena cara yang sederhana untuk mencegah bahaya akibat
kontaminasi Benzo[a]pyrene salah satunya adalah dengan tidak memanggang atau membakar
produk pangan diatas suhu 350C.
Selain itu para saintis berusaha menemukan cara lain sehingga keluarlah inovasi teknologi yang
dapat merekat fenol. Didasari dengan pmikiran bahwa penggunaan asap cair dalam proses
polimerisasi sangat dimungkinkan karena selain mengandung fenol, asap cair terdiri puladari bermacam-macam senyawa yang dapat terpolimerisasi. Berdasar hipotesa ini telah
dikembangkan pembuatan perekat phenol dari berbagai asap cair seperti asap cair kulit kayu jati,
serbuk gergaji kayu glugu, sampah daun, serta sekam padi. Asap cair tersebut dapat mensubtitusi
fenol dalam pembuatan perekat fenol formaldehida dengan kondisi terbaik pada konsentrasi 50
%, pH 9 dan nisbah fenol formaldehida 1.75 : 1 dengan kekuatan rekat 101.5 Kg/cm2, kadarpadatan 46.66 %, pH 8.71, berat jenis 1.19 g/cm3, viskositas 0.8 poise dan waktu gelatinasi 35
menit. Kondisi ini menyamai dengan kualitas perekat penol yang ada di pasaran (Darmadji, dkk.,
2005; 2008).Benzo[a]pyrene terbentuk melalui pirolisis dan pirosintetis. Pirolisis merupakan reaksi pemecahan bahan organik menjadi fragmen yang sederhana, sedangkan pirosintetis merupakan reaksi pembentukan senyawa aromatik dari fragmen hasil pirolisis. Pirolisis terjadi pada suhu cukup tinggi dalam lingkungan yang kering atau tanpa air. Benzo[a]pyrene terbentuk jika suhu pirolisis diatas 425ºC (Guillen et al. 2000 dan Sikorski 2005). Benzo[a]pyrene masuk ke dalam bahan pangan melalui proses pengolahan. Proses pengolahan seperti pengasapan atau pemanggangan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan Benzo[a]pyrene dalam bahan pangan. Hal ini karena Benzo[a]pyrene yang terdapat pada asap
et al. (2003) melaporkan kadar Benzo[a]pyrene pada seafood asap dengan metode pengasapan
panas rnencapai 46 µg/kg.Benzo[a]pyrene terbentuk melalui pirolisis dan pirosintetis. Pirolisis merupakan reaksi pemecahan bahan organik menjadi fragmen yang sederhana, sedangkan pirosintetis merupakan reaksi pembentukan senyawa aromatik dari fragmen hasil pirolisis. Pirolisis terjadi pada suhu cukup tinggi dalam lingkungan yang kering atau tanpa air. Benzo[a]pyrene terbentuk jika suhu pirolisis diatas 425ºC (Guillen et al. 2000 dan Sikorski 2005).
Sate diproses dengan cara dibakar menggunakan arang, batok kelapa maupun menggunakan pemanggang dengan bahan bakar gas. Pembakaran dilakukan secara manual menggunakan kipas tangan dengan tingkat kematangan berdasarkan perasaan atau pengalaman dalam membakar sate. Sate dibakar dengan suhu yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia daging sate tersebut.
Sate diduga memiliki cemaran kimia yaitu zat karsinogenik karena proses pembakaran pada suhu tinggi, yaitu akan membentuk kelompok senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH). Komponen PAH merupakan kelompok senyawa yang terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna dari zat-zat anorganik seperti arang, minyak dan gas serta zat organik seperti tembakau. Dalam daging yang dipanggang, PAH terbentuk saat lemak daging menetes di atas arang, kemudian menyatu dalam asap dan menempel pada daging. Komponen PAH terutama benzo(a)piren (BaP) merupakan jenis PAH yang memiliki tingkat karsinogenik tinggi dan digunakan sebagai indikator adanya kelompok PAH (Benford et al., 2010).
Bahaya Benzo(a)pirene Benzo(a)pirene merupakan salah satu senyawa berbahaya yang terbentuk dari pengasapan arang tempurung kelapa secara langsung dan masuk kedalam makanan yang di olah melalui pembakaran suatu zat tanpa adanya oksigen (pirolisis) sehingga arang tempurung kelapa tersebut terurai dan menghasilkan karbo hydrogen dan asap (Ratmawati dan Hartanto, 2010).
Benzo(a)pirene dalam keadaan murni berbentuk Kristal (bubuk), berwarna kuning dan titik didik
o o 312 C dan titik cair 179 C dengan berat molekul 252.
Secara kimia Benzo(a)pirene terbentuk dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna karena bahan pencemaran dari efek samping selama proses pembakaran senyawa organik, bersifat racun yang dapat menyebabkan kanker (carcinogenic) dan mutasi (mutagenic) sehingga perlu di perhatikan meskipun jumlah yang diemisikan ke lingkungan udara relatif sedikit di bandingkan dengan polutan lainya seperti CO
2 , NO 2 dan CO ( Yan et al, 2004).
Benzo(a)pirene murupakan salah satu senyawa PAH yang diketegorikan sebagai senyawa genotik karsimagen, study secara invivo menunjukan bahwa semua hewan uji terbukti Benzo(a)pirene dapat menyebabkan tumor dan dapat masuk melalui pernapasa, makanan, dan kontak pada permukaan kulit. Pada hewan uji (tikus) yang mengkonsumsi benzo(a)pirene dengan dosis 120 ppm/kg berat badan dengan lama konsumsi selama 14 hari dapat menyebabkan kematian.