Pengertian Sistem Pengendalian Internal (1)

Pengertian Sistem Pengendalian Internal
A. Sistem Pengendalian Intern
1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem Pengendalian Intern merupakan istilah yang telah umum dan banyak digunakan berbagai
kepentingan. Istilah Pengendalian intern diambil dari terjemahan istilah “Internal Control” meskipun
demikian penulis menterjemahkan sebagai pengawasan intern, untuk istilah tersebut hal ini tidaklah
menjadi masalah karena tidak mengurangi pengertian Sistem Pengendalian Intern secara umum.
Sebagaimana diketahui bahwa definisi Pengendalian Intern yang dikemukakan commite on Auditing
Procedur American Institute of Carified Public Accountant (ICPA) adalah sebagai beirkut :
Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah
digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan dari
data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaankebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan (James 1997:155).
Kemudian D. Hartanto memberikan penjelasan tentang Pengendalian Intern dengan membedakan
kedalam arti yang sempit dan dalam arti luas secara lengkap disebutkan :
Dalam arti sempit : Pengendalian Intern disamakan dengan “Internal Check” yang merupakan prosedurprosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti mencocokkan
penjumlahan Horizontal dengan penjumlahan Vertikal.
Dalam arti luas: Pengendalian Intern dapat disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu suatu sistem
yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
mengawasi/mengendalikan perusahaan. Dalam pengertian Pengendalian Intern meliputi : Struktur
Organisasi, formulir-formulir dan prosedur pembukuan dan laporan (Administrasi), budget dan standart
pemeriksaan intern dan sebagainya. (Hartanto, 1997 : 51).

Sedangkan Zaki Baridwan juga dapat mengartikan Pengendalian Intern sebagai berikut :
Pengendalian Intern meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir
dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai berapa
jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya
kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Pengendalian Intern di definisikan sebagai berikut:
“Sistem Pengendalian Intern meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi
yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan dan
keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan mendorong di taatinya kebijakan
manajemen yang telah digariskan.”
Pengendalian Intern sebagai Manajemen Control (Arti Luas). Selanjutnya apabila unsur-unsur yang
terdapat pada Sistem Pengendalian Intern yang telah sesuai dengan definisi di kelompokkan dua sub
sistem, maka kedua sub sistem tersebut terdiri dari sub sistem “Pengendalian Administrasi
(Administrative Control) dan “Pengendalian Akuntansi” (Accounting Control). Pembagian dalam sub
sistem ini secara langsung dan lengkap dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntansi, jadi dalam arti yang
luas, Sistem Pengendalian Intern mencakup pengendalian yang dibedakan atas pengendalian Intern yang
bersifat accounting dan administrasi. (Ikatan Akuntansi Indonesia, 1998 : 23).

Dari keempat definisi yang diungkapkan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa, Sistem Pengendalian
Intern merupakan suatu “Sistem” yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk

melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh dapat dipercayai data akuntansi,
mendorong efisien operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan Pimpinan.
2. Tujuan Pengendalian Intern
Pengendalian Intern yang diciptakan dalam suatu perusahaan harus mempunyai beberapa tujuan. Sesuai
dengan definisi yang dikemukakan AICPA tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan tujuan dari
Pengendalian Intern yaitu :
a. Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
b. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
c. Memajukan efisiensi operasi perusahaan.
d. Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu untuk dipatuhi.
(Zaki, 1999:14).
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka perlu adanya syarat-syarat tertentu untuk mencapainya,
yaitu unsur-unsur yang mendukungnya, dan untuk ini pembahasannya akan dikemukakan sub tersendiri.
1. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Dalam buku Akuntansi Keuangan (Zaki, 1999; 15) bahwa penerapan unsur-unsur sistem pengendalian
intern dalam suatu perusahaan tertentu harus mempertimangkan biaya dan manfaatnya. Suatu Sistem
Pengendalian Intern yang baik haruslah bersifat cepat, murah dan aman, sehingga perusahaan dapat
menjalankan operasinya dengan lancar, terjamin keamanannya dan biaya pengawasan yang dibutuhkan
relatif tidak mahal.
Prinsip-prinsip umum Sistem Pengendalian Intern hanya berlaku sebagai pedoman, bukan merupakan

suatu keharusan yang ditetapkan secara baku. Meskipun demikian, AICPA mengemukakan bahwa suatu
Sistem Pengendalian Intern yang memuaskan akan bergantung sekurang-kurangnya empat unsur
Pengendalian Intern adalah sebagai berikut :
a. Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat.
b. Suatu sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik berguna untuk melakukan pengawasan
akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya.
c. Praktek-praktek yang sehat haruslah dijalankan didalam melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi
setiap bagian dalam organisasi.
d. Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Unsur-unsur tersebut diatas adalah sangat penting dan harus diterapkan secara bersama-sama dalam
suatu perusahaan, agar terdapat adanya Sistem Pengendalian Intern yang baik, sebab kelemahan yang
serius dalam salah satu diantaranya, pada umumnya akan merintangi sistem itu bekerja dengan lancar
dan sukses.
Selanjutnya akan dibahas satu persatu unsur-unsur Pengendalian Intern tersebut.
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu alat bagi manajemen atau pimpinan perusahaan untuk
mengendalikan kegiatannya. Proses pembentukannya dimulai dengan menetapkan kegiatan-kegiatan
yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Setiap kegiatan akan dibagi kedalam unit-unit kegiatan yang lebih kecil, dengan disertai perincian tugas
dari masing-masing karyawan yang menjalankan tugasnya. Selanjutnya tugas tersebut dibagi-bagi dan

ditentukan bagian-bagian mana yang akan mengerjakan suatu tugas atau kelompok tugas tertentu.

Apabila diperlukan didalam suatu bagian masih bisa dibentuk sub bagian yang lebih kecil sesuai dengan
bentuk bagian yang diperlukan dalam organisasi.
Tahap terakhir adalah menentukan hubungan antara tugas yang satu dengan tugas yang lain. Penentuan
ini agar tercipta kerjasama yang baik dan terarah diantara bagian-bagian tersebut, untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Hasilnya adalah merupakan struktur organisasi, yaitu kerangka dari organisasi yang menunjukkan tugastugas, tanggung jawab dan tata hubungan yang terdapat diantara bagian yang satu dengan lainnya.
Struktur organisasi perusahaan haruslah memungkinkan adanya koordinasi usaha diantara semua satuan
dan jenjang untuk mengambil tindakan-tindakan yang dapat mencapai suatu tujuan umum.
Setiap tujuan organisasi harus di mengerti sehingga tanggung jawab, serta apakah hubungan dan
wewenang satuan kerja yang berhubungan dengan satuan kerja lain dapat diselenggarakan dengan baik.
Suatu dasar yang berguna dalam menyusun struktur organisasi perusahaan adalah pertimbangan bahwa
organisasi itu harus fleksibel dalam arti memungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian tanpa harus
mengadakan perubahan total. Selain itu organisasi yang disusun harus dapat menunjukkan garis-garis
wewenag dan tanggung jawab yang jelas, dalam arti jangan sampai terjadi adanya overlap fungsi masingmasing bagian. Untuk dapat memenuhi syarat bagi adanya suatu pengawasan yang baik, hendaknya
struktur organisasi dapat memisahkan fungsi-fungsi operasional, penyimpanan dan pencatatan.
Pemisahan fungsi-fungsi ini dapat diharapkan dapat mencegah timbulnya kecurangan-kecurangan dalam
perusahaan.
b. Sistem Wewenang dan Prosedur Pembukuan

Sistem wewenang dan prosedur pembukuan dalam suatu perusahaan merupakan alat bagi manajemen
untuk mengadakan pengawasan terhadap operasi dan transaksi-transaksi yang terjadi dan juga untuk
mengklasifikasikan data akuntansi dengan tepat. Klasifikasi data akuntansi ini dapat dilakukan dalam
rekening-rekening buku besar yang biasanya diberi nomor kode dengan cara tertentu dan dibuatkan
buku pedoman mengenai penggunaan debit dan kredit masing-masing rekening.
Pada Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Kas, sistem ini dapat memberikan jaminan bahwa setiap
penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan benar-benar terjadi dan juga merupakan penerimaan dan
pengeluaran yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan dan prosedur yang dapat dirumuskan sebagai
tata cara yang harus diikuti dan ditaati dalam melaksanakan sesuatu aktivitas. Pengawasan terhadap
operasi dan transaksi-transaksi dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur yang ditetapkan lebih dahulu
dan prosedur-prosedur yang akan disusun untuk seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan.
Prosedur yang baik adalah prosedur yang mencapai tujuannya dengan cara yang sederhana, membagi
pekerjaan secara logis dan mudah dipahami sehingga bakat karyawan apat dimanfaatkan sebaik
mungkin. Sedangkan prosedur yang efektif adalah prosedur yang dapat memaksakan kepatuhan.
Kalau prosedur dirumuskan sebagai tata cara mengerjakan sesuatu, maka prosedur pembukuan dapat
dirumuskan sebagai tata cara pencatatan, pelaporan atas operasi-operasi yang ada dalam perusahaan.
Dengan demikian sistem wewenang dan prosedur pembukuan merupakan suatu tata cara pencatatan,
pelaporan, serta pengesahan operasi-operasi dan transaksi-transaksi perusahaan yang sedemikian rupa
sehingga adanya tercipta ke absahan dan ketelitian pencatatan harta, hutang, modal, penghasilan dan
biaya-biaya perusahaan.

Dalam pelaksanaan sistem wewenang dan prosedur pembukuan diperlukan adanya alat-alat untuk
pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi yang ada dalam perusahaan
serta alat untuk mengklasifikasikan data dalam struktur rekening yang formal.
Alat-alat yang digunakan untuk pengawasan akuntansi terhadap operasi-operasi dan transaksi-transaksi,

diciptakan melalui perancangan catatan-catatan dan formulir-formulir yang tepat, serta melalui
perencanaan arus prosedur yang logis dalam melakukan pencatatan dan prosedur otorisasi di antara
departemen-departemen dan seksi-seksi dalam departemen.
Ada beberapa prinsip yang harus diikuti dalam pemakaian formulir yaitu : (Handori, 1997 : 25)
1) Harus membantu suatu fungsi yang berguna didalam hubungannya prosedur-prosedur yang telah
dirancang dalam rangka melaksanakan tujuan manajemen.
2) Harus cukup sederhana sehingga dapat dipahami dengan jelas oleh mereka yang akan
menggunakannya, mempermudah dalam melakukan pencatatan data dengan cepat, teliti, dan dengan
biaya yang rendah.
3) Harus dirancang untuk semua kemungkinan penggunaan, sehingga jumlah berbagai formulir itu dapat
ditekan dalam jumlah minimum.
4) Harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan dengan benar, sesuai dengan prosedurprosedur pengawasan yang telah ditetapkan.
Alat yang digunakan untuk melaksanakan data disebut dengan nama daftar susunan rekening (Chart of
Account) yaitu suatu daftar susunan keterangan bagaimana rekening yang telah tersusun dengan baik
akan lebih banyak memberikan kegunaan masing-masing rekening. (Zaki, 1998; 15)

Rekening-rekening yang telah dipilih beserta urutannya minimal harus hal-hal sebagai berikut : (Zaki,
1998:15)
1). Membantu mempermudah penyusunan laporan-laporan keuangan dan laporan-laporan lainnya
dengan ekonomis.
2). Meliputi rekening-rekening yang diperlukan untuk menggambarkan dengan baik dan teliti harta-harta
milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan, harga pokok dan biaya-biaya yang harus diperinci
sehingga memuaskan dan berguna bagi manajemen di dalam melakukan pengawasan operasi
perusahaan.
3). Menguraikan dengan teliti dan singkat apa yang harus dimuat di dalam setiap rekening.
4). Memberikan batas sejelas-jelasnya antara pos-pos aktiva, modal, persediaan-persediaan dan biayabiaya.
5). Membuat rekening-rekening kontrol apabila diperlukan.
c. Praktek-praktek Yang Sehat
Setelah struktur organisasi dan sistem wewenang serta prosedur pembukuan disusun dengan baik, maka
diperlukan adanya praktek-praktek yang sehat untuk menjalankannya. Praktek-praktek yang sehat
tersebut akan di bahas lebih lanjut dalam sub bagian tersendiri.
d. Pegawai Yang Cukup Cakap
Penulis baca dalam buku Internal Auditing (Sawyer’s, 2001; 67) yang dimaksud dengan pegawai yang
cukup cakap adalah pegawai yang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang
dibebankan kepadanya, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan efisien. Pegawai dengan
cukup cakap untuk suatu pekerjaan bukan berarti pegawai yang tingkat pendidikananya tinggi, sehingga

gajinya juga besar tetapi mungkin dengan pendidikan menengah sudah cukup, yang penting adalah latar
belakang pendidikannya cukup memadai untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya. Hal ini perlu
dipertimbangkan agar dapat diperoleh pegawai yang cukup cakap tetapi juga ekonomis.
Untuk memperoleh pegawai yang cukup cakap sesuai dengan kebutuhan perusahaan, diperlukan adanya
usaha-usaha yang tepat. Secara umum usaha ini akan mencakup tiga proses :
Dimulai semenjak penerimaan pegawai dilanjutkan dengan peningkatan keterampilan melalui program

pendidikan dan latihan yang berkesinambungan dan diakhiri dengan penilaian atas pelaksanaan
pekerjaan dari pegawai. Ketiga proses ini berlangsung terus menerus, mengingat usaha mendapatkan
pegawai yang cukup cakap merupakan usaha yang selalu berkesinambungan.
Proses penerimaan tenaga kerja merupakan proses yang sangat penting serta menuntut penelitian yang
mendalam dan teliti terutama mengenai kemampuan dari semua calon pegawai. Dari sini akan diperoleh
bibit-bibit yang baik untuk menempati jabatan didalam perusahaan dan sebaliknya dari kesalahan
penerimaan tenaga kerja akan membawa kegagalan bagi perusahaan. Dengan perencanaan yang
memadai, akan memudahkan perusahaan mengetahui beberapa orang karyawan, dan dimana posisinya
serta persyaratan apa yang dibutuhkan perusahaan.
Proses peningkatan keterampilan melalui program pendidikan dan latihan yang berkesinambungan
merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap usaha mendapatkan pegawai yang cukup cakap.
Manfaat yang diperoleh dari program pendidikan dan latihan bagi pegawai antara lain :
1). Mengenai kedudukannya di dalam orgaisasi dan siapa pimpinannya.

2). Mengetahui tugas-tugas yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
3). Mengetahui sampai dimana tanggung jawab dan kekuasaan mengenai tugasnya serta batas-batas
pengambil alihan tugas oleh petugas yang lain.
4). Mengetahui bagaimana sumbangan kerjanya terhadap perusahaan secara keseluruhan.
Proses yang terakhir adalah penilaian pekerjaan ini harus selalu dilakukan untuk mendorong para
pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh.
Penilaian atas pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai akan menghasilkan informasi-informasi berikut
ini :
1). Tingkat kecakapan yang dicapai oleh masing-masing pegawai.
2). Kebutuhan pegawai yang bersangkutan akan pendidikan khusus guna mengembangkan lebih lanjut
atas kecakapan yang telah dicapainya.
3). Potensi pegawai serta arah kariernya diatas tujuan manajemen untuk mendapatkan pegawai yang
cukup cakap akan dapat dicapai.
B. Praktek-praktek Yang Sehat
Penulis baca dalam buku Internal Auditing (Sawyer’s, 2001; 61) praktek-praktek yang sehat dapat
dirumuskan sebagai ketaatan dan kejujuran karyawan didalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya, sehingga hasil yang diharapkan perusahaan dapat tercapai dengan efisien dan efektif.
Praktek-praktek yang sehat harus dapat memberikan cara-cara untuk meyakinkan wajarnya suatu
persetujuan, pencatatan dan penyimpanan, hal ini pada umumnya dicapai melalui pemisahan
wewenang, tugas, dan tanggung jawab sehingga tidak ada seorangpun yang melakukan semua tahap

dalam transaksi dari awal sampai akhir.
Artinya seseorang yang melakukan suatu transaksi tidak diperbolehkan juga mencatat dan menyimpan
hasil pelaksanaan transaksi yang dimaksud. Praktek yang sehat juga dapat meyakinkan pimpinan
perusahaan bahwa pekerjaan dari seseorang akan diperiksa oleh orang lain yang melanjutkan
pelaksanaan tugas tersebut.
Dengan pemisahan demikian dapat menimbulkan pemeriksaan yang otomatis atas ketelitian pekerjaan
petugas yang satu dengan petugas yang lain dan juga mempertinggi kemungkinan ditemukannya
kesalahan-kesalahan ataupun kecurangan-kecurangan dengan segera.
Untuk mengefektifkan aktivitas pengendalian praktek-praktek yang sehat agar dapat mencegah
kecurangan yang mungkin terjadi, maka yang harus dilakukan adalah mereviw kinerja, pengelolaan
informasi yang tepat dan lengkap, melakukan pengendalian fisik, dan pemisahan tugas, wewenang, dan

tanggung jawab.
Indikator-indikator yang menjadi penyebab terhambatnya Praktek Yang Sehat terhadap Efektivitas
Pengelolaan Kas tersebut yaitu:
1. Perceived Opportunity (Kesempatan seseorang untuk melakukan dan menyembunyikan kecurangan)
Perilaku seseorang untuk melakukan dan menyembunyikan kecurangan dapat terjadi karena Sistem
Pengendalian Intern yang lemah dan kurang memberikan kejelasan. Tindakan kecurangan tidak akan
berhasil dalam suatu organisasi dimana terdapat Sistem Pengendalian Intern yang kuat dan kesadaran
karyawan dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Untuk mengatasi agar tidak terjadi Perceived opportunity, maka harus dilakukan Pencegahan Kecurangan
(Fraud Prevention). Tujuan utama pencegahan kecurangan adalah untuk menghilangkan sebab-sebab
timbulnya kecurangan. Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan
manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu memberikan
keyakinan yang memadai kepada karyawan. Cara untuk mencegah adanya kecurangan agar praktek yang
sehat dapat tercapai, maka harus mengefektifkan sistem pengendalian intern yang baik antara lain:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian
c. Meningkatkan kultur organisasi
d. Mengefektifkan fungsi pengendalian
e. Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas
f. Mengadakan rotasi dan kewajiban bagi pegawai
g. Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan
h. Membuat program bantuan kepada pegawai yang mendapatkan kesulitan baik dalam hal keuangan
maupun non keuangan
i. Menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberia-pemberian dari luar yang harus di informasikan
dan di jelaskan
j. Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi kecurangan
k. Menyediakan saluran-saluran untuk melaporkan telah terjadi kecurangan
2. Rasionalisasi (Pemikiran perilaku)
Dalam pemikiran mereka, dengan merasionalisasikan perilakunya, pelaku kecurangan biasanya secara
modal telah memperoleh suatu alasan terhadap kejahatan mereka.
Sawyer’s (2001; 71) memberikan hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan praktek yang sehat
pada perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman terhadap awal dari tindak kejahatan menentang perusahaan:
1). Pencurian, kecurangan, penggelapan uang dan penghianatan
2). Kecurangan yang dilakukan untuk menentang perusahaan oleh penjual, pemasok, kontraktor, dan
pelanggan perusahaan
3). Perampokan, pembongkaran, pembajakan, dan pemerasan oleh elemen kejahatan
4). Kompetensi yang tidak adil
b. Kejahatan untuk perusahaan
1). Memperlancar laba (mengubah buku)
a). Menaikan penjualan
b). Memperkecil penjualan
2). Neraca palsu
a). Menaikan nilai aktiva

b). Tidak mencatat hutang
3). Menetapkan harga
4). Berbuat curang pada pelanggan
a). Mengurangi berat, jumlah, dan ukuran
b). Subtitusi barang yang lebih murah
c). Periklanan yang palsu
5). Melanggar peraturan pemerintah
6). Menambah biaya pada kontrak
C. Pengelolaan Kas
1. Pengertian Kas dan Arus Kas
Menurut PSAK No.2 2002, kas difenisikan sebagai berikut:
Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro dan setara kas (cash equivalent)adalah
investasi yang sifatnya sangat likuid berjangka pendek dan dengan cepat dapat dijadikan kas dalam
jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.
Menurut PSKA No.9 2002, Kas didefinisikan sebagai berikut: “Kas ialah alat pembayaran yang siap dan
bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan”.
Menurut (Baridwan, 2002:85) Kas didefinisikan sebagai:
“Kas merupakan salah satu alat pertukaran dan juga digunakan sebagai ukuran dalam akuntansi. Dalam
neraca, kas merupakan aktiva yang paling lancar, dalam arti paling sering berubah. Hampir pada setiap
transaksi dengan pihak luar selalu mempengaruhi kas. Daya beli uang bisa berubah-ubah mungkin naik
atau turun tetapi penurunan daya beli ini tidak akan mengakibatkan penilaian kembali terhadap kas.”
Menurut (Sartono, 2000 : 519 ) menyatakan bahwa Kas adalah seluruh uang tunai yang ada ditangan
( cash on hand ) dan dana yang disimpan dibank dalam berbagai bentuk deposito dan rekening koran.
Menurut (Indrigo dan Basri, 1999 : 61 ) menyatakan bahwa:
Kas dapat diartikan sebagai nilai uang kontan yang ada dalam perusahaan beserta pos-pos lain dalam
jangka waktu dekat dapat diuangkan sebagai alat pembayaran kebutuhan financial yang mempunyai sifat
paling tinggi tingkat likuiditas.
Sedangkan menurut (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 1998 : 111 ) menyatakan bahwa :Kas
merupakan bentuk aktiva yang paling likuid yang bisa dipergunakan segera untuk memenuhi kewajiban
financial perusahaan.
Jadi kas merupakan aktiva lancar yang paling liquid dan terdiri dari “pos-pos” yang berlaku sebagai alat
tukar dan memberikan dasar pengukuran akuntansi.
Kas yang ada di perusahaan adalah uang kas yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaranpembayaran tunai dan juga sarana untuk menerima penerimaan-penerimaan dari hasil usaha.
Sedangkan rekening giro dapat digolongkan sebagai saldo kas karena pada dasarnya fungsinya sama
dengan kas yang ada di perusahaan (cash on hand).
Setara kas (cash equivalent) menurut PSAK No.2 2002, disebutkan bahwa setara kas dimiliki untuk
memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan untuk investasi atau tujuan lain. Untuk memenuhi
persyaratan setara kas, suatu investasi dapat digolongkan sebagai setara kas dengan memenuhi syaratsyarat sebagai berikut :
a. Suatu investasi harus segera diubah menjadi kas dalam jumlah yang telah diketahui tanpa menghadapi
resiko perubahan nilai yang signifikan.

b. Oleh karena itu suatu investasi dapat dimasukkan sebagai setara kas hanya jika segera akan jatuh
tempo dalam waktu tiga bulan atau kurang dari tanggal perolehannya.
Setara kas adalah uang tunai yang ada dan tersedia di perusahaan untuk membayar kewajiban yang
telah jatuh tempo. Seperti diketahui pos-pos yang menghasilkan bunga atau deposito berjangka (time
deposit) biasanya digolongkan sebagai kas, namun tidak semua deposito dapat digolongkan sebagai kas.
Arus kas menurut PSAK No.2 2002, mendefinisikan sebagai arus masuk dan arus keluar kas atau setara
kas. Arus kas masuk di perusahaan secara garis besar dapat digolongkan ke dalam dua sumber, yaitu :
1). Sumber Internal
Merupakan aliran kas masuk yang diakibatkan oleh adanya pemanfaatan aktiva tetap.
2). Sumber Eksternal
Merupakan aliran kas yang berasal dari pemilik, penanam modal, penjualan penyertaan, serta pinjaman
bank atau lembaga keuangan lainnya.
Arus keluar dari perusahaan secara garis besar juga dapat digolongkan menjadi dua sumber, yaitu :
1). Sumber Internal
Kas dipergunakan untuk memperoleh aktiva tetap, pendanaan dan pengadaan persediaan, serta
investasi yang ditujukan untuk ekspansi usaha.
2). Sumber Eksternal
Kas dipergunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo, seperti biaya pajak,
hutang yang harus segera dilunasi serta pengembalian kepada pemilik.
Menurut Munawir (2000;158) menyatakan bahwa “Penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan
ada yang bersifat rutin atau terus menerus dan ada pula yang bersifat insiden atau tidak terus menerus”.
Berdasarkan PSAK No.2 2002, setiap perusahaan diwajibkan untuk membuat Laporan Arus Kas sebagai
salah satu laporan keuangan utamanya. Jadi Laporan Arus Kas dapat didefinisikan sebagai :
“Informasi tentang arus kas suatu perusahaan yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan
sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas atau setara kas dan
menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut”.
Smith and Skousen terjemahan Tim Penerjemah Penerbit Erlangga (1995:194) menyatakan bahwa :
“Laporan arus kas dimaksudkan untuk memberikan ikhtisar arus masuk dan arus keluar kas untuk suatu
periode. Sumber-sumber kas meliputi arus masuk dari aktivitas operasi inti (utama) perusahaan, aktivitas
sampingan seperti investasi sekuritas (surat berharga), dari aktivitas yang tidak biasa atau luar biasa dari
pembiayaan melalui hutang atau ekuitas. Penggunaan kas mencakup arus kas keluar guna
mempertahankan aktivitas inti untuk melakukan investasi, termasuk pabrik dan peralatan dan untuk
memenuhi kewajiban terhadap pembiayaan melalui hutang dan ekuitas termasuk pelunasan hutang,
pembayaran deviden dan pembelian kembali saham”.
Berdasarkan PAI (Prinsip Akuntansi Indonesia) tidak diwajibkan membuat Laporan Arus Kas sebagai
laporan keuangan utama. Dalam PAI, Bab II Pasal 4 dibahas tentang Laporan Perubahan Posisi Keuangan
yang bertujuan untuk mengikhtisarkan aktivitas pembiayaan dan investasi dari suatu perusahaan dan
juga dana yang dihasilkan dari hasil usaha perusahaan selama periode tertentu. Kemudian berdasarkan
Interprestasi PAI No.4 terdapat kebebasan bagi perusahaan dalam penyajian laporannya, dapat disajikan
dalam bentuk laporan arus kas atau laporan perubahan posisi keuangan. Jadi berdasarkan PAI tidak
diwajibkan untuk membuat laporan arus kas, sehingga dalam pelaksanaannya ada perusahaan yang
memilih bentuk laporan arus kas dan ada juga yang menyajikan laporan perubahan posisi keuangan.
Sesuai dengan SAK yang baru, yaitu mewajibkan bentuk laporan arus kas sebagai salah satu laporan

keuangan utama, maka bagi beberapa perusahaan laporan ini merupakan jenis laporan keuangan yang
baru.
PSAK No.2 2002, mengklasifikasikan arus kas menjadi tiga bagian, yaitu arus kas yang berasal dari
aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan (financing).
a). Aktivitas Operasi
Menurut PSAK No.2 2002, mendefinisikan aktivitas operasi sebagai : ”Aktivitas penghasil utama
pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan”.
Menurut (Weygandt, 1999:279) mendefinisikan aktivitas operasi sebagai :
”Aktivitas operasi mencakup pengaruh atas kas dari transaksi yang masuk kedalam penentuan laba
bersih” .
Arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan arus kas yang berasal dari kegiatan utama
perusahaan. Kegiatan ini meliputi transaksi pendapatan dan pengeluaran yang berasal dari penjualan
produk atau pemberian jasa layanan yang akan menentukan besar atau kecilnya laba/rugi bersih.
Kegiatan operasi sebuah perusahaan mencakup :
(a). Arus kas masuk dari penjualan, pemberian layanan, pendapatan deviden, dan pendapatan bunga.
(b). Arus kas keluar untuk persediaan, gaji, pengeluaran pajak, pengeluaran bunga, dan pengeluaran
lainnya.
Jumlah arus kas dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya
suatu perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara
kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden, dan melakukan investasi baru tanpa
mengandalkan para sumber pendanaan dari luar.
b). Aktivitas Investasi
Definisi aktivitas investasi menurut PSAK No.2 2002, adalah :
“Perolehan dan pelepasan aktiva jangka Panjang serta investasi lainnya yang tidak termasuk setara kas.
Menurut Weygandt (1999:297) aktivitas investasi adalah :
“Aktivitas investasi mencakup pengadaan dan penerimaan hutang serta perolehan dan disposisi investasi
(baik hutang dan ekuitas serta kekayaan, pabrik dan peralatan).”
Kegiatan investasi ini mencakup :
(1). Arus kas masuk dari penjualan aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, aktiva jangka Panjang, penagihan
pinjaman yang diberikan perusahaan.
(2). Arus kas keluar dari pembelian aktiva tetap, pembelian aktiva lainnya, dan pinjaman yang diberikan
perusahaan.
Jadi arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan penggunaan sumber daya yang
diperoleh perusahaan yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan.
c). Aktivitas Pendanaan
Definisi aktivitas pendanaan menurut PSAK No.2 2002, adalah : “Aktivitas yang mengakibatkan
perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.”
Definisi aktivitas pendanaan menurut (Weygandt, 1999:279) adalah Aktivitas pendanaan melibatkan pospos kewajiban dan ekuitas pemilik dan mencakup (a) perolehan modal dari pemilik dan kompensasinya
kepada mereka dengan pengembalian atas dan dari investasi mereka dan (b) pinjaman uang dari kreditur
dan pembayaran kembali hutang yang dipinjam.”

Kegiatan pendanaan meliputi :
(1). Arus kas masuk dari penjualan modal saham dan penerbitan obligasi, wesel, hipotek, dan pinjaman
lain.
(2). Arus kas keluar untuk membeli saham perusahaan, pembiayaan pokok pinjaman, dan pembayaran
deviden tunai.
Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan dilakukan untuk memprediksi
klaim terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan.
2. Pengendalian Kas
Penulis baca dalam buku Akuntansi Keuangan (Yusuf, 1999; 174) Sistem Pengendalian Intern Kas pada
umumnya adalah melakukan pengawasan terhadap sistem dan prosedur penerimaan kas dan sistem dan
prosedur pengeluaran kas. Berikut ini uraian tentang kedua sistem dan prosedur tersebut yaitu:
a. Sistem dan prosedur penerimaan kas
Dalam organisasi perusahaan pada umumnya dijumpai banyak transaksi kas yang biasa atau rutin yaitu
penjualan tunai dan penjualan kredit. Selain itu perusahaan juga mempunyai transaksi lain yang kurang
rutin seperti penerimaan penjualan harta tetap, yang dapat ditangani pejabat tertentu yang memerlukan
prosedur khusus.
Formulir-formulir yang digunakan dalam sistem akuntansi penerimaan kas yaitu faktur penjualan,
kwitansi, credit card sales slip, surat perintah pengiriman barang, dan bukti setor bank. Buku-buku
catatan yang biasa digunakan dalam sistem akuntansi penerimaan kas antara lain jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, jurnal umum, kartu persediaan, dan kartu gudang.
Di dalam prosedur penerimaan kas dari penjualan tunai urutan-urutan kegiatan di mulai sejak
pembayaran harga barang, kemudian barang diserahkan kepada pembeli dan transaksi penjualan tunai
kemudian dicatat oleh perusahaan. Dalam sistem ini, perusahaan menerima uang tunai, cek, atau
pembayaran langsung dari pembeli dengan credit card, sebelum barang diserahkan kepada pembeli. Jika
kas yang diterima berupa cek, bank penjual (bank yang penjual memiliki rekening giro di dalamnya)
kemudian akan mengurus cek kliring tersebut ke bank pembeli (bank yang pembeli memiliki rekening
giro di dalamnya). Jika kas yang diterima berupa kartu kredit, bank penjual yang merupakan penerbit
kartu kredit langsung menambah saldo rekening giro penjual setelah dikurangi dengan credit card fee.
Bank penerbit kartu kredit inilah yang secara periodik akan melakukan penagihan kepada pemegang
kartu kredit.
Prosedur penerimaan kas akan melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan yaitu bagian order
penjualan, bagian kasa, bagian gudang, bagian pengiriman, bagian penagihan, dan bagian jurnal.
Tanggung jawab fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem penerimaan kas adalah sebagai berikut:
1). Fungsi penjualan
Fungsi penjualan bertanggung jawab untuk menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan, dan
menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran barang ke fungsi kas.
2). Fungsi kas
Fungsi kas bertanggung jawab sebagai penerima pembayaran dari pembeli yang dapat berupa uang
tunai, cek, atau kartu kredit. Dalam penjualan kredit, fungsi kas menerima pembayaran dari fungsi
penagihan, kemudian menyetorkan kas yang diterima ke bank dalam jumlah penuh.
3). Fungsi gudang
Fungsi gudang bertanggung jawab untuk menyiapkan barang yang di pesan oleh pembeli, serta
menyerahkan barang tersebut ke fungsi pengiriman.
4). Fungsi pengiriman

Fungsi pengiriman bertanggung jawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah
di bayar harganya kepada pembeli.
5). Fungsi akuntansi
Fungsi akuntansi bertanggung jawab sebagai pencatat transaksi penjualan dan penerimaan kas dan
berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang serta membuat laporan penjualan.
6). Fungsi penagihan
Dalam penjualan kredit, fungsi penagihan ini bertanggung jawab untuk melakukan penagihan kepada
para debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang di tagih yang di buat oleh bagian akuntansi.
b. Sistem dan prosedur pengeluaran kas
Dalam sistem pengeluaran kas terdapat dua sistem akuntansi pokok yang biasa digunakan dalam
pengeluaran kas yaitu sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek dan sistem akuntansi pengeluaran
kas dengan uang tunai melalui dana kas kecil.
1). Sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek
Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah:
a). Bukti kas keluar
Dokumen ini berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas kepada bagian kasa sebesar yang tercantum
dalam dokumen tersebut. Disamping itu, dokumen ini berfungsi sebagai surat pemberitahuan yang di
kirim kepada kreditur, dan berfungsi pula sebagai dokumen sumber bagi pencatatan berkurangnya
hutang.
b). Cek
Cek merupakan dokumen yang digunakan untuk memerintahkan bank melakukan pembayaran sejumlah
uang kepada orang atau organisasi yang namanya tercantum dalam cek.
c). Permintaan cek (Check Request)
Dokumen ini berfungsi sebagai permintaan dari fungsi yang memerlukan pengeluaran kas kepada fungsi
akuntansi untuk membuat bukti kas keluar.
Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah jurnal
pengeluaran kas (cash disbursement journal) dan register cek (check register).
Fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah:
(1). Fungsi yang memerlukan pengeluaran kas
Jika suatu fungsi memerlukan pengeluaran kas (misalnya untuk pembelian jasa dan untuk perjalanan
dinas), fungsi yang bersangkutan mengajukan permintaan cek kepada fungsi akuntansi (bagian utang).
Permintaan cek ini harus mendapat persetujuan kepada fungsi yang bersangkutan. Jika perusahaan
menggunakan payable system, maka bagian utang kemudian membuat bukti kas keluar (voucher) untuk
memungkinkan kasa mengisi cek sejumlah permintaan yang diajukan oleh fungsi yang memerlukan
pengeluaran kas.
(2). Fungsi kas
Fungsi kas ini bertanggung jawab dalam mengisi cek, meminta otorisasi atas cek, mengirimkan cek
kepada kreditur atau melakukan pembayaran melalui pemindahbukuan.
(3). Fungsi akuntansi
Fungsi akuntansi bertanggung jawab atas:
(a). Pencatatan pengeluaran kas yang menyangkut biaya dan persediaan.
(b). Pencatatan transaksi pengeluaran kas dalam jurnal pengeluaran kas atau register cek.
(c). Pembuatan bukti kas keluar yang memberikan otorisasi kepada fungsi kas dalam mengeluarkan cek
sebesar yang tercantum dalam dokumen tersebut. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk melakukan

verifikasi kelengkapan dan keaslian dokumen pendukung yang dipakai sebagai dasar pembuatan bukti
kas.
(4). Fungsi pemeriksaan intern
Fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan penghitungan kas (cash count) secara periodik dan
mencocokkan hasil penghitungannya dengan saldo kas menurut catatan akuntansi rekening kas dalam
buku besar. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan secara mendadak
(surprised audit) terhadap saldo kas yang ada di tangan dan membuat rekonsiliasi bank secara periodik.
2). Sistem dana kas kecil
Sistem pengeluaran kas dengan uang tunai dilaksanakan melalui dana kas kecil yang di selenggarakan
dengan dua macam sistem yaitu sistem saldo berfluktuasi (Fluctuating-Fund-Balance System) dan sistem
dana tetap (Imprest System). Baik dengan Fluctuating-Fund-Balance System, maupun Imprest System,
penyelenggaraan dana kas kecil dilaksanakan melalui tiga prosedur yaitu:
a). Prosedur pembentukan dana kas kecil
Prosedur pembentukan dana kas kecil dimulai dengan adanya surat keputusan dari direktur keuangan
mengenai jumlah dana yang disisihkan ke dalam kas kecil dan tujuan pembentukan dana tersebut. Dalam
sistem imprest, pembentukan dana kas kecil di lakukan dengan cek dan di catat dengan mendebit
rekening dana kas kecil. Saldo rekening dana kas kecil ini tidak boleh berubah dari yang di tetapkan
tersebut dinaikan atau dikurangi.
b). Prosedur permintaan dan pertanggung jawaban pengeluaran dana kas kecil
Pengeluaran dana kas kecil di mulai dengan adanya permintaan pengeluaran dana kas kecil oleh pemakai
yang di tunjukkan kepada pemegang dana kas kecil. Pemakai dana kas kecil berkewajiban
mempertanggung jawabkan pemakaian dana kas kecil dengan membuat pertanggung jawaban
pengeluaran dana kas kecil dalam formulir bukti pengeluaran kas kecil yang di lampiri dengan bukti-bukti
pendukungnya.
Dalam sistem imprest, bukti pengeluaran kas kecil di lampiri dengan dokumen pendukungnya di simpan
sementara oleh pemegang dana kas kecil untuk digunakan nanti dalam pengisian kembali dana kas kecil.
Pengeluaran dana kas kecil tidak di catat dalam jurnal (sehingga tidak mengkredit rekening dana kas
kecil). Bukti-bukti pengeluaran dana kas kecil di kumpulkan dalam arsip sementara yang di selenggarakan
oleh pemegang dana kas kecil. Dalam sistem fluktuasi, bukti pengeluaran kas kecil di serahkan oleh
pemegang dana kas kecil ke bagian jurnal untuk di catat dalam jurnal pengeluaran dana kas kecil.
c). Prosedur pengisian kembali dana kas kecil
Dalam sistem imprest, pengisian kembali dana kas kecil di lakukan sejumlah Rupiah yang tercantum
dalam kumpulan bukti pengeluaran kas kecil. Pengisian kembali dana kas kecil ini di lakukan dengan cek
dan di catat dengan mendebit rekening biaya dan mengkredit rekening kas. Rekening dana kas kecil tidak
terpengaruh dengan pengeluaran kas kecil.
Dengan demikian pengawasan terhadap dana kas kecil mudah dilakukan dengan secara periodik atau
secara mendadak menghitung dana kas kecil, jumlah uang yang di tambah dengan permintaan
pengeluaran kas kecil yang belum di pertanggung jawabkan bukti pengeluaran dana kas kecil, harus sama
dengan rekening dana kas kecil yang tercantum dalam buku besar. Dalam sistem fluktuasi, jika dana kas
kecil sudah menipis saldonya, maka pemegang kas kecil mengisi formulir permintaan pengisian kembali
dana kas kecil.
Dokumen yang digunakan dalam sistem dana kas kecil adalah bukti kas keluar, cek, permintaan
pengeluaran kas kecil, dan permintaan pengisian kembali kas kecil. Catatan akuntansi yang digunakan
dalam sistem dana kas kecil adalah jurnal pengeluaran kas (cash disbursement journal), register cek, dan

jurnal pengeluaran dana kas kecil.
Fungsi yang terkait dalam sistem dana kas kecil adalah:
(1). Fungsi kas
Fungsi kas ini bertanggung jawab dalam mengisi cek, meminta otorisasi atas cek, dan menyerahkan cek
kepada pemegang dana kas kecil pada saat pembentukan dana kas kecil dan pada saat pengisian kembali
dana kas kecil.
(2). Fungsi akuntansi
Fungsi akuntansi ini bertanggung jawab atas:
(a). Pencatatan pengeluaran kas kecil yang menyangkut biaya dan persediaan.
(b). Pencatatan transaksi pembentukan dana kas kecil.
(c). Pencatatan pengisian kembali dana kas kecil dalam jurnal pengeluaran kas atau register cek.
(d). Pencatatan pengeluaran dana kas kecil dalam jurnal pengeluaran dana kas kecil (dalam sistem
fluktuasi).
(e). Pembuatan bukti kas keluar yang memberikan otorisasi kepada fungsi kas dalam mengeluarkan cek
sebesar yang tercantum dalam dokumen tersebut. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk melakukan
verifikasi kelengkapan dan keaslian dokumen pendukung yang dipakai sebagai dasar pembuatan bukti
kas keluar.
(3). Fungsi pemegang dana kas kecil
Fungsi ini bertanggung jawab atas penyimpanan dana kas kecil, pengeluaran dana kas kecil sesuai
dengan otorisasi dari pejabat tertentu yang ditunjuk, dan permintaan pengisian kembali dana kas kecil.
(4). Fungsi yang memerlukan pembayaran tunai.
(5). Fungsi pemeriksaan intern
Fungsi ini bertanggung jawab atas penghitungan dana kas kecil (cash count) secara periodik dan
pengcocokkan hasil penghitungannya dengan catatan kas. Fungsi ini juga bertanggung jawab atas
pemeriksaan secara mendadak (surprised audit) terhadap saldo dana kas kecil yang ada di tangan
pemegang dana kas kecil.
Aktivitas yang harus ada dalam sistem dan prosedur penerimaan kas dari penjualan tunai menurut
(Mulyadi dan Kanaka, 1998:14) adalah sebagai berikut:
1). Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
2) Penerimaan kas di otorisasi oleh fungsi penerimaan kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada
faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas yang di terima pada faktur tersebut.
3). Jumlah kas yang di terima dari penjualan di setor seluruhnya dengan segera ke bank.
4). Penghitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi penerimaan kas secara periodik dan secara
mendadak oleh fungsi audit intern.
5). Setiap hari diadakan pembacaan pita register kas oleh fungsi audit intern dan diadakan pencocokkan
antara pita register kas tersebut dengan jumlah kas yang di terima dari penjualan.
6). Secara periodik diadakan rekonsiliasi bank oleh fungsi yang tidak menyelenggarakan catatan
akuntansi dan yang tidak menerima kas.
Unsur pengendalian intern dalam prosedur penerimaan kas dari penjualan kredit menurut (Mulyadi,
2001 : 493) antara lain adalah:
1). Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan kas.
2). Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
3). Debitur di minta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara
pemindahbukuan (giro bilyet).

4). Fungsi penagihan melakukan penagihan atas dasar daftar piutang yang harus di tagih yang di buat
oleh fungsi akuntasi.
5). Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi harus didasarkan atas surat
pemberitahuan yang berasal dari debitur.
6). Hasil penghitungan kas di rekam dalam berita acara penghitungan kas dan disetor penuh ke bank
dengan segera.
Aktivitas pengendalian yang harus ada dalam prosedur pengeluaran kas menurut (Mulyadi dan Kanaka,
1998 : 137) adalah:
1). Penanda tanganan cek harus mereview bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya.
2). Pembubuhan cap lunas terhadap bukti kas keluar yang telah di bayar beserta dokumen
pendukungnya.
3). Pengecekan secara independen antara cek dengan bukti kas keluar.
4). Pertanggung jawaban semua nomor urut cek.
5). Pengecekan secara independen posting ke dalam catatan akuntansi.
6). Rekonsiliasi bank secara periodik oleh pihak ketiga yang independen.
7). Pengecekan secara independen terhadap tanggal yang tercantum dalam bonggol cek dan tanggal
pencatatannya.
Menurut (Mulyadi, 2001 : 519) menyatakan bahwa:
Sistem pengendalian intern yang baik dalam sistem kas mensyaratkan agar di libatkan pihak luar (bank)
ikut serta dalam mengawasi kas perusahaan dengan cara sebagai berikut:
1). Semua penerimaan kas harus di setor penuh ke bank pada hari yang sama dengan penerimaan kas
atau pada hari kerja berikutnya. Selain itu tidak diperkenankan melakukan pengeluaran kas dari kas yang
di terima dari sumber-sumber tersebut. Dengan demikian catatan penerimaan kas dalam jurnal
penerimaan kas dapat di rekonsiliasi dengan catatan setoran ke bank yang tercantum dalam rekening
koran bank.
2). Semua pengeluaran kas di lakukan dengan cek.
Pengeluaran kas dengan cek dapat menjamin di terimanya pembayaran tersebut oleh perusahaan yang
berhak menerimanya dan memungkinkan di libatkanya pihak ketiga (dalam hal ini bank) untuk ikut
mengawasi pengeluaran kas perusahaan. Catatan kas perusahaan dapat di cek ketelitiannya dengan cara
membandingkannya dengan rekening koran bank yang di terima secara periodik dari bank kepada
perusahaan.
3). Pengeluaran kas yang tidak dapat di lakukan dengan cek (karena jumlahnya kecil), hal ini dilakukan
melalui dana kas kecil yang di selenggarakan dengan imprest sistem.
Pengelolaan Kas di Rumah Sakit Qadr (RSQ)
1. Metode dan Kebijakan Manajemen Kas
Manajemen Rumah sakit Qadr yang mengelola sistem perumahsakitan harus menghitung satuan-satuan
biaya dari produk akhir rumah sakit dan membandingkan hasilnya satu sama lain. Tentu yang
diperbandingkan adalah produk-produk yang sama dan dari rumah sakit-rumah sakit sejenis. Namun
demikian ada beberapa hal yang perlu dicermati.
Pertama, diperlukan kehati-hatian dalam menafsirkan hasil-hasil dalam rangka memperbandingkan
efisiensi antar-bangsal atau antar rumah sakit. Walaupun bangsal dengan biaya satuan lebih rendah
mungkin lebih efisien, tetapi boleh jadi juga hal ini karena pasien yang dirawat lebih sehat. Atau bisa juga

karena pelayanan yag diberikan mutunya lebih rendah (misalnya obat yang diberikan kurang). Hal-hal
seperti ini harus diperhatikan. Oleh karena itu, kesetaraan dalam pasien yang ditangani harus digunakan
sebagai acuan. Jika perlu, kombinasi kasus dapat dikuantifikasi dengan menghitung proporsi pasien yang
diklasifikasi sebagai pasien serius atau pasien yang dirujuk dari sarana kesehatan lain. Penggunaan obat
per kasus dapat dikuantifikasi dengan menghitung jumlah obat esensial yang diresepkan dan dipenuhi
oleh rumah sakit dibagi dengan jumlah total pasien. Atau dengan menentukan proporsi obat-obat yang
diresepkan yang dapat dipenuhi oleh apotik rumah sakit.
Untuk rumah sakit-rumah sakit yang setara kecanggihan dan mutunya, efisiensi dapat diperbandingkan
menggunakan biaya per hari rawat sebagai indikator efisiensi. Rendahnya biaya per hari rawat
menunjukkan efisiensi yang baik. Sebaliknya, tingginya biaya per hari rawat menunjukkan efisiensi yang
buruk.
Namun demikian, sebelumnya harus dilakukan pengkajian terhadap datanya, untuk menghindari faktorfaktor yang dapat menimbulkan bias. Pertama, adanya biaya-biaya satuan yang terlalu tinggi di rumah
sakit, belum tentu karena efisiensi yang buruk. Mungkin karena rumah sakit tersebut mendapat alokasi
sumber daya yang berlebihan, sementara rumah sakit-rumah sakit lain kekurangan. Misalnya jika dua
buah rumah sakit memanfaatkan bersama sebuah apotik. Boleh jadi semua atau sebagian besar biaya
penyelenggaraan apotik tersebut dialokasikan hanya ke rumah sakit pertama. Bila demikian, maka biaya
di rumah sakit pertama akan terkesan terlalu berlebihan, sementara biaya di rumah sakit kedua terlalu
rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian dulu. Bahkan untuk masa mendatang perlu
dilakukan perbaikan cara alokasi, sehingga tidak menimbulkan bias.
Kedua, mungkin telah terjadi alokasi sumber daya non-finansial (misalnya tenaga atau obat) antarpelayanan dalam suatu rumah sakit yang tidak tepat. Misalnya, biaya untuk rawat jalan rumah sakit yang
terlalu tinggi, boleh jadi disebabkan jumlah tenaga atau obat yang dialokasikan ke sana terlalu banyak.
Bukan rumah sakitnya yang tidak efisien, melainkan alokasi sumber dayanya yang keliru. Kesalahan
alokasi sumber daya ini walaupun kecil, pengaruhnya akan besar terhadap biaya satuan. Jadi, jika biayabiaya satuan di suatu rumah sakit cenderung sangat tinggi untuk pelayanan-pelayanan yang lain,
kemungkinan telah terjadi kekeliruan alokasi sumber kas non-finansial. Di lain pihak, jika biaya-biaya
satuan suatu rumah sakit untuk berbagai pelayanan terus-menerus di atas rata-rata, boleh jadi rumah
sakit tersebut kurang efisien.
Ketiga, biaya satuan tertentu yang ternyata terlalu rendah boleh jadi karena ada sumber daya penting
yang kelewat tidak dihitung atau estimasi untuk suatu sumber daya terlalu tinggi. Hasil perhitungan di RS
Connaught di Sierra Leone dapat menunjukkan keadaan ini. Di sana, banyak obat dan bahan habis pakai
tidak dibeli secara resmi di Apotik RS, karena persediaan di situ memang terbatas. Pasien membelinya di
apotik-apotik di luar RS atau di toko-toko obat terdaftar. Jadi, kalau kita tidak mengetahui tentang
“kriteria” ini, maka biaya untuk obat dan bahan habis pakai akan terlewat dari perhitungan kita.
Jika faktor-faktor yang dapat menyebabkan bias itu sudah dikendalikan, barulah kita menentukan rumah
sakit-rumah sakit yang paling efisien. Ciri-ciri yang layak untuk diperhatikan adalah : tenaga kesehatan
per-tempat tidur, tenaga kesehatan per hari rawat, dan proporsi dokter (termasuk dokter gigi dan
apoteker), tenaga kesehatan lain (termasuk perawat, teknisi, dan terapis), serta tenaga manajerial
(administrator) dan tenaga-tenaga non-profesional (pengemudi, pengurus rumah tangga, dan lain-lain
sejenis).
2. Kebijakan Saldo Kas Minimum
Bagi Rumah Sakit Qadr memiliki kas yang cukup akan memberikan kesempatan untuk memanfaatkan
peluang-peluang yang mengarah kepada efisiensi dan efektivitas penggunaan kas, misalnya :

a. Melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari dan memenuhi kewajiban-kewajiban Rumah Sakit
Qadr, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang.
b. Memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang lebih menguntungkan.
c. Mengatasi masalah-masalah yang tidak dapat diduga sebelumnya, misalnya : bencana alam,
kebakaran, dan perang dagang dari para pesaing.
Karena sedemikian besarnya peranan kas dalam Rumah Sakit Qadr sehingga ada beberapa alasan Rumah
Sakit Qadr menetapkan besarnya saldo minimal.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya persediaan saldo kas minimal adalah perimbangan
arus