Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BA

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

KONSTRUKSI LEGENSKAP MASYARAKAT MADURA BARAT
Iqbal Nurul Azhar
Universitas Trunojoyo Madura
[email protected]

Abstract: The purpose of this study is to explain the legendscape of West Madura Society. The
method used to collect the data was the guided interview method. The data analysis method was
the Interactive Data analysis model which was proposed by Miles and Huberman. The data of
this study are 63 spoken legends which have been recorded from the informants living in the
West Madura (Bangkalan and Sampang). The results of data analysis show ten kinds of legends
in West Madura Society, namely (1) the origins of landmarks, (2) the sainthood figures who are
still alive, (3) the magical-prominent-influential figures who already died and called as bhuju’,
(4) some mystical places, (5) the spread of Islam, (6) the emergence of a culture, (7) the disputes
between two parties that led the parties to unite or to divide, (8) the struggle against the Dutch
and the Dutch supporters, (9) the tragic incidents, and (10) the curse of prominent figures who
caused a disaster occurs in an area. The legendscape can be distributed vertically into five layers
namely; (1) classic age, (2) neoclassic age, (3) middle age, (4) new age, and (5) contemporary

age layer. The legendscape can also be classified horizontally into three contours namely the
southern coast contour, the middle part contour and the northern coast contour. In addition to
the above findings, this study also reveals some other interesting facts, namely (1) the
emergence of strong female characterizations such as Bendoro Gung, Potre Koneng, Dewi
Retnadi, Syarifah Ambami and Dewi Nawang Wulan, while the West Madurese society is very
well known for its patriarchy system that puts females in inferior positions, (2) the emergence
of imaginary wild animals and supernatural creatures such as talking tigers, dragons, flying
horses, Lang Deur (giant), angels, fairies etc, (3) the emergence of magical mating that produces
pregnancy without getting married, (4) the nonexistence of Madurese prominent figure because
of a political reason called Pangeran Trunojoyo in West Madura Society, etc.
Keywords: legendscape, West Madura Society, layers, countours

PENDAHULUAN
Kata Legenskap yang ada pada judul kertas kerja ini adalah terminologi hasil
coinage dari penulis untuk merujuk pada apa yang sedang penulis presentasikan dalam
kertas kerja ini yaitu penggambaran lanskap melalui legenda sebagai pembentuknya.
Kata Legenskap terdiri dari dua morfem yaitu legenda (legend) dan skap (bahasa
Inggrisnya scape). Dalam KBBI 2005, legenda didefinisikan sebagai cerita rakyat pada
zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah, sedangkan menurut
Emeis (dalam Danandjaja, 1997), legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan

sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Dari dua definisi tersebut,
kita dapat menarik intisari dari legenda bahwa legenda pada dasarnya merupakan
sebuah cerita rakyat, dituturkan oleh orang-orang terdahulu/kuno, serta isinya
merupakan campuran antara sejarah dan fiksi. Sedangkan Skap dalam Cambridge
Anvanced Learner’s Dictionary dimaknai sebagai sebuah affiks yang digunakan untuk
membentuk kata benda yang mengacu pada gambaran luas dari sebuah tempat yang
seringkali diwujudkan dalam bentuk gambar. Berdasarkan paparan definisi di atas,
makna kata blending dari legen dan skap yang diinginkan penulis adalah “bentang
lanskap yang tersusun dari beberapa layer (lapis) kejadian pembangun lanskap, dan tiap
layer tersusun dari beberapa kontur legenda yang memiliki hubungan”.
Beberapa pemerhati budaya telah melakukan kegiatan untuk mengembalikan
pengetahuan generasi Madura terkait dengan kebudayaan mereka, seperti penulisan

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

buku sejarah Madura yang dilakukan De Jonge (2011), pembuatan kamus bahasa
Madura (tim penyusun kamus Indonesia-Madura Badan Bahasa Jawa Timur 2013), dan
masih banyak lainnya. Beberapa penelitian tentang legenda Madura seperti yang

dilakukan oleh Ahmadi (2011), Bustami (2004), Soedjidjono (2002), dan Kosim (2007),
banyak menitikberatkan pada satu legenda dengan pendekatan analisis sastra, baik itu
aspek intrinsik, ekstrinsik maupun kritiknya. Hingga kertas kerja ini dibentangkan,
masih belum ada pemerhati sastra dan budaya yang tenaganya terfokus untuk
melakukan penelitian kompilasi terhadap legenda Madura yang tersebar di banyak desa
serta melakukan penyelidikan secara mendalam untuk menemukan pola-pola relasi
antarlegenda seperti yang dipaparkan oleh kertas kerja ini. Balai Bahasa Jawa Timur
selaku pioner dalam proses pemertahanan bahasa dan budaya Madurapun masih belum
maksimal “menggarap” lahan kosong ini karena masih baru menyelesaikan pembuatan
buku “Antologi Cerita Rakyat Jawa Timur”.
Dalam meneliti suatu fenomena sastra dan budaya, seorang peneliti dihadapkan
pada dua pilihan. Pertama, ia dapat menganut salah satu teori dan secara deduktif
menjabarkan beberapa aspek teoretis pada data yang diselidiki. Yang kedua, ia
memanfaatkan berbagai wawasan dari beberapa teori dan memakainya sebagai
“teropong” untuk mendekati data yang diselidiki. Pilihan pertama tidak diambil penulis
karena sastra dan budaya dewasa ini berkembang dengan pesat sehingga apabila penulis
menggunakan satu aliran sastra dan budaya saja, maka dikhawatirkan banyak fakta akan
luput dari pengamatan peneliti. Pengambilan pilihan kedua memiliki resiko yaitu akan
adanya ketidakkonsistenan penulis dalam memandang sebuah fenomena, namun resiko
ini haruslah diambil supaya penulis dapat memusatkan diri pada data sebagai akibat

keleluasaan pandangan untuk tidak menganut hanya pada satu aliran sastra dan budaya
saja. Untuk memulai pengenalan akan keluwesan kajian ini, tidak ada salahnya apabila
pada bagian ini diulas pandangan beberapa sarjana yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kajian ini.
Pandangan pertama ada di kertas kerja yang pertama berjudul “Cerita Rakyat
Pulau Raas dalam Konteks Psikoanalisis Carl G. Jung” oleh Ahmadi (2011).
Berdasarkan hasil penelitiannya, diketahui bahwa (1) figur arketipal Cerita Rakyat
Pulau Raas meliputi figur: Tuhan, wali, raja, orang miskin, orang tua, makhluk dan
halus, adapun (2) imaji arketipal meliputi: makhluk gaib air, makhluk kayangan yang
menikah dengan makhluk bumi, orang tua yang tahu segalanya, kuda terbang, dan istri
yang payudaranya diiris sang suami. Pandangan kedua ada di kertas kerja berjudul
“Folklor Kangean: Suatu Kajian Cerita Bajak Laut (Lanun) Sebagai Sumber Sejarah
Kawasan” oleh Bustami (2003). Masyarakat Kangean memiliki strategi kebudayaan
untuk mengurangi bajak laut dengan memproduksi kerajinan kue (Jejen lanun). Kue ini
memiliki dua makna yaitu realistis dan simbolis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
cerita rakyat dapat diambil sebagai sumber historis untuk historiografi daerah. Cerita
Lanun menjelaskan tentang sejarah pemukiman penduduk, dan relasi kekuasaan dengan
kekuatan politik, ekonomi, dan kebudayaan orang Kangean dengan masyarakat dari
berbagai kawasan dan tergabung dalam sistem dunia. Di sisi lain, berbagai kekuatan itu
menjelaskan terjadinya proses integrasi di kawasan Kangean. Pandangan ketiga ada di

kertas kerja berjudul “Legenda dari Pulau Bawean: Kajian dengan Pendekatan
Arketipal” oleh Soedjidjono (2002). Data dalam kajian ini dikumpulkan dari 13
legenda, dengan mereduksi ke dalam elemen-elemen: tokoh, situasi, dan imagi
arketipal. Analisis elemen tokoh arketipal menghasilkan data: [1] raja jahiliah, [2] tokoh
kebudayaan, [3] tokoh pembantu, [4] putri raja yang cantik. Analisis elemen situasi

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

arketipal menghasilkan data: [1] pengusiran, [2] pengembaraan, [3] adukesaktian.
Analisis elemen imagi arketipal menghasilkan data: [1] burung gagak, [2] buah-buahan,
[3] danau dan karang, [4] benda keramat.
Ketiga kajian pendahulu secara umum memberikan informasi tentang kondisi
legenda-legenda yang ada di masyarakat Madura. Yang membedakan tiga kajian
tersebut dengan kajian ini adalah subjek kajian dan pendekatannya. Tiga kajian tersebut
menggunakan subjek legenda-legenda yang ada di masyarakat Madura di kepulauan (di
luar Pulau Madura), sedangkan kajian ini berfokus pada yang ada di pulau Madura.
Yang kedua, ketiga kajian pendahulu tersebut menggunakan pendekatan deduktif untuk
menganalisis datanya, dalam artian, hasil analisis merupakan produk operasional dari

teori yang telah lebih dahulu secara ajeg dipilih peneliti. Adapun kajian ini,
menggunakan pendekatan sebaliknya yaitu pendekatan yang bersifat induktif, sebuah
pendekatan yang lebih mengutamakan data dan secara intuitif data-data tersebut disusun
secara konstruktif membentuk legenskap meskipun dalam operasional kajian ini,
penulis tidak menafikan teori-teori yang telah ada.
Secara umum, tujuan kajian ini adalah untuk menjelaskan legenda-legenda yang
ada di masyarakat Madura Barat (Bangkalan dan Sampang), bagaimana legendalegenda yang ada itu berpola dan mengisi kehidupan masyarakat, serta bagaimana
beberapa legenda itu memiliki hubungan baik itu disebabkan oleh adanya kesamaan
karakter, waktu, maupun keterkaitan cerita untuk membentuk apa yang disebut sebagai
legenskap Masyarakat Madura Barat.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian legenda ini dibagi ke dalam empat
tahap, yaitu tahap prapenelitian, tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap
penyajian hasil analisis data. Pada tahap prapenelitian, langkah pertama yang dilakukan
adalah menentukan informan yang akan diambil dari desa yang akan diteliti
legendaanya. Setelah informan ditentukan, maka langkah selanjutnya dilakukan survey
awal di lapangan yaitu mencari informasi tentang karakteristik informan, menyediakan
dan mengecek kesiapan perangkat perekam data.
Pada tahap penyediaan data, data diperoleh dengan menggunakan metode
interview (Sudaryanto (1990) menyebutnya sebagai metode cakap) dengan teknik dasar

yaitu teknik stimulasi dan teknik lanjutan yaitu teknik rekam. Setelah tahap penyediaan
data selesai, dilakukan tahap ketiga yaitu tahap analisis data.
Sebelum memasuki proses analisis data, dilakukan proses yang disebut dengan
tabulasi data. Setelah tabulasi data selesai, metode proses selanjutnya adalah analisis
data dengan menggunakan metode Analisis data Interaktif yang diusulkan oleh Miles
dan Huberman (1994).
Tahap terakhir adalah tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap ini, metode
yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data adalah metode informal naratif.
Dalam metode ini, data disajikan dalam bentuk naratif dengan menggunakan bahasa,
dan bukan lambang-lambang.
PEMBAHASAN
Sejauh ini, peneliti telah mengumpulkan 63 judul legenda (49 di Bangkalan, 14
di Sampang) yang direkam dari beberapa daerah yang tersebar di Madura Barat. Ke-63
legenda diambil karena dianggap merepresentasikan legenda rakyat yang ada di Madura
Barat. Legenda tersebut didapat melalui interview terhadap masyarakat yang ada di

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA


daerah tempat legenda diceritakan. Adapun klasifikasi data berdasarkan isi narasinya
dapat dilihat pada tabel berikut berikut:
Tabel. Data Temuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Isi Narasi
Asal muasal berdirinya sebuah lanmark seperti masjid, hutan,
sumber air, maupun tempat seperti pemandian
Kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang masih hidup
Kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang sudah meninggal dan

dikeramatkan dengan cara disebut sebagai bhuju’
Tempat-tempat mistik yang ada di daerah
Penyebaran agama Islam di Madura Barat
Asal-usul munculnya sebuah budaya di Madura Barat
Masalah yang terjadi antar dua pihak yang menyebabkan satu
pihak/daerah bersatu atau terpecah
Perjuangan melawan Belanda atau Pihak yang Mendukung Belanda
Insiden yang Bersifat Tragedi
Kutukan seorang tokoh yang menyebabkan bencana/perubahan pada
suatu daerah yang akhirnya menjadi nama daerah tersebut

Asal Cerita
Bangkalan
Sampang
18

4

1


-

14

4

4
3
2

1
-

2

1

2
3


-

-

4

49
TOTAL

14
63

Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah legenda di Sampang tidak sebanyak
yang ada di Bangkalan. Sedikitnya jumlah layer yang dibentuk oleh legenda-legenda di
Sampang selain disebabkan karena keterbatasan tenaga dan waktu penulis dalam
mengumpulkan data di Sampang, juga karena disebabkan secara historis, Sampang
dalam berapa waktu yang lama berada dalam zona ketidakpastian secara politik, dalam
artian, bahwa Sampang pada jaman dahulu tidaklah muncul sebagai sebuah daerah yang
kuat sehingga dapat memiliki otoritas yang tinggi seperti Sumenep Pamekasan dan
Bangkalan. Sampang beberapa kali diposisikan sebagai daerah kewedanan, baik itu
kewedanan yang bergabung dengan Kadipaten Madura Barat dengan kota raja
Bangkalan, maupun kewedanan yang bergabung dengan Kadipaten Pamekasan. Padahal
kebanyakan legenda yang ada di Masyarakat Madura Barat muncul karena adanya
otorisasi ini (tokoh-tokoh yang melegenda kebanyakan adalah anggota kerajaan).
Setiap legenda di Masyarakat Madura Barat yaitu Bangkalan dan Sampang
memiliki kekhasan isi narasinya. Di Bangkalan, legenda yang menceritakan
kesaktian/kewalian tokoh masyarakat yang masih hidup, tempat-tempat mistik yang
ada di daerah, asal-usul munculnya sebuah budaya di Madura Barat, serta perjuangan
melawan Belanda atau pihak yang mendukung Belanda dapat dijumpai, sedang di
Sampang, legenda dengan isi narasi seperti ini tidak dijumpai. Adapun di Sampang,
daerah ini juga memiliki kekhasan yang berkaitan dengan isi narasinya. Masyarakat
Sampang mengenal legenda yang berhubungan dengan kutukan seorang tokoh yang
menyebabkan bencana/perubahan pada suatu daerah yang akhirnya menjadi nama
daerah tersebut, sedang di Bangkalan tidak.
Beberapa temuan menarik dapat dijumpai dalam data. Pertama dalam legendalegenda masyarakat Madura Barat, dijumpai fakta bahwa terdapat beberapa legenda
yang melibatkan karakter perempuan Madura yang kuat. Adapun karakter ini adalah
Bendoro Gung, Potre Koneng, Dewi Retnadi, Syarifah Ambami dan Dewi Nawang
Wulan. Bendoro Gung, Potre Koneng digambarkan sebagai seorang putri yang cantik
dan bersifat baik, dan uniknya, keduanya juga mengalami masalah yang sama yaitu
hamil secara gaib. Dari dua perempuan ini, kemudian lahirlah pemuda-pemuda

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

pemimpin daerah Madura yang memiliki kecakapan yang tinggi (Pangeran Segoro dari
Bendoro Gung, dan Jokotole dari Dewi Retnadi). Dua figur perempuan ini sangat
dihormati oleh orang Madura dan dianggap sebagai pemimpin, sehingga sebagai bentuk
penghormatan, orang Madura selalu menyebut siapapun pemimpin satu daerah di
Madura, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai Ratu. Dewi Retnadi dipandang
sebagai seorang istri yang cakap dari seorang Pemuda yang memiliki banyak kelebihan
yang bernama Jokotole. Dewi inilah yang membuat Jokotole mampu melakukan banyak
hal yang mustahil dilakukan manusia biasa. Syarifah Ambami dikenal sebagai
permaisuri Tjakraningrat I yang merupakan putra Angkat Sultan Agung Mataram. Ia
adalah figur istri yang setia dan cakap memimpin kerajaan ketika suaminya tidak ada. Ia
juga sanggup melakukan apa saja untuk menyenangkan hati suaminya termasuk bertapa
hingga meninggal untuk memenuhi keinginan suaminya agar keturunan mereka
menguasai Madura selamanya. Adapun Dewi Nawang Wulan, digambarkan sebagai
seorang bidadari yang kecantikannya luar biasa dan mampu melakukan banyak hal yang
sukar dinalar seperti menanak nasi hanya dengan beberapa bulir padi. Dewi ini juga
mampu membuat seorang yang hebat seperti Aryo Menak, Sang Pengendara Bulus,
patah hati dan bersumpah untuk tidak memakan nasi selamanya.
Temuan yang kedua adalah tentang jejak legenda Pangeran Trunojoyo.
Meskipun Pangeran Trunojoyo dianggap sebagai pahlawan Madura yang berani
melawan Belanda tidak hanya di Madura tetapi juga di Jawa (Jonge, 2011), jejak
langkahnya tidak begitu terlihat di Madura Barat. Ini dapat dilihat dari 63 legenda yang
menjadi subjek kajian kertas kerja ini, tidak ada satupun yang menceritakan kejadian
yang berhubungan dengan Pangeran Trunojoyo. Ini tidaklah mengherankan, karena
pada saat Pangeran Trunojoyo melakukan kampanyenya melawan Mataram yang
dibantu Belanda, Madura Barat adalah daerah yang dianggap setia pada Mataram dan
karenanya tidak ikut membantu Trunojoyo melawan Belanda.
Layer Legenskap Madura Barat
Berdasarkan hasil analisis data, dapat digambarkan bahwa pembentukan
legenskap masyarakat Madura Barat, tidak dilakukan sekaligus tetapi secara bertahap
dalam beberapa lapis kronologis (selanjutnya akan kita sebut sebagai layer). Seperti
contoh layer a menjadi dasar dari pemberian/pengenalan nama dari beberapa daerah
yang terbatas yang sebelumnya tidak bernama sama sekali. Layer b melanjutkan
pemberian/pengenalan nama daerah-daerah tak bernama, demikian juga layer c, layer d
dan layer e.
Layer legenskap Madura Barat terbagi menjadi lima. Layer pertama adalah layer
legenda dari jaman klasik. Layer kedua adalah layer legenda-legenda dari jaman
neoklasik. Layer ketiga adalah layer legenda-legenda pada zaman tengah. Layer
keempat adalah layer legenda-legenda pada zaman baru, dan terakhir adalah legendalegenda masa kini.
Legenda klasik adalah legenda pendahulu yang membangun layer awal dari
legenskap Bangkalan. Legenda yang berada di layer ini memberi pondasi pada
penamaan penamaan mula-mula daerah yang ada di Madura Barat. Legenda-legenda
yang mengisi layer ini meliputi legenda asal muasal Madura yang melibatkan tokoh
Bendoro Gung, Pangeran Segara, dan Ki Poleng, yang mula-mula bermukim di Gunung
Geger Bangkalan dan hijrah ke Hutan Nepa Sampang.
Legenda neoklasik adalah legenda yang mengisi legenskap yang kosong serta
daerah-daerah tak bernama selepas era layer yang diisi oleh Bendoro Gung, Pangeran

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Segara, dan Ki Poleng. Di Bangkalan, Layer kedua ini berisi keseluruhan legenda
Jokotole yang melibatkan tokoh Jokotole sendiri, Potre Koneng, Dewi Retnadi,
Adipoday, Adirasa, Joko Wedi dan Empu Kelleng, Lang Deur, legenda Aryo Menak,
serta legenda pertempuran Jokotole dengan Dempo Abang. Sedangkan di Sampang,
layer ini juga diisi oleh Legenda yang berhubungan dengan Jokotole dan Dewi Retnadi,
meskipun ceritanya tidak sepanjang cerita yang ada di Bangkalan.
Legenskap selanjutnya dibangun oleh layer yang berisikan legenda pada zaman
tengah, yang kebanyakan informan menyebutnya latarbelakang pada zaman sebelum
hingga penjajahan Belanda lama (ketika masuk ke Nusantara dalam bentuk kamar
dagang VOC). Di Bangkalan, Legenda ini melibatkan tokoh-tokoh seperti Tong Sari,
Kiai Sulaiman, H. Hadhori, Raja Arosbaya, R. Abdul Wahid Trunokusumo, Pangeran
Macan Putih, Pangeran Pragalba serta Raden Adipati Pratanu dan Syarifah Ambami. Di
Sampang, Layer Jaman Tengah diisi oleh legenda-legenda yang tokoh ceritanya sangat
variatif seperti Syekh Abdul Jabbar Al Yamani, Raden Sasongko, Sagatra, Sagatro,
Sraba, Astra, Raden Kabul, Bhuju’ Buddih, Bhuju’ Taneh, Raja Harimau, Juju’ So’on,
Kyai Raden Mas Utawi, dan Pangeran Aji Wongso.
Layer keempat adalah Layer yang berisi legenda-legenda Zaman Madura Baru.
Informan kebanyakan menunjuk setting legenda ini adalah pada masa Pemerintahan
kolonial Belanda di Nusantara dan berakhir pada zaman kemerdekaan. Legenda ini
biasanya berwujud cerita-cerita luar biasa, kekaromahan atau kesaktian dari seorang
tokoh. Adapun tokoh-tokoh Bangkalanyang mengisi layer ini adalah: Ke’ Lesap,
Sakera, Brudin, Marlena, Mbah Kiai Minah, Mohammad Yasin, Kiai serembang dan
Kiai Rembah, Raden Aji Noto kusumo, Bhuju’ Hara, Pak petok dan Buju’ Galis, Buju’
Rambesi, Ke’ Lesap, Kiai Abdul Adim/Kiai Shohib, Abdul Basyir, Mbah Saronen, Buju
Achmad, Buju’ Tarhes Buju Markun dan Buju Achmad, Buju’ Tarhes Buju Markun. Di
Sampang, Layer Jaman Baru diisi oleh tokoh Raden Ronggo, Gubernur dan Wedana
sebagai bahannya.
Jenis Layer Legenda Madura Barat terakhir adalah Layer Masa Kini. Dikatakan
masa kini karena terjadinya legenda berkisar antara tahun 1980an hingga sekarang.
Pelaku legenda adalah orang-orang yang hidup pada masa tersebut (bahkan ada
beberapa tokoh yang hingga kini masih hidup), namun cerita yang berkembang di
masyarakat banyak diisi distorsi kronologis sehingga tidak layak disebut sebagai
biografi atau sejarah. Contoh tokoh dari legenda ini adalah Maria, dan Ra Lilur. Di
Sampang, legenda yang berasal dari Layer Masa Kini belum dijumpai keberadaannya.
Kontur Legenskap Madura Barat
Selain menunjukkan layer, tabel 2 juga menggambarkan kontur dari legenda.
Kontur dalam kertas kerja ini didefinisikan sebagai posisi dari sebaran sebuah legenda
berada, serta kemungkinan relasinya dengan legenda yang ada di tempat lain. Kontur
berbeda dengan layer. Jika layer mengelompokkan legenda berdasarkana waktu
eksistingnya, atau dengan kata lain tersusun secara vertikal, maka kontur
mengelompokkan legenda berdasarkan sebarannya di peta/lanskap, atau dengan kata
lain tersusun secara horizontal.
Berdasarkan hubungan ceritanya, Kontur legenskap Masyarakat Madura Barat
dibagi menjadi tiga, yaitu kontur utara, kontur tengah dan kontur selatan. Setiap kontur,
diisi oleh legenda-legenda yang terkadang memiliki hubungan yang terkadang juga
berasal dari layer yang berbeda.

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Di Kontur Utara Bangkalan, tepatnya di sepanjang pantai utara Bangkalan,
jumlah legenda yang mengisinya adalah delapan belas buah. Adapun judul legenda yang
mengisinya adalah: (1) legenda dari Gunung Geger Arosbaya, (2) legenda Bhujuk
Santri, (3) Bhupanjheng Arosbaya, (4) legenda Bhuju’ Tong Sari, (5) Bilapoh dari
Klampis, (6) Lerpak Lantong Geger, (7) asal muasal Banda Soleh, (8) asal muasal
Kampung Beruk, (9) asal muasal Klampis, (10) legenda Masjid Arosbaya, (11) legenda
Arosbaya, (12) Dusun Banyuajuh Lajing, (13) kisah Pisang Agung, (14) Makam Agung
Arosbaya, (15) asal muasal Kampak, (16) legenda Rato Ebhu (17) legenda Pak Petok
(18) legenda Sumber Tattatan Tlokoh Kokop. Sedangkan Di Kontur Utara Sampang,
tepatnya di sepanjang pantai utara Sampang, jumlah legenda yang mengisinya ada
Sembilan buah. Adapun judul legenda yang mengisinya adalah (1) asal muasal Desa
Nepa, dan kera-kera penghuni Hutan Nepa, (2) legenda sang penjaga Pantai Taralam,
(3) asal usul Desa Banyuates, (4) asal usul Sokobanah, (5) asal usul Desa Nagasareh, (6)
asal usul Desa Tragih dan Torjunan, (7) asal usul Desa Bapelle, (8) asal usul Dusun
Kajuabuh, dan (9) asal usul Desa Banyusokah dan Dusun Sadah.
Di Kontur Tengah Bangkalan, legenda yang mengisinya ada duapuluh buah.
Adapun judul legenda ayang mengisinya adalah: (1) asal muasal Socah, Telang, (2) asal
muasal Bancaran, (3) Bhermanten Bancaran, (4) legenda Pangeran Macan Putih (5)
Sakera, (6) Desa Kramat Bangkalan, (7) Bhuju’ Lomot Jaddih (8) Kampung Sumur
Kembang, (9) Langgher Sabe Burneh, (10) asal usul Bangkalan, (11) Kampung Kepang,
(12) asal usul Kramatikus, (13) Peterongan Galis, (14) Legenda Bhujuk Haji Ponteh,
(15) asal muasal Kampung Bang Temuran, (16) legenda Bhujuk Saronen (17) asal usul
Banyu Bunih, (18) si cantik dari Pedeng, (19) rumah batik yang legendaris, dan (20) Ra
Lilur Sang Waliyullah. Di Kontur Tengah Sampang, legenda yang mengisinya adalah:
(1) asal muasal Desa Omben, Banyubanger dan Sampang, dan (2) asal usul Desa Napo.
Di Kontur Selatan Bangkalan, legenda yang mengisinya ada sebelas buah.
Adapun judul legendanya adalah: (1) asal muasal Paseraman, (2) Batu Cenning, (3)
asal usul kenapa Orang Madura makan jagung, (4) asal muasal Karang Anyar, (5)
Banyuajuh Kamal, (6) Legenda Bhuju’ Hara, (7) Dusun Tambak Agung Baengas, (8)
asal muasal Sekarbungoh, (9) asal muasal Pancoran, (10) asal usul Mancingan, dan (11)
Berkoneng Gili Kamal. Sedangkan di Kontur Selatan Sampang, jumlah legenda yang
mengisinya adalah tiga. Adapun judul legenda nya adalah: (1) legenda Panji Laras
Madegan, (2) asal usul Desa Kalangan Prao, dan (3) asal usul Desa Polagan.
Relasi Antar Legenda dalam Legenskap Madura Barat
Legenda-legenda yang ada dalam cakupan Legenskap Madura Barat yang ada
dalam data dapat dilihat relasinya melalui persamaan-persamaan yang muncul baik itu
kesamaan unsur instrinsik legenda maupun kesamaan elemen-elemen lainnya.
Disebabkan karena terbatasnya lembar halaman untuk menulis kertas kerja ini, maka
dalam kertas kerja ini hanya akan dipaparkan lima elemen yang dianggap memiliki
hubungan antara satu legenda dengan legenda lainnya.
Elemen pertama adalah penokohan. Tokoh-tokoh utama legenda dengan jati diri
terkenal seperti Bendoro Gung, Raden Segara, Ki Poleng, Jokotole, Dewi Retnadi,
Adipoday, Adirasa, Nawang Mulan, dan Aryo Menak merupakan tokoh-tokoh yang
sering muncul dalam beberapa legenda lintas desa bahkan juga lintas Kabupaten. Tokoh
Jokotole dan Dewi Retnadi misalnya, Tokoh ini muncul di beberapa asal usul desa di
Bangkalan kontur Tengah, kemudian bersambung ke selatan dan bergerak ke timur
menuju Sampang. Tiap desa yang dilewati tokoh ini lantas memunculkan legenda yang

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

berbeda namun tetap berhubungan dengan tokoh ini. Selain tokoh-tokoh dengan jati diri
yang jelas di atas, tokoh-tokoh yang jatidirinya kurang terkenal dan sedikit kabur juga
dijumpai muncul di data. Adapun tokoh-tokoh ini seperti seorang penyiar agama Islam
(dengan nama yang bervariatif), pertapa, raja, putri raja atau bangsawan, pemuda, serta
orang yang sakti.
Elemen kedua adalah genre. Meskipun seluruh legenda yang ada di Legenskap
Madura Barat bergenre naratif, namun legenda-legenda itu memiliki tipe-tipe yang
berbeda. Kebanyakan naratif yang ada di Madura Barat adalah naratif klasik, bahkan
beberapa diantaranya adalah tragedi atau epik. Beberapa legenda juga ditemukan
memiliki ending bahagia dan karenanya masuk kekategori komedi meskipun tidak juga
bersifat anekdot. Naratif yang bersifat seperti fabel tidak dijumpai dalam data.
Elemen ketiga adalah setting terjadinya legenda. Kebanyakan setting legenda
adalah setting jaman kerajaan atau jaman penjajahan atau jaman perlawanan melawan
Belanda. Beberapa bahkan dengan jelas menunjukkan pertempuran besar antara
kerajaan-kerajaan, atau tentara pemberontak dengan Belanda. Setting-setting yang lain
berupa penyebaran agama juga banyak dijumpai.
Elemen keempat adalah imajinari. Imajinari ini didefinisikan sebagai sebuah
konsep yang hanya muncul dalam imajinasi dan sulit diterima oleh akal. Beberapa
peristiwa imajinari banyak dijumpai, seperti hamil secara gaib karena amenelan bintang
atau kawin tanpa proses berjumpa secara fisik, lidi yang ditancapkan mengeluarkan air,
naga yang berubah jadi tombak, golok yang terbang, tubuh yang menghilang, bertapa
dalam waktu beberapa bulan atau bahkan tahun tanpa makan, kapal dan kuda yang bisa
terbang, kutukan yang terjadi dan masih banyak lainnya. Selain peristiwa imajinari,
tokoh-tokoh imajinari juga banyak dijumpai, seperti Lang Deur (raksasa), Naga,
Bidadari atau Peri, Harimau dan Ular yang bisa bicara, dan tokoh-tokoh imajinari
lainnya.
Elemen kelima adalah komplikasi yang mengantarkan pada klimaks.
Komplikasi-komplikasi yang banyak muncul dalam legenda-legenda yang ada di
Madura Barat yaitu seputar kesulitan-kesulitan dalam berdakwah, kesulitan dalam
mencari air, serangan Bangsa Asing seperti Cina, keinginan untuk menjadi sesuatu yang
yang paling baik atau sakti, kedurhakaan pada orangtua atau pembangkangan pada
atasan, dan lainnya.
SIMPULAN
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat sepuluh jenis legenda yang ada
di masyarakat Madura Barat, yaitu (1) asal muasal berdirinya sebuah lanmark, (2)
kesaktian/kewalian tokoh yang masih hidup, (3) kesaktian/kewalian tokoh yang sudah
meninggal dan kuburannya dikeramatkan, (4) tempat-tempat mistik, (5) penyebaran
agama Islam, (6) asal-usul munculnya sebuah budaya, (7) masalah antar dua pihak yang
menyebabkan satu pihak/daerah bersatu atau terpecah, (8) perjuangan melawan Belanda
atau pihak yang mendukung Belanda, (9) insiden yang bersifat tragedi, dan (10) kutukan
seorang tokoh yang menyebabkan bencana/perubahan pada suatu daerah yang akhirnya
menjadi nama daerah tersebut.
Sebaran layer berdasarkan waktu terbagi menjadi lima, yaitu layer klasik,
neoklasik, zaman tengah, zaman baru, dan masa kini. Adapun kontur legenda di
masyarakat Madura Barat ada tiga, yaitu kontur pesisir selatan, kontur tengah dan
kontur pesisir utara. Di Kontur Utara Bangkalan, jumlah legenda yang mengisinya
adalah delapan belas buah, sedangkan di Kontur Utara Sampang, tepatnya di sepanjang

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

pantai utara Sampang, jumlah legenda yang mengisinya adalah Sembilan buah. Di
Kontur Tengah Bangkalan, jumlah legenda yang mengisinya adalah duapuluh buah
legenda sedangkan Di Kontur Tengah Sampang, jumlah legenda yang mengisinya
adalah dua buah legenda. Di Kontur Selatan Bangkalan, jumlah legenda yang
mengisinya adalah sebelas buah legenda, sedangkan di Kontur Selatan Sampang, jumlah
legenda yang mengisinya adalah tiga buah legenda.
Selain temuan di atas, dijumpai beberapa fakta menarik lainnya, yaitu (1)
dijumpainya beberapa legenda yang melibatkan karakter perempuan Madura yang kuat
bernama Bendoro Gung, Dewi Retnadi, Syarifah Ambami dan Dewi Nawang Wulan,
Keempat wanita ini sangat dihormati orang Madura padahal budaya Madura terkenal
dengan patriarkinya, (2) munculnya hewan-hewan buas yang menjadi komplikator dari
legenda seperti harimau, naga, kuda terbang, dsb, (3) munculnya makhluk-makhluk gaib
(mitos) seperti lang deur, bidadari, dll, (4) adanya kesamaan peristiwa yang melahirkan
tokoh besar seperti kemasukan bulan dan kawin gaib yang menghasilkan hamil tanpa
menikah, (5) jejak pangeran Trunojoyo yang begitu terkenal di Madura namun tidak
nampak menghiasi skap legenda masyarakat Bangkalan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 2011. Cerita Rakyat Pulau Raas dalam Konteks Psikoanalisis Carl G. Jung
dalam Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Volume 24 No 2. 109-116.
Arti Legenda. --. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Bustami, L. 2004. Folklor Kangean: Suatu Kajian Cerita Bajak Laut (Lanun) Sebagai
Sumber Sejarah Kawasan dalam Bahasa dan Seni, Tahun 32, Nomor 2 hlm 267285
Definisi Scape. Cambridge Anvanced Learner’s Dictionary (CALD), Cambridge
University press 2003 version 1.0
Danandjaja, J. 1997. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Jonge, d.H. 2011. Garam Kekerasan dan Aduan Sapi. LKiS
Kosim, M. 2007. Kerapan sapi; “pesta” rakyat Madura (perspektif historis-normatif)
dalam Jurnal Karsa, Vol. XI No. 1 April 2007 hlm 68-76
Miles, M.B dan A.M Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis. California: SAGE
Publications Inc
Soedjidjono. 2002. Legenda dari Pulau Bawean: Kajian dengan Pendekatan Arketipal.
Makalah diterbitkan di Prosiding Seminar Akademik , Volume 2, 2002
Sudaryanto.1990. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada:
1. Direktorat Jenderal Penguatan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai kegiatan penelitian
ini. Kertas kerja ini merupakan bagian dari output penelitian tersebut;
2. Ibu Hani’ah, rekan penelitian penulis yang sekarang sedang mengambil program
doctor di UNS, yang telah membantu menyiapkan segala hal terkait penelitian ini;
3. Ibu Pupa Ruriana dari Balai Bahasa Surabaya yang telah mengedit dan
memberikan inspirasi serta arahan akan dibawa kemana buku hasil output penelitian
ini;
4. Bapak Dr. Amir Mahmud yang telah membantu proses penerbitan buku output
penelitian ini yang berjudul “Mortéka dâri Madhurâ: Antologi Cerita Rakyat Madura

Prosiding Seminar Nasional PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA SEBAGAI MEDIA REVOLUSI
MENTAL GENERASI MASA DEPAN, halaman 239-248, tahun 2016, Diterbitkan Asosiasi Pendidik
dan Peneliti Bahasa dan Sastra (APPI BASTRA), ISBN 978-602-7265-01-1 UNESA

Edisi Kabupaten Bangkalan”

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Lembaga Kantor Berita Nasional Antar Biro Jawa Barat

0 59 1

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59