MASALAH NILAI AWAL PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

5

MASALAH NILAI AWAL
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

Pada bab ini dibahas tentang persamaan diferensial biasa, ordinary
differential equations (ODE) yang diklasifikasikan kedalam masalah nilai awal
(initial value) dan masalah nilai batas (boundary value), dimana kedua keadaan ini
solusinya dispesifikasi pada waktu awal (initial time). Akan disajikan beberapa
metode pendekatan komputasi numerik untuk menangani permasalahan yang
berkaitan dengan persamaan diferensial biasa, dengan beberapa contoh kasus
terapan.

A. SASARAN UMUM
Sasaran umum dari perkuliahan ini adalah memberikan pemahaman kepada
mahasiswa mengenai penyelesaian persamaan diferensial biasa ke dalam model
komputasi numerik, yang banyak dijumpai dalam formulasi fenomena atau sistem
fisika.

B. SASARAN KHUSUS
Setelah perkuliahan selesai dilaksanakan, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan konsep nilai awal dan nilai batas dalam persamaan diferensial biasa
dalam pendekatan komputasi numerik.
2. Menyebutkan beberapa metode yang populer digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan persamaan diferensial biasa.
3. Menjelaskan strategi dasar dari beberapa metode komputasi numerik untuk
persamaan diferensial biasa
4. Mengimplementasikan dalam bentuk program tentang persamaan diferensial
biasa dalam beberapa kasus yang ditangani.

C. URAIAN MATERI
Äfisika-komputasi ⊇

86

Banyak hukum-hukum fisika yang

‘sangat pas ’ diformulasikan dalam

bentuk persamaan diferensial. Lebih lanjut, tidak mengherankan bahwa solusi
komputasi numerik dari persamaan-persamaan diferensial menjadi bagian yang

umum dalam pemodelan sistem-sistem fisika.

Beberapa hukum mendasar

diantaranya sebagai berikut:

Hukum
Hukum Newton II
tentang gerak
Hukum Panas Fourier

Formulasi
Matematika
dv F
=
dt m
q = −k '

Hukum Faraday


dT
dx

∆V L = L

di
dt

Variabel & Parameter
Kecepatan (v), gaya (F) dan massa
(m)
Flux panas(q), konduktivitas termal
(k’) dan temperatur (T)
Tegangan Drop ( ∆V L ), induktansi (L)
dan arus (i)

Bentuk umum persamaan diferensial biasa adalah set M pasang persamaan
orde satu,
dy
= f ( x, y)

dx

(5.1)

dimana x adalah variabel bebas, dan y adalah sebuah set dari M variabel takbebas ( f
adalah vektor komponen

M). Persamaan diferensial orde yang lebih tinggi bisa

dituliskan dalam bentuk persamaan diferensial orde satu.
Gerak 1 dimensi sebuah partikel bermassa m, dibawah pengaruh gaya sebesar
F(z), dituliskan dalam bentuk persamaan orde dua:
m

d2z
= F ( z)
dt

(5.2)


Jika momentum didefinisikan sebagai perkalian massa dengan kecepatan,
yang dituliskan sebagai
p (t ) = m

dz
dt

(5.3)

maka persamaan (5.2) menjadi dua pasang persamaan orde satu (Hamilton),
dz p
dp
=
dan
= F (z )
dt m
dt

(5.4)


Äfisika-komputasi ⊇

87

Akan dibahas beberapa metode untuk menyelesaikan persamaan diferensial
biasa, dengan penekanan pada masalah nilai awal. Artinya, mencari y(x) yang
diberikan oleh nilai y pada beberapa titik awal, y(x=0)=y0. Kasus atau masalah dalam
tipe ini, diantaranya saat memberikan posisi awal dan momentum suatu partikel dan
diharapkan memberikan atau menemukan gerak selanjutnya, menggunakan
persamaan (5.3).
Masalah nilai awal pada persamaan diferensial biasa bisa dituliskan dalam
bentuk
y ' (t ) = f ( y , t ) ; y (0 ) = y 0

(5.5)

dimana f(y,t) adalah fungsi terhadap y dan t, dan persamaan kedua adalah keadaan
awal. Pada persamaan (5.5) turunan pertama terhadap y diberikan sebagai fungsi y
dan t, dan akan dicari fungsi y yang tidak diketahui dengan melakukan integrasi
f’(y,t).

Banyak contoh untuk masalah nilai awal persamaan diferensial biasa, antara
lain:
(a) y' (t ) = 3 y + 5, y( 0) = 1
(b) y' (t ) = ty + 1, y(0 ) = 0
(c) y' (t ) = −

1
, y (0) = 1
1+ y2

(d) y' = z, z' = − y, y(0 ) = 1, z(0 ) = 0
Prinsip metode komputasi numerik untuk persamaan diferensial bia sa adalah
menentukan solusi pada titik-titik, tn =t n-1+h, dimana h adalah lebar langkah ( atau
interval waktu) . Ada beberapa pemilahan tipe metode, diantaranya metode Euler,
metode Runge-Kutta, dan metode Predictor-Corrector. Berdasarkan kaku tidaknya
persa maan (stiff equation), ada kategori nonstiff equation, meliputi metode Euler,
metode Runge -Kutta dan metode Predictor-Corrector. Sedangkan kategori stiff
equation meliputi metode implisit dan metode transformasi eksponensial.
Dengan pertimbangan ragam pema haman, pada bab ini ditelaah 3 macam
metode berdasarkan tingkatan kasus dan metode yang ditangani yaitu metode

Sederhana, metode Implisit dan metode Runge-Kutta.

Äfisika-komputasi ⊇

88

5.1 METODE SEDERHANA
Secara umum, solusi persamaan diferensial dari persamaan (5.4) didekati
dengan keadaan awal, y(x=0)=y 0. Lebih spesifik, sebenarnya bisa dianalisis pada
nilai y dengan sebarang x, misalnya 1.
Strategi umum pada metode sederhana ini adalah membagi interval [0,1]
menjadi sejumlah N,

sehingga lebar sub-interval sama h=1/N, kemudian

membangun sebuah formula rekursi terkait yn pada { yn-1 , yn-2 ,…} dimana yn adalah
pendekatan pada y(xn =nh). Sebagaimana sebuah rekursi, pola integrasi selangkah
demi langkah pada persamaan diferensial dari x=0 sampai x=1.
Salah satu algoritma metode sederhana adalah metode Euler, dimana
persamaan (5.1) ditinjau pada titik xn dengan pendekatan diferensiasi beda maju,

seperti yang telah dibahas pada bab IV, sehingga
y n +1 − y n
+ O( h ) = f ( x n , y n )
h

(5.6)

sehingga relasi rekursi yn+1 yang dinyatakan da lam bentuk yn adalah
yn + 1 = yn + hf ( xn , yn ) + O( h 2 )

(5.7)

Formula ini memiliki kesalahan lokal ( yang terjadi karena langkah tunggal
dari yn ke yn+1) sebesar O(h2). Kesalahan global yang terjadi dalam mencari y(1)
dengan memberikan sejumlah N langkah integrasi dari x=0 sampai x=1 sebesar N
kali O(h2)

O(h).

Contoh 5.1

Selesaikan set persamaan diferensial biasa berikut dengan metode dengan h=0,005ð
dan h=0,0005 ð :
y' = z ,
z ' = − y,

y(0) = 1
z( 0) = 0

solusi
Kalkulasi untuk langkah pertama de ngan h=0,0005ð ditunjukkan berikut ini.

Äfisika-komputasi ⊇

89

t 0 = 0;

y0 = 1
z0 = 0


t1 = 0 ,0005 π :

y1 = y0 + hz0 = 1 + ( 0,0005 π )(0 ) = 1 .0
z1 = z 0 − hy0 = 0 − ( 0,0005 π )(1) = −0 ,00157

t2 = 0,001π :

y2 = y1 + hz1 = 1 + (0,0005 π )(−0 ,00157 ) = 0,99999
z 2 = z1 − hy1 = −0,00157 − (0,0005 π )(1) = −0,00314

pada tabel dibawah disajikan hasil perhitungan untuk nilai-nilai t yang dipilih
dibandingkan dengan solusi eksak, y=cos(t) dan z=-sin(t).
Eksak

t

h=0,005ð

h=0,0005 ð

y

z

y

z

y

Z

0.5 ð

0

-1

1,3E-4

-1,01241

2,62E-6

-1,00123

ð

-1

0

-1,02497

-2,67E-4

-1,00247

-5,25E-6

1,5 ð

0

1

-4,01E-4

1,03770

-7,88E-6

1,00371



1

0

1,05058

5,48E-4

1,00495

1,05E-5



-1

0

-1,07682

-8,43E-4

-1,00743

-1,58E-5



1

0

1,15954

1,82E-3

1,01491

3,19E-5



1

0

1,21819

2,54E-3

1,01994

4,27E-5

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa kesalahan pada y bertambah dengan
pertambahan t, dan sebanding dengan h ( lihat bahwa nilai y untuk t= ð, 2ð, 3ð, 6ð
dan 8ð: nilai z untuk t tersebut tidak mengikuti trend yang sama, karena ketika z nol ,
kesalahan z secara signifikan dipengaruhi oleh pergeseran fase.

Contoh 5.2
Buatlah program untuk mencari nilai pendekatan komputasi numerik, dari persamaan
diferensial dengan keadaan batas,
dy
= − xy; y(0 ) = 1
dx
Integrasikan maju dari x=0 sampai x=3, dimana solusinya adalah e − 12 x 2 .
solusi
Program dalam BASIC
Inputnya adalah lebar langkah (h) dan output yang ditampilkan adalah hasil integrasi
dan kesalahan yang terjadi.
Äfisika-komputasi ⊇

90

10 DEF FNF(X,Y)=-X*Y
20 INPUT “masukkan nilai h”;H
30 IF H