Evaluasi Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Suka Damai di Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

  Irigasi

  Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air, tetapi juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud mencegah peluapan air dan kerusakan tanah. Dengan demikian pengaturan irigasi (pengaturan air) akan menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1.

  Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

  2. Penyaluran air irigasi dari sumbernya ke daerah atau lahan usaha tani.

  3. Pembagian dan pemberian air di daerah atau lahan usaha tani.

  4. Pengaliran dan pembuangan air yang melimpah dari daerah pertanian. (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

  Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Keberlanjutan sistem irigasi ditentukan oleh : a.

Keandalan air irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan membangun waduk, waduk lapangan, bendungan, bendung, pompa dan jaringan drainase yang

  memadai, mengendalikan mutu air serta memanfaatkan kembali air drainase;

  6 b.

  Keandalan prasarana irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan peningkatan dan pengelolaan jaringan irigasi yang meliputi operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi; c. Meningkatnya pendapatan masyarakat petani dari usaha tani yang diwujudkan melalui kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang mendorong keterpaduan dengan kegiatan diversifikasi dan modernisasi usaha tani

  (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006).

  Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu :

  1. Sistem irigasi permukaan (surface irrigation system).

  2. Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system).

  3. Sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system).

  4. Sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation/ drip irrigation system).

  Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai, yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian (Hakim, dkk., 1986).

  Sistem irigasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu : prasarana fisik, produktivitas tanam, sarana penunjang, organisasi personalia, dokumentasi, dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Bangunan irigasi mengalami penurunan fungsi akibat bertambahnya umur bangunan atau ulah manusia (Rahajeng, 2001).

  Jaringan Irigasi

  Jaringan irigasi merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Dalam kaitan tersebut jaringan irigasi sangat membantu dalam mengatur tata air dan kebutuhan bagi petani untuk pengairan areal persawahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian penduduk. Pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air. Hal ini tidak lepas dari kondisi saluran irigasi yang baik dan pemeliharaan yang baik dan benar (Sidra, 2012).

  Prasarana jaringan irigasi merupakan inti dari kegiatan irigasi. Keandalan prasarana jaringan irigasi dicirikan dengan proses penyadapan, pengaliran, pembagian dan pemberian ke daerah layanan dapat efektif dan efisien tanpa mengenal cara dan waktu. Cara dan waktu pemberian air tergantung kepada pengelola jaringan berdasar pola dan tata tanam. Kerusakan jaringan irigasi akan mengakibatkan gangguan terhadap fungsi pelayanan sehingga air irigasi tidak sepenuhnya dapat diberikan ke daerah layanan. Kerusakan ringan didefinisikan sebagai gangguan fisik bangunan tetapi tidak mengganggu proses penyadapan, pengaliran, pembagian dan pemberian air irigasi ke daerah layanan. Kerusakan sedang dapat mengganggu proses pemberian yang tidak sesuai dengan permintaan dan kerusakan berat dicirikan dengan air irigasi tidak dapat diterima daerah layanan sama sekali (Nurrochmad, 2007).

  Kinerja Jaringan Irigasi

  Kinerja jaringan irigasi tergantung pada beberapa faktor. Faktor pengaruh tersebut berupa faktor non fisik (pengelola dan ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan) dan fisik (ketersediaan air dan prasarana jaringan). Penilaian terhadap kinerja jaringan irigasi dilakukan dengan wawancara terhadap pengelola dan analisis biaya satuan operasi dan pemeliharaan (faktor non fisik) dan evaluasi kondisi prasarana jaringan irigasi (fisik, termasuk ketersediaan air) dengan panduan penerapan pola dan tata tanam secara konsisten (Nurrochmad, 2007).

   Langkah-langkah mempertahankan keberlanjutan kinerja sistem irigasi

  ditempuh dengan mengikuti prioritas kegiatan sebagai berikut : peningkatan kinerja operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, dan pembangunan baru yang pelaksanaannya didasarkan kepada kebutuhan petani atau masyarakat. Dalam hal melakukan audit kelembagaan, keuangan, dan teknis pelaksanaan pengelolaan irigasi, pemerintah daerah didampingi perkumpulan petani pemakai air melakukan penelusuran jaringan irigasi dan pengawasan kinerja jaringan irigasi (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006).

  Setiap komponen indikator kinerja sistem irigasi memiliki rentang nilai 1 hingga 4. Komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen indikator yang telah diketahui nilai atau skornya, dikalikan dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah nilai total komponen-komponen indikator dengan rentang nilai 1 hingga 4. Setelah itu ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi berdasarkan Tabel 2. Secara sederhana perhitungan jumlah nilai total komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

  Σ I = I1 x B1 + I2 xB2 … … + In x Bn……………………………… (1) dimana : I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi

  I = Nilai komponen indikator B = Bobot indikator (%) (Setyawan, dkk., 2011).

  Tabel 1. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi

  Komponen Kriteria Bobot Nilai Penilaian Penilaian (%)

  1

  2

  3

  4 Kinerja Kondisi Fisik

  14 Sangat Buruk Baik Sangat Fungsional Infrastruktur Buruk Baik Infrastruktur Jaringan Irigasi

  Kondisi

  14 Sangat Buruk Baik Sangat Fungsional Buruk Baik Infrastruktur

  Kinerja Tingkat

  15 Sangat Kurang Cukup Sangat Pelayanan Air Kecukupan Kurang Cukup

  Air Tingkat

  15 Sangat Terlambat Tepat Sangat Ketepatan Terlambat Tepat Pemberian Air

  Kinerja Manajemen

  10 Sangat Buruk Baik Sangat Kelembagaan Kelembagaan Buruk Baik Pemerintah

  Ketersediaan

  11 Tidak Kurang Memadai Sangat Dana Memadai Memadai Memadai SDM

  10 Tidak Kurang Memadai Sangat Memadai Memadai Memadai

  Kinerja Struktur

  11 Sangat Buruk Baik Sangat Kelembagaan Kelembagaan Buruk Baik Petani (AD/ART, anggota, program kerja) Prasarana dan Keaktifan Anggota Sumber : Setyawan, dkk., 2011. Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, dengan menggunakan Tabel 2. Tabel 2. Kriteria O & P sistem irigasi

  No Jumlah Skor Kriteria 1.

  3 Sangat Baik

  • – 4 2.

  2 Baik

  • – 2,9 3.

  1 Sedang

  • – 1,9 4. < 1 Buruk Sumber : Setyawan, dkk., 2011.

  Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi

  Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan pengaturan air dan jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya, termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi agar tetap berfungsi dengan baik. Kinerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dikelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

  Operasi jaringan irigasi merupakan upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya agar air irigasi dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien dan merata melalui kegiatan membuka dan menutup pintu bangunan-bangunan pengatur, menyusun Rencana Tata Tanam (RTT), menyusun sistem golongan, menyusun Rencana Pembagian Air (RPA), melaksanakan kalibrasi pintu atau bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi serta menghitung debit andalan atau debit yang diharapkan selalu tersedia sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang diperhitungkan sekecil mungkin. Sementara pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan untuk menjaga agar jaringan irigasi berfungsi seperti sedia kala (Siswanto, 2014).

  Metode kerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dibagi ke dalam dua kegiatan yaitu kegiatan operasi jaringan irigasi dan kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi yang keduanya saling berkaitan dan saling menunjang dalam pelaksanaan di lapangan. Dimana kegiatan operasi jaringan irigasi meliputi : kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi meliputi : data pendukung kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi, jenis-jenis pemeliharaan jaringan irigasi, pengamanan jaringan irigasi, pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, penanggulangan atau perbaikan darurat dan peran serta P3A dalam pemeliharaan jaringan irigasi.

  Pada sebagian besar negara berkembang, sering dijumpai problem berupa terbatasnya atau tidak cukupnya dana yang tersedia untuk operasi dan pemeliharaan (O & P) jaringan irigasi. Problem lain yang juga berpengaruh antara lain : ketidakefisiensian pengunaan air, kekurangtepatan (improper) pelaksanaan Rencana Tata Tanam (RTT), iklim (kekeringan dan banjir), problem sosial dan politik. Umumnya desain dan konstruksi jaringan irigasi telah disiapkan dengan baik, tetapi hanya sedikit perhatiannya pada aspek operasi dan pemeliharaan. Penyebab buruknya pelaksanaan operasi jaringan irigasi, dikelompokkan menjadi tiga hal berikut : a.

  Lemahnya keterampilan teknik dalam penyiapan rencana, pelaksanaan dan monitoring pelaksanaan operasi.

  b.

  Cacat teknik; karena kegagalan desain, buruknya konstruksi atau tidak adanya pemeliharaan jaringan irigasi secara berkelanjutan.

  c.

  Lemahnya organisasi O & P. (Siswanto, 2014).

  Komponen, kriteria dan kategori penilaian kinerja Operasi dan Pemeliharaan ( O & P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Kategori Penilaian Kinerja fungsional

  Baik, Rusak Sedang, Rusak Infrastruktur jaringan Kondisi Fisik Infrastruktur

  Berat irigasi Kondisi Fungsional Baik, Terganggu Ringan, Infrastruktur Terganggu Berat

  Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air Berlebih, cukup, kurang Tingkat Ketepatan Tepat, kadang terlambat, Pemberian Air Sering Terlambat

  Kinerja Kelembagaan Manajemen Kelembagaan Baik, Cukup, Kurang

  Pemerintah Ketersediaan Dana Berlebih, cukup, kurang SDM Berlebih, cukup, kurang Struktur Kelembagaan (AD/ART, anggota,

  Kinerja Kelembagaan Program Kerja), Prasarana Baik, Cukup, Kurang

  Petani (fasilitas dan dana) dan keaktifan anggota

  Sumber : Setyawan, dkk., 2011.

  Untuk menilai kinerja operasi dan penialaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sisten irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 1.

  Kinerja Fungsional Infrastruktur Jaringan Irigasi

  Infrastruktur dan sarana merupakan salah satu faktor penting dalam proses usaha tani, diantaranya infrastruktur irigasi. Infrastruktur irigasi sangat menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap kualitas dan kuantitas tanaman khususnya padi. Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa : bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan- bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektivitas irigasi menurun (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).

  Indikator kinerja fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat meliputi : kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi.

  Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

  Kinerja suatu sistem irigasi sangat ditentukan oleh eksploitasi dan pemeliharaan jaringan serta pengolahan air. Di samping itu kinerja jaringan irigasi banyak dipengaruhi oleh kondisi dan karakteristik fisik jaringannya. Kondisi fisik dinyatakan sifat bangunan (sementara permanen) dan penampilan (kinerja) dalam memenuhi fungsinya. Sedangkan karakteristik fisik jaringan dinyatakan dalam beberapa tolak ukur yang sudah ditentukan, seperti standar yang telah dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum tentang kriteria jaringan irigasi yang meliputi petak tersier (50-100 ha), panjang saluran maksimum saluran tersier (< 1500 m), dan kriteria yang berhubungan dengan spesifikasi bangunan. Karakteristik fisik jaringan irigasi digambarkan dengan dua kriteria, yaitu berdasarkan kerapatan saluran dan bangunan serta kerumitan jaringan (Salehudin, 2013).

  Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan keadaan fisik suatu jaringan irigasi. Dalam Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik jaringan irigasi No. Tingkat Kerusakan Jaringan Klasifikasi Keterangan 1. < 10 % Kondisi Baik Pemeliharaan rutin 2. 10 - 20 % Kondisi Rusak Ringan Pemeliharaan berkala 3. 21 - 40 % Kondisi Rusak Sedang Pemeliharaan berat 4. >40 % Kondisi Rusak Berat Rehabilitasi Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007.

  Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi No. Kondisi Fisik Infrastruktur Kriteria

  1. Tingkat kerusakan < 10 % Sangat Baik

  2. Tingkat kerusakan 10% - 20 % Baik

  3. Tingkat kerusakan 21% - 40 % Buruk

  4. Tingkat kerusakan > 40 % Sangat Buruk Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007.

  Penilaian kondisi fisik infrastruktur dapat diketahui dengan cara berikut :

  • Indikator bangunan utama (Bu) : Mercu bendung, penguras, intake dan kantong lumpur yang berfungsi baik (Buf) atau jumlah total bangunan utama (But) kemudian dikali bobotnya.

  Buf

  Atau : Bu = x bobot ……………...……………………(2)

  But Bangunan utama terdiri dari : bendung, bendungan, free intake ataupun pompa.

  • Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) atau panjang saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya.

  Sf

  Atau : Is = x bobot ……………...……………………(3)

  St Saluran yang dimaksud ialah saluran primer, sekunder dan tersier.

  • Indikator bangunan (Ib) : Jumlah bangunan yang berfungsi baik (Bf) atau jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.

  Bf

  Atau : Ib = x bobot ……………...……………………(4)

  Bt

  Bangunan yang dimaksud ialah mencakup bangunan-bangunan yang menunjang kegiatan irigasi di suatu daerah irigasi. Bangunan-bangunan tersebut dapat berupa : bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan talang, siphon, gorong-gorong, jembatan dan lain sebagainya (Mansoer, 2013).

  Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus : Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib

  ……………...……………(5) Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi, dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Bobot indikator kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi No. Indikator

  Bobot (%)

  1. Bangunan Utama

  38.65

  2. Saluran Pembawa

  31.65

  3. Bangunan pada Saluran

  29.65 Sumber : Mansoer (2013).

  Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi

  Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi erat kaitannya terhadap kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi. Jika kondisi fisik infrastruktur baik, maka hampir dapat dipastikan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasinya juga demikian. Penilaian kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat dilakukan dengan cara berikut :

  • Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) atau panjang saluran total (St) kemudian dikali 100%.

  Sf

  Atau : Is = x 100% ……………...……………………(6)

  St

  • Indikator bangunan irigasi (Ib) : Jumlah bangunan irigasi yang berfungsi baik (Bf) atau jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.

  Bf

  Atau : Ib = x 100% ……………...……………………(7)

  Bt

  Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus : Is + Ib

  Kondisi fungsional infrastruktur = ……………………….…....(8)

  2 Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi, seperti yang disajikan pada Tabel 7.

  Tabel 7. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi No. Kondisi Fungsional Infrastruktur Kriteria

  1. Tingkat kerusakan fungsional jaringan < 10 % Sangat Baik

  2. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 10% - 20 % Baik

  3. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 21% - 40 % Buruk

  4. Tingkat kerusakan fungsional jaringan > 40 % Sangat Buruk Sumber : Mansoer (2013).

  Setelah suatu aset irigasi selesai dibangun terjadilah proses kerusakan yang semakin lama semakin banyak sehingga dapat disebut kondisi merupakan fungsi umurnya. Demikian pula halnya dengan fungsi suatu aset, namun tidak selalu penurunan kondisi paralel dengan penurunan fungsi. Kondisi fisik jaringan irigasi dinilai berdasarkan tingkat kerusakan dibandingkan dengan kondisi awal. Fungsi fisik jaringan irigasi dinilai berdasarkan kemampuan mengalirkan air dibandingkan dengan kapasitas rencana. Jaringan irigasi yang kondisinya baik dan rusak ringan ditangani melalui kegiatan pemeliharaan. Sedangkan yang kondisinya rusak sedang diperlukan perbaikan, dan yang kondisinya rusak berat perlu dilakukan perbaikan berat atau penggantian sesuai dengan daftar skala prioritas (Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2012).

  Kinerja Pelayanan Air

  Rencana penyediaan air tahunan dibuat oleh instansi teknis tingkat kabupaten atau tingkat provinsi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan usulan rencana tata tanam dan rencana kebutuhan air tahunan, kondisi hidroklimatologi (Sebayang, 2014).

  Indikator kinerja pelayanan air dapat meliputi : tingkat kecukupan air dan tingkat ketepatan pemberian air.

  Tingkat kecukupan air

  Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi tiga kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi. Biasanya setelah satu tahun menanam padi, untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi gogo di antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah, tanaman tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa kacang-kacangan (Prihatman, 2000).

  Tingkat kecukupan air dapat diketahui dengan cara berikut ini : jika dalam satu tahun pada suatu areal sawah tertentu dapat ditanami padi tiga kali dan air yang dialirkan memadai, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan sangat cukup, jika areal sawah dapat ditanami dua kali, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan cukup. Jika areal sawah hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun meskipun air yang dialirkan sangat memadai, tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan kurang dan jika suatu areal sawah hanya dapat satu kali ditanami padi dalam satu tahun serta air yang dialirkan tidak memadai, maka tingkat kecukupan air pada suatu daerah irigasi dapat dikategorikan sangat kurang (Sebayang, 2014).

  Tingkat ketepatan pemberian air

  Tingkat ketepatan pemberian air erat kaitannya terhadap tingkat kecukupan air. Jika tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu, maka tingkat ketepatan pemberian air dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi untuk menyatakan kesesuaian waktu pemberian air sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama.

  Tingkat ketepatan pemberian air dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Jika pemberian air telah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya dapat dikategorikan sangat tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah disepakati bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya masih dapat dikategorikan tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat lebih dari satu hari, maka tingkat ketepatan pemberian airnya dikategorikan terlambat dan jika jadwal pemberian airnya terlambat hingga lebih dari tiga hari, maka tingkat ketepatan pemberian dikategorikan sangat terlambat (Sebayang, 2014).

  Kinerja Kelembagaan Pemerintah

  Indikator kelembagaan pemerintah dapat meliputi : manajemen kelembagaan, ketersediaan dana dan sumber daya manusia (SDM).

  Manajemen kelembagaan

  Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi. Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI), meliputi instansi Pemerintah Daerah yang membidangi irigasi, Perkumpulan Petani Pemakai Air, dan Komisi Irigasi, dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sesuai dengan kewenangannya. Perkumpulan Petani Pemakai Air sebagai bagian dari kelembagaan pengelolaan irigasi dibentuk dari dan oleh masyarakat petani secara demokratis (Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai No. 34 Tahun 2008).

  Tugas pokok dan fungsi petugas dalam kegiatan operasi yang berada di lapangan.

  a.

  Kepala ranting/ pengamat/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/ cabang dinas/ korwil  Mempersiapkan penyusunan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) sesuai usulan Perkumpulan

  Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A).

   Rapat di kantor ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil setiap minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/ juru pengairan, Petugas Pintu Air (PPA), Petugas Operasi Bendung (POB) serta P3A/ GP3A/ IP3A.

   Menghadiri rapat di kecamatan dan Dinas PSDA kabupaten.  Membina P3A/ GP3A/ IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan operasi.

   Membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan P3A/ GP3A/ IP3A.

   Membuat laporan kegiatan operasi ke dinas.

  b.

Petugas mantri/ juru pengairan

   Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil untuk tugas- tugas yang berkaitan dengan operasi.

   Melaksanakan instruksi dari ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur.

   Memberi instruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit yang ditetapkan.

   Memberi saran kepada petani tentang awal tanam dan jenis tanaman.  Pengaturan giliran.  Mengisi papan operasi/ eksploitasi.  Membuat laporan operasi.  Pengumpulan data debit.  Pengumpulan data tanaman dan kerusakan tanaman.  Pengumpulan data curah hujan (sesuai kebutuhan daerah).

   Menyusun data mutasi baku sawah (sesuai kebutuhan daerah).  Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam.  Melaporkan kejadian banjir kepada ranting/ pengamat.  Melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis kepada pengamat.

  c.

  Staf ranting/ pengamat/UPTD/ cabang dinas/ korwil  Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil dalam pelaksanaan operasi jaringan irigasi.

  d.

Petugas Operasi Bendung (POB)

   Melaksanakan pengaturan pintu penguras bendung terhadap banjir yang datang.

   Melaksanakan pengurasan kantong lumpur.  Membuka dan menutup pintu pengambilan utama, sesuai debit dan jadwal yang direncanakan.

   Mencatat besarnya debit yang mengalir atau masuk ke saluran induk pada blangko operasi.

   Mencatat elevasi muka air banjir.

  e.

  Petugas Pintu Air (PPA)  Membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir sesuai dengan perintah juru/ mantri pengairan.

  (Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).

  Manajemen kelembagaan dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila kepala ranting, petugas mantri, staf ranting, POB dan PPA tersedia dalam suatu sistem irigasi maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan sangat baik, jika salah satu petugas tidak tersedia, maka masih dapat dikategorikan manajemen kelembagaan irigasi tersebut baik. Jika dua dari lima kategori petugas di atas tidak tersedia, maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan buruk dan jika lebih dari dua kategori petugas tidak tersedia dalam suatu sistem irigasi, maka dapat dikategorikan manajemen kelembagaannya sangat buruk (Sebayang, 2014).

  Ketersediaan dana

  Tujuan penyediaan dana pengelolaan irigasi kabupaten atau kota adalah untuk : a. menyediakan dana bagi pengelolaan irigasi yang mencukupi dan tepat waktu bagi pengelolaan irigasi di tingkat kabupaten atau kota; b. meningkatkan partisipasi, kemandirian, dan tanggung jawab petani anggota P3A/ GP3A/ IP3A dalam penyediaan dana pengelolaan irigasi; c. meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi penggunaan dana pengelolaan irigasi; d. meningkatkan kerjasama pembiayaan pengelolaan irigasi antara

  Pemerintah, Pemerintah Daerah, pihak lain, dan P3A/ GP3A/ IP3A guna mewujudkan terselenggaranya pengelolaan jaringan irigasi secara optimal dan berkelanjutan; serta

  e. tata cara pengajuan, penyaluran dan menyederhanakan pertanggungjawaban dana pengelolaan irigasi oleh P3A/ GP3A/ IP3A (Keputusan Menteri Keuangan No. 298 Tahun 2003).

  Ketersediaan dana dapat diketahui melalui rencana anggaran biaya yang dihitung berdasarkan perhitungan volume dan harga satuan yang sesuai dengan standar yang berlaku di wilayah setempat. Sumber-sumber pembiayaan pemeliharaan jaringan irigasi berasal dari : a) Alokasi biaya pemeliharaan dari sumber APBN atau APBD.

  b) Kontribusi biaya pemeliharaan oleh perkumpulan petani pemakai air.

  c) Alokasi biaya dari badan usaha atau sumber lainnya. (Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).

  Pembiayaan pengelolaan irigasi di wilayah kerja P3A/ GP3A/ IP3A menjadi tanggung jawab P3A/ GP3A/ IP3A bersangkutan, melalui dana iuran pengelolaan irigasi yang dikumpulkan dari para anggotanya dan dana dari sumber-sumber lainnya. Dalam hal P3A/ GP3A/ IP3A belum mampu membiayai seluruh atau sebagian kegiatan pengelolaan irigasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah tetap bertanggung jawab dalam penyediaan dana. Pemberian bantuan dana oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah tersebut didasarkan pada permintaan P3A/ GP3A/ IP3A yang bersangkutan dengan memperhatikan prinsip kemandirian. Beban pembiayaan pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawab masing-masing (cost sharing) diatur berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, P3A/ GP3A/ IP3A dan masyarakat petani setempat (Keputusan Menteri Keuangan No. 298 Tahun 2003).

  Sumber daya manusia Kebutuhan tenaga pelaksana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

  a.

  Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff per 5.000-7.500 Ha.

  b.

  Mantri/ juru pengairan : 1 orang per 750-1.500 Ha.

  c.

  Petugas Operasi Bendung (POB) : 1 orang per bendung, dapat ditambah beberapa pekerja untuk bendung besar. d.

  Petugas Pintu Air (PPA) : 1 orang per 3-5 bangunan sadap dan bangunan bagi pada saluran berjarak antara 2-3 km atau daerah layanan 150-500 Ha.

  e.

Pekerja/ Pekarya Saluran (PS) : 1 orang per 2-3 km panjang saluran

  (Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).

  Sumber daya manusia dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila jumlah petugas pada masing-masing kategori telah terpenuhi, maka SDM sangat memadai. Jika kategori petugas telah terpenuhi namun personil petugasnya belum memenuhi hal di atas, maka SDM masih dapat dikategorikan memadai, jika satu hingga dua kategori petugas tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan kurang memadai dan jika lebih dari dua kategori petugas yang tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan sangat buruk (Sebayang, 2014).

  Kinerja Kelembagaan Petani

  Dari segi kelembagaan, upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi antara lain dilakukan pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). P3A merupakan lembaga yang bersifat formal, keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki unsur-unsur manajemen modern yaitu pembagian kerja dan tanggung jawab secara rasional dan objektif. Pembentukan P3A diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam melaksanakan operasi dan pemeliharaan, pada gilirannya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya, masih banyak dijumpai kendala baik yang menyangkut prosedur maupun kinerja dari P3A (Mustaniroh, 2001).

  Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan yang ditumbuhkan atau dibentuk petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi, air permukaan, embung dan air tanah untuk mewujudkan sistem pengembangan dan pengelolaan air irigasi yang baik dan berkelanjutan, diperlukan kelembagaan yang kuat, mandiri, dan berdaya yang pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kelembagaan petani pemakai air adalah lembaga atau institusi yang dibentuk oleh petani dan atau masyakarat dan atau pemerintah yang bertujuan untuk melaksanakan pengembangan dan atau pengelolaan air irigasi dalam rangka pemenuhan untuk mencukupi kebutuhan air irigasi di lahan pertanian para petani tersebut (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).

  Kinerja kelembagaan petani dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila struktur kelembagaan, prasarana dan keaktifan anggota memadai, misalnya saja AD/ ART tersedia, program kerja berjalan dengan baik, prasarana seperti peralatan bertani, gudang dan lain sebagainya lengkap serta anggota turut aktif dalam kegiatan yang menyangkut irigasi maka kinerja kelembagaan petani dapat dikategorikan sangat baik. Jika salah satu elemen tidak memadai, misalnya buruknya kondisi prasarana, maka kelembagaan petani masih dapat dikatakan baik, jika dua diantara elemen kelembagaan petani tidak berjalan dengan baik maka dikatakan kinerja kelembagaan petani ialah buruk dan jika ketiga elemen tesebut tidak tersedia, maka kinerja kelembagaan petani tersebut dikatagorikankan sangat buruk (Sebayang, 2014).

  Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai evaluasi kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi telah dilakukan oleh Muhammad Satria Sebayang (2014) dan Ardelimas Ars (2015) mahasiswa Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara masing-masing pada sistem irigasi Medan Krio di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan nilai kinerja sebesar 2.22 dengan kategori baik dan pada sistem irigasi Bandar Sidoras di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan nilai kinerja sebesar 3.36 dengan kategori sangat baik.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Literasi Informasi - Evaluasi Literasi Informasi Dengan Menggunakan Empowering 8 Pada Pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan

0 0 17

Evaluasi Literasi Informasi Dengan Menggunakan Empowering 8 Pada Pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan

1 3 14

BAB II TINJAUAN UMUMDALAM PENDAFTARANTANAH A. SejarahPendaftaranTanahdi Indonesia - Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

0 0 21

Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada Bank Syariah Muamalat Cabang Rantau Prapat

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Perilaku Konsumen - Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada Bank Syariah Muamalat Cabang Rantau Prapat

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada Bank Syariah Muamalat Cabang Rantau Prapat

0 0 10

Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada Bank Syariah Muamalat Cabang Rantau Prapat

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka - Analisis Pengaruh Volume Produksi Kedelai, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Terhadap Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera Utara

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pengaruh Volume Produksi Kedelai, Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Terhadap Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera Utara

0 0 7