BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengorganisasian 2.1.1 Definisi Pengorganisasian - Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengorganisasian

2.1.1 Definisi Pengorganisasian

  Sebelum kita mengetahui pengertian pengorganisasian, sebaiknya kita lihat dulu kata dari “pengorganisasian” tersebut, yang memiliki kata dasar “organisasi”.

  Menurut Handoko (2003:167) organisasi mempunyai dua pengertian umum yaitu :

  1. Menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga.

  2. Berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi di alokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya agar tujuan organisasi dapt tercapai dengan efisien.

  Menurut Hasibuan (2011:120), Organisasi adalah suatu system perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekolompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja. Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa organisasi itu merupakan suatu kelompok fungsional yang tentunya memiliki satu tujuan yang sama dan memiliki berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut.

  Menurut Handoko (2003:167) Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya- sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupnya. Sedangkan Menurut Hasibuan (2011:118-119) Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan, bahwa pengorganisasian merupakan proses awal untuk menempatkan orang-orang baik individu maupun kelompok kedalam struktur organisasi demi mencapai tujuan organisasi tersebut.

  Agar organisasi dapat selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya, diperlukan proses transformasi. Gouillart & Kelly dalam Sadu Wasistiono (2003 : 85), mengemukakan model 4R untuk transformasi organisasi yaitu :

  1. Reframing corporate direction

  2. Restructuring the company

  3. Revitalizing the enterprise

  4. Renewing people

  Tahap pertama transformasi organisasi adalah menyusun kembali kerangka tujuan organisasi dengan menetapkan visi dan misi sesuai dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi (Analisis SWOT). Tahap kedua adalah menata ulang struktur oeganisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.

  Tahap ketiga adalah memperbaiki iklim, mekanisme serta budaya organisasi agar sesuai dengan visi dan misi yang baru. Tahap keempat adalah memperbaharui orang, baik dalam arti fisik berupa pergantiang orang atau memperbaharui cara pandang dan semangatnya.

  Kast dan Rosenzweig dalam Cahayani (2003:3), menyatakan bahwa suatu organisasi harus memuat empat unsur utama. Keempat unsur utama tersebut adalah:

  1. Goals oriented, berarti suatu organisasi selalu berorientasi pada pencapaian sasaran.

  2. Psychosocial system, adanya hubungan antara orang dalam suatu kelompok kerja.

  3. Structured activities, orang bekerja sama dalam hubungan yang berpola.

  4. Tecnological system, anggota organisasi menggunakan teknologi dan pengetahuan dalam melakukan kegiatannya.

2.1.2 Proses Pengorganisasian

  Ada dua aspek utama dalam proses pengorganisasian suatu organisasi yaitu departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan kerja suatu organisasi agar kegiatan-kegiatan yang sejenis dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh suatu bagan organisasi. pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk dan melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas, (Handoko, 2003:167).

  Proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga langkah prosedur berikut ini :

  1. Pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi.

  2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logik dapat dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan.

  3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadau dan harmonis.

  Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para anggota organisasi menjaga perhatiannya pada tujuan organisasi dan mengurangi ketidak-efisienan dan konflik-konflik yang merusak.

  Pelaksanaan proses pengorganisasian yang sukses, akan membuat suatu organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses ini akan tercemin pada struktur organisasi, yang mencangkup aspek-aspek penting organisasi dan proses pengorganisasian, yaitu; pembagian kerja, departementalisasi, bagan organisasi formal, rantai perintah dan kesatuan perintah, tingkat-tingkat hirarki manajemen, saluran komunikasi, penggunaan komite, rentang manajemen dan kelompok- kelompok informal yang tak dapat dihindarkan, (Handoko, 2003:168-169).

2.2 Struktur Organisasi

2.2.1 Definisi Struktur Organisasi Setiap perusahaan pada umumnya mempunyai struktur organisasi.

  Penyusunan struktur organisasi merupakan langkah awal dalam memulai pelaksanaan kegiatan perusahaan dengan kata lain penyusunan struktur organisasi adalah langkah terencana dalam suatu perusahaan untuk melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

  Untuk menentukan pencapaian pelayanan secara efektif harus ada struktur organisasi yang menjelaskan tugas yang jelas (job discription), wewenang (authority), dan tanggung jawab (accountabillity) antar bagian/seksi dalam organisasi dan hubungan antar personal yang dipercayainya akan menghubungkan perilaku/individu dan kelompok dalam peningkatan mutu pelayanan, sehingga dengan demikian struktur organisasi sangat berpengaruh terhadap efektifitas pelayanan.

  Pengertian struktur organisasi menurut Handoko (2003:169) adalah sebagai mekanisme- mekanisme formal dengan mana organisasi dikelolah”. Menurut Robbins dan Coulter (2007:284), Struktur organisasi dapat diartikan sebagai kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka kerja itu tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Sedangkan menurut Gibson (2002:9), Struktur organisasi adalah pola formal mengelompokkan orang dan pekerjaan.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Struktur Organisasi

  1. Pembagian Pekerjaan (Division Of Work) Pembagian pekerjaan adalah tingkat dimana tugas dalam sebuah organisasi dibagi menjadi pekerjaan yang berbeda (Robbins dan Coulter, 2007:285). Setiap orang tidak akan mampu melakukan seluruh aktivitas dalam tugas-tugas yang paling rumit dan tidak seorang pun akan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas yang tercakup dalam suatu pekerjaan yang rumit. Melaksanakan suatu tugas yang memerlukan sejumlah langkah, perlu diadakan pemilahan bagian-bagian tugas dan membagi-bagikan kepada sejumlah orang, pembagian kerja yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi pakar dalam bidang pekerjaan tertentu.

  2. Departementalisasi Departementalisasi merupakan dasar yang digunakan untuk mengelompokkan sejumlah pekerjaan menjadi satu kelompok (Robbins dan Coulter, 2007:286). Setiap organisasi terdiri dari beberapa departemen (divisi kerja). Banyaknya bagian suatu organisasi tergantung dari kebutuhan perusahaan bersangkutan.

  3. Hiearki Hierarki adalah garis wewenang yang tidak terputus yang membentang dari tingkatan atas organisasi hingga tingkatan paling bawah dan menjelaskan hubungan si pelapor kepada si penerima laporan (Robbins dan Coulter, 2007:288). Pendelegasian wewenang oleh atasan kepada bawahan perlu agar suatu organisasi berfungsi secara rinci karena tidak ada atasan yang dapat mengawasi setiap tugas-tugas organisasi, terlebih apabila organisasi tersebut mempunyai aktivitas yang banyak dan kompleks.

  4. Koordinasi Koordinasi adalah proses menyatukan aktivitas dari departemen yang terpisah untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif (Robbins dan Coulter, 2007:288).

  Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi mencapai tujuan organisasi secara efisien (Handoko, 2003:195). Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2004:85).

  5. Kesatuan Perintah (Unity of Command) Dalam operasionalisasinya,penerapan prinsip “kesatuan perintah” biasanya dilaksanakan berdasarkan pendekatan “one step down”. Artinya, seorang manajer memberika perintah kepada orang-orang yang setingkat lebih rendah daripadanya yang meneruskannya ketingkat yang lebih bawah lagi apbila hal itu diperlukan.

  Dengan demikian dapt dicegah kesimpang siuran, bukan hanya dalam pemberian perintah, akan tetapi juga dalam hal pertanggungjawaban. Dampak positf dari penerapan prinsip ini terlihat tidak hanya dalam hal adanya kepastian perintah yang diterima oleh seseorang, akan tetapi juga berkaitan langsung dengan pembinaan perilaku para bawahan yang bersangkutan.

2.2.3 Dimensi dan Indikator Struktur Organisasi

  Adapun indikator mengenai Struktur Organisasi menurut Stephen Robbins (2003: 215-224) adalah sebagai berikut: 1. Spesialisasi pekerjaan.

  Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.

  2. Departementalisasi.

  Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan.

  3. Rantai komando.

  Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.

  4. Rentang kendali.

  Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif.

  5. Sentralisasi dan Desentralisasi.

  Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi.

  6. Formalisasi.

  Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan.

2.3 Kinerja Pegawai

2.3.1 Definisi Kinerja Pegawai

  Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Keban, 2004 : 191). Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

  Landasan yang sesungguhnya dalam suatu organisasi adalah kinerja. Jika tidak ada kinerja maka seluruh bagian organisasi, maka tujuan tidak dapat tercapai.

  Kinerja perlu dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemimpin atau manajer. Menurut

  Nawawi (2006: 63) adalah “Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan”. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan.

  Sedangkan menurut Prawirosentono (2008:2) “Kinerja adalah Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tu tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

  Dari beberapa pengertian yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan- persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan sehingga tujuannya akan sesuai dengan moral maupun etika perusahaan. Dengan demikian kinerja karyawan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan tersebut.

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

  Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

  Menurut Soesilo dalam Nogi (2005 : 180), kinerja suatu organisasi dipengaruhi adanya faktor-faktor berikut :

  1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi

  2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi

  3. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal

  4. System informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

  5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

  Menurut Atmosoeprapto, dalam Nogi (2005:181) mengemukakan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, secara lebih lanjut kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

  a. Faktor eksternal, yang terdiri dari:

  1. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.

  2. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor- sektor lainya sebagai suatu system ekonomi yang lebih besar.

  3. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

  b. Faktor internal, yang terdiri dari:

  1. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

  2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

  3. Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalanya organisasi secara keseluruhan.

  4. Budaya Organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

  Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi adalah faktor internal (faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada faktor internal dan eksternal organisasi.

2.3.3 Indikator Kinerja

  Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Winarsih (2005:175) menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi, yang terdiri atas beberapa faktor berikut:

  1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya ketampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.

  2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

  3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.

  4. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.

  Sedangkan Kumorotomo dalam Dwiyanto (2006 : 52) mengemukakan bahwa untuk menilai kinerja organisasi dapat digunakan beberapa kriteria sebagai pedoman penilaian kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain:

  1. Efisiensi Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

  2. Efektivitas Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

  3. Keadilan Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi.

  Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

  4. Daya Tanggap Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

2.4 Kerangka Konseptual

  Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara (Distarukimsu) merupakan salah satu instansi teknis yang ditetapkan sebagai pelaksana dan pengembang tugas serta kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam bidang Penataan Ruang dan Permukiman, dan mengimplentasikan kebijakan yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara.

  Dalam rangka memperbaiki citra Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara (Distarukimsu), Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara (Distarukimsu) merasa perlu melakukan perubahan.

  Reformasi yang dilakukan oleh Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara (Distarukimsu) ini bersifat menyeluruh dan komprehensif, yang meliputi perubahan struktur organisasi yang berbeda dengan Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara (Distarukimsu) pada sebelumnya.

  Menurut Robbins dan Coulter (2007:284), Struktur organisasi dapat diartikan sebagai kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka kerja itu tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Perubahan struktur organisasi terjadi pada tahun 2008, dimana dalam menangani perancangan struktur organisasi Distarukimsu menggunakan dua komponen yaitu departementasi dan formalisasi.

  Departementasi maksudnya adalah dasar yang dipakai dalam pengelompokan pekerjaan sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikoordinasikan dengan lebih baik dimana Distarukimsu menambahkan bidang kelompok jabatan fungsional yang dibawahi langsung oleh kepala dinas Distarukimsu.

  Formalisasi adalah suatu tingkat dimana pekerjaan dalam organisasi itu dibakukan. Jika pekerjaan sangat diformalkan, pelaksana pekerjaan hanya punya sedikit keleluasaan tentang apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana seharusnya mengerjakannya dimana posisi bagian tata usaha berganti nama menjadi sekretaris dan ditambahnya bidang kelompok jabatan fungsional yang seluruh kegiatannya harus sesuai prosedur yang terdefinisi dengan jelas pada Distarukimsu.

  Teori mengatakan bahwa ada pengaruh dari struktur organisasi terhadap kinerja karyawan di suatu perusahaan, tergantung pada bentuk struktur organisasi yang dipakai perusahaan tersebut. Menurut Chandler dalam Robbins (2003:183), Jika manajemen membuat suatu perubahan yang penting dalam strategi organisasi, struktur akan perlu dimodifikasikan untuk mengakomodasikan dan mendukung perubahan ini.

  Departementasi (X )

1 Kinerja Pegawai (Y)

  Formalisasi (X

  2 ) Sumber: Stephen Robbins (2008) dan Agus Dwiyanto (2006) Gambar 2.2: Kerangka Konseptual

2.5 Hipotesis

  Hipotesis menurut Sugiyono (2007: 70) adalah “jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

  1. Faktor sebelum adanya perubahan struktur organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

  2. Faktor sesudah adanya perubahan struktur organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Laju Aliran Dan Ph Saliva Pada Pasien Dengan Piranti Ortodonti Cekat Dan Tanpa Piranti Ortodonti Pada Mahasiswa Fkg Usu

0 1 18

Perbandingan Laju Aliran Dan Ph Saliva Pada Pasien Dengan Piranti Ortodonti Cekat Dan Tanpa Piranti Ortodonti Pada Mahasiswa Fkg Usu

0 2 12

Efektivitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp )

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air - Efektivitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp )

0 0 25

Efektivitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp )

0 0 14

Pengaruh Audit Tenure, Audit Switching, Audit Capacity Stress, Ukuran Perusahaan, dan Independensi Komite Audit Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2009 – 2013)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Kepatuhan (Compliance Theory) - Pengaruh Audit Tenure, Audit Switching, Audit Capacity Stress, Ukuran Perusahaan, dan Independensi Komite Audit Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Perusah

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Audit Tenure, Audit Switching, Audit Capacity Stress, Ukuran Perusahaan, dan Independensi Komite Audit Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 200

0 0 7

Pengaruh Audit Tenure, Audit Switching, Audit Capacity Stress, Ukuran Perusahaan, dan Independensi Komite Audit Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2009 – 2013)

0 0 11

I. IDENTITAS RESPONDEN No. Identitas Keterangan - Pengaruh Perubahan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pada Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

0 0 12