BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air - Efektivitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air

  Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam peraturan pemerintah , sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-undang. Dalam praktik operasionalnya pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaran dari komponen-komponen lingkungan hidup , seperti pencemaran air, pencemaran air laut, pencemaran air tanah, dan pencemaran udara (Sumantri, 2010).

  Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang Lingkungan Hidup yaitu UU No.23/1997. Dalan PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “ Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (pasal 1, angka 2) (Sumantri, 2010).

2.1.1. Indikator Pencemaran Air

  Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi (Sumantri, 2010) : a.

  Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, dan adanya perubahan warna, bau, dan rasa.

  b.

  Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.

  c.

  Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

  2.1.2. Sumber Pencemaran Air

  Berdasarkan penyebab sumber pencemaran air dibagi menjadi dua yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya sedangkan sumber tidak langsung ialah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan Pencemaran Lingkungan Online (2003) dalam Sumantri (2010).

  2.1.3. Dampak Pencemaran Air

  Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam. Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam empat kategori (Sumantri, 2010): a.

  Dampak terhadap kehidupan biota air Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu, kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, makanya proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak diinginkan dahulu.

  b.

  Dampak Terhadap Kualitas Tanah Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei sumur dangkal di Jakarta. Banyak yang mengindikasi terjadinya pencemaran ini.

  c.

  Dampak Terhadap Kesehatan Peran air sebagai pembawa penyakit menular antar lain : 1.

  Air sebagai media untuk hidup mikroba patogen 2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit 3. Jumlah air yang tersedia tidak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat membersihkan diri

4. Air sebagai media untuk hidup vektor penyakit

  d.

  Dampak Terhadap Estetika Lingkungan Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan ini akan semakin tercemar yang ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan dapat mengurangi estetika lingkungan.

2.2. Pencemaran Logam Berat

  Beberapa logam berat yang telah banyak diketahui menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia adalah merkuri (Hg), cadmium, dan timbal. Adapun beberapa kasus logam berat merkuri (Hg) yang terjadi di seluruh dunia yang terjadi sekitar tahun 1960 adalah (Palar, 2008) :

  1. Kasus di Minamata, Jepang, yang terjadi pada tahun 1955-1960, menakibatkan kematian 110 orang.

  2. Kasus di Irak yang terjadi tahun 1961 mengakibatkan kematian 35 orang dan 321 orang cidera.

  3. Kasus di Pakistan barat yang terjadi tahun 1963 mengkibatkan kematian 4 orang dan 34 orang cidera.

  4. Kasus di Guatemala yang terjadi tahun 1966 mengakibatkan kematian 20 orang dan 45 orang cidera.

  5. Kasus di Nigata, Jepang, yang terjadi tahun 1968 mengakibatkan kematian 5 orang dan 25 orang cidera.

2.3. Toksikologi Logam Pada Hewan Air

  Kemampuan makhluk hidup terhadap masuknya logam berat pada tergantung pada spesies, lokasi, umur yaitu dalam siklus hidup makhluk hidup tersebut, daya tahan makhluk hidup tersebut, serta kemampuan makhluk hidup untuk meghindar dari pengaruh polusi ( Darmono, 2001).

  Dalam tubuh hewan, logam diabsorbsi oleh darah, logam terssebut akan berikatan dengan protein maupun enzim. Toksisitas logam tersebut akan menyebar ke seluruh jaringan. Namun, biasanya akumulasi paling banyak pada hati dan ginjal tubuh hewan tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk hidup antara lain : a.

  Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut b. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya c. Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH, dan kadar oksigen yang terlarut dalam air d.

  Kondisi hewan, besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi e.

  Kemampuan hewan untuk menghindar dari pengaruh polusi f. Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam.

  Ikan merupakan salah satu jenis hewan air. Ikan memiliki kemampuan dalam bergerak cepat. Ikan ada yang hidup di perairan dangkal dan berenang di dasar air, dan ada juga yang hidup di perairan dalam dan berenang di dekat permukaan air. Pengaruh toksisitas logam pada ikan terdapat di insang, alat pencernaan, ginjal ikan, hingga berakumulasi pada jaringan ikan. Adapun jumlah akumulasi logam dari yang besar hingga ke kecil berturut-turut ialah : Hati > ginjal > insang > daging ( Darmono, 2001).

2.4.Merkuri (Hg)

  Logam merkuri (Hg) atau air raksa mempunyai nama kimia

  hydragyrum yang berarti perak cair. Logam merkuri dilambangkan dengan

  Hg. Pada tabel periodik, merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80 dengan bobot atom 200,59 g/mol. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar, HgS yang mengandung unsur merkuri (Hg) antara 0,1 % - 4% ( Palar, 2008).

  • HgS O Hg SO Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640 atm. Merkuri (Hg) dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa. Merkuri (Hg) memiliki titik lebur -

  38,9˚C, dan titik didih 356,6˚C (Widowati, 2008).

  Berdasarkan pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh badan Survey Geologi di Amerika Serikat pada tahun 1974, dapat diketahui konsentrasi merkuri (Hg) di lingkungan sebagai berikut : ( Palar, 2008) a.

  Dalam batuan : Pada struktur batuan di alam, logam merkuri (Hg) ditemukan dalam kisaran 0,1 sampai 20 ppm. Pada penelitian tersebut ternyata 20 % dari contoh mengandung lebih dari 1 ppm merkuri (Hg). b.

  Dalam tanah : Pada lapisan tanah melalui penelitian yang telah dilakukan secara acak pada tempat dan daerah serta wilayah yang berbeda, ditemukan bahwa logam merkuri (Hg) terkonsentrasi 0,1 ppm. Jumlah tersebut bervariasi pada batasan yang lebih kecil.

  c.

  Dalam sungai Dari penelitian yang dilakukan terhadap perairan ditemukan konsentrasi logam merkuri (Hg) dalam variasi yang sangat luas, yaitu : a. ppm 65 % contoh mengandung < b. ppb 15 % contoh mengandung < c. ppm 3 % contoh mengandung d.

  Dalam Udara Ternyata kondisi dari lokasi pengambilan sampel udara untuk pengujian kandungan merkuri (Hg) ditemukan konsentrasi yang variasi.

  a.

  Dekat penambangan Hg, didapatkan merkuri (Hg) dengan kisaran konsentrasi ppm.

  b.

  Dekat penambangan Cu, didapatkan merkuri (Hg) dengan kisaran konsentrasi ppm.

  c.

  Pada lokasi udara yang tidak mengandung deposit ditemukan merkuri (Hg) pada konsentrasi sekitar ppm.

2.4.1 Sifat Merkuri (Hg)

  Adapun sifat-sifat logam merkuri (Hg) antara lain ( Sunu, 2001) : 1. Merkuri (Hg) dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup.

  2. Merkuri (Hg) merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu sekitar 25˚C dan mempunyai titik beku terendah dari -39˚C.

  3. Bentuk murninya, zat cair putih keperakan yang mudah menguap seperti banyak digunakan dalam termometer.

  4. Merkuri (Hg) dalam bentuk cair mempunyai kisaran sekitar 396˚C yang mengembang secara merata.

  5. Merkuri (Hg) mempunyai volatilitas (kecendrungan berubah menjadi gas atau uap dari suatu cairan) yang tertinggi dari semua logam.

  6. Beberapa logam yang dapat larut di dalam merkuri (Hg) membentuk komponen amalgam .

  7. Ketahanan listrik merkuri (Hg) sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang terbaik dari semua logam.

2.4.2 Penggunaan Merkuri (Hg)

  Dalam keseharian, pemakaian bahan mekuri telah berkembang sangat luas. Merkuri (Hg) digunakan dalam bermacam-macam industri, untuk peralatan-peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur, dalam dunia pertanian dan keperluan lainnya. Demikian luasnya pemakaian merkuri (Hg) , mengakibatkan semakin mudahnya organisme mengalami keracunan (Palar,2008).

  Pada industri khlor-alkali, merkuri (Hg) digunakan untuk menangkap logam natrium (Na). Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri (Hg) melalui proses elektrolisa dari larutan garam natrium khlorida (NaCl) (Palar, 2008).

  Pada peralatan listrik, merkuri (Hg) ditemukan pada lampu listrik. Sementara itu, di laboratorium logam merkuri (Hg) digunakan sebagai alat ukur termometer. Banyaknya pemakaian merkuri (Hg) sebenarnya dapat menyebabkan keracunan baik akut maupun kronis ( Palar, 2008 ).

  Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri (Hg) banyak digunakan sebagai fungisida, dimana hal ini menjadi penyebab yang cukup penting dalam peristiwa keracunan merkuri (Hg) pada organisme hidup. Karena penyemprotan yang dilakukan secara terbuka dan luas menggunakan pesawat terbang untuk areal pertanian yang luas, maka banyak organisme hidup lainnya yang terkena senyawa racun. Sehingga dari penyemprotan fungisida tidak hanya membunuh jamur juga organisme hidupnya (Palar, 2008).

  Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri asetat). Pemakaian dari senyawa FMA bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini menjadi sangat berbahaya, karena kertas sering kali digunakan sebagai alat pembungkus makanan (Palar, 2008).

  Pada industri manufaktur vinilklorida di Jepang, merkuri (Hg) digunakan sebagai katalis. Pemakaian merkuri (Hg) pada industri telah mengakibatkan pencemaran merkuri (Hg) di bidang perairan Teluk Minamata, dimana buangan atau limbah industri manufaktur vinilklorida dibuang. Hal ini menyebabkan penyakit kerapuhan tulang, sehingga penderita sama sekali tidak bisa bergerak. Penyebab dari penyakit tersebut adalah keracunan logam berat merkuri (Hg) masuk melalui ikan-ikan yang ditangkap di perairan Teluk Minamata dikonsumsi (Palar, 2008).

2.4.3 Penggandaan Merkuri (Hg) Dalam Rantai Makanan

  Masuknya merkuri (Hg) dalam tubuh organisme hidup berasal dari makanan yang dimakan karena bahan makanan tersebut sudah tercemar merkuri (Hg). Selain itu, merkuri (Hg) akan difusi (perembesan lewat jaringan) melalui jalur pernafasan ( Palar, 2008).

  Melalui jalur makanan, logam merkuri (Hg) masuk melalui dua cara, yaitu lewat air (minuman), dan tanaman (bahan makanan). Jumlah merkuri (Hg) yang masuk lewat minuman bisa menjadi sangat tinggi. Jumlah tersebut bisa berlipat kali dibandingkan jumlah merkuri (Hg) yang masuk dalam tanaman. Hal ini dapat terjadi disebabkan logam merkui dalam air bisa jadi telah mengalami pelipatgandaan dari jumlah awal yang masuk. Pelipatgandaan merkuri (Hg) dalam air berawal dari proses bakterial terhadap ion logam atau merkuri (Hg) yang terdapat dalam atau pegendapan pada lumpur di dasar perairan yang telah kemasukan senyawa merkuri (Hg) (Palar, 2008).

  Ada tiga macam proses bakterial utama yang mempengaruhi transportasi logam, temasuk merkuri (Hg) dalam tata lingkungan, yaitu (Palar, 2008) : 1.

  Degredasi senyawa-senyawa logam organik menjadi senyawa-senyawa den gan bobot molekul yag lebih rendah.

  2. Perubahan bentuk-bentuk logam yang terjadi melalui aktivitas metabolisme pada organisme hidup.

  3. Perubahan ion logam an-organik menjadi bentuk senyawa logam organik karena adanya proses oksidasi-reduksi.

  Pendauran merkuri (Hg) sebagai hasil kerja dari bakteri-bakteri dapat dilihat skema berikut

  2 H

  6 Hg

  • UDARA C (CH

  

3 )

  2 Hg

  Ikan,udang, dan lain-lain AIR plankton

  CH

  3 Hg (CH 3 )

  2 Hg

  SEDIMEN CH

3 LUMPUR bakteri bakteri

  Bakteri Hg²2+ + Hg

  Dari skema tersebut di atas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : Persenyawaan merkuri (Hg) yang terdapat didalam endapan dasar perairan karena adanya aktivitas kehidupan bakteri pada endapan tersebut. Selanjutnya, persenyawaan merkuri (Hg) yang ada diubah menjadi dan . Ion yang dihasilkan dari perombakan persenyawaan merkuri (Hg) pada endapan lumpur badan perairan, dengan bantuan bakteri akan berubah menjadi dimetil merkuri (CH ) Hg dan ion metal

  3

  2

  merkuri (CH

3 Hg), namun untuk bentuk yang terakhir harus melalui reaksi

  metilasi. Reaksi metilasi merupakan reaksi kimia, dimana gugus metil

  • (CH

  

3 ) ditambahkan kedalam suatu senyawa. Metabolisme normal pada

  hampir semua organisme hidup dapat dipastikan melibatkan reaksi metilasi ini (Palar, 2008).

  Dimetil merkuri (Hg) sangat mudah menguap ke udara. Faktor- faktor fisika di udara seperti cahaya, dapat menyebabkan senyawa dimetil merkuri ini terurai kembali menjadi metana, CH

  4 , etana, C

  2 H 6 , dan logam

  . Senyawa ion metil merkuri sangat mudah larut dalam air dan mudah untuk menguap ke udara. Senyawa ion metal merkuri di udara membentuk metan. Sementara itu, senyawa ion metal merkuri yang ada dalam badan perairan akan dimakan oleh biota perairan dengan sistem rantai makanan di air. Pertama ion merkuri (Hg) dimakan oleh organisme planktonik. Plankton dimakan oleh ikan-ikan kecil, udang, biota lainnya.

  Selanjutnya ikan-ikan kecil akan dimakan oleh ikan-ikan besar, begitu seterusnya sampai pada tingkatan puncak dari rantai makanan yang ada didalam tatanan perairan. Ikan-ikan kecil dan ikan besar akan dimakan oleh burung-burung air. Puncak dari rantai makanan adalah manusia yang akan mengkonsumsi baik ikan maupun burung air yang telah mengakumulasi atau terkontaminasi oleh senyawa merkuri (Hg) (Palar, 2008).

  Ternyata kemudian, proses transformasi ion metal merkuri dalam sistem rantai makanan mengalami pelipatgandaan. Konsentrasi dari ion metal merkuri yang masuk terakumulasi dalam jaringan biota terus meningkat seiring dengan peningkatan strata atau posisi dari biota tersebut dalam sistem rantai makanan. Sehingga biota seperti ikan-ikan besar yang telah memakan ikan-ikan yang lebih kecil yang telah terkontaminasi oleh ion metal merkuri , disinyalir mempunyai kandungan metal merkuri (Hg) (Hg) yang lebih besar dalam tubuhnya. Pelipatgandaan akumulasi merkuri (Hg) dalam jarigan biota merkuri (Hg) perairan sesuai pula dengan proses biomagnifikasi yang terjadi dalam lingkungan perairan. Akhirnya manusia yang menempati posisi puncak dari semua sistem rantai makanan akan mengkonsumsi metal merkuri dalam jumlah yan cukup besar. Pemanfaatan ikan-ikan yang telah terkontaminasi oleh metal merkuri sebagai bahan makanan dapat mengakibatkan keracunan kronis akan merkuri (Palar, 2008).

2.4.4 Efek Toksis

  Berdasarkan sifat kimia dan fisika merkuri (Hg) , tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air secara berurutan adalah merkuri

  (Hg), kadmium, seng, timah hitam, krom, nikel, dan kobalt. Urutan toksisitas logam dari yang paling toksis terhadap manusia adalah > > > > > > > > . Logam berat bersifat toksis karena tidak bisa dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik (Widowati, 2008).

2.4.4.1. Mekanisme Toksisitas Merkuri (Hg) Anorganik

  Toksisitas dan metabolisme Hg tergantung pada berbagai faktor, antara lain bentuk senyawa Hg, jalur paparan Hg, lamanya paparan, serta kandungan unsur lain yang terdapat dalam makanan.Menurut Bartik dan Piskac (1981) dalam Widowati (2008), garam merkuri (Hg) anorganik bisa mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa alat pencernaan, termasuk mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal, menjadi lebih permeable terhadap protein plasma yang sebagian besar akan masuk kedalam urin (Widowati, 2008).

  Toksisitas akut dari uap Hg meliputi gejala muntah, kehilangan kesadaran, mulut terasa tebal, sakit abdominal, diare disertai darah dalam fases, oliguria, albuminuria, anuria, uraemia, ulserasi, dan stomatitis. Toksisitas atau garam merkuri yang larut bisa menyebabkan kerusakan membran alat pencernaan, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit, serta menurunkan tekanan darah (Widowati, 2008).

  Toksisitas kronis dari merkuri (Hg) anorganik meliputi gejala gangguan sistem syaraf meliputi berupa tremor, terasa pahit pada mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia, albuminaria, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal, serta kerusakan mukosa usus (Widowati, 2008).

2.4.4.2. Mekanisme Toksisitas Merkuri (Hg) Organik

  Alkil merkuri ataupun metil merkuri lebih toksik dibandingkan merkuri anorganik karena alkil merkuri bisa membentuk senyawa lipophilus yang mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diabsorpsi serta berpenetrasi menuju sistem syaraf. Demikian juga ia mampu berpenetrasi placental barrier dan akan lebih lama tersimpan dalam tubuh (Widowati, 2008).

  Menurut Palar (1994) dalam Widowati (2008), senyawa merkuri (Hg) organik, seperti metal merkuri ( HgCl) dan alkil merkuri (

  ) banyak digunakan sebagai bahan pestisida. Senyawa HgCl merupakan penyebab keracunan merkuri (Hg). Lebih dari 95% metil merkuri terabsorpsi dan ditransportasikan ke dalam sel darah merah.

  Lalu diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan hanya sejumlah kecil yang terakumulasi dalam plasma protein. Metil merkuri pada umumnya terakumulasi dalam sistem syaraf pusat dan ditemukan paling banyak pada bagian korteks dan serebelum . Waktu paruh alkil merkuri adalah 70 hari dan akan dieksresikan sebesar 1 % dengan sisa 99 % terakumulasi pada berbagai organ.

Tabel 2.1 Konsentrasi Hg pada Berbagai Organ Induk dan Janin

  Organ Hg pada induk (µg/g) Hg pada janin (µg/g) Ginjal 518 5,8 Paru-paru 77,5 0,6 Hati 8 10,1 Cerebrum 10,9 0,05 Cerebellum 5,8 0,24 Jantung 3,2 0,15 Limpa 5,2 1,8 Darah 15 µg/100 mL 2,35 µg/100 mL Sumber : Smith dalam Palar, 1994

  Gejala toksisitas merkuri (Hg) organik meliputi kerusakan syaraf pusat, berupa anoreksia, ataksia, dismetria, gangguan pandangan mata yang bisa mengakibatkan kebutaan, gangguan pendengaran, konvulsi, paresis, koma, dan kematian (Widowati, 2008).

2.4.4.3.Keracunan Akut

  Keracunan akut yag disebabkan oleh logam merkuri (Hg) umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan dan pertanian, yang menggunakan merkuri (Hg) sebagai bahan baku, katalis, dan/atau pembentuk amalgam ata pestisida (Palar, 2008).

  Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri (Hg) dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa : peradangan pada tekak, dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual, dan muntah, disertai darah dan shok. Bila gejala-gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal dan radang pada hati (Palar, 2008).

2.4.4.4.Keracunan Kronis

  Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Dalam kasus ini biasanya penderita tidak menyadari bahwa logam berat sudah menumpuk dalam tubuhnya sehingga racun tersebut terus mengendap hingga selang waktu lamanya paparan logam berat tersebut pada pekerja dan akan melebihi batas toleransi yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan akan terlihat. Keracuan kronis biasanya akan sulit dalam pengobatan dan bahkan terkadang membutuhkan waktu yang lama (Palar,2008).

  Pada peristiwa keracunan kronis oleh (Hg), ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Gangguan terhadap sistem syaraf dapat terjadi dengan atau tanpa diikuti oleh gangguan pada lambung da usus.

  Ada dua bentuk gejala umum yang dapat dilihat bila korban mengalami gangguan pada sistem syaraf sebagai keracunan kronis merkuri (Hg), yaitu tremor ringan dan parkinsonisme yang disertai dengan termor pada fungsi otot sadar (Palar, 2008).

  Tanda-tanda seseorang penderita keracunan kronis merkuri (Hg) dapat dilihat dari organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata. Disamping itu, gejala keracunan kronis merkuri (Hg) yang lainnya adalah terjadinya anemia ringan pada darah (Palar,2008).

  2.4.5 Kadar Batas Aman

  Air raksa yang terkandung (dalam jumlah amat kecil) dalam tubuh ikan dengan kadar kurang dari 50 g/g. Jumlah ini berlipat ganda pada ikan-ikan pemangsa yang lebih besar hingga mencapai 1500 µ g/g. Kadar yang lebih tinggi pernah ditemukan pada ikan, setelah memakan metil merkuri yang terlepas dari tanaman yang mengandung kloroalkali. Kadar air raksa yang diijinkan dalam tubuh ikan adalah sekitar 0,4-1,0 mg/kg.

  Ketentuan ini berlaku di Jepang, Amerika, Swedia, Finlandia, dan Kanada (Arisman, 2008).

  World Health Organization (WHO) apabila ikan terus menerus dikonsumsi sebanyak 60 g/orang/hari, maka kadar Hg maksimum yang diizinkan adalah 0,5 µg/g ikan basah. Batasan tersebut dibuat atas dasar persyaratan batas maksimum kandungan Hg yang terus menerus masuk ke dalam tubuh manusia sebanyak 30 µg/orang/hari (Widowati, 2008).

  2.4.6 Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran

  Untuk mengurangi pencemaran limbah Hg di daerah pertambangan emas, dilakukan berbagai cara seperti berikut (Widowati, 2008) :

  1. Memilih teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu menerapkan sistem pertambangan tertutup sehingga memperkecil keluarnya Hg dari dalam tanah 2. Menggunakan teknologi pemrosesan batuan tambang yang tidak menggunakan Hg, tetapi diganti dengan sianida atau menggunakan bioteknologi, yaitu proses pencucian menggunakan mikroba.

  Dalam lingkungan yang telah tercemar oleh Hg upaya yang dilakukan adalah penyehatan kembali lingkungan dengan cara (Widowati, 2008) : 1.

  Memindahkan sedimen yang mengandung Hg tinggi, lalu melakukan isolasi.

  2. Treatment tanah atau air yang terpolusi secara fisisk atau kimiawi.

  3. Imobilisasi dengan memasang batas di daeah yang tercemar.

  4. Remediasi secara biologis atau fitoremidisasi menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap metal merkuri Ada beberapa penangan pencemaan merkuri (Hg) antara lain (Sunu,2001): 1. Metode Dekontaminasi Merkuri (Hg) Percobaan dilakukan untuk menangani pencemaran merkuri (Hg).

  Di Swedia dilakukan percobaan dengan metode dekontaminasi merkuri (Hg) yang meliputi : a.

  Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan- bahan yangmepunyai kemampuan absorbs tinggi.

  b.

  Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan anorganik yang tidak bereaksi.

  c.

  Sedimen yang mengandung merkuri (Hg) dihilangkan dengan cara dikeruk atau dipompa.

  2. Rekomendasi dari EPA

  Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat telah memberikan beberapa rekomendasi untuk mencegah terjadinya pencemaran merkuri (Hg) di lingkungan yang meliputi : a.

  Pestisida alkil merkuri seharusnya tidak digunakan.

  b.

  Penanganan pestisida yang mengandung komponen merkuri (Hg) lainnya dibatasi untuk daerah-daerah tertentu.

  c.

  Semua industri yang menggunakan merkuri (Hg) harus membuang limbah industrinya dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkuri (Hg) sampai batas normal.

2.5. Ikan Tongkol (Euthynnus sp)

  Menurut Panjaitan ( 1965 ) dalam Milo ( 2013 ) menyatakan bahwa ikan tongkol merupakan salah satu jenis dari kelompok ikan pelagis, dengan penyebaran meliputi seluruh daerah pantai dan lepas pantai perairan Indonesia, serta seluruh perairan IndoPasifik. Spesies ini hidup dalam suatu gerombolan besar. Ikan tongkol ini hidup di daerah perairan sampai batas kedalaman 50 meter, yang banyak ditemui didaerah Sumatera.

  Fisik ikan tongkol memiliki ukuran kecil rata-ata 500-700 gram/ekor. Ikan tongkol memiliki kulit yang licin berwarna abu-abu, dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah tua (Bahar, 2006).

  Klasifikasi ikan tongkol adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Family : Scombridae Genus : Euthynnus Species : Euthynnus affinis

  Gambar 1. Ikan Tongkol (Euthynnus sp)

  Ada tiga ikan tongkol yang sering dijumpai, yaitu sebagai berikut (Purnomowati, 2008) : a.

  Tongkol krai (Auxis thazard), dengan ciri khas memiliki sirip dada yang pendek, letak sirip punggung pertama dan kedua berjauhan.

  b.

  Tongkol como atau biasa disebut tongkol lurik (Euthynnus

  affinis ), dengan ciri khas : pada bagian punggung ikan terdiri atas sirip-sirip miring putus-putus, letak sirip pertama dan kedua berdekatan, terdapat beberapa titik hitam dibawah sirip dada.

  c.

  Tongkol abu-abu (Thunnus tonggol) menurut Bleeker (1851), dengan ciri khas : warna badan sisi bawah dan perutnya putih keperakan dengan titik-titik oval memanjang tidak berwarna. Sirip ekornya berwarna kehitam-hitaman dengan streaks berwarna hijau kekuning-kuningan.

2.6. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia )

  Jeruk nipis smemiliki nama ilmiah Citrus aurantifolia, Limonia

  aurantifolia , Citus javanica, atau Citrus notissima. Jeruk nipis juga

  dikenal dengan nama lokal jeruk pecel (Jawa), jeruk durga (Madura), limau asam atau limau nipis (Malaysia), somma nao atau manao (Thailand). Di Eropa dan Amerika, jeruk nipis disebut lime, sour lime, common lime (Sarwono, 2001).

  

Gambar 2. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

  Jeruk nipis antara 0-1000 m diatas permukaan laut untuk semua jenis tanah. Namun, jeruk nipis lebih menyukai tanah alkali dengan derajat keasaman (pH) tana antara 5-6. Tipe daerah tumbuh jeruk nipis ditemukan di daerah musim hujan antar 2-5 bulan dan musim kemarau antara 6-9 bulan. Jeruk nipis biasa ditanam di daerah dengan kriteria sebagai berikut (Setiadi, 2004) : a.

  Daerah sangat basah , yaitu daerah ang rata-rata bulan keringnya dalam setahun sebanyak 0-1,5 bulan.

  b.

  Daerah basah, yaitu daerah yng rata-rata bulan keringnya dalam setahun antara 1,5-3 bulan.

  c.

  Daerah agak basah, yaitu daerah yang bulan keringnya rata-rata dalam setahun antara 3-4,5 bulan.

  Jeruk nipis termasuk tipe buah buni. Bentuknya bulat sampai bulat telur. Diameternya sekitar 3-6 cm. Ketebalan kulit buahnya berkisar 0,2- 0,5 mm, dan buahnya memiliki kelenjar yang banyak sekali. Buahnya memiliki papilla yang berwarna kuning kehijau-hijauan. Daging buah jeruk nipis bersegmen. Segmen buahnya berdaging hijau kekuning- kuningannya dan mengandung banyak sari buahnya beraroma harum. Sari buahnya sangat asam berisi asam sitrat berkadar 7-8 % dari berat daging buahnya ( Sarwono, 2001).

  Menurut Kardarron (2010) dalam Nismah dkk, jeruk nipis memiliki kandungan asam sitrat, asam amino ( triptofan, lisin ), minyak atsiri, glikosida, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin, B1, dan vitamin C. Asam Sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami dapat digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan Nasional dan Internasional (Abadiana, 2013).

  Menurut Manahan (1977) dalam artikel Dian menyatakan bahwa asam jeruk nipis atau asam sitrat adalah pelarut protik hidrofilik seperti air dan etanol yang bisa melarutkan senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa non- polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam sitrat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium,dan cadmium. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam sitrat sebagai pelarut logam berat. Jeruk nipis memiliki gugus karboksilat dan hidrosil yang dapat dimanfaatkan sebagai chelating agent (Nurdiani, 2012).

  Menurut Winarno (1991) dalam Kristianingrum (2011), Asam sitrat bersifat chelating agent atau senyawa pembentuk kompleks.

  Chelating agent adalah senyawa yang dapat mengikat ion logam bervalensi dua atau lebih seperti Mn, Fe, Cu, Ni, Mg, dan sebagainya yang merupakan katalisator dalam proses oksidasi. Menurut Rival (1995) dalam Indasah menyatakan pendapat bahwa asam sitrat mempunyai 4 pasang elektron bebas pada molekulnya yaitu pada gugus karboksilat yang dapat diberikan pada ion logam sehingga menyebabkan terbentuknya ion kompleks yang mudah larut dalam air.

2.7. Kerangka Konsep

  Gambar 3. Kerangka Konsep

  Perendaman ikan tongkol

  ( Euthynnus sp ) dengan

  larutan jeruk nipis 1.

  Kontrol 0 % 2. Konsentrasi 25 % 3. Konsentrasi 50 % 4. Konsentrasi 75 %

  Selama 5 menit dan 10 menit Kadar merkuri (Hg) pada Ikan tongkol

  ( Euthynnus sp )

  sesudah perendaman larutan jeruk

  Kadar merkuri (Hg) pada Ikan tongkol

  ( Euthynnus sp )

  sebelum perendaman larutan jeruk nipis

Dokumen yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Usaha Kecil Menengah - Strategi Keunggulan Bersaing Pada Ukm Kacang Garing Martabe Dalam Menghadapi Persaingan Antar Usaha Kacang Garing Di Silangkitang - Tapanuli Utara

0 0 43

Strategi Keunggulan Bersaing Pada Ukm Kacang Garing Martabe Dalam Menghadapi Persaingan Antar Usaha Kacang Garing Di Silangkitang - Tapanuli Utara

0 0 16

2. IPE 2.1 Definisi IPE - Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

0 6 16

BAB 2 LANDASAN TEORI - Perencanaan Produksi Kopi Menggunakan Model Matriks Transportasi Bowman(Studi Kasus: Pt.Sumatera Specialty Coffees)

0 0 41

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian - Pengalaman Keluarga dalam Berkomunikasi dengan Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga - Pengalaman Keluarga dalam Berkomunikasi dengan Pasien Stroke di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan Aktivitas Sehari-hari Lansia di Puskesmas Kesatria Pematangsiantar

0 1 23

Perbandingan Laju Aliran Dan Ph Saliva Pada Pasien Dengan Piranti Ortodonti Cekat Dan Tanpa Piranti Ortodonti Pada Mahasiswa Fkg Usu

0 1 18

Perbandingan Laju Aliran Dan Ph Saliva Pada Pasien Dengan Piranti Ortodonti Cekat Dan Tanpa Piranti Ortodonti Pada Mahasiswa Fkg Usu

0 2 12

Efektivitas Larutan Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Kadar Merkuri (Hg) Pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp )

0 0 23