BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian terhadap Putusan No.61/PDT.G/2012/PN Kediri dalam Perspektif Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

  kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran karena dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomian, meningkatkan taraf kehidupan dan pembangunan di bidang ekonomi yang merupakan bagian dari

  1

  pembangunan nasional. Salah satu upaya dalam pembangunan ekonomi adalah program kredit yang diberikan oleh bank.

  Kredit yang diberikan oleh bank sangat erat hubungannya dengan jaminan. Jaminan sangatlah penting karena berkaitan dengan risiko yang

  2

  mungkin saja terjadi seperti kegagalan dan kemacetan pelunasan. Salah satu yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah hak tanggungan. Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomo 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

  3 kedudukan yang diutamakan kepada kreditor-kreditor lain.

  Sehingga kredit yang diberikan dengan jaminan berupa hak atas tanah harus dijaminkan dengan hak tanggungan yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), sebagaimana telah diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

  4 Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Hak

  Tanggungan dalam UUHT tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak Tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan

  5 ketentuan-ketentuan pokok dari Hipotek yang diatur oleh KUHPerdata.

  Kreditur adalah pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya. Terminologi kreditur sering digunakan pada dunia keuangan khususnya merujuk pada pinjaman jangka pendek, obligasi jangka panjang, dan hak tanggungan. Dalam perjanjian hutang piutang, diperlukan adanya suatu agunan untuk menjamin hutang tersebut akan terbayar dan untuk menghindari kerugian bagi kreditur apabila debitur mengalami gagal bayar.

  Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran hutang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab tanah, pada umunya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai

  3 tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang

  6 memberikan hak istimewa kepada kreditor.

  Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:889). Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 disebutkan pengertian hak tanggungan. Yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

  7 terhadap kreditur-kreditur lainnya.

  Proses pemberian kredit bank dengan jaminan hak tanggungan, akan menimbulkan kemungkinan dimana nasabah debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya seperti yang telah disepakati dalam perjanjian kredit. Salah satu kelebihan dari sertifikat hak tanggungan adalah adanya hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak tanggungan berupa hak eksekutorial yang memiliki kekuatan hukum tetap sama halnya seperti putusan pengadilan. dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan. Selain titel eksekutorial, eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan parate executie yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

  Konsep ini dalam KUHPerdata dikenal sebagai parate executie sebagaimana dimaksud dalam pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Dengan konsep parate executie, pemegang Hak Tanggungan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak Tanggungan, dan tidak perlu juga meminta penetapan pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal

  8

  debitur cidera janji. Pemenang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas

  9 obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

  Lelang di Indonesia diatur dalam Vendu Reglement Stbl. Tahun 1908 Nomor 189, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Proses lelang penjual kepada pemenang lelang. Peralihan hak atas tanah melalui lelang merupakan perbuatan hukum yang sah sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan

  Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang

  10 dibuat oleh Pejabat Lelang baik dalam lelang eksekusi dan lelang sukarela.

  Namun dalam peralihan hak tersebut ternyata menimbulkan permasalahan baru, seperti obyek lelang yang tidak dapat dikuasai oleh pemenang lelang/pembeli, serta pembatalan lelang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri.

  Lelang dapat dilakukan melalui Badan Lelang Swasta, putusan pengadilan, maupun lembaga khusus yang telah dibentuk oleh pemerintah yakni Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Permohonan lelang diajukan secara tertulis oleh penjual/kreditur yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang kepada KPKNL guna memperoleh

  11

  penyelesaian. Namun, pada kenyataannya banyak kendala-kendala serta masalah yang timbul di dalam pelaksanaannya diantaranya yaitu pemenang lelang yang beritikad baik tidak dapat memperoleh dan menikmati atas barang yang telah dimenangkannya. tentang asas lelang secara keseluruhan, namun apabila dicermati dari rumusan undang-undang dan pendapat para doktriner di bidang lelang, dapat ditemukan adanya asas-asas lelang yaitu:

  12 1.

  Asas Keterbukaan Menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang-Undang. Dalam hal ini lelang dilakukan dimuka umum;

  2. Asas Keadilan Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan dan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan penjual atau putusan dari lembaga peradilan umum;

  3. Asas Kepastian Hukum Menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang; 4. Asas Efisiensi

  Menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya relatif murah karena lelang dilakukan dalam tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan saat itu juga; 5. Asas Akuntabilitas

  Menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggung-jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

  Adapun beberapa kebaikan lelang berdasarkan asas-asas lelang diatas. Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan, kebaikan lelang antara lain adalah cepat, aman, harga yang wajar, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan lelang.

  Namun, kebaikan lelang seakan terabaikan pada putusan Perkara Pengadilan Negeri Kediri dengan Nomor: 61/Pdt.G/2012/PN Kdr Tanggal 12 Juni 2013 yang kemudian dikuatkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1908/K/Pdt/2014 karena merugikan pembeli lelang dan kreditur dengan terjadinya pembatalan obyek lelang oleh pengadilan, serta menimbulkan tidak

  Kasus tersebut berawal dari adanya gugatan yang diajukan oleh Chandra Soegianto dan Juwita Chandra selaku debitur kepada PT. Bank BRI Persero Tbk. Kantor cabang Kediri, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Malang, Effendi Hidayat (Pimpinan Bank BRI) selaku pemenang lelang, dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri. Gugatan tersebut dilakukan para penggugat karena merasa tidak adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan yang telah dilaksanakan oleh PT. Bank BRI karena obyek jaminan milik Penggugat telah dijual dibawah harga pasar (tidak sesuai nilai limit) dan dimenangkan oleh Effendi Hidayat selaku pimpinan PT Bank BRI dengan Risalah Lelang Nomor: 1042/2011, tanggal 20 Oktober 2011.

  Kemudian dalam putusannya, Pengadilan Negeri Kediri membatalkan lelang eksekusi atas obyek hak tanggungan tersebut dan menyatakan bahwa Risalah Lelang Nomor: 1042/2011, tanggal 20 Oktober 2011 tidak memiliki kekuatan hukum. Hakim juga menyatakan bahwa pemohon lelang selaku kreditur dan KPKNL Malang telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum.

  Berdasarkan isu hukum tersebut, penulis berpendapat bahwa Hakim tidak mempertimbangkan kepentingan pembeli lelang yang beritikad baik yang sama sekali tidak mengetahui cacat yuridis obyek lelang tersebut. pelaksanaan lelang eksekusi tersebut, serta pembeli lelang tidak berhak atas

  Dengan adanya pembatalan lelang, mengakibatkan kreditur pemegang hak tanggungan merasa dirugikan karena tidak mendapatkan pelunasan hutangnya. Salah satu asas lelang yakni kepastian hukum yang memiliki arti menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang, namun pengertian tersebut pada kenyataannya tidak sesuai dengan proses pelaksanaan lelang yang ada. Sehingga menimbulkan adanya asas yang tidak tercapai.

  Adanya asas yang tidak tercapai mengakibatkan pelaksanaan lelang tidak memberikan kepastian bagi pembeli lelang, sehingga pembeli lelang seringkali mengalami kerugian baik waktu, tenaga, dan biaya. Dalam mempertegas argumen penulis yang tidak sependapat dengan pertimbangan hukum putusan tersebut, penulis akan menjelaskan mengenai apakah Putusan Hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri didasarkan pada pertimbangan Hakim yang tepat dan bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang Hak Tanggungan dan pemenang lelang dalam perspektif kepastian hukum.

B. Rumusan Masalah 1.

  Apakah putusan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri didasarkan pada pertimbangan hakim yang tepat? Bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang dalam perspektif kepastian hukum?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui putusan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri telah didasarkan pada pertimbangan hakim yang tepat.

  2. Untuk mengetahui kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang terhadap pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan.

  3. Menambah dan memperluas pengetahuan dan wawasan penulis mengenai pertimbangan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri serta kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang terhadap pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan. Khususnya mengenai kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang dan juga penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan ataupun bahan bantu dalam dunia perkuliahan maupun untuk kepentingan pribadi.

2. Praktis

  Dengan adanya penelitian ini, hasil penelitian secara praktis diharapkan tepat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada

E. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah penelitian Yuridis Normatif tentang kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang. Penelitian Yuridis Normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang obyeknya adalah

  13

  hukum itu sendiri. Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan bahwa “Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu

  14 Pertimbangan yang digunakan dalam

  penelitian terhadap data sekunder.” menentukan jenis penelitian ini adalah analisis terhadap ketentuan dalam hukum positif Indonesia yang mengatur tentang lelang apakah telah memberikan kepastian hukum kepada pemenang lelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang dan kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan.

2. Pendekatan Masalah a.

  Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki, dan asas-asas dari dalam peraturan perundang-

  15

  undangan. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.12 Tahun 13 memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

  Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

  16 hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

  Dari paparan tersebut dapat dilihat bahwa analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), akan lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk

  17

  menghadapi problem hukum yang dihadapi. Pendekatan perundang- undangan (statute approach) itu sendiri digunakan untuk meneliti bagaimana kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang dalam perspektif kepastian hukum dan sebagaimana yang diatur dalam hukum positif Indonesia.

  b.

  Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Dalam tradisi common

  law , sebagaimana yang telah dibahas terdahulu, Edward J. Levy “reasoning from the example from case to case”, yaitu jenis penalaran dari yang khusus ke

  18

  khusus. Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang

  19 digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusan-putusannya.

  Pendekatan kasus (case approach) itu sendiri digunakan untuk menganalisis apakah putusan hakim dalam perkara Nomor 61/PDT.G/2012/PN.KEDIRI sudah didasarkan pada pertimbangan hakim yang tepat.

3. Bahan Hukum a.

  Bahan Hukum Primer: Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum,

  20 baik bahan hukum primer maupun sekunder.

  Badan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai

  21 otoritas (autoritatif).

  1. Pengadilan Negeri Kediri, Putusan Nomor 61/Pdt.G/2012/Kdr tentang Pembatalan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan oleh Pengadilan Negeri.

  2. Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189).

   Herzien Inlandsch Reglement (HIR).

  4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

  5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

  6. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan 7.

  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

  b.

  Bahan Hukum Sekunder: Bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer, misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, jurnal, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

  c.

  Bahan Hukum Tersier: Bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan suatu informasi tentang bahan-bahan sekunder misalnya majalah, surat kabar, kamus Bahasa Indonesia, kamus hukum, website.

4. Unit Amatan dan Unit Analisis

  Unit amatan pada penelitian ini ialah pada putusan Nomor Tanggungan oleh Pengadilan Negeri, Vendu Reglement (Peraturan Lelang Tanah, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PMK No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

  Dimana unit amatan ini akan menjadi bahan acuan terhadap unit analisis yang dalam hal ini ialah kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 9

3.1.2. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 41

4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi 4.1.1.1. Visi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Peran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Media Radio dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah: Studi terhadap Programa 4/Programa Budaya Lembaga Penyiar

0 3 18

27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah RRI Kupang

0 1 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1. Defenisi Komunikasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 16

3.1 Jenis Pendekatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 9

4.1.1. Sejarah Kompas.com - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 1 16