BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1. Defenisi Komunikasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Komunikasi

2.1.1. Defenisi Komunikasi

  Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”. Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata- kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal- hal tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran,” “Kita mendiskusikan makna,” dan “Kita mengirimkan pesan”. Setiap ahli mempunyai definisinya tersendiri mengenai arti dari komunikasi (Mulyana, 2003).

  Berikut adalah beberapa definisi komunikasi menurut para ahli yang dirangkum oleh Mulyana (2003):

  1. Gerald R. Miller, Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

  2. Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

  3. Raymond S. Ross, Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan symbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.

4. Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante, Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.

  5. Harold Lasswell, Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut (Who Says What In Which

  Channel To Whom With What Effect?) Atau siapa mengatakan apa dengan

  saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana? Berdasarkan definisi Lasswell dalam buku Suatu Pengantar Ilmu

  Komunikasi (Mulyana, 2003) ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:

  1. Sumber (source), adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber juga boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, atau bahkan suatu negara.

  2. Pesan, apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan.

  3. Saluran/Media, alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal.

4. Penerima (receiver), yakni orang yang menerima pesan dari sumber.

  Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola piker, dan perasaannya, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami.

  5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya) dan sebagainya.

2.1.2. Komunikasi Massa.

  Komunikasi massa diartikan secara sederhana sebagai proses komunikasi menggunakan media massa. Teori komunikasi massa secara umum membahas tentang pengaruh atau dampak pemberitaan media massa terhadap publik. Teori-teori komunikasi massa menggambarkan besarnya pengaruh sajian media terhadap masyarakat (Mc Quail,2011). Berikut bebrapa model teori komunikasi massa yang di ungkapkan oleh Mc Quail :

  1. Teori Peluru ( The Bullet Theory )

  Teori ini menjelaskan bahwa pesan media dianggap sebagai peluru yang disasarkan pada khalayak sedemikian rupa sehingga tak dapat dampak dari pemberitaan media tak dapat dihindari oleh khalayak.

  2. Teori Kultivasi

  suatu teori tentang nilai-nilai yang disalurkan oleh media massa, khususnya oleh televisi kepada khalayak. Khalayak menganggap bahwa apa yang disampaikan melalui media televisi telah sesuai dengan fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

  3. Teori Keheningan ( Spiral Of Silence Theory )

  Teori ini menganggap bahwa khalayak akan berasumsi dan berpihak pada pihak mayoritas yang diberitakan dan sebaliknya menekan pihak minoritas dari sebuah permberitaan.

  4. Teori Pengharapan Nilai ( The Expentancy Value Theory )

  Teori ini menjelaskan bahwa khalayak mengharapkan pemberitaan maupun tayangan televisi yang menghibur, sehingga ketika pemberitaan maupun tayangan tidak sesuai yang mereka harapkan maka khalayak akan mengabaikan media tersebut.

  5. Teori Jarum Suntikm (Hypodermic Needle Theory)

  Teori ini merupakan teori yang dapat membuat khalayak terpengaruh pola pikir perilakunya dengan apa yang diberitakan atau ditampilkan melalui media massa.

  6. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

  Teori ini menjelaskan bahwa semakin sesoerang bergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut akan menjadi sesuatu yang penting bagi orang tersebut.

  7. Teori Perbedaan Individu (Individual Differences Theory)

  Teori ini menjelaskan bahwa individu yang satu dengan individu lainnya berbeda latar belakang baik segi pengetahuan, pengalaman, psikologis dan lingkungan yang berbeda pula. Dengan demikian individu yang satu dengan lainnya akan bersikap dan menilai sebuah pemberitaan media dengan berlandaskan pada nilai yang dianut.

  8. Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory)

  Teori ini menjelaskan bahwa orang lebih banyak mendapatkan informasi yang ada dimedia dari orang lain, melalui hubungan interaksi sosial.

  9. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)

  Dalam teori ini dijelaskan bahwa khalayak akan mempelaja, meniru dan mempraktekan apapun yang mereka anggap penting dari apa yang diberitakan maupun yang ditayangkan melalui media massa. Hal-hal yang dipelajari akan dijadikan sebagai acuan dalam berpikir dan bertingkah laku.

  10. Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan (Uses and Gratication Theory)

  Teori ini menjelaskan bahwa khalayak sangat bergantung dan membutuhkan pemberitaan atau tayangan tertentu dari media massa untuk kepuasan tertentu pula, sehingga khalayak akan memanfaatkan media massa secara khusus untuk hal yang dibutuhkan dan mengesampingkan informasi lain yang ada dalam media massa.

  11. Teori Determinasi Teknologi (Technological Determinism Theory)

  Dalam teori ini dijelaskan bahwa peerubahan teknologi informasi sangat penting bagi kehidupan manusia, sehingga perkembangan media massa dalam memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi merupakan hal yang penting bagi khalayak, karena dalam teori ini menekankan bahwa media massa ibarat benda hidup yang perkembangannya selalu dinantikan oleh khalayak.

  12. Teori Konstruksi Sosial

  Teori ini menjelasakn bahwa media dapat menciptakan konstruksi social, merekonstruksi kembali sesuatu yang pernah terjadi layaknya sebuah film, walaupun tidak sesuai dengan kenyataan yang pernah terjadi.

  13. Teori Penentu Agenda (Agenda Seting Theory)

  Dalam teori ini menjelaskan bahwa setiap media dianggap penting oleh khalayak untuk menentukan kebenaran akan suatu informasi kedalam agenda publik.

  14. Teori Media Klasik

  Teori ini menjelaskan bahwa suatu media memiliki setiap media memiliki ciri khas yang menonjol dalam hal apapun. Media dipandang sebagai pikiran manusia yang diciptakan untuk menguasai manusia lain (khalayak) untuk memaksakan manusia yang dikuasai tersebut percaya atau sependapat dengan informasi yang disampaikan oleh media massa. Media juga dijadikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu seperti hiburan, informasi, entertain, pendidikan dan lainnya.

2.2 Pesan

  Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Menurut Onong Effendy, pesan adalah : “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa atau lambang-lambang lainnya yang disampaikan kepada orang lain.” (Effendy, 2002). Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah : “produk fiktif yang nyata yang dihasilkan oleh sumber-encoder .” (Siahaan, 1991).

  Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah dan sebagainya) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi, pamflet dan sebagainya). Kata-kata memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara non verbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh.

  Pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, seseorang mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain (Liliweri, 2011)

  Pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud seseorang. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual seseorang. Konsekuensinya, kata- kata adalah abstraksi realitas manusia yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu (Mulyana, 2003).

  Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi pesan dan wujud pesan.

  1. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain. Contoh: bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

2. Isi pesan adalah bahan atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh komunikator untuk mengkomunikasikan maksudnya.

  3. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik aka nisi pesan di dalamnya. Pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga bentuk pesan, yaitu : a.

  Informatif Yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih berhasil dibandingkan persuasif. b.

  Persuasif Yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah.

  Tetapi berubahnya atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan, akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.

  c.

  Koersif Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi- sanksi. Bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan di kalangan publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk penyampaian suatu target. (Widjaja & Wahab, 2000)

  Dalam menciptakan pengertian yang baik dan tepat antara komunikator dan komunikan, pesan harus disampaikan sebaik mungkin. Sedikitnya ada Sembilan pesan menurut S.M. Siahaan dalam bukunya “Komunikasi Pemahaman dan Penerapan”, yaitu: a.

  Pesan harus cukup jelas (clear), bahasan yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit, tanpa denotasi yang menyimpang dan tuntas.

  b.

  Pesan itu mengandung kebenaran yang mudah diuji (correct), berdasarkan fakta, tidak mengada-ada dan tidak diragukan.

  c.

  Pesan itu diringkas (consice) dan padat serta disusun dengan kalimat pendek (to the point) tanpa mengurangi arti yang sesungguhnya.

  d.

  Pesan itu mencakup keseluruhan (comprehensive), ruang lingkup pesan mencakup bagian-bagian yang penting dan yang patut diketahui komunikan.

  e.

  Pesan itu nyata (konkret) dapat dipertanggung jwabkan berdasarkan data dan fakta yang ada, tidak sekedar isu atau kabar angina.

  f.

  Pesan itu lengkap (complete) dan disusun secara sistematis.

  g.

  Pesan itu menarik dan meyakinkan (convincing). Menarik karena bertautan dengan dirinya sendiri, menarik dan meyakinkan karena logis.

  h.

  Pesan itu disampaikan dengan sopan (courtesy) harus diperhitungkan kadar kebiasaan, kepribadian, pola hidup dan nilai-nilai komunikasi, nilai etis sangat menentukan sekali bagaimana orang dapat terbuka. i.

  Nilai pesan itu sangat mantap (consistent) artinya tidak mengandung pertentangan antara bagian pesan yang lain. Konsistensi ini sangat penting untuk meyakinkan komunikan akan kebenaran pesan yang disampaikan. (Siahaan, 1991)

2.3 Analisis Wacana Kritis

  Istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari) (Darma,2009).

  Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut- urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur (Sobur, 2001). Sedangkan menurut Roger Flower dalam buku Eriyanto mengatakan wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Eriyanto, 2001). Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa (Sobur, 2001).

  Berdasarkan rumusan pendapat mengenai pengertian wacana tersebut, maka dapat dirangkum pengertian wacana itu adalah “sebuah cara mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk lisan maupun tulisan yang teratur dan sistematis dalam kesatuan bahasa yang besar, dengan tema-tema dan topik-topik yang disajikan kepada khalay ak.”

  Analisa adalah cara mengkaji soal dengan mencari unsur-unsur dasar yang terkandung dalam persoalan tersebut dan kemudian menggali hubungan antara unsur- unsur itu, proses pemecahan kasus secara teratur, terorganisasi, sistematis, dan langkah menguraikan satu keseluruhan ke dalam bagian-bagian. Sedangkan analisis adalah memecahkan, menguraikan, melepaskan, dan membuat terurai (Sumarti, 2010).

  Dalam suatu studi terhadap media, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu analisis isi, analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana. Posisi keempatnya sama-sama berada dalam pembahasan terhadap isi media, khususnya dengan metodologi kualitatif. Perbedaannya adalah pendekatan analisis isi hanya bertujuan melihat peristiwa apa yang diberitakan pada suatu media (to find what), sementara kegiatan pendekatan lainnya melihat bagaimana wartawan memandang suatu peristiwa (to find how). Seiring perkembangannya, analisis isi dinilai memiliki banyak keterbatasan untuk menganalisis isi pesan, terutama dalam menyingkap tingkat ideologis suatu media.

  Sementara seperti yang Alex Sobur katakan bahwa dengan analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana dapat dipahami bahwa isi media itu dipengaruhi oleh berbagai komponen dalam institusi media itu sendiri (Sobur, 2001). Rincinya, analisis isi hanya melihat apa yang tertulis dalam teks media. Analisis semiotika meneliti tanda-tanda yang terdapat dalam bahasa atau gambar. Analisis framing membedah cara-cara atau ideologi media dalam mengkonstruksi fakta dengan melihat bagian-bagian yang ditonjolkan, dihilangkan, dan arah suatu pemberitaan. Sedangkan analisis wacana melihat bagimana cara media atau wartawan mewacanakan suatu berita dengan meneliti struktur dan kesinambungan suatu teks. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis wacana.

  Pembahasan wacana pada segi lain adalah membahas bahasa dan tuturan itu harus di dalam rangkaian kesatuan situasi penggunaan yang utuh. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan pengamatan dan penafsiran peneliti. (Eriyanto, 2001).

  Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana dalam bahasa. Pandangan pertama dituturkan kaum positivism-empiris , menurutnya analisis wacana menggambarkan tata tuturan kalimat, bahasa dan pengertian bahsa. Pandangan kedua disebut konstruktivisme, yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga disebut sebagai paradigma kritis yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna, di mana bahasa dipahami sebagai reprentasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya (Badara, 2012). Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. (Eriyanto, 2001). Pandangan ini melihat bagaimana kedudukan wartawan dan media yang bersangkutan dalam keseluruhan proses berita.

  Eriyanto (2001) memandang wacana dalam 3 pandangan, pandangan

  

positivisme-empiris, konstruktivisme dan kritis. Positivisme-empiris memandang bahwa

  bahasa adalah jembatan antara manusia dan obyek di luar dirinya, sehingga analisis wacana digunakan untuk menggambarkan tata urutan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Para konstruktivisme memandang bahasa sebagai subyek yang memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana, sehingga analisis wacana digunakan untuk membongkar maksud atau makna tertentu. Pandangan kritis menganggap bahasa sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, sehingga analisis wacana digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa seperti batasan wacana, perspektif yang dipakai, dan topik yang dibicarakan.

  Analisis wacana kritis bukan hanya mempelajari mengenai bahasa. Bahasa dalam analisis wacana dianalisis dengan menggambarkan dan menghubungkan dengan konteks. Konteks yang dimaksudkan adalah bahasa yang digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan (Eriyanto,2001:7). Menurut Fairclough dan Wodak (2001) analisis wacana kritis dalam pemakaian bahasa berupa kata-kata dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial, yang berdampak menjadi efek ideologi dimana ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kuasa yang tidak seimbang. Kekuasaan yang didapat digunakan sebagai pembentukkan subyek dan merepresentasikan masyarakat.

  Analisis wacana kritis memiliki karakteristik menurut Teun A. van Djik, Fairclough, dan Wodak (Eriyanto, 2001:8) : 1.

  Tindakan Wacana dipahami sebagai suatu tindakan, dalam hal ini wacana dianggap sebagai suatu interaksi. Interaksi yang dimaksudkan adalah tulisan dan tutur kata, sehingga tulisan dan tutur kata dianggap sebagai wacana. Wacana dipandang sesuatu yang bertujuan baik mempengaruhi, mendebat, atau membujuk, dan juga dipandang sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar dan terkontrol.

  2. Konteks Konteks wacana kritis melihat wacana dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Guy Cook (2001:8) memandang konteks wacana sama dengan konteks komunikasi, seperti siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa, dalam situasi dan khalayak seperti apa dan sebagainya. Arti sempitnya konteks dalam wacana digunakan untuk melihat latar belakang, situasi sebuah peristiwa.

  3. Historis Historis melihat wacana berada dalam sebuah konteks sosial, sehingga wacana ditempatkan dalam konteks historis tertentu. Kontes historis akan melihat sejarah atau cerita dibalik sebuah wacana atau melihat bagaimana keadaan saat wacana diproduksi.

  4. Kekuasaan Teks atau sebuah percakapan dipandang sebagai sebuah wacana. Wacana tersebut bukan sebagai sesuatu yang ilmiah, wajar dan netral, namun wacana merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksud adalah sebuah kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Memiliki kekuasaan berarti berhak mengkontrol siapa yang perlu diwacanakan dan diwacanakan seperti apa, sehingga wacana tersebut dipakai untuk mengkontrol pihak yang tidak dominan.

  5. Ideologi Dalam ideologi, memandang teks dan percakapan sebagai sebuah praktik ideologi atau cerminan ideologi. Ideologi tersebut dibangun untuk mereproduksi/ melegitimasi dominasi, namun sebenarnya memberikan kesadaran palsu bagi kaum non dominasi.

  2.4. Penelitian Terdahulu Tabel 2.4.

  Penelitian Tedahulu

  

Penelitian Judul Konsep Metode Hasil Penelitian

  Rahma Fitriyani Mursalin

  Analisis Pemberitaan Kasus Wisma Atlet Pada Pemberitaan Media Kompas Berdasarkan Pandangan Norman Fairclought

  Mengetahui konstruksi teks, kognisi sosial dan konteks sosial dalam pemberitaan kasus wisma atlet pada kompas.com.

  Kualitatif, pendekatan analisis wacana Norman Fairclought

  Teks yang dikonstruksi oleh Media Indonesia dan diangkat oleh media kompas.com ini menjadi sebuah realitas yang penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

  Dimas Abdi Walidirrido

  Kontsruksi Media Online pada Kepemimpinan Jokowi-Basuki (Analisis Wacana “Satu Tahun Jokowi- Basuki” pada Kompas.com Edisi Liputan 10-14 November 2013)

  Menjelaskan bagaimana Konstruksi Media Online pada Kepemimpinan Jokowi-Basuki melalui Analisis Wacana “Satu Tahun Jokowi- Basuki” pada Kompas.com Edisi Liputan 10-14 November

  Eksplanatif, pendekatan analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk untuk menganalisis teks media yang ada pada liputan Kompas.com.

  Liputan khusus Kompas.com terkait pemberitaan kepemimpinan Jokowi dan Basuki menggambarkan sosok pemimpin yang bertanggung jawab, cerdas, dekat dengan rakyat kecil dan penuh aksi. Dan dari isi berita secara keseluruhan memberikan citra positif bagi Jokowi

  2013. dan Basuki di mata masyarakat.

  Elvinaro Analisis mengetahui Kualitatif, Public Relations Ardianto Wacana Kritis Pemberitaan pendekatan Politik Dalam

  Harian Pikiran Harian Pikiran analisis Branding Rakyat dan Rakyat dan wacana kritis Reputation Harian Harian Teun A. Van Presiden SBY pada Kompas Kompas Dijk. Melihat Produksi Teks Sebagai Public sebagai Public pada level media dalam Relation Relations teks yang memaknai Politik Dalam Politik dalam dianalisa realitas kehadiran Membentuk Branding menggunakan media adalah Branding Reputation elemen akumulasi pengaruh Reputation Presiden SBY wacana, dari Presiden pada produksi kemudian faktor individu Susilo teks media dirangkum pengelola media Bambang dalam sehingga (wartawan dan Yudhoyono. memaknai terlihat redaktur), realitas ideologi yang level rutinitas kehadiran ingin media, level media. disampaikan. organisasi, level ekstra media (sumber berita, sumber penghasilan media, pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis, ideology. Analisis Produksi Tesk

  Pikiran Rakyat cenderung Brandingg Repitation negatif Presiden SBY. Analisis Produksi Teks Kompas cenderung Branding Reputation positif Presiden SBY.

  Dengan adanya beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan untuk ini, dan sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas bahwa metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis dengan model Teun Van Djik, maka peneliti merasa penting untuk menggambarkan perbedaan dari penelitian yang hendak dilakukan dengan beberapa penelitian terdahulu diatas.

  Peneliti melihat bahwa pada penelitian beberapa penelitian terdahulu diatas secara secara konsep pada umumnya hanya menggambarkan bagaimana media mengkonstruksi atau membangun sebuah teks, wacana, gambaran sebuah program acara dan juga idelogi yang dibangun melalui media serta program acara yang diteliti. Peneliti belum melihat adanya upaya untuk melihat lebih jauh tentang hal-hal yang sebenarnya ingin disampaikan melalui teks serta wacana yang dikonstruksi oleh media yang diteliti serta program acara yang diteliti sebelumnya. Untuk itu melalui penelitian ini peneliti tidak sekedar mencari tau bagai mana media lewat program acaranya mengkonstruksi teks, wacana serta ideologi yang dibangun tapi peneliti lebih jauh ingin melihat apa yang hendak disampaikan di balik hal

  • – hal tersebut.

2.5. Kerangka Pikir

  Kasus penodaan agama yang menjerat Ahok sebagai terdakwa, berakhir dengan putusan berupa hukuman 2 tahun penjara bagi Ahok dalam siding putusan pada tanggal

  09 Mei 2017 lalu. Atas putusan ini, kuasa hukum dan keluarga Ahok sebelumnya diberitakan akan mempersiapkan banding pada Mahkama Agung. Namun diketahui, pada akhirnya dilakukan pembatalan untuk melakukan hal tersebut oleh pihak Ahok. Pemberitaan mengenai pembatalan banding yang dilakukan, tercatat sebagai berita utama pada surat kabar online Kompas.com sejak tanggal 21-24 Mei 2017. pemberitaan mengenai sebua peristiwa pada media tidak terlepas dari idiologi media itu sendiri, serta pengaruh sosial, ekonomi, politk dan budaya daerah tertentu, maka dapat dikatakan juga bahwa lahirnya wacana pencabutan banding oleh Ahok yang muncul pada teks berita pada surat kabar online Kompas.com, tidak terlepas dari hal-hal tersebut. Hal ini tentunya mengaibatkan timbulnya berbagai opini masyarakat yang tentunya tidak terorganisir serta menyebar secara luas dan disatukan oleh isu tertentu dengan adanya kontak satu dengan yang lainnya, terutama melalui jeringan sosial

  Dengan demikian, peneliti ingin melihat bagaimana pemberitaan tentang pencabutan banding oleh Ahok pada media Online kompas.com berdasarkan analisis wacana kritis. Peneliti akan menganalisis pemberitaan tersebut menggunakan model analisis Teun A. Van Dijk. Pertama, peneliti akan menganalisis secara teks. Kemudian, peneliti akan melihat kognisi dari wacana-wacana yang ada di media massa dan media sosial. Setelah itu, dilihat konteks sosialnya dari kondisi-kondisi lokal, juga melihat kondisi nasional saat ini. Selain itu dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat kearah mana opini publik digiring dalam pemberitaan Kompas.com mengenai pencabutan banding oleh Ahok, apakah kearah negatif ataukah kearah positif.

Gambar 2.5. Kerangka Pikir. ANALISIS WACANA KRITIS SOURCE

  (Teun van Djik dalam Eriyanto, PEMBERITAAN

  • Tim Kuasa Hukum

  2001) Kompas.com) KOMPAS.COM Pembatalan Banding Ahok

  Ahok

  • Veronica Tan
  • Dimensi Teks (Pesan)
  • Dimensi Kognisi Sosial * Dimensi Konteks Sosial

  20

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 New Media - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 15

BAB IV GAMBARAN FORUM JOGJA DAMAI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 17

BAB V VIRTUAL MOVEMENT SERUAN PERDAMAIAN DI KOTA YOGYAKARTA FORUM JOGJA DAMAI (FJD) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Virtual Movement Seruan Perdamaian di Kota Yogyakarta Forum Jogja Damai (FJD)

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 9

3.1.2. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 41

4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi 4.1.1.1. Visi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Peran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Media Radio dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah: Studi terhadap Programa 4/Programa Budaya Lembaga Penyiar

0 3 18

27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah RRI Kupang

0 1 17