BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Makan - Hubungan Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)Siswa SMAN 2 Balige yang Tinggal di Kost

  1.1 Definisi Pola Makan Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong (1985 dalam Matondang,

  2007) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suat kelompok masyarakat tertentu. Pendapat lain mengatakan pola makan adalah gambaran mengenai jenis makanan dan frekuensi makan yang dikonsumsi dan berlaku berulang-ulang dan terus-menerus (Mulia, 2010). Sementara Baliwati (2004 dalam Okviani, 2011) mengatakan bahwa pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

  Dari beberapa pendapat yang berbeda, dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang digunakan seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan bahan pangan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan.

  Menurut

  Baliwati (2004 dalam Khairina, 2008) ada dua data yang dapat diamati dalam survey konsumsi pangan yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data

  9 kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi.

  Handjani (1996 dalam Sari, 2012) mengemukakan pengertian pola makan yaitu tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan yang menggambarkan konsumsi makan harian meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan.

  1. 1. 1 Jenis Makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.

  Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara untuk mengatasi rasa bosan yang mengurangi selera makan. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas dan kuantitas.

  Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan (Sediaoetama, 2006): a. Makanan Utama

  Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk- pauk, sayur, buah, dan minuman.

  1) Makanan Pokok Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan paling penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber utama kalori atau energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang. Bahan makanan pokok di Indonesia dapat berupa beras (serealia), akar dan umbi, serta ekstrak tepung seperti sagu.

  2) Lauk- pauk Pada umumnya lauk- pauk merupakan sumber utama protein di dalam hidangan yang berfungsi sebagai zat pembangun. Berdasarkan sumbernya, lak- pauk digolongkan menjadi dua yaitu lauk- pauk hewani seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya dan lauk- pauk tumbuhan seperti kacang- kacangan dan hasil olahan kacang seperti tempe dan tahu.

  3) Sayur dan buah Kedua bahan makanan ini termasuk bahan nabati dan umumnya meruapakan penghasil vitamin dan mineral, namun ada juga beberapa jenis sayur dan buah yang menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup berarti.

  4) Minuman Minuman merupakan cairan yang dikonsumsi yang tidak terbatas waktunya, atau yang mengiringi makanan selingan seperti air putih, es, jus, teh, dsb.

  b. Makanan Selingan Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun yang dijual. Makanan selingan terdiri dari:

  1) Makanan selingan berbentuk kering, seperti keripik, pop corn, kacang telur, dsb.

  2) Makanan selingan berbentuk basah, seperti lemper, kue basah, tahu isi, dsb. 3) Makanan selingan berbentuk kuah, seperti mi ayam, bakso, empek- empek, dsb.

  Salah satu syarat susunan menu adalah bervariasi, artinya jenis bahan makanan yang digunakan dalm hidangan harus berganti- ganti setiap harinya. Untuk itu perlu diketahui bahan makanan pengganti bagi setiap kelompok makanan (makanan pokok, lauk- pauk, sayur dan buah) (Sediaoetama, 2006).

  1. 1. 2 Jumlah Makanan Jumlah atau porsi makanan merupakan ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan (Sediaoetama, 2006). Jumlah (porsi) standar bagi remaja adalah sebagai berikut:

  a. Makanan pokok berupa nasi, roti tawar, dan mi instant. Jumlah makanan pokok antara lain: nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mi instant ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.

  b. Lauk- pauk, terdiri dari golongan hewani dan tumbuhan dengan jumlah: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (2 potong), tahu 100 gram (2 potong).

  c. Sayur, merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan.

  Jumlah (porsi) sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran: 100 gram. d. Buah, merupakan suatu hidangan yang disajikan setelah makanan utama sebagai pencuci mulut. Porsi untuk buah ukuran buah 100 gram, dan ukuran potongan 75 gram.

  e. Makanan selingan, biasanya dihidangkan antara waktu makan pagi ke makan siang, dan antara makan siang ke makan malam. Jumlah untuk makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).

  f. Minuman, tiap jenis minuman berbeda- beda tapi pada umumnya umlah atau ukuran untuk air putih dalam sehari lima kali atau lebih gelas (2 liter per hari), sedangkan untuk susu 1 gelas (200 gram). Berikut daftar pengganti bahan makanan pokok dan lauk- pauk:

Tabel 2.1 Bahan- bahan Pengganti Makanan Pokok

  Bahan pengganti Berat (gram) Uk. Rumah Tangga Beras (nasi) 50 (100) ¾ gelas Jagung 100 ¾ gelas Roti putih (terigu) 80 4 iris Mi kering (terigu) 50 1 gelas Mi basah 100 1 gelas Singkong 100 1 potong Ubi jalar 150 1 potong/ biji Kentang 200 2 biji Talas 200 1 biji Sagu (tepung) 40 7 sdm Sumber: Sediaoetama (2006)

Tabel 2.2 Bahan- bahan Pengganti Sumber Protein

  Bahan pengganti Berat (gram) Uk. Rumah Tangga Hewani

  Daging sapi 50 1 potong Daging ayam 50 1 potong Hati sapi 50 1 potong Babat 60 2 potong Ikan segar 50 1 potong Ikan teri 25 3 sdm Ikan asin 25 1 potong Telur ayam 60 1-2 butir Telur bebek 60 1 butir

  Nabati Tahu 100 2 potong Tempe 50 2 potong Oncom 50 2 potong Kacang kedelai 25 2 ½ sdm Kacang hijau 25 2 ½ sdm Kacang tanah 20 2 sdm

  Sumber: Sediaoetama (2006) 1. 1. 3 Frekuensi Makan Pola makan yang baik dan benar untuk anak ialah yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sebagai contoh pola makan sehari 3 kali yaitu makan pagi, selingan siang, makan siang, selingan sore, makan malam, dan sebelum tidur. Makanan selingan sangat diperlukan, terutama jika porsi makanan utama yang dikonsumsi anak pada saat makan pagi, makan siang dan makan malam belum mencukupi. Makan selingan tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan nafsu makan remaja pada saat menyantap makanan utama berkurang akibat kekenyangan oleh makanan selingan (Sari, 2012).

  1. 2. Pola Makan Remaja Sizer & Whitney (2006 dalam Tarigan, 2013) mengemukakan bahwa pada masa remaja kebiasaan makan menjadi lebih buruk, dan remaja sering kali tidak mengkonsumsi nutrisi yang mereka butuhkan. Remaja lebih memilih makanan yang tinggi kadar lemak jenuh dan natriumnya, dan rendah akan fiber. Khusus untuk remaja perempuan banyak yang melakukan diet, hal ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi masukan zat- zat gizi. Tubuh yang langsing sering menjadi idaman bagi para remaja terutama wanita remaja. Hal ini sering menjadipenyebab masalah karena untuk memelihara kelangsingan tubuh mereka menerapkan pembatasan makanan secara keliru (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

  Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat- zat gizi yang relatif besar jumlahnya. pada remaja laki- laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena biasanya pada umur inilah perhatian untuk sport sedang tinggi- tingginya, seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan sebagainya. Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan sejumlah Fe. Remaja putri kelompok ini sering sangat sadar akan bentuk badannya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Bahkan banyak yang berdiit tanpa nasihat atau tanpa pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi. Banyak pantang atau tabu yang ditentukan sendiri berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal gizi dan kesehatan, sehingga terjadi berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala- gejala kelainan gizi (Sediaoetama, 2006).

  Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para siswa yang tergolong dalam usia remaja akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Pada umumnya tidak makan pagi atau sarapan juga merupakan kebiasaan para siswa terutama yang bertempat tinggal di kos. Padahal sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

  Berikut ini karakteristik perilaku makan yang dimiliki remaja: kebiasaan tidak makan pagi dan malas minum air putih; gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara drastis bahkan sampai gangguan pola makan; kebiasaan mengemil makanan cemilan yang rendah gizi ( kurang kalori, protein, vitamin dan mineral ) seperti makanan ringan, kerupuk dan chips; kebiasaan makan makanan siap saji, ( fast food ) komposisi gizinya tidak seimbang yaitu terlalu kandungan energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengonsumsi minuman bersoda yang berlebihan (Sari, 2012).

  1. 3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Remaja Menurut Nurachmah (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan pasien yaitu sebagai berikut: a. Budaya Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkan. Sebagai contoh: nasi untuk orang- orang Asia dan Orientalis, paste ( pasta) untuk orang- orang Italia, curry (kari) untuk orang- orang India merupakan jenis makanan pokok, selain makanan tradisional lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian selatan lebih mengutamakan makanan goreng- gorengan.

  b. Agama/ kepercayaan Agama/ kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi.

  Sebagai contoh: agama Islam dan Yahudi Orthodox mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (protestan) melarang pemeluknya untuk mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.

  c. Status ekonomi dan sosial Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makan turut dipengaruhi oleh status ekonomi dan sosial. Sebagai contoh: orang miskin dan menengah ke bawah di desa tidak sanggup membeli makanan jadi yang mahal, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi ikan dan daging yang bermutu. Demikian pula kelompok sosial berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Misalnya, kepala ikan dan siput sangat disukai oleh beberapa kelompok masyarakat. Sedangkan kelompok lainnya mungkinlebih suka hamburger dan pizza. d. Personal preference Hal- hal yang disukai dan tidak disukai sangat berarti dan berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makanannya, sejak dari masa kanak- kanak sampai masa dewasa. Misalnya: ayah tidak suka makan kari, begitu juga anak laki- lakinya. Ibu suka kerang, demikian pula dengan anak perempuannya.

  Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak- anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang tidak suka omelan bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka terhadap ayam goreng yang dimasak bibinya.

  e. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang tidak menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu pada hipotalamus. Kurang nafsu makan dikenal dengan istilah anoreksia yang merupakan salah satu gangguan makan pada remaja. f. Kesehatan Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut.

  Tidak jarang orang dengan kesulitan menelan mencoba untuk memilih menahan rasa lapar daripada makan.

  Pola makan mengandung aspek budaya, etnik, agama, sosial, dan ekonomi. Karena itu unsur kenikmatan, kesantaian, nilai- nilai, tabu dan sebagainya juga terkait dalam keseimbangan pola makan (Soekirman, 2000).

  1. 4. Makanan yang Baik dan Sehat Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh makanan yang dimakannya.

  Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, tidak ada manusia yang hidup tanpa makan. Meskipun demikian, orang yang makan cukup kenyang belum tentu sehat.

  Hal ini disebabkan meskipun orang tersebut memenuhi dalam jumlah, tetapi tidak mengandung zat- zat yang diperlukan tubuh sesuai kebutuhan.

  Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Depkes tahun 1995 (Almatsier, 2005) menguraikan tiga belas dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari- hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal yaitu makanlah aneka ragam makanan; makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi; makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi; batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi; gunakan garam beriodium; makanlah makanan sumber zat besi; berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan; biasakan makan pagi; minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya; lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur; hindari minum minuman beralkohol; makanlah makanan yang aman bagi kesehatan; dan bacalah label pada makanan yang dikemas.

  Santoso (2004 dalam Matondang, 2009) berpendapat makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah makanan yang seimbang, terdiri atas: sumber zat tenaga misalnya nasi, roti, mie, bihun, jagung, ubi, singkong, tepung- tepungan, gula, dll; sumber zat pembangun misalnya ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang- kacangan, tahu, tempe, dll; dan sumber zat pengatur misalnya sayuran dan buah- buahan terutama yang berwarna hijau dan kuning.

  Kebiasaan makan yang baik akan mencerdaskan seseorang, meningkatkan kondisi kesehatan tubuh, dan menghasilkan gairah atau semangat kerja yang tinggi.

  Yang dimaksud dengan kebiasaan makan yang baik adalah:menyukai makanan yang bergizi; waktu makan yang teratur karena makan teratur dapat membuat alat pencernaan bekerja secara teratur, dan pola makan harus sesuai dengan siklus pencernaan dan kemampuan fungsi pencernaan; menghindari makanan yang dapat merugikan kesehatanantara lain penggunaan bumbu penyedap seperti vetsin, siklamat yang disebut sari manis sebagai pengganti gula pada minuman. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kebersihan makanan dan minuman sewaktu dibeli; serta berusaha supaya suasana makan selalu tenang, sehingga makan pun dapat dilakukan dengan tidak tergesa- gesa (Ginting, 2003).

  Kebutuhan nutrisi/ gizi pada masa remaja perlu mendapat perhatian karena beberapa alasan berikut yaitu kebutuhan akan nutrisi yang meningkat karena adanya peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan; berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan pada masa ini berpengaruh pada kebutuhan dan asupan zat gizi/

  nutrient ; dan kebutuhan khusus nutrient perlu diperhatikan pada kelompok remaja

  yang memiliki aktivitas olahraga, mengalami kehamilan, gangguan perilaku makan, retriksi asupan makan, konsumsi alkohol, obat- obatan maupun hal- hal lain yang biasa terjadi pada remaja (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

  2. 1 Energi Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan pekerjaan. Salah satu cara untuk mengukur energi yaitu melalui pembentukan panas (Nurachmah,

  2001). Menurut Roshdal (1983 dalam Nurachmah, 2001) jumlah energi yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu kilogram air sebesar satu derajat celcius adalah satu kalori. Ukuran yang sering digunakan adalah kilokalori (1.000) kalori atau dalam ilmu fisika menggunakan satuan joule atau kilojoule. Meskipun sistem joule seringkali digunakan, satuan kalori adalah satuan energi yang sering dipakai dalam membahas masalah nutrisi.

  2. 1. 1 Sumber Energi Martin & Coolidge (19678 dalam Nurachmah, 2001) menyebutkan sumber energi untuk tubuh diperoleh dari masukan protein, karbohidrat dan lemak serta bahan makanan yang disimpan dalam tubuh khususnya cadangan lemak dan alkohol.

  2. 1. 2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Total Energi Jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Balita biasanya membutuhkan energi lebih banyak untuk pertumbuhan, hal ini disebabkan mereka sangat aktif. Individu berusia lanjut membutuhkan sedikit energi. Pegawai kantor membutuhkan energi yang lebih rendah daripada buruh yang menggunakan otot. Demikian pula pria lebih banyak membutuhkan energi dibandingkan dengan wanita (Nurachmah, 2001).

  Menurut Nurachmah (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan total energi, antara lain: a. Usia

  Karena terjadi penurunan kebutuhan energi pada saat istirahat dan ketika beraktivitas seiring dengan bertambahnya usia maka total energi yang dibutuhkan orang dewasa lebih rendah daripada anak- anak.

  Selama periode pertumbuhan, tubuh lebih banyak membutuhkan energi. Pertumbuhan tercepat terjadi pada usia dua tahun pertama, remaja dan kehamilan. Sebagai contoh, remaja yang aktif membutuhkan kalori sebesar 3600 kkal, dan seorang wanita berusia 70 tahun hanya memerlukan 1800 kkal (Kozier & Erb, 1983 hal. 664).

  b. Ukuran tubuh Seseorang dengan ukuran tubuh yang besar mempunyai kebutuhan energi total yang lebih besar daripada orang berbadan kecil.

  c. Suhu lingkungan

  o Suhu kamar di bawah 20 C/ 68 F meningkatkan kebutuhan energi.

  d. Kehamilan Kehamilan meningkatkan BMR wanita. Ibu hamil membutuhkan energi yang lebih banyak sebagai sumber kekuatan untuk melakukan aktivitas fisik.

  2. 2 Protein Protein adalah fondasi sel pada manusia. Protein merupakan zat pembangun jaringan tubuh. Protein terutama terdapat pada otot dan kelenjar, organ- organ dalam, otak, syaraf, kulit, rambut, kuku, enzim- enzim, dan hormon. Protein merupakan bahan nutrisi paling esensial bagi pertumbuhan sel dan jaringan tubuh (Nurachmah, 2001).

  Sementara menurut Almatsier (2005), protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat- zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein.

  2. 2. 1 Fungsi Protein Sediaoetama (2006) menguraikan fungsi protein yaitu sebagai zat pembangun; berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan; menggantikan sel- sel yang mati dan aus terpakai; berfungsi dalam mekanisma pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain; sebagai zat pengatur, protein mengatur proses- proses metabolisma dalam bentuk enzim dan hormon; salah satu sumber utama energi, bersama- sama dengan karbohidrat dan lemak; dan juga dalam bentuk kromosom, protein berperan dalam menyimpan dan meneruskan sifat- sifat keturunan dalam bentuk genes.

  Berikut fungsi protein menurut Almatsier (2005):

  a. Pertumbuhan dan pemeliharaan Pertumbuhan atau penambahan otot hanya mungkin bila tersedia cukup campuran asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan perbaikan.

  Tubuh sangat efisien dalam memelihara protein yang ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan lain.

  b. Pembentukan ikatan- ikatan esensial tubuh Hormon- hormon seperti tiroid, insulin, dan epinefrin adalah protein, demikian pula berbagai enzim. Ikatan- ikatan ini bertindak sebagai katalisator atau membantu perubahan- perubahan biokimia yang terjadi di dalam tubuh. c. Mengatur keseimbangan air Distribusi cairan di dalam intraseluler, ekstraseluler, dan intravaskuler harus dijaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit. Penumpukan cairan di dalam jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda awal kekurangan protein.

  d. Memelihara netralitas tubuh Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan.

  e. Pembentukan antibodi Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan- bahan racun dikontrol oleh enzim- enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan- bahan racun ini berkurang.

  f. Mengangkut zat- zat gizi Mengangkut zat- zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dan darah ke jaringan- jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel- sel. Kekurangan protein menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat- zat gizi.

  g. Sumber energi Protein ekuivalen dengan kerbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/protein.

  Namun protein sebagai sumber energi relatif lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.

  2. 2. 2 Sumber Protein Secara umum dikenal dua jenis protein, yaitu protein hewani yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Jenis ikan berprotein tinggi antara lain: bandeng, kakap, mas, selar, udang, ikan asin, dan teri. Dari daging antara lain: ayam, babi, kambing, kerbau, sapi, hati, usus, dan babat. Jenis susu berprotein tinggi antara lain: susu sapi, susu bubuk skim, susu bubuk murni, susu kerbau, dan susu kambing. Protein nabati terutama berasal dari kacang- kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang, seperti: kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, oncom, tahu, dan tempe (Nurachmah, 2001).

  2. 2. 3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Protein Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebutuhan protein setiap individu berbeda- beda (Nurachmah, 2001), antara lain: a. Ukuran tubuh

  Orang yang mempunyai ukuran tubuh yang besar membutuhkan protein yang lebih banyak.

  b. Usia Protein yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan, 2-3 kali lebih tinggi daripada orang dewasa. Selama pubertas kebutuhan protein meningkat. c. Jenis kelamin Karena jumlah lemak lebih banyak dan masa otot pada wanita lebih kecil maka kebutuhan protein sedikit lebih rendah daripada laki- laki dengan usia dan berat yang sama.

  d. Kehamilan dan laktasi Ibu hami dan ibu menyusui lebih banyak membutuhkan protein bagi pertumbuhan fetus dan produksi ASI.

  2. 3 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowences

  (RDA) adalah taraf konsumsi zat- zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan

  ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan di Indonesia adalah AKG yang ditetapkan pada Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional tahun 1998. Tujuan penetapan AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/ masyarakat (Almatsier, 2005).

  Kebutuhan kalori pada remaja pria usia 16-19 tahun yang dianjurkan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional tahun 1998 adalah 2500 Kkalori, sedangkan pada remaja putri usia 16-19 tahun adalah 2000 Kkalori. Untuk kebutuhan protein pada remaja pria usia 16-19 tahun adalah 66 gram, sedangkan pada remaja putri usia 16-19 tahun adalah 51 gram. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Rata- rata yang Dianjurkan (Per Orang Per

  Hari) Golongan Energi Protein umur (Kkal) (gr)

  2500

  66 Pria: 16-19 tahun

  2000

  51 Wanita: 16-19 tahun

  Sumber: Almatsier (2005)

  3. 1 Definisi IMT Indeks massa tubuh adalah indeks berat dibagi tinggi yang mudah dan sering digunakan untuk menentukan berat badan kurang, berat badan lebih, atau obesitas

  (WHO, 2013). Sementara Lisbet (2004 dalam Rakhmawati, 2009) mengatakan Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Bandini et al. (2011 dalam Tarigan, 2013) juga diartikan sebagai berat dalam kilogram yang dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.

  Meskipun IMT sering dianggap sebagai indikator kegemukan tubuh,itu adalah ukuran pengganti lemak tubuh karena mengukur kelebihan berat badan daripada kelebihan lemak. IMT adalah pengukuran lemak tubuh yang sederhana, murah, dan noninvasif. Dibandingkan dengan metode yang lain, IMT hanya mengandalkan tinggi badan dan berat badan dan dengan peralatan yang tepat, seseorang dapat menghitung dan mengukur IMT mereka secara rutin dengan cukup akurat. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, etnis, dan massa otot dapat mempengaruhi hubungan antara IMT dan lemak tubuh. IMT juga tidak membedakan antara kelebihan lemak, otot, atau massa tulang, juga tidak memberikan indikasi distribusi lemak diantara tiap individu (CDC, 2009).

  3. 2 Klasifikasi IMT Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT spesifik terhadap usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).

  Indeks Massa Tubuh menurut WHO NCHS dalam Z-score dibagi menjadi 5 yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.5 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut WHO

  2 Klasifikasi

  IMT (kg/m ) Sangat kurus Z-score = < -3 Kurus Z-score = < -2 sampai -3 Normal Z-score = -2 sampai +1 Gemuk Z-score = > +1 sampai +2 Obes Z-score = > +2

  Sumber: WHO (2010)

  3. 3 Pengukuran IMT Berat badan yang telah diukur terlebih dahulu dengan timbangan dan tinggi badan diukur dengan alat pengukur tinggi badan, kemudian hasil pengukuran dimasukkan ke dalam rumus.

  ( )

  IMT = ( )

  Metode ini dapat digunakan sebagai penentu obesitas dan non obesitas yang tidak menimbulkan sakit, tidak memiliki efek samping, dan dapat digunakan untuk memantau jangka-panjang diet seseorang (Hasiana, 2013).

  Utari (2007 dalam Yoanda, 2014) mengemkakan bahwa IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan dapat digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan dua hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Akan tetapi IMT memiliki kelemahan yaitu tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi lemak tubuh, sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.

  3. 4 IMT Remaja

  IMT dihitung dengan cara yang sama untuk orang dewasa dan anak-anak, tetapi hasilnya diinterpretasikan berbeda. Untuk orang dewasa, klasifikasi IMT tidak tergantung pada usia atau jenis kelamin, sementara untuk anak-anak dan remaja yang berusia antara 2 sampai 20 tahun, IMT ditafsirkan relatif terhadap usia dan jenis kelamin anak. Usia dan jenis kelamin dipertimbangkan karena jumlah lemak tubuh yang berubah sesuai dengan usia dan jumlah lemak tubuh yang berbeda antara perempuan dan laki- laki (CDC, 2011). IMT berdasarkan usia ditentukan bagi seorang individu yang menunjukkan posisi relative nilai IMT anak diantara anak- anak dari jenis kelamin dan usia yang sama (CDC, 2009).

Dokumen yang terkait

II. DATA KHUSUS A. Perilaku Pengetahuan. - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 1 7

23 Jenis fast food yang sering anda konsumsi (boleh lebih dari 1)

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gizi Lebih - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 8

Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga 1.1. Defenisi Dukungan Sosial - Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 19

Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

1 0 14

Hubungan Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)Siswa SMAN 2 Balige yang Tinggal di Kost

0 1 32