ANALISIS ALIH FUNGSI HUTAN MENJADI KAWASAN TAMBANG GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala)

  

ANALISIS ALIH FUNGSI HUTAN MENJADI

KAWASAN TAMBANG GALIAN C

(Studi Kasus: Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala)

  

Rahmawati, S.Si., M.Sc

  

Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Tadulako

ABSTRAK

Peningkatan pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya alih fungsi penggunaan lahan.

  

Salah satu wilayah yang mengalami perubahan alih fungsi lahan yaitu di Kabupaten Donggala,

dimana wilayah ini mengalami alih fungsi kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan. Adapun

tujuan penelitian adalah untuk mengetahui besarnya perubahan alih fungsi hutan menjadi kawasan

pertambangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dengan

menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis. Hasil yang diperoleh menunjukkan luas Kawasan

hutan yang mengalami alih fungsi ke wilayah tambang dari tahun 2011-2016 adalah 538 Ha dengan

rata-rata laju penambahan kawasan sebesar 134.5 Ha per tahun.

  Kata Kunci: Alih Fungsi Lahan, Tambang Galian C

ABSTRACT

  

Increased population growth has resulted in increased land use functions. One of the areas that

experienced changes in land use change was in Donggala, where the area experienced a conversion

of forest areas into mining areas. The purpose of the research is to find out the magnitude of the

change in function of forests into mining areas. The method used in this study is spatial analysis

using Geographic Information System applications. The results obtained show that the area of forest

that has been transferred to the mine area from 2011-2016 is 538 ha with an average rate of

addition of 134.5 ha per year.

  Keywords: Land Function Transfer, Excavation Mine C PENDAHULUAN

  Permintaan terhadap lahan yang semakin meningkat menjadi salah satu faktor pendorong perubahan penggunaan lahan (Bambang, S.A, et al. 2007). Salah satu penyebab tingginya permintaan terhadap lahan adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan (Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001). Sehingga mengakibatkan masyarakat mengalih fungsikan lahan yang ada disekitarnya untuk mendapatkan penghasilan.

  Daerah pinggiran kota menjadi daerah yang mengalami banyak perubahan penggunaan lahan (Trigus, E dan Sri, R. 2012). Perubahan penggunaan lahan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan lagi. Namun perubahan ini harus tetap memperhatikan daya dukung lahan itu sendiri (Rustiadi, E. 2001). Sebagai contoh, kegiatan konversi lahan dari area hutan menjadi area pertambangan, dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Hal tersebut, merupakan suatu bukti bahwa kegiatan pemanfaatan lahan sangat berpengaruh pada . kelestarian lingkungan

  Donggala merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah yang mengalami peningkatan alih fungsi lahan, khususnya pada bidang pertambangan. Hampir sebagian besar hutan dialih fungsikan menjadi kawasan pertambangan galian C.

  Bahan galian golongan C merupakan bahan galian yang tidak termasuk kedalam golongan bahan galian strategis (golongan A) dan bahan galian vital atau golongan B (Fadly, W.S, et al. 2015). Untuk wilayah donggala, kegiatan utama penambangan dikhususkan pada penambangan pasir dan batu (sirtu). Banyak pihak yang terlibat dalam penambangan galian C, baik dari pemerintah, penambang maupun masyarakat, yang masing-masing memainkan peran tersendiri. Tingginya alih fungsi lahan menjadi tambang galian C, kedepannya dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana tingkat kerusakan yang terjadi.

  Salah satu cara untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan penataan dan penggunaan

lahan, menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun

2004 Pasal 23 adalah dengan cara pembuatan neraca sumberdaya lahan yang berfungsi untuk

menghitung dan melihat seberapa efektifkah pembangunan yang dilaksanakan dapat berjalan.

Dengan Neraca sumberdaya lahan ini akan dapat diketahui perimbangan antara ketersediaan dan

kebutuhan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan menurut fungsi kawasan tertentu

yang dibuat dari dua titik tahun sehingga akan dapat diketahui bentuk penggunaan beserta luasan

perubahan penggunaan lahannya dari dua titik tahun yang berbeda

  (Muhammad, R.Y dan Langgeng, W.S. 2016). Dalam penelitian ini pembuatan neraca sumberdaya lahan difokuskan pada Kawasan hutan.

  METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

  Penelitian dilakukan di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. Pemilihan lokasi didasarkan pada sebaran wilayah tambang galian C yang sangat banyak diwilayah ini. Kecamatan banawa secara geografis berada pada posisi 0

  38’34”-0 49’33” dan 119

  48’24”-119 42’25” yang secara administrasi terdiri dari 9 kelurahan dan 5 desa (Gambar 1).

  Gambar 1. Lokasi Kecamatan Banawa di Kabupaten Donggala B.

   Metode

  Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari citra satelit dan dan data yang dikumpulkan dari berbagai instansi seperti Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah, BPS dan Dinas Pertambangan Propinsi Sulawesi Tengah.

  Peta perubahan penggunaan lahan kawasan hutan di Kecamatan Donggala dibuat berdasarkan interpretasi citra satelit alos tahun 2012 dan 2016. Proses interpretasi dilakukan secara visual dengan terlebih dahulu melakukan koreksi geometric dan radiometric, yang kemudian dilanjutkan dengan pemotongan citra sesuai batas administrasi wilayah penelitian. Hasil interpretasi berupa peta Kawasan hutan Kabupaten Donggala.

  Ketiga peta yang dihasilkan kemudian di overlay untuk mengetahui kondisi yang terjadi pada kawasan hutan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dengan menggunakan aplikasi SIG. hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan pendekatan spasial dan dilanjutkan dengan analisis neraca sumberdaya lahan. Adapun diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 2.

  Gambar 2. Diagram Alur Penelitian

  HASIL DAN PEMBAHASAN 1. RTRW Kawasan Hutan Tahun 2011-2013

  Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Donggala Tahun 2011

  • –2031, diperoleh data penggunaan lahan tahun 2011 yaitu luas keseluruhan daratan diketahui secara keseluruhan adalah 527.569 Ha, yang terdiri dari

  

14.631 Ha atau 2,77 % merupakan lahan untuk permukiman, 87.999 Ha atau 16,68 % untuk

  pertanian, 871 Ha atau 0,17 % untuk perikanan, 67.021 Ha atau 12,70 % untuk perkebunan,

  

248.101 Ha atau 47,03 % untuk kawasan hutan, 419 Ha atau 0,08 % untuk peternakan dan

  selebihnya untuk area lainnya (pertambangan, industri, pariwisata dan lain sebagainya) sebesar 115.528 Ha atau 20,57 %. Dari penjelasan tersebut, wilayah hutan memiliki cakupan yang luas, dan sebagian besar merupakan wilayah hutan lindung.

  Gambar 3. Peta RTRW Kawasan Hutan di Kab Donggala Tahun 2011 Dari pembagian Kawasan Hutan di Kabupaten Donggala, diketahui bahwa luasnya mencapai 248.101 Ha atau 47,03 % dari luas total Kabupaten Donggala yang terdiri dari

  Cagar alam sebesar 22.622 Ha (9,12 %), Suaka Margasatwa 61 Ha (0,02 %) Hutan Lindung 77.681 Ha (31,31 %), Hutan Produksi Tetap 9.024Ha (3,64 %), Hutan Produksi Terbatas 126.552 Ha (51,01 %), Hutan Produksi Konversi 12.144 Ha, (4,89 %) dan Hutan Kota 19 Ha (0,01 %).

  Berdasarkan data tersebut menunjukan luas Kawasan hutan kota hanya sebesar 19 Ha atau 0,01 % dari luas wilayah; sedangkan yang paling besar yakni untuk fungsi kawasan hutan sebagai Kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 126.552 Ha atau 51,01% dari total luas wilayah yang ada. Adapun pembagian Kawasan hutan berdasarkan fungsi / status ditinjau dari sebaran wilayah per kecamatan di Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Tabel 3.1 .

  Berdasarkan tabel 3.1 tersebut, maka Kecamata Banawa memiliki luas hutan lindung 3,2% dari keseluruhan hutan lindung yang ada di Kab. Donggala. Kawasan hutan lindung yang ada di daerah ini difungsikan sebagai daerah Kawasan resapan air untuk menunjang daerah bawahannya.

Tabel 3.1 Luas Kawasan Hutan Menurut fungsi / status berdasarkan kecamatan di

  Kabupaten Donggala 2.

   Analisis Spasial Kawasan Tambang Galian C Tahun 2011-2016

  Sebaran Kawasan Tambang galian C Tahun 2012 dan Tahun 2016 yang terdapat di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala dibuat berdasarkan interpretasi visual dari citra Alos untuk tahun 2012 dan 2016, sedangkan untuk Tahun 2011 merujuk dari peta penggunaan lahan 2011 yang bersumber dari RTRW Kab. Donggala. Dalam Proses Interpretasi citra untuk pembuatan peta Kawasan hutan tahun 2012 dan 2016 dilakukan dengan menggunakan komposit citra Alos 543. Komposit citra dibuat bertujuan untuk memperjelas dan mempermudah interpretasi kenampakan suatu objek pada citra. Komposit 543 akan menghasilkan kombinasi false colour atau warna semu yang akan memudahkan untuk menginterpretasi penggunaan lahan yang terdapat di permukaan bumi. Pada komposit 543 maka representasi RGB dengan band 5 (inframerah tengah) untuk merah, band 4 (inframerah dekat) untuk hijau, dan band 3 (biru) untuk biru. Komposit 543 akan dengan mudah membedakan Kawasan tambang galian C dan Kawasan hutan. Adapun sebaran Kawasan tambang galian C tahun 2012 dan 2016 disajikan pada Gambar 4.

  (a) (b) Gambar 4. Kawasan Tambang Galian C tahun 2012 (a). Kawasan Tambang Galian C tahun 2016 (b)

  Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa telah terjadi proses alih fungsi menjadi kawasan tambang galian C pada tahun 2012. Merujuk dari peta RTRW menunjukkan bahwa peralihan Kawasan terjadi pada Areal Penggunaan Lain (APL) yang berkurang seluas 95 ha. Pengurangan Kawasan ini terjadi di Desa Loli Saluran, Loli Pesua dan Loli Oge.

  Seiring dengan meningkatnya tahun, terjadi penambahan luasan Kawasan tambang galian C. Pada tahun 2016 terdapat lebih dari 10 perusahan tambang galian C yang tersebar pada 5 desa, yaitu : Loli Saluran, Loli Pesua, Loli Oge, Loli Dondo dan Kabonga Besar. Adapun luas wilayah tambang galian C di lima wilayah ini adalah 538 Ha yang mencakup Kawasan Areal Penggunaan Lain dan Hutan Lindung. Jumlah luas alih fungsi kawasan dari tahun 2011 sampai 2016 dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini; Tabel 1. Luas wilayah alih fungsi hutan menjadi kawasan tambang galian C dari tahun 2011- 2016.

  Tahun No Kawasan 2011 2012 2016

  1 Hutan Lindung 2483 2483 2401

  2 Pertambangan

  3 95 538 Sumber: Analisis data primer, 2016

  Hasil analisis citra Alos menunjukkan bahwa proses alih fungsi hutan dari tahun 2011- 2016 meningkat sangat tajam. Hal yang cukup memprihatinkan dari peningkatan Eksplorasi sirtu pada tahun 2016, yaitu area penambangan telah masuk ke wilayah Kawasan hutan lindung, tepatnya di Desa Loli Oge dengan luas kehilangan Kawasan hutan lindung yaitu 82 Ha. Adapun persebaran Kawasan tambang dari tahun 2011-2016 di Kecamatan Banawa dapat dilihat pada Gambar 5.

  Gambar 5. Wilayah tambang galian C di Kec. Banawa, dari tahun 2011 – 2016. Analisis akurasi citra dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan (confusion

  

matrix ). Akurasi dihitung dengan persentase overall accuracy. Semakin tinggi persentasenya

  menunjukkan pengklasifikasian yang semakin baik pula. Dari hasil perhitungan, nilai nilai

  

overall accuracy untuk tahun 2016 adalah sebesar 85.17%. Hal ini sejalan dengan

  pendapat Sutanto (1994) yang mengatakan bahwa identifikasi lahan di Negara tropis yang berkembang maksimal 75% sampai 85% karena daerah tropis memiliki penutupan lahan yang sangat majemuk dan rumit. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Lo (1996) suatu hasil interpretasi dapat digunakan untuk keperluan analisis jika tingkat ketelitiannya mencapai minimal 85%, sehingga citra alos yang telah diinterpretasi secara visual tahun 2012 dan 2016 ini dapat digunakan untuk keperluan analisis lebih lanjut

3. Dinamika Alih Fungsi Hutan Akibat Tambang Galian C.

  Penggunaan lahan pertambangan mengalami peningkatan yang cukup pesat di Kabupaten Donggala pada tahun 2011-2016. Pertambangan sirtu mengalami penambahan luas sebesar 538 Ha, dengan hasil perhitungan neraca sumberdaya lahan diperoleh rata-rata laju penambahan sebesar 134.5 Ha per tahun. Walaupun penggunaan lahan pertambangan masih lebih rendah pertambahan luasannya dibandingkan dengan pemukiman dan area tambak yang laju pertambahannya sebesar 486 Ha per tahun, namun dinamika perubahan penggunaan pertambangan lebih kompleks dibandingkan pada penggunaan lahan yang lain. Perubahan penggunaan lahan pertambangan sirtu ini berasal dari area penggunaan lain dan hutan lindung, yang sebagian luasannya beralih fungsi menjadi pertambangan.

  Faktor yang menyebabkan bertambahnya luasan pertambangan sirtu (Galian C) di Kabupaten Donggala tiap tahunnya diakibatkan adanya potensi atau kandungan sirtu yang cukup tinggi di wilayah Kabupaten D o n g g a l a k h u s u s n ya d i K e c a m a t a n B a n a w a . Secara spasial hal ini ditunjukkan dengan pola peningkatan luas lahan tambang yang relatif mengikuti formasi endapan yang diperkirakan memiliki cadangan pasir.

  Konversi hutan yang terjadi disebabkan oleh mulai masuknya perusahaan tambang dari luar Kab. Donggala dengan pengolahan tambang menggunakan alat berat, sehingga menghasilkan produksi tambang yang besar. Seiring dengan meningkatnya pengambilan sirtu, Kawasan hutan lidung yang terletak dibagian atas dari area penggunaan lain juga mengalami kerusakan sehingga mengurangi daerah resapan air. Pada tahun 2016, sekitar 82 Ha Kawasan hutan lindung rusak. Hal ini tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang Tahun No. 41 tahun 1999 dimana Kawasan Hutan lindung tidak di ijinkan untuk diubah menjadi Kawasan tambang. Sehingga penambangan sirtu khususnya di Desa Loli Oge sudah bertentangan dengan undang-undang.

  Tingginya alih fungsi hutan mengakibatkan, Kecamatan Banawa sering mengalami banjir pada musim penghujan. Hal ini dikarenakan hilangnya daerah resapan sehingga hujan yang turun, sebagian besar tidak dapat terserap kedalam tanah. Selain itu dampak negative lainnya adalah; tingginya tingkat erosi didaerah penambangan sirtu, adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor, berkurangnya debit air permukaan/mata air, tingginya lalu lintas kendaraan mengakibatkan jalan desa mudah rusak, dan terjadinya polusi udara.

  Gambar 6. Dampak Penambangan Sirtu di Kecamatan Banawa Kab. Donggala Dampak negatif yang dirasakan ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh

  Yudhistira (2011), dimana penambangan sirtu akan berakibat negativ terhadap dampak fisik lingkungan sehingga mempengaruhi aspek ekologis dan sosial bagi lingkungan sekitar.

KESIMPULAN DAN SARAN

  Luas Kawasan hutan yang mengalami alih fungsi ke wilayah tambang dari tahun 2011- 2016 adalah 538 Ha dengan rata-rata laju penambahan kawasan sebesar 134.5 Ha per tahun. Tingginya alih fungsi hutan, mengakibatkan, Kecamatan Banawa sering mengalami banjir pada musim penghujan. Oleh sebab itu, perlu adanya penegakan hukum pada para pengusaha yang tidak mentaati peraturan yang berlaku, selain itu perlu dilakukan kajian amdal yang obyektif untuk menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi kelestarian lingkungan.

DAFTAR RUJUKAN

  Bambang, S.A, Sanudin dan Asep, S. 2008. Perubahan Fungsi Hutan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Info Hutan. Vol V. No 4:307-316. Fadly, W.S, Zulfan, S dan Zulkifli. 2015. Analisis Pengaruh Penambangan Galian C

  Terhadap Lingkungan dan Sosial Ekonomi di Desa Kampunh Pinang Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. Vol. 43 No. 1:12-24. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  Lo, C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan, Terjemahan, UI-Press, Indonesia.

  Muhammad, R.Y dan Langgeng, W.S. 2016. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Akibat Penambangan Timah Berdasarkan Analisis Neraca Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka. Jurnal Bumi Indonesia. Vol 5. No.1:1-10.

  Peraturan Daerah Kabupaten Donggala No. 1 Tahun 2011 tentang RTRW Kab. Donggala Tahun 2011-2031. Sekretariat Daerah Kab. Donggala. Donggala. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang penatagunaan tanah.

  Sekretariat Negara. Jakarta. Rustiadi, E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Pedesaan. Makalah Loka-karya

  Penyusunan Kebijakan dan Stra-tegi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pedesaan di Cibogo, Bogor, 10-11 Mei 2001. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Untuk Penggunaan Lahan. Fakultas Geografi. Yogyakarta. Trigus, E dan Sri. R. 2012. Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap

  RDTR di Wilayah Peri-Urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota. Vol 8. No. 4:330-340. Undang-Undang Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sekretariat Negara. Jakarta.

  Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Sekretariat Negara. Jakarta. Yudhistira, Wahyu K.H, Agus H., 2011. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat

  Kegiatan Penambangan Pasir di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 9. No. 2:76-84.