PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PESERTA DIDIK - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Peserta didik merupakan sosok yang memiliki potensi yang kompleks. Kaitannya dengan pendidikan agama Islam, salah satu potensi peserta didik ialah fitrah. Fitrahnya dalam beragama dan bertuhan. Fitrah tersebut Allah tanamkan pada diri manusia sejak masih dalam kandungan. Fitrah di atas, perlu dikembangkan melalui pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam (PAI). Namun berbagai permasalahan masih saja menjadi kendala dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Ketercapaian tujuan Pendidikan agama Islam khususnya di sekolah masih jauh panggang dari api.

Pendidikan Agama Islam di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai permasalahan. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam terkadang hanya dilakukan sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam”. Mayoritas metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan, akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam materi Pendidikan Agama Islam yang menyebabkan tidak adanya motivasi peserta didik untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.

Disamping itu penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah penuh tantangan, karena secara formal penyelenggaraan pendidikan Islam di Disamping itu penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah penuh tantangan, karena secara formal penyelenggaraan pendidikan Islam di

Kemampuan guru dalam menerjemahkan dan kemudian menyusun indikator ketercapaian pembelajaran pada silabus sejauh ini hanya mengedepnakan aspek kognitif dan psikomotorik saja. Sedangkan aspek afektif nyaris tidak tersentuh.Secara gamblang, dapat kita lihat dari ketercapaian yang diperoleh peserta didik misalnya pada materi shalat, masih sebatas pengetahuan tantang tata cara shalat yang benar serta bagaimana mempraktekkannya. Esensi serta hikmah shalat masih belum menancap kuat pada sanubari peserta didik, dan belum terlihat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Sebagaimana tersebut diatas, diantara kritik yang patut dicermati adalah sebagai berikut, 1). Pendidikan Agama Islam (PAI) lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah praktis, dan lebih berorientasi pada belajar tentang agama, kurang koncern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi „makna dan ‚“nilai“ yang perlu diinternalisasikan

dalam diri siswa, 2). Metodologi PAI tidak kunjung berubah, ia berjalan secara konvensional-tradisional dan monoton,3). Kegiatan PAI kebanyakan bersifat menyendiri, kurang berinteraksi dengan yang lain, bersifat marjinal dan

periferal, 4). Pendekatan PAI cenderung normatif, tanpa ilustrasi konteks sosial budaya, 5). Guru PAI terlalu terpaku pada GBPP mata pelajaran PAI, 6). Guru PAI lebih bernuansa guru spiritual/moral, dan kurang diimbangi dengan nuansa intelektual dan profesional, dan suasana hubungan antara GPAI dan siswa lebih berperspektif doktriner, kurang tercipta suasana hubungan kritis-dinamis yang dapat berimplikasi dan berkonsekuensi pada peningkatan daya kreativitas, etos ilmu dan etos kerja/amal.Berbagai kritik tersebut bukanlah bertendensi untuk mendeskreditkan PAI di sekolah umum, tetapi lebih berperspektif ke depan untuk peningktan dan pengembangannya karena bagaimanapun PAI dirasakan sangat urgen dan mampu memberi kontribusi terhadap peningkatan keimanan

dan ketaqwaan para siswa. 1 Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu

cara alternatif mempelajari Pendidikan Agama Islam yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan pembelajaran kontekstual. Hal ini dapat kita lihat penerapannya di dua sekolah ditingkat SLTA yakni SMAN 1 Kedungwaru dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung dimana di dua sekolah ini ditengah krisis kepercayaan terhadap proses pembelajaran yang konvensional namun mampu menerapkan pembelajaran yang penuh makna, melatih kemandirian siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Berbagai fasilitas pembelajaran disediakan oleh pihak sekolah

1 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam : Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah , Bandung, Rosdakarya, 2012, 111.

dalam rangka menunjang keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik, disamping itu para guru senantiasa menumbuhkan kreatifitasnya dalam memberikan pengajaran. Pembelajaran ini biasa disebut dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual menurut Komalasari adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut

bagi kehidupannya. 2 Dari sini dapat kita pahami bahwa proses pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan,

artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung dengan kondisi terdekat peserta didik. Orientasi proses belajar ini, tidak hanya bertujuan siswa menerima pelajaran, akan tetapi lebih menitikberatkan pada proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Dengan mengadakan pendekatan lansung dengan ligkungan sekitar dan fenomena atau peristiwa alam, dengan cara mengkontruksi pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berdasarkan pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa laboratorium Pendidikan Agama Islam adalah kehidupan itu sendiri atau peristiwa hidup dan kehidupan yang berada dalam alam semesta ini. Termasuk dalam arena keluarga, sosioal, politik,

2 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual; Konsep dan Aplikasi, Bandung : Refika

Aditama, 2010, 7.

ekonami, budaya, IPTEK dan lingkungan sekitar. 3 Dengan demikian pada dasarnya Pendidikan Agama Islam merupakan upaya normatif untuk

membantu seseorang atau peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup islami (bagaimana akan menalani hidup dan memanfaatkan hidup dan kehidupan sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai islam, sikap hidup islami yang memanifestasikan dalam keterampilan hidup sehari-hari.

Berangkat dari adanya realita-realita yang ada diatas dan masih banyak lagi adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, maka peneliti sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang bagimana pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dalam membentuk kepribadian muslim peserta didik. Disini penulis tertarik pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), yakni SMAN 1 Kedungwaru kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu kabupaten Tulungagung. Dalam usaha keras untuk mencapai kesuksesan dalam bidang akademik, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi siswa siswi di kedua sekolah ini aktif dalam menerapakan kegiatan keagamaan baik kegiatan ibadah ataupun aksi social di masyarakat. Seperti halnya di SMAN 1 Kedungwaru, dalam pembelajaran PAI peserta didik unggul dalam nilai akademik namun mereka juga unggul dalam mengaitkan materi PAI dengan kehidupan sehari-hari ini terlihat dalam kegiatan keagamaan di sekolah sebagaimana Istiqomah mengungkapkan :

Di sekolah ini selalu menekankan shola t berjama’ah, membaca AlQur’an, disamping itu juga ada kegiatan santunan anak yatim piatu,

3 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, 263.

bhakti sosial dan pada jam istirahat masjid tidak pernah sepi dari anak yang melakukan sholat sunat dhuha atas kesadaran mereka sendiri. 4

Begitu juga di SMAN 1 Boyolangu merupakan sekolah yang mempunyai banyak media pembelajaran yang mendukung dalam penyampaian materi PAI. Menurut Wildan Hansen salah seorang guru PAI di SMAN 1 Boyolangu mengatakan ;

Di sekolah ini juga mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam bidang kesenian Islam seperti Qori’ah dan seni Hadrah dalam rangka syi’ar agama Islam. Di samping itu juga ada kegiatan social terutama di

HUT Sekolah yaitu setiap memperingati Hari Ulang Tahun Sekolah peserta didik mengadakan kegiatan sepeda sehat dan pemberian santunan kepada siapa saja yang tidak mampu yang ditemui ketika melakukan

aktivitas bersepeda tersebut”. 5 Kegiatan-kegitan semacam ini merupakan isi dari materi PAI yang

dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mereka menjadi peserta didik yang yang memiliki kepribadian muslim. Peserta didik di kedua sekolah ini menjadi peserta didik yang unggul tidak hanya dalam bidang penguasaan materi namun juga unggul dalam menerapkan dan mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual ini Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Kedungwaru kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu kabupaten Tulungagung ini diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang tangguh, kompetitif,

4 W. IQ.GPAI, SMAN 1 Ked., 20-2-2015 5 W. WH.GPAI, SMAN 1 Boy., 25-2-2015.

berakhlak mulia, toleran, gotong royong, berjiwa patiotik, dinamis, melek iptek yang dijiwai iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.Maka dari itu penulis sangat tertarik untuk menyusun sebuah karya ilmiah yakni tesis dengan judu l “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Kontekstual dalam Membentuk Kepribadian Muslim Peserta Didik”

B. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian

1. Berdasarkan dari konteks penelitian diatas, maka focus dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dalam membentuk kepribadian muslim peserta didik SMAN 1 Kedungwaru kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu kabupaten Tulungagung.

2. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dalam membentuk kepribadian muslim peserta didik di SMAN 1 Kedungwaru dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung ?

b. Bagaimana implikasi pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dalam membentuk kepribadian muslim peserta didik di SMAN 1 Kedungwaru dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung?

c. Apa alasan penerapan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual di SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual di SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung.

2. Untuk mengetahui implikasi pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung.

3. Untuk mengetahui alasan penerapan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual dalam membentuk kepribadian muslim peserta didik di SMAN

1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung.

D. Kagunaan Penelitian

Adapun dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan kontribusi dan manfaat, antara lain:

1. Secara Teoritis Dengan adanya penelitian, diharapkan dapat memperkaya keilmuan khususnya yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual.

2. Secara Praktis Secara praktis, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

a. Kepala Sekolah dan Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga yang diteliti diantaranya motivasi bagi kepala sekolah dan guru-guru PAI di SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung yang menjadi objek penelitian untuk lebih meningkatkan kualitas dalam melaksanakan tugasnya kepada peserta didik.

b. Bagi Peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengkaji lebih dalam tentang topik ini serta mengembangkannya kedalam fokus lain untuk memperkaya temuan penelitian yang lain.

c. Bagi Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Tulungagung Dapat dijadikan pijakan dalam desain penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif khususnya berkenaan dengan penelitian penerapan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual.

E. Penegasan Istilah

Para pembaca diharapkan dapat secara jelas memperoleh kesamaan pemahaman mengenai konsep yang terkandung dalam judul “Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Kontekstual dalam Membentuk Kepribadian Muslim Peserta Didik” (Studi Multisitus di SMAN 1

Kedungwaru dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung) ”, sehingga diantara pembaca tidak ada yang memberikan makna yang berberda pada judul ini. Untuk itu peneliti perlu memaparkan penegasa istilah baik secara konseptual maupun secara operasional sebagai berikut:

1. Secara Konseptual

a. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Upaya membuat peserta didik mampu belajar, terdorong belajar, mau

belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan peserta didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam kognitif, afektif dan psikomotorik.

b. Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual berarti suatu proses pembelajaran holistik yang

bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi

maupun kultural. 6

6 Sahana Hanafiah, Konsep Strategi..., 73.

c. Kepribadian Muslim Kepribadian muslim adalah kepribadian yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul, yaitu menjadi abdi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad Saw. (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan ummat ditengah-tengah masyarakat ( ‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia. 7

d. Penggunaan Contextual Teaching Learning (CTL) ini diharapkan agar materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar peserta didik terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga kepribadian muslim dapat terbentuk.

2. Secara Operasional Pembelajaran PAI harus mampu menanamkan nilai kepada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, maupun sesama manusia. Karena itu perlu diterapkannya pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual

7 Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demakratisasi Institusi) (Jakarta: Erlangga, 2007), 4.

merupakan konsep pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan setiap materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, sehingga dapat merasakan makna dari setiap materi pelajaran yang diterimanya dengan menggunakan 8 komponen pendekatan kontekstual diantaranya (1) membuat keterkaitan yang bermakna, (2) pembelajaran mandiri (3) melakukan pekerjaan yang berarti, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian autentik sehingga membentuk kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dan menguasai ilmu pengetahuan.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk dapat melakukan pembahasan yang sistematis, maka peneliti menggunakan sistematika sebagai berikut: Bagian awal berisi sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, pernyataan keaslian, motto, persembahan, prakata, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, pedoman transliterasi, abstrak, dan daftar isi.

Penelitian ini terdiri dari enam bab. Bab pertama berisi pendahuluan. Pada bab pendahuluan, pertama-tama dipaparkan konteks penelitian yang mengungkapkan berbagai permasalahan yang diteliti di lapangan sehingga diketahui hal-hal yang melandasi munculnya fokus penelitian yang akan dikaji dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang membantu proses penelitian.

Dalam bab ini, tujuan merupakan arah yang akan dituju dalam penelitian kemudian dilanjutkan kegunaan penelitian yang menjelaskan kontribusi apa yang akan diberikan setelah selesai penelitian baik secara teoritis maupun praktis, penegasan istilah dan sistematika pembahasan tesis ini.

Bab kedua berisi tentang kajian teori yang berkenaan pembahasan teori- teori yang digunakan untuk mengkaji “Pembelajaran PAI dengan Pendekatan Kontekstual dalam Membentuk Kepribadian Muslim Peserta Didik ”.

Bab ketiga berisi metode yang akan digunakan dalam penelitian dimana pembahasannya meliputi rancangan penelitian berisi jenis dan pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan dan tahap- tahap penelitian.

Bab keempat berisi tentang hasil penelitian yang akan membahas paparan data dan menuliskan tentang temuan-temuan dan sekaligus analisis data sehingga ditemukan hasil

Bab kelima berisi tentang pembahasan hasil temuan akan dilanjutkan dalam bab ini secara mendalam sehingga hasil temuan akan benar-benar mencapai hasil yang maksimal.

Bab keenam adalah penutup yang berisi kesimpulan yang menampakkan konsistensi terkait dengan fokus penelitian, tujuan penelitian, penyajian dan analisis data, implikasi baik secara teoritis maupun secara praktis, saran terkait dengan pokok masalah yang diteliti dan harus memiliki kejelasan ditujukan kepada siapa.

Bagian akhir memuat daftar rujukan yang merupakan daftar buku yang menjadi referensi oleh peneliti. Kemudian, diberikan juga lampiran-lampiran yang memuat dokumen-dokumen terkait penelitian. Pada bagian paling akhir ditutup dengan biodata penulis yang menjelaskan biografi peneliti.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL)

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual atau CTL

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) menurut Masnur Muslich adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari 8 . Lebih lanjut Komalasari menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual

adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan

tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. 9

Sedangkan Elaine B. Johnson mengungkapkan sebagai berikut: The CTL system is an educational process that aims to help

students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their personal,

social and cultural circumstance 10 .

8 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual; Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengurus Sekolah. (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), 41.

9 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual; Konsep dan Aplikasi (Bandung : Refika

Aditama, 2010), 7.

10 Elaine B. Jhonson, Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar- Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Bandung : Kaifa learning Centre, Edisi Baru : Cet. I

2014), 19.

Artinya adalah System Contekstual Teaching And Learning merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan kultur kesehariannya. Kutipan diatas menegaskan hakikat CTL yang dapat diringkas dalam tiga kata, yaitu makna, bermakna dan dibermaknakan. Dengan merujuk pada kerangka teaching, learning, instruction, dan curriculum sebagaimana didefinisikan sebelumnya, dalam CTL guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa menemukan makna (pengetahuan). Peserta didik memiliki response potentiality yang bersifat kodrati. Keinginan untuk menemukan makna adalah sangat mendasar bagi manusia. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan potensi kodrati ini sehingga siswa terlatih menangkap

makna dari materi yang diajarkan. 11 Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan setiap materi yang dipelajari oleh peserta didik dengan kehidupan sehari-hari atau bidang-bidang tertentu, sehingga peserta didik dapat merasakan makna dari setiap materi pelajaran yang diterimanya dan mengimplementasikannya dalam berbagai aspek kehidupan. Peserta didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari

11 Ibid, 20.

konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sehingga belajar akan bermakna.

Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered.

Pendekatan Kontekstual menurut pengertian diatas merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapainya.

Pembelajaran kontekstual pada dasarnya bersumber pada pendekatan kontruktivisme, yang bermakna proses mengkontruksi pengetahuan baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mntransformasi informasi kedalam situasi lain Pembelajaran kontekstual pada dasarnya bersumber pada pendekatan kontruktivisme, yang bermakna proses mengkontruksi pengetahuan baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mntransformasi informasi kedalam situasi lain

peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan

pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. 13 Sehingga peserta didik dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan serta bentuk

pemahaman yang dapat diaplikasikan kemudian ditransfer dari konteks permasalahan yang satu dengan permasalahan yang lainya.

2. Prinsip Ilmiah dalam CTL

a. Prinsip Kesaling bergantungan Prinsip kesaling bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik yang lainnya, dengan siswa-siswa mereka, dengan masyarakat dan dengan bumi. Prinsip itu meminta mereka membangun hubungan dalam semua yang mereka

lakukan. 14 Prinsip ini menunjukkan bahwa sekolah adalah sebuah system kehidupan, dan bagian-bagian dari sistem itu meliputi peserta

didik, para guru, tukang kebun, tukang sapu, pegawai tata usaha, dan masyarakat yang berada di dalam sebuah jaringan hubungan yang menciptakan lingkungan belajar. Di dalam sebuah lingkungan belajar, dimana orang-orang menyadari keterhubungan mereka, maka system CTL dapat berkembang.

12 Cucu Sahana Hanafiah, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama, 2009, 67. 13 Ibid . , 73.

14 B. Johnson, Contextual Teaching …, 72.

b. Prinsip Differensiasi Prinsip diferensiasi akan terus menerus menciptakan perbedaan dan keragaman, menghasilkan keragaman yang tak terbatas, keunikan yang tak terbatas, dan penggabungan-penggabungan yang sangat banyak antara entitas-entitas yang berbeda.Secara alami CTL juga memajukan

kreativitas, keragaman, keunikan dan kerjasama. 15 Prinsip ini menekankan bahwa setiap manusia dilahirkan di bumi ini dalam wujud

yang berbeda begitupun peserta didik dengan berbagai karakteristiknya dan wataknya mereka memiliki keunikan masing-masing. Dari keunikan ini akan menumbuhkan keragaman yang perlu dihubungkan untuk saling bekerjasama.

c. Prinsip pengaturan Diri Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini sasaran utama system CTL adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan

pribadinya. 16 Dari prinsip ini seorang pendidik harus berupaya terus menggali potensi peserta didik secara menyeluruh baik dalam hal

akademik, ketampilan (skill) dan pembetukan karakter agar menjadi pribadi yang unggul. Ketiga kemampuan ini dapat dikembangkan

15 Ibid, 79. 16 Ibid, 82.

dengan senantiasa menghubungkan setiap materi pembelajaran dengan kehidupan pribadi peserta didik di lingkungan rumah dan masyarakatnya.

3. Karakteristik CTL

Menurut Wina Sanjaya terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran kontekstual, 17 yaitu :

a) Dalam Contekstual Teaching And Learning pembelajaran adalah proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, yang artinya apa yang sudah dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa,adalah pengetahuan yang utuh yang mempunyai keterkaitan satu sama lain.

b) Pembelajaran kontekstual adalah belajar dengan memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, yang artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.

c) Pemahaman pengetahuan yang artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal akan tetapi untuk difahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

17 Wina Sanjaya, Startegi Pembelajaran Berorientasi, (Jakarta : Kencana, 2009), 163-164.

d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut yang artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat di aplikasikan dalam kehidupan siswa.

e) Melakuakan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. Dari penjabaran diatas dapat dipahami bahwa karakteristik

pembelajaran kontekstual adalah membangun pengetahuan yang sebenarnya sudah dimiliki oleh peserta didik sehingga pengetahuan itu menjadi berhubungan satu sama lainnya dan itu dapat dilakukan dengan cara saling memberikan informasi baru antara peserta didik lainnya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata sehingga membentuk sebuah pembelajaran yang bermakna.

4. Komponen CTL

Menurut Johnson CTL terdiri dari delapan komponen, yaitu (1) membuat keterkaitan yang bermakna, (2) pembelajaran mandiri (3) melakukan pekerjaan yang berarti, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7)

mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian autentik. 18 Sedang menurut Wina Sanjaya sebagai sebuah pendekatan

pembelajaran CTL memiliki 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekata CTL. Asas ini sering juga

18 E. Johnson, Contextual Teaching …, 15.

disebut dengan Komponen pembelajaran 19 yang meliputi: (1) Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan

membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.(2) Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. (3) Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan. (4) Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas,

19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkata Satuan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004), 253.

bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, bekerja dengan masyarakat. (5) Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik. (6) Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya. (7) Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

5. Pendekatan dan Strategi Kontekstual dalam Pembelajaran PAI

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan

PAI mengenai strategi ini. 20 Karena belum menggunakan pendekatan dan strategi yang yang mudah difahami dalam pembelajaran PAI, maka

minat dan motivasi peserta didik terhadap PAI dapat menurun.Karena itu diperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan oleh para guru Pendidikan Agama Islam di dalam kelas secara sederhana.

Hasil penelitian John Dewey dalam Badruzaman yang menjadi dasar pembelajaran kontekstual menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu

maupun kelompok. 21

20 Asmaun Sahlan, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Kontekstual (Malang : Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Malang), 224.

21 Ahmab Badruzaman, Strategi dan Pendekatan dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar Ruuz Media, 2006), 26.

Guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: a) memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa; b) lebih mengaktifkan siswa dan guru; c) mendorong berkembangnya kemampuan baru; d) menimbulkan jalinan kegiatan

belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. 22 Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan

pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual: Pembelajaran berbasis masalah, memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, memberikan aktivitas kelompok, membuat aktivitas belajar mandiri, dan menyusun refleksi.Selanjutnya seorang guru pendidikan agama Islam memahami betul strategi strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas. Strategi pembelajaran PAI kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama

pembelajaran efektif, sebagai berikut; 23

22 Mochamad Jawahir, Teknik dan Strategi Pembelajaran. (Bandung : Cendekia Press, 2005) 41. 23 Sahlan ,Pembelajaran Pendidikan…., 225-226.

Pertama, konstruktivistik (constructivism) yaitu membangun pengetahuan dengan cara sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks terbatas.

Kedua, menemukan (inquiry), yaitu pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri, siklus inquiry adalah observasi (pengalaman), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan menyimpulkan.

Ketiga, bertanya (questioning), yaitu bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memiliki kemampuan berfikir siswa, sedang bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkomformasikan apa yang sudah diketahui dan menyerahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang baru yang didatangkan di kelas.

Keempat, masyarakat belajar (learning community), konsep ini menyarakn agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain Untuk itu guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok -kelompok belajar.

Kelima, pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model (contoh) tentang bagaimana belajar, namun guru bukan satu-satunya Kelima, pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model (contoh) tentang bagaimana belajar, namun guru bukan satu-satunya

Keenam, refleksi (reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan yang kemudian kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.

Ketujuh, penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) adalah proses pengumpulan sebagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Yamin mengatakan bahwa kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara tes hanya merupakan salah satu cara penilaian. Itulah hakikat penilaian yang

sebenarnya. 24 Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pengajaran yang

bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana berikut ini: 25 Pertama, membuat hubungan yang bermakna (making meaningful

24 Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik: Implementasi KTSP & UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008),10-20.

25 Sahlan, Pembelajaran Pendidikan …, 226 – 227.

connections ), yaitu membuat hubungan antara subjek dengan pengalaman atau antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna dan makna ini akan memberi alasan untuk belajar.Kedua, melakukan pekerjaan yang berarti (doing significant), yaitu dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai. Ketiga, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri (self regulated learning) yaitu;

1) siswa belajar melalui tatanan atau cara yang berbeda-beda bukan hanya satu, mereka mempunyai keterkaitan dan talenta (bakat) yang berbeda,

2) membebaskan siswa menggunakan gaya belajar mereka sendiri, memproses dalam cara mereka mengeksplorasi ketertarikan masing- masing dan mengembangkan bakat mereka dengan intelegensi yang beragam sesuai selera mereka, 3) proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam aksi yang bebas, mencakup kadang-kadang satu orang, biasanya satu kelompok. Aksi bebas ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan konteks kehidupan sehari- hari siswa dalam mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini dapat berupa hasil yang terlihat maupun yang tidak. Keempat, bekerjasama (collaborating), yaitu proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam satu kelompok. Dan yang kelima, berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking ).

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

khusus dari pendidikan. 26 Definisi lain menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi dari kurikulum yang menuntut

guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. 27

Dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh seorang pendidik sebagai penyampaian dan peserta didik sebagai penerima sehingga terjadi interaksi antara keduanya dan peserta didik mampu menguasai pelajaran yang disajikan. Atau dengan kata lain pembelajaran adalah kegiatan pendidik secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat peserta didik belajar secara aktif dengan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki agar memperoleh sesuatu yang bermakna dan produktif.

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata

26 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung, Alfabeta, 2003), 61. 27 E. Muyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), 90.

lain pendidikan bukan hanya berlangsung di dalam kelas tetapi berlangsung pula diluar kelas. Secara substansial, pendidikan tidak sebatas

manusia, melainkan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan kepribadian

pengembangan

intelektualitas

manusia. 28 Lebih umum disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan BAB I pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang- kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Selanjutnya, pada ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama

dan mengamalkan ajaran agamanya. 29 Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, sehingga mengimani ajaran agama Islam, diimbangi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan

28 Hasan Basri, Filsafat pendidikan Islam, (Bandung: pustaka setia, Cet. I, 2009), 53. 29 http://riau.kemenag.go.id/file/dokumen/pp55tahun2007.pdf, diakses 6 Mei 2015 pukul 08.00

WIB.

kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan kesatuan bangsa. 30 Majid dan Dian berpendapat bahwa pendidikan agama Islam

merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. 31 Sedangkan menurut Zakiah Darajat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik

agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta

menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 32 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan agama Islam adalah sebuah sistem pendidikan yang mengupayakan terbentuknya akhlak mulia peserta didik serta memiliki kecakapan hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Karena pendidikan agama Islam mencakup dua hal, (a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam, (b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam yang sekaligus menjadi pengetahuan tentang ajaran Islam itu sendiri. Karena pendidikan Islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional, maka di dalamnya terdapat komponen-komponen yang antara

30 Masnur Muslich, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan),(Jakarta : PT Bumi Aksara,Cet III,2008), 3.

31 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004) (Bandung : Cet. III, PT. Remaja Risdakarya, 2006),132.

32 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Cet. VII, PT. Bumi Aksara , 2008),87.

satu dengan lainnya saling memiliki keterkaitan dan hubungan yang tak bisa dipisahkan. Komponen tersebut antara lain, kurikulum, pendidik, sarana dan prasarana pendidikan dan lingkungan belajar. Hal ini sekaligus menjadi faktor pendidikan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan baik pendidikan secara umum maupun pendidikan Islam secara khusus.

Selanjutnya pendidikan baik yang berlangsung secara formal di sekolah maupun berlangsung secara informal di lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam mengenbangkan psikososial peserta didik. Perkembangan psikososial peserta didik atau perkembangan sosial peserta didik adalah proses perkembangan kepribadian peserta didik selaku anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social-self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,

bangsa, dan seterusnya. 33 Seperti dalam proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan moral peserta didik juga selau

berkaitan dengan proses belajar. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat peserta didik yang bersangkutan.

33 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : cet. IV; PT Raja Grapindo Persada, 2003), 37.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama

yang benar maupum mempelajari Islam sebagai pengetahuan. 34 Istilah pembelajaran lebih tepat digunakan karena ia menggambarkan upaya

untuk membangkitkan prakarsa belajar seseorang.

2. Fungsi, Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam di SMA

a. Fungsi Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Zakiah Daradjad berpendapat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa, Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menanamtumbuhkan rasa keimanan yang kuat, kedua, menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia, dan ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah

Allah SWT kepada manusia. 35

34 Ibid. 35 Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995),

Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga.

2) Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional

3) Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI MADRASAH ALIYAH MA’ARIF UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 32

BAB III METODE PENELITIAN - IMPLEMENTASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI MADRASAH ALIYAH MA’ARIF UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 23

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Paparan Data - IMPLEMENTASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI MADRASAH ALIYAH MA’ARIF UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 35

BAB V PEMBAHASAN - IMPLEMENTASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI MADRASAH ALIYAH MA’ARIF UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 29

BAB 1 PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian - STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN MAJEMUK) PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAQ DI MTS NEGERI BANDUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran - STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN MAJEMUK) PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAQ DI MTS NEGERI BANDUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository

0 0 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian - STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN MAJEMUK) PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAQ DI MTS NEGERI BANDUNG TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Desain Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlaq Di MTs Negeri Bandung Tulungagung - STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN M

0 0 67

BAB V PEMBAHASAN A. Desain Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlaq Di MTs Negeri Bandung Tulungagung - STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN MAJEMUK) PADA MATA PELAJAR

0 1 13

Pembelajaran PAI dengan Pendekatan Kontekstual dalam Membentuk Kepribadian Muslim Peserta Didik di SMAN 1 Kedungwaru dan SMAN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung. A. Pendahuluan - PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MEMBE

0 0 18