miskonsepsi guru pada materi notasi sigma, barisan dan deret bilangan

Beberapa Miskonsepsi Guru Matematika SMA Pada Materi Notasi Sigma,
Barisan dan Deret Bilangan
Ditulis oleh Puji Iryanti

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK) Matematika setiap tahun selalu menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan
(Diklat) Guru Pengembang Matematika SMA. Salah satu mata diklat adalah Notasi
Sigma, Barisan dan Deret Bilangan. Penulis sering ditugaskan untuk menjadi fasilitator
mata diklat itu dan salah satu kegiatan peserta pada mata diklat tersebut adalah
menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan notasi sigma, barisan dan deret
bilangan.
Peserta diklat tiap angkatan selalu diberikan soal tentang notasi sigma dan deret
bilangan yang diperlihatkan di bawah ini dan jawaban-jawaban mereka dianalisis.
Hasilnya cukup menarik. Miskonsepsi dalam 2 soal tersebut hampir seragam. Hanya
sedikit peserta diklat yang menjawab dengan benar walaupun taraf kesulitan soal yang
diberikan dikategorikan “sedang, atau cenderung mudah”.
2
Diketahui  i  385 dan

Soal tentang notasi sigma:
10


i 1

 2i  110. Tentukan
10

i 1

 (i  1).
10

2

i 4

Jawaban yang benar adalah 476. Peserta diberi waktu tertentu untuk mengerjakan.
Jawaban para peserta ternyata sangat beragam dan ini terjadi pada setiap angkatan
diklat. Jawaban para peserta dituliskan di papan tulis dan belum langsung dinyatakan
salah atau benar. Hanya sekitar 25% peserta dari setiap angkatan yang menjawab
dengan benar. Sisanya menjawab beragam, antara lain 469, 470, 484 dan 505.

Beberapa peserta yang mewakili jawaban yang berbeda diundang untuk menuliskan
penyelesaian mereka. Peserta lain diminta untuk menganalisis apakah langkah-langkah
jawaban yang dituliskan sudah benar menurut sifat-sifat notasi sigma.
Berikut ini adalah beberapa model jawaban peserta yang paling banyak.

 (i  1) 2   (i  1) 2   (i  1) 2
3

10

10

-

i 4

 (i 2  2i  1)   (i 2  2i  1)
i 1

=


i 1

10

3

i 1

i 1

 i   2i  1   i   2i  1
10

=

10

10


3

i 1

3

3

i 1

i 1

2

2

i 1

i 1


i 1

1

Tidak memahami

= 385 + 110 + 1− (12 + 22 + 32) – (2 + 4 + 6) – 1
= 496 – 14 – 12 – 1
= 469

-

konsep bahwa

=3

 (i  1) 2   i 2   2i  1
10

10


10

10

i 4

i 4

i 4

i 4

2
2
2
2
=  i  (1  2  3 )   2i  {2(1)  2(2)  2(3)}  1
10


10

Tidak memahami

i 1

i 1

konsep bahwa

= 385 – 14 + 110 – 12 +1
= 470

Dari 2 model jawaban tersebut dapat dianalisis ternyata sebagian besar guru
mengalami miskonsepsi untuk 1 = n. Dalam persepsi mereka
n

k 1

1 = 1 tidak perduli

n

k 1

batas atasnya berapapun.

Soal yang berikutnya adalah tentang deret aritmetika.
Seorang ayah memberikan uang saku harian yang berbeda-beda kepada lima
anaknya. Uang saku seorang adik kurang Rp 1.000,00 dibandingkan dengan
uang saku yang diterima kakak tepat di atasnya. Jika setiap hari ayah itu
mengeluarkan Rp 17.500,00 untuk uang saku semua anaknya, berapakah uang
saku harian anak ke-4?
Jawaban dari soal ini adalah Rp 2.500,00. Proses sama seperti di atas, peserta diberi
waktu untuk menjawab kemudian ditanyakan jawaban akhir mereka. Jawaban ditulis di
papan tanpa dinyatakan benar atau salah terlebih dahulu. Jawaban mereka bervariasi
antara lain Rp 2.500,00, Rp 3.500,00 dan Rp 4.500,00. Banyak peserta yang menjawab
benar hanya sekitar 25%. Kebanyakan dari mereka menjawab Rp 4.500,00.
Kebanyakan para peserta memodelkan masalah ini sebagai deret aritmetika dengan
memisalkan:
a1 adalah uang saku anak pertama, a2 adalah uang saku anak kedua, dan

seterusnya. Oleh karena itu jumlah uang saku dapat dinyatakan dalam
persamaan:
S5 = a 1 + a 2 + a 3 + a 4 + a 5
2

=3

 17500 = a1 + (a1 +1000) + (a1 +2000) + (a1 +3000) + (a1 +4000)

 17500 = 5 a1 +10000

menganggap deret
selalu naik

 5 a1 = 17500
a1 = 1500

a4 = a1 +3000 = 1500 +3000 = 4500
Jadi, uang saku anak ke-empat adalah Rp 4.500,00


Sesungguhnya deret yang benar adalah deret turun karena jelas anak pertama akan
memperoleh uang saku yang paling besar dan anak ke-5 mendapat uang saku yang
paling kecil. Dengan demikian a1 = 1500 pada penyelesaian di atas sebenarnya adalah
nilai a5 atau besarnya uang saku untuk anak ke-5. Jadi, uang saku anak ke-4 adalah Rp
2.500,00.
Dua soal ini selalu dicobakan kepada peserta diklat dan miskonsep yang terjadi selalu
hampir sama. Untuk soal tentang notasi sigma ternyata kebanyakan guru menganggap

1 = 1 karena mereka mengatakan
n

k 1

1
n

k 1

tidak memuat variabel jadi tidak ada


penjumlahan variabel sampai batas atas n. Untuk soal yang kedua, ternyata
kebanyakan guru berasumsi bahwa deret selalu naik.
Dengan diungkapkannya hasil “penelitian kecil” di atas, diharapkan para guru
Matematika SMA tidak memiliki miskonsepsi dan semakin menguasai konsep-konsep
dalam notasi sigma dan deret.

3