Nilai Giri Dan Ninjou Dalam Komik Happy Cafe Karya Kou Matsuzuki

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU
MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK

2.1

Defenisi Komik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar

(di majalah surat kabar,atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan
lucu. Menurut Scott McCloud dalam buku Understanding Comics bahwa komik
merupakangambar-gambar dan lambang-lambang lain yang tersusun dalam urutan
tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari
pembaca (McCloud, 2002:9).Hampir seluruh teks komik tersusun dari hubungan
antara gambar atau lambang visual dan kata-kata atau lambang verbal. Gambar
dalam komik merupakan gambar-gambar statis yang berurutan yang saling
berkaitan satu dengan yang lain yang membentuk sebuah cerita dan merupakan
sarana komunikasi yang unggul. Sedangkan, fungsi kata-kata dalam komik adalah
untuk menjelaskan, melengkapi, dan memperdalam penyampaian gambar dan teks
secara keseluruhan.Kata-kata biasanya ditampilkan dalam gelembung-gelembung
atau balon-balon yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga serasi dengan

gambar-gambar.Balon-balon teks itu dapat berupa ujaran atau pikiran dan
perasaan tokoh (teks gelembung bicara dan gelembung pikiran), namun dapat juga
berisi deskripsi singkat tentang sesuatu.Gelembung-gelembung kata dan katakatanya biasanya juga dikreasikan dengan berbagai model sehingga tampak lebih
kreatif dan menarik serta untuk menirukan bunyi-bunyi nonverbal.komik pun

14
Universitas Sumatera Utara

dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan cerita,
pesan, dan bahkan sampai pada hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun.
Di Jepang, komik disebut dengan “manga”, perkembangan manga di
Jepang sangatlah pesat, popularitas komik Jepang ini bahkan telah mendunia. Di
Jepang komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.Misalnya
ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar
jutaan dan komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak lakilaki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP.
Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan
untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga
majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu
Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira 20-30 tahun
dan ada juga komik dewasa umum, yaitu komik yang diterbitkan khusus dewasa,

dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk
membelinya.
Kebanyakan komik yang memiliki popularitas tinggi dijadikan anime (film
animasi) yang mengangkat cerita dan tokoh dari komik tersebut, sehingga
meningkatkan penjualan dan promosi kepada masyarakat, antara lain seperti
Doraemon, Crayon Shinchan, Black Butler, Naruto, dan lain-lain.

2.2

Latar ( Setting) KomikHappy Cafe

15
Universitas Sumatera Utara

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta
suasana yang terjadi dalam cerita novel.Latar berfungsi sebagai pendukung dan
memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana
tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran
situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang
dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000 : 68)

Latar membantu kejelasan jalan cerita, Menurut Abrams dalam Zainuddin
(2001 : 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1.

Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama
yang jelas.
Komik Happy Café ini mengangkat kehidupan seorang remaja SMA yang
bekerja part-time di sebuah kafe, sehingga komik ini memiliki latar tempatdi kafe
Bonheur, sekolah dan apartemen tempat tinggal.

2.

Latar Waktu
Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari,

tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita

tersebut.Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu
diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan ceritanya itu sendiri.

16
Universitas Sumatera Utara

Komik ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan anak
SMA yang bekerja part-time di jepang pada zaman modern, yaitu ketika tokoh
utama Takamura Urubekerja di kafe Bonheur mulai dari musim dingin sewaktu
dia kelas 2 SMA.

3.

Latar Sosial
Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan denganperilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalamkarya fiksi
maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapatberupa kebiasaan
hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,cara berpikir dan
bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial jugaberhubungan dengan status sosial

tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,menengah atau tinggi.Dalam komik ini
pengarang banyak menampilkankehidupan sosial masyarakat muda di Jepang
khususnya siswa SMA yang bekerja part-time di kafe dan restoran. Awalnya
dalam bekerja part-timemereka merasa canggung antara satu sama lain, hal ini di
akibatkan karena kurangnya interaksi sosial di antara mereka. Namun seiring
berjalannya waktu mereka menjadi kompak karena adanya kerja sama dan
penyesuaian diri sewaktu bekerja.

2.3

Studi Moral dan SemiotikSastra

2.3.1 Studi Moral
Kata moral berasal dari bahasa latinMores. Mores berasal dari kata mos
yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan.Moral dengan demikian dapat
diartikan ajaran kesusilaan. Menurut Suseno (1989: 2-3) moral adalah suatu

17
Universitas Sumatera Utara


pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan
etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan
kehidupannya. Pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain :
melalui perbuatan, kata-kata yang secara langsung diungkapkan, khayalan, dan
lain-lain.
Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika.
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti
kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Reminisere (2011:18),
terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan
kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran
tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut
memberikan penilaian etis atau moral.
Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan
aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia.


18
Universitas Sumatera Utara

2.3.1.1 Prinsip-Prinsip Dasar Moral
1.

Prinsip Sikap Baik
Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa

saja adalah sikap positif dan baik yaitu bahwa kita harus mengusahakan akibatakibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk mencegah akibat-akibat
buruk dari tindakan kita dan tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini
mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti
yang amat besar bagi kehidupan manusia.Sebagai prinsip dasar etika, prinsip
sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat
konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya,
kecuali ada khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif,
dengan menghendaki yang baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan
baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan

baik terhadapnya.Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak
hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui,
membenarkan,

mendukung,

membela,

membiarkan,

dan

menunjang

perkembangannya (Suseno, 1989:131).
Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada
apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu
pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masingmasing baik bagi yang bersangkutan.

19

Universitas Sumatera Utara

2.

Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa

saja.Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak
hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan
cinta kasih.Kemampuan hati kita juga terbatas.Maka secara logis dibutuhkan
prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi.
Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan
apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya
sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang
sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132).
Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan
yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan
untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan,
termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang.


3.

Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan

diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.Prinsip ini berdasarkan
paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang
memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133).
Prinsip ini mempunyai dua arah.Pertama, dituntut agar kita tidak
membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak
wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlukan demikian jangan

20
Universitas Sumatera Utara

membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita
mempunyai harga diri. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.
Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa
kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar terhadap

dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada
orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk
yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan
tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3.1.2 Sikap-Sikap Kepribadian Moral
1.

Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah

kejujuran.Tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita
belum berani menjadi diri kita sendiri.Tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan
itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang
tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa
yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain. Tanpa kejujuran, keutamaan
moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi
tanpa kejujuran, adalah kemunafikan.
Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti
dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud
bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau
bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita,

21
Universitas Sumatera Utara

melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri,
sesuai dengan keyakinan kita.
Selanjutnya, orang yang jujur harus memperlakukan orang lain menurut
standart-standart yang diharapkannya akan dipergunakan orang lain terhadap
dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang
diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk
menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau
keyakinannya.

2.

Nilai-Nilai Otentik
Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri.“Otentik” berarti asli.Manusia

otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.

3.

Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam

kesediaan untuk bertanggung jawab.Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya.
Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut
pengorbanan atau kurang menguntungkan bagi kita. Tugas itu bukan sekedar
masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan
kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang dimulai
sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.

22
Universitas Sumatera Utara

Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak
melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu selesai. Wawasan orang yang
bersedia untuk bertanggung jawab secara tidak terbatas.Ia tidak membatasi
perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa
bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia bersedia untuk mengarahkan tenaga
dan kemampuan ketika ia ditentang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap
positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146). Dan lagi, kesediaan untuk
bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan,
pertanggung jawaban atas tindakan, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan.
Ia tidak pernah akan melempar tanggung jawab atas suatu kesalahan yang
dilakukannya terhadap orang lain. Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah
tanda kekuatan batin yang sudah matang.

4.

Kemandirian Moral
Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan

berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu
membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral
yang kita yakini.
Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin
untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya.
Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa
kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu

23
Universitas Sumatera Utara

melanggar keadilan. Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan
untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

5.

Keberanian Moral
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan

sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara
aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur
dari tugas dan tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela,
ditentang atau di ancam oleh banyak orang.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan
diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147)
Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang kuat,
yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara moral
akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan
sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani, dalam arti ia semakin
dapat mengatasi perasaan takut dan malu.

6.

Kerendahan Hati
Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah

kerendahan hati.Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya.Kerendahan hati adalah kekuatan
batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148).Orang
yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga melihat
kekuatannya.

24
Universitas Sumatera Utara

Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar
akan keterbatasan “kebaikan” kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan
kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita
benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat
lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral.Tanpa
kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela
memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani
membuka diri.
Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar,
apabila benar-benar diberikan perlawanan.Orang yang rendah hati tidak merasa
bahwa dirinya terlalu penting.

2.3.2 Semiotik Sastra
Semiotik berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda.Semiotik
(Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa
fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam
pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa
manfaatnya terhadap kehidupan manusia.
Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda
manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.Sebagai ilmu, semiotika
berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam
kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal.Penelitian menggunakan

25
Universitas Sumatera Utara

teori juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra dengan pembaca.Tanda yang
dapat pada karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan
pembaca.Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara
pengarang dengan pembacanya. Jika pengarang dalam merefleksikan karya
menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka
karya tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan
pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit
dipahami. Pada saat menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul
makna baru.
Menurut Preminger dalam Pradopo (2001:73) bahwa penerangan itu
memandang bahwa studi sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem
tanda-tanda. Oleh karena itu penelitian harus menentukan konvensi-konvensi apa
yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.Dalam menganalisis karya
sastra, peneliti harus menganalisis tanda itu dan menentukan konvensi apa yang
memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda yang menunjukkan sastra itu
mempunyai makna.

2.4

Konsep Giri dan Ninjou serta Aplikasinya dalam Kehidupan
Masyarakat Jepang

2.4.1 Giri
Kata girimempunyai bermacam-macam arti. Dilihat dari huruf kanjinya
( 義 理 ) giriterdiri dari dua karakter kanji yaitu gi ( 義 ) yang memiliki arti
“keadilan”, “kewajiban”, atau “perasaan terhormat”, dan ri (理) yang memiliki
arti “logika”, atau “teori”. Apabila digabungkan kata giriberarti rasa tanggung

26
Universitas Sumatera Utara

jawab atau kehormatan, atau hutang budi.Girilebih menekankan kepada hutang
budi seseorang terhadap orang lain. Hutang budi yang dimaksud adalah jika
seseorang telah menerima sesuatu kebaikan dari orang lain, maka ia harus
membalas kebaikan itu dengan memberikan kebaikan kepadanya. Kebaikan yang
akan dibalas bisa dalam bentuk jasa, materi, atau bahkan harga diri dan
sebagainya.
Girimenurut Ruth Benedict (1982:125) adalah utang-utang yang wajib
dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada
batas waktunya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan pembayaran ini, maka
girimenjadi begitu mengikat orang Jepang sehingga pemberian dengan resiko
giriini biasanya sedapat mungkin dihindari oleh orang Jepang.Dalam hal ini,
apabila pembayaran ditangguhkan melewati jatuh temponya, maka utang
bertambah besar seakan-akan terkena bunga.
Giripada dasarnya, dirasakan sebagai beban yang berat bagi orang Jepang,
maksudnya girimerupakan suatu tindakan yang terpaksa harus dikerjakannya atau
dilakukannya karena ia telah menerima bantuan orang lain. Ruth Benedict
(1982:125) menjelaskan bahwa giriberdasarkan tujuan kepada siapa akan
diberikan balasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Giriterhadap dunia
Yaitu kewajiban seseorang untuk membayar hutang budi kepada orang
lain, meliputi kewajiban terhadap tuan pelindung, kewajiban terhadap sanak
keluarga, kewajiban terhadap orang-orang yang bukan keluarga karena kebaikan

27
Universitas Sumatera Utara

yang diterima oleh mereka misalnya hadiah atau uang, kewajiban terhadap
keluarga tidak begitu dekat, seperti paman, bibi dan kemanakan.
Giriterhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali
kebaikan-kebaikan.Secara umum, girikepada dunia dapat digambarkan dalam
hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Pernikahan di Jepang merupakan
kontrak antara dua keluarga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kontrak
tersebut terhadap keluarga mertua selama hidup seseorang adalah ‘bekerja untuk
giri’ sehingga bagi seorang istri yang tinggal dengan mertuanya maka hal tersebut
dirasakan paling berat. Di Jepang sendiri ada istilah bagi keluarga mertua, yaitu
“bapak giri” untuk sebutan bagi bapak mertua, dan “ibu giri” bagi ibu mertua
(Benedict, 1982:141).Dalam hal ini semakin kaya keluarga suami, maka semakin
besar pula pelayanan yang harus diberikan istri kepada keluarga suami dalam
membalas budi.

2. Giriterhadap nama
Yaitu kewajiban seseorang untuk membersihkan reputasinya dari
penghinaan, atau tuduhan atas kegagalannya, kewajiban seseorang untuk tidak
menunjukkan

atau

mengakui

kegagalan

atau

ketidaktahuannya

dalam

melaksanakan jabatannya.Kewajiban untuk mengindahkan sopan santun Jepang,
misalnya mengekang emosi.
Giriterhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar
reputasinya tidak ternoda. Giriterhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan
yang menghilangkan noda yang telah mengotori nama seseorang dan itu harus
dihilangkan.

28
Universitas Sumatera Utara

Giriterhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai
kedudukan atau tempatnya di dalam bermasyarakat. Jika ada orang gagal dalam
giri tersebut maka ia tidak berhak untuk menghormati dirinya sendiri. Dapat
dikatakan bahwa konsep harga diri orang Jepang, merupakan salah satu
manifestasi dari giriterhadap nama. Giriini banyak mencakup tingkah laku yang
tenang dan terkendali. Orang Jepang berusaha untuk tidak memperlihatkan
perasaan, pengendalian diri yang diharuskan dari seorang Jepang yang
mempunyai hal ini merupakan bagian dari giriterhadap nama. Sebagai contoh,
ketika terjadi gempa maka orang Jepang yang mempunyai harga diri ia tidak akan
sibuk atau panik, tetapi ia akan berusaha membereskan barang-barang miliknya
dengan sikap yang tenang.
Benedict

(1982:141-147)

mengemukakan

bahwa

membayar

giri

seharusnya keluar dari hati dan tidak dinodai dengan ketidaksenangan. Tapi pada
kenyataannya, seringkali pemenuhan kewajiban giridipenuhi rasa ketidaksenangan
dan keterpaksaan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Namun orang Jepang
akan tetap melakukan girisekalipun itu bertentangan dengan keinginannya, karena
jika tidak melakukannya, maka ia akan dicap sebagai orang yang tidak tahu
giridan merasa malu dengan masyarakat.
Orang Jepang menganggap gagal orang yang tidak membayar kembali
giriyang diterimanya, sehingga dengan kata lain orang Jepang harus membayar
kembali setiap perbuatan baik, pemberian, atau janji-janjinya kepada orang lain.
Pada umumnya nilai pengembalian girisama dengan apa yang telah diterima
sebelumnya, tapi terkadang nilai pengembalian giri bisa menjadi lebih besar jika

29
Universitas Sumatera Utara

waktu pengembalian giri dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan selain itu
juga memberikan penghormatan kepada pemberi sebelumnya

2.4.2 Ninjou
Ninjouterdiri dari dua karakter kanji yaitu nin( 人 ) yang memiliki arti
“orang” atau “manusia”. Dan jou(情) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”,
“cinta

kasih”.Sehingga

ninjou(





)

berarti

kebaikan

hati

manusia.Ninjouinitimbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan
kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan.
Ninjousecara umum merupakan perasaan manusia yang merupakan
perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba
hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan
anaknya atau antara kekasihnya. Ninjouini berlaku bagi setiap orang dalam semua
hubungan di berbagai lingkup kehidupan, baik antara ayah dan anaknya,
hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antarsesama.
Ninjoumerupakan perasaan yang muncul tanpa adanya maksud tertentu
dan memperlihatkan adanya ketulusan dari hati manusia itu sendiri.Semua orang
di belahan bumi mana pun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja
yang berbeda.Di Jepang perasaan manusiawi tersebut disebut dengan ninjou.

30
Universitas Sumatera Utara

2.5

Biografi Pengarang
Kou Matsuzuki lahir pada tanggal 3 Oktober, dan tinggal di perfektur

Aichi di Jepang.Beliau berprofesi sebagai mangaka (kartunis).Beliau mulai aktif
membuat komik semenjak tahun 2003 dan masih berlangsung hingga
sekarang.Komik beliau yang pertama kali dijadikan buku adalah Happy Café,
komik ini pertama kali dirilis tanggal 20 Desember 2004, dan berakhir pada tahun
2009. Komik ini menjadi salah satu komik terlaris di Jepang dan telah diadaptasi
ke dalam anime. Kou Matsuzuki tidak banyak menceritakan tentang kehidupan
pribadinya. Selain menulis komik Happy Café, Kou Matsuzuki juga membuat
beberapa seri komik lainnya di majalah Hana To Yume seperti Hana to Ageha,
Summer, Ouji to Majou to Himegimi to, Ahiru Kakumei, Gokujou Sweet, Happy
Honey, Orenji Tenshi, and Ramune Bannouyaku.

31
Universitas Sumatera Utara