Nilai Giri Dan Ninjou Dalam Komik Happy Cafe Karya Kou Matsuzuki

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo.

Atar Semi, M. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni, diterjemahka n oleh Pramudji. Jakarta: Sinar Harapan

Firdaus, Zulfahnur Z.1986. Analisis dan Rangkuman Bacaan Sastra. Jakarta: Universitas Terbuka, Debdikbud.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.

Matsuzuki, Kou. 2009. Happy Café. Jakarta: PT Gramedia. 2011. Happy Café. Jakarta: PT Gramedia. Nazir, M.1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Perkenalan Awal

Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.

Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan kepada

Keshogunan dalam Zaman Edo (1603-1868) di Jepang. Medan: USU Press.

Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat

Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Suryohadiprojo, Suyadiman. 1982. Karakteristik Bangsa Jepang. Jakarta: UI PRESS


(2)

http://gumerlap.blogspot.com


(3)

BAB III

NILAI GIRI DAN NINJOU DALAM KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI

3.1 Sinopsis Cerita Komik Happy Café Karya Kou Matsuzuki

Komik Happy Café karya Kou Matsuzuki bercerita tentang Takamura Uru, seorang siswi SMA yang memiliki tenaga yang kuat, ceria, dan baik hati. Dia mencari pekerjaan sambilan di sebuah café yang menarik bernama Bonheur, alasan Uru untuk bekerja adalah dia ingin hidup mandiri jauh dari orangtuanya yang baru saja menikah, karena dia tidak sengaja mendengar percakapan kolega ayah tirinya yang berkata bahwa memiliki anak tiri tersebut sangat membebani. Uru yang salah paham mengira ayah tirinya terbeban karena dirinya akhirnya meminta tinggal sendiri di sebuah apartemen terpisah agar dia tidak merepotkan orangtuanya, dan ketika dia berjalan-jalan Uru yang sedih melihat Café Bonheur dan senyuman orang-orang yang keluar dari café tersebut, karena dia merasa terhibur dengan kebahagiaan orang lain akhirnya dia memutuskan untuk bekerja di café tersebut untuk membuat bahagia orang-orang yang ditemuinya.

Kemudian Uru datang ke café tersebut untuk mengikuti wawancara pada pukul 8 pagi, namun dia melihat pintu café tersebut tertutup, ketika dia mencoba untuk membukanya, dia tidak sengaja merusakkan pintu tersebut, dan bertemu Shindou Satsuki, pattisiere (ahli pembuat kue dan roti) yang dingin dan ketus dan Nishikawa Ichirou yang tertidur di lantai yang disangka Uru adalah orang mati, dan terbangun ketika mulutnya dimasukkan makanan. Uru yangbertubuh


(4)

kecildisangka anak SD dan dimarahi karena telah merusakkan pintu, ketika dia menjelaskan maksudnya untuk wawancara, ternyata di café tersebut tidak ada lowongan pekerjaan, namun Uru bersikeras untuk bekerja disitu, walaupun tidak digaji, dan akhirnya Uru diberi pekerjaan sementara. Awalnya Uru merasa aneh dengan kedua rekan kerjanya tersebut karena Shindou adalah orang yang menyeramkan dan tidak mau tersenyum, sedangkan Ichirou adalah orang aneh yang langsung jatuh tertidur ketika lapar serta memiliki ekspresi yang sangat datar, namun mereka dengan tulus bekerja dan melayani pelanggan yang datang. Uru yang ceria akhirnya melayani tamu yang datang ke café tersebut dengan tulus dan ramah. Hal ini membuat akhirnya dia diterima sebagai pegawai di café tersebut.

Sepulang bekerja, ternyata Uru kembali ke café yang sudah tutup dan melihat ada pencuri yang berusaha mencuri kotak uang, Uru yang tidak rela hasil kerja keras teman-temannya diambil pencuri dengan berani merebut kotak uang tersebut, kemudian Shindou datang membantu Uru, setelah mereka berhasil mengusir pencuri, Shindou yang tahu masalah Uru dengan ayahnya akhirnya menasehati Uru untuk berbaikan dengan ayah tirinya, mendengar hal itu Uru tersadar. Di perjalanan pulang kemudian dia menelepon orang tuanya dan menjelaskan kesalahpahaman tersebut.Setelah Uru pulang ke rumah, dia ingin berkenalan dengan tetangga barunya, dan ternyata tetangganya adalah Shindou Satsuki.

Pada suatu hari sewaktu Cafe Bonheur sedang mengadakan event

Strawberry Fair datang seorang anak perempuan yang bernama Sakura sangat menyukai cake strawberry ingin membeli sebuah shortcake strawberry namun


(5)

ternyata kue tersebut beserta strawberry telah habis terjual, dan yang tertinggal hanya coklat rasa strawberry.Melihat Sakura yang kecewa akhirnya Shindou membuat kue cheesecake dengan sirup strawberry dan coklat strawberry dan memberikannya pada Sakura, dan Sakura sangat senang menerima kue tersebut.Karena Sakura sering menceritakan orang-orang di Café Bonheur kepada kedua orang kakak lelakinya Kashiwa dan Sou Abekawa membuat mereka cemburu kepada orang-orang di café tersebut.Sampai akhirnya mereka menantang Shindou untuk bertanding penjualan kue dengan toko kue tradisional mereka sewaktu festival.Sebelum pertandingan ternyata tangan Sindou terkilir sewaktu menyelamatkan Uru yang terjatuh, namun Shindou menyembunyikannya dari Abekawa bersaudaraagar tidak ketahuan, sebagai gantinya Uru dan Ichirou yang menggantikannya dalam menjual kue.

Ada seorang kakek yang ingin membeli kue, namun karena dia tidak bisa makan kue yang manis akhirnya dia tidak membeli kue tersebut. Shindou kemudian menarik Abekawa Kashiwa untuk membantunya membuat kue dengan perpaduan kue modern dengan rasa yang tradisional yaitu cake matcha (teh hijau). Kue tersebut diberikannya kepada kakek yang tidak menyukai kue manis tersebut, dan kakek tersebut sangat senang. Melihat ketulusan hati Shindou dalam melayani pelanggan, membuat Abekawa Bersaudara sadar, dan berteman dengan semua pegawai toko Bonheur.Banyak peristiwa yang dialami Uru, Shindou dan Ichirou yang membuat mereka mengenal banyak orang, berkonflik bahkan bersahabat dengan mereka.Hal ini kemudian mendewasakan mereka.

Nishikawa Ichirou anak kelas tiga SMA yang bekerja sambilan di café tersebut memiliki kebiasaan yang unik yaitu akan langsung jatuh tertidur ketika


(6)

dia kehabisan makanan di mulutnya. Dulu dia adalah anak yang normal, sewaktu dia TK kedua orangtuanya sangat sibuk bekerja dan jarang untuk makan bersama dengan dirinya.Ichirou kemudian memutuskan untuk begadang menunggu orang tuanya selesai pulang kerja untuk makan bersama, orang tuanya yang iseng pun sengaja menyuapkan makanan untuk membangunkan Ichirou dan hal ini menjadi sebuah kebiasaan yang aneh Ichirou.Ichirou menyukai Uru dan suka menggoda dan memeluk uru, tapi karena Uru agak telmi, dia tidak menyadari perasaan Ichirou padanya.Namun ketika Ichirou tahu kalau Uru menyukai Shindou, Ichirou membantu Uru untuk memberanikan diri menyatakan rasa sukanya pada Shindou.

Shindou Satsuki seorang pattisiere yang ahli, dijuluki pria dingin bertopeng besi, karena dia tidak mau bersosialisasi dan membukakan dirinya pada orang lain. Sewaktu berumur lima tahun Shindou ditinggalkan ibu kandungnya dan akhirnya diangkat anak oleh manajer pemilik café, Matsumoto Nankichi, walaupun ayah angkatnya sangat menyayangi dia namun Shidou masih saja susah bersosialisasi. Bagi Shindou kata “ibu” adalah sesuatu yang tabu dan sangat menakutkan, sampai akhirnya Uru memberikan dia kekuatan untuk berani bertemu ibu kandungnya, dia mendengarkan alasan kenapa ibunya meninggalkan dia dan akhirnya berbaikan dengan ibunya. Shindou yang menyadari bahwa dirinya jatuh cinta kepada Uru, kemudian mulai mendekati Uru yang telmi mengenai perasaan, tapi ketika Uru menyadari bahwa dia jatuh cinta kepada Shindou, dia diberitahu bahwa Shindou akan pergi ke Perancis untuk belajar membuat kue selama tiga tahun di sana. Kemudian Uru mengejar Shindou yang sedang dalam perjalanan pergi, dan tidak sengaja bertemu ketika Uru bertubrukan


(7)

dengan Shindou.Akhirnya Uru menyatakan perasaanya dan berjanji menunggu Shindou.Setelah tiga tahun akhirnya mereka bertemu kembali.

Dalam komik ini banyak ditemukan nilai moral, diantaranya nilai moral keberanian, kemandirian, giri dan ninjou.

1. Nilai moral kemandirian ditunjukkan di kisah 1 buku I, yaitu ketika Uru memutuskan untuk hidup berpisah dengan orangtuanya dan tinggal di apartemen. Diceritakan dia belajar hidup mandiri selama dia hidup terpisah, yaitu belajar memasak, belanja,bahkan juga bekerja sambilan di café.

2. Nilai moral keberanian, yaitu ketika Uru yang merupakan seorang wanita berani melawan pencuri yang ingin mencuri uang hasil kerja keras mereka karena Uru menyadari betapa tulusnya pekerjaan Shindou dan Ichirou, dan dia tidak rela hasil tersebut direbut pencuri sehingga dia melindunginya mati-matian.

Masih banyak lagi cerita yang menunjukkan nilai moral komik ini, namun penulis hanya memilih beberapa cerita untuk menunjukan nilai moral yng ada dalam komik tersebut karena penulis memfokuskan pada nilai giri dan ninjou.

3.2 Nilai Giri dan Ninjou dalam Komik Happy Café Karya Kou Matsuzuki

Untuk mengetahui nilai-nilai giri dan ninjou yang terkandung dalam komik Happy Cafe karya Matsuzuki Kou maka penulis akan menganalisis beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai-nilai tersebut:


(8)

3.2.1 Giri

Sebagaimana telah dikemukakan Ruth Benedict sebelumnya, bahwa giri adalah hutang budi seseorang kepada orang lain yang harus dibayar. Hutang budi itu bukan hanya anak terhadap orang tuanya, namun meliputi seluruh perbuatan yang telah diterima dari orang lain, sehingga perbuatan tersebut harus dibayar dalam jangka waktu tertentu. Nilai moral giri tersebut dapat dilihat dari :

Cuplikan I

(Buku 3 kisah 16, hal 168-169)

Uru: “Ya? Jangan-jangan kamu tersesat,”

Katou: “Ah…i…iya…

Uru: “ Sudah kuduga” (berbicara dalam hati)

“Kau mau kemana?Kalau aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”

Katou: “A…Anu… ke Nishimachi.”

Uru: “ Dari sini kamu bisa sampai ke Nishimachi dengan sekitar 15 menit naik Bus. Kalau kamu jalan sedikit lagi, nanti ada halte bis dari sana, kamu bisa…”

“…?”

Ichirou: “Hei, bocah. Masuk dan minumlah air buatanku.”


(9)

Ichirou: “Iya… Nah, Ayo”

(Hal 173)

Uru: “Kok nangis siih!! Kenapa?” (berbicara dalam hati)

“Ma… ma…maaaaaaf!!Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaanmu?”

Katou: “Bu… bukan…Aku bukan lagi disuruh ibu.Aku ingin ke Nishimachi.Tapi aku tersesat waktu naik bis. Uang yang kutabung untuk pergi ke nishimachi hilang semua…”

(Hal 183-184)

Katou: “ Aku ingin pergi ke Nishimachi. Tolong beritahu aku jalan ke sana!”

Ichirou: “Nih. Ini peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”

Shindou: “Ichirou.untuk sampai ke Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?”

Ichirou: “Sudah cukup, kok.”

Shindou: “Hei, bocah! Keluargamu ada 4 orang, ya?

Katou: “Eh… iya…”

Shindou: “Takamura!


(10)

Shindou: “Siapkan 4 potong menu spesial kita hari ini untuk dibawa pulang. Tolong, ya”

Uru: “Iya!”

Katou: “Aku pasti mengembalikan uangnya, sekalian membayar harga cake-nya!!”

Ichirou: “Sudahlah. Nggak apa-apa.

( Buku 11 kisah 57, hal 70-73)

Katou: “Selamat Siang..! a.. anu…”

Uru: “Anu… Lihat… Ichirou-kun… itu..kan… Anak berkacamata yang waktu itu tersesat.Wah, lama enggak ketemu ya.”

Manajer: “Eh, semuanya kenal ya?”

Uru: “Waktu manajer sedang enggak ada, anak ini tersesat sampai kesini.”

Manajer: “Waktu aku enggak ada, kalianenggak Cuma mendapat pelanggan tapi juga merebut hati anak yang tersesat? Aku bahagia sekali!!”

Shindou: “Waktu itu kamu berhasil pergi ke rumah ibumu tanpa tersesat?”

Katou: “Ah! Iya! Aku baik-baik saja!” Shindou: “ Oh, begitu…syukurlah.”


(11)

ada uang 2000 yen.Anu, sisanya yang masih kurang akan kubayar nanti.”

Shindou: “Uang ini..”

(Katou menyerahkan amplop uang kepada Shindou)

Katou: “Tidak apa-apa kok.

Uang ini aku kumpulkan dari uang jajanku.Karena perlu waktu lama untuk mengumpulkannya aku baru bisa datang sekarang.”

Shindou: “..Iya, uangnya aku terima.” Anu... terima kasih banyak!”

Giriterlihat pada cerita ini yaitu di dalam buku 3, ketika Uru, Ichirou, dan Sindou membantu Katou yang kehilangan uangnya dan tersesat di depan Café Bonheur. Mereka memberikan kebaikan dengan memberikan uang, kue, dan petunjuk arah.Hal ini membuat Katou sangat berterimakasih dan berhutang budi kepada mereka, dalam hal ini, Katou menanggung giri terhadap mereka. Sehingga dalam buku 11, dia kembali dan berusaha untuk membalas giri yang telah diterimanya dengan berusaha kembali membayar uang yang telah diberikan kepadanya, hal ini dapat dilihat dari kalimat: “ Anu…aku mau mengembalikan uang yang kupinjam waktu itu. Uang pembayaran kuenya juga… Di dalamnya ada uang 2000 yen. Anu, sisanya yang masih kurang akan kubayar nanti.”.Untuk membayar giri tersebut dia membutuhkan waktu yang agak lama dikarenakan dia berusaha untuk membayarnya dengan uang yang dikumpulkan sendiri. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan: Uang ini aku kumpulkan dari uang jajanku. Karena perlu waktu lama untuk mengumpulkannya aku baru bisa datang


(12)

sekarang.Perilaku dan perkataan Katou dalam kisah ini menunjukkan bahwa dia menanggung giri terhadap dunia, sesuai dengan konsep giri yang dikemukakan Ruth Benendict (1982:125) bahwa giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali kebaikan-kebaikan, maka Katou berusaha untuk membayar kembalikebaikan yang diterimanya kepada penolongnya, walaupun penolongnya tidak mengharapkannya kembali.

Cuplikan II

(Buku 10 kisah 51, hal 117)

Direktur Sakuraba: “Riset untuk mencari kue buat honey tercinta, ya?

Uru: “Ho..Honey?!”

Direktur Sakuraba: “Wah, salah, ya?”

Uru: “Iya…Aku sedang mencari kue baru di tempat kerjaku.”

Direktur Sakuraba: “Kue baru? Kamu sepertinya masih muda.Apa kamu ini patissier?”

Uru: “Ah, bukan! Aku masih SMU.Aku cuma kerja sambilan di kafe.”

“Orang ini… sikap dan kata-katanya tidak seperti orang Jepang… Bilang ‘Honey segala’.” (Berbicara dalam hati)


(13)

Direktur Sakuraba: “Ini, untukmu.”

Uru: “Eh? …ini…”

Direktur Sakuraba: “Sweet potato dalam adonan tarte. Lalu diatasnya marron cream.Ganache dari chestnutrasanya pahit jadi akan menyeimbangkan rasa manisnya.”

“ Kalau mau, untukmu saja. Mau tidak memakai idenya?”

Uru: “Ti…tidak usah! Jangan-jangan ini ide yang mau dipakai untuk pekerjaan anda, ya!”

Direktur Sakuraba: “Tidak. Aku cuma ingin makan kue seperti ini.Jadi kugambar.”

(Buku 12 kisah 64, hal 150-153)

Direktur Sakuraba: “Aku mau cake dari menu barunya.”

Uru: “Baik. Air, air…”

Manajer: “Tahu ‘Blossom’ nggak?” (berbisik)

Shindou: “Toko kue ala barat itu ‘kan?”

Manajer: “… dia itu direkturnya.”

Uru: “Di… direktur…!?

Ichirou: “…ah… chain store yang tokonya ada diman-mana itu, ya…? Di depan stasiun tokonya gede banget.”


(14)

Uru: “Be…begitu ya…?”

Manajer: “Direktur perusahaan itu ada urusan apa dengan kafe kita?

Uru: “Si… silahkan airnya. Maaf lama menunggu,” (uru meberikan air dan cake)

Direktur Sakuraba: “Aku makan ya, ... ternyata begini.” (direktur Sakuraba memakan cakenya.)

“Tamunya banyak, rasanya enak… juga popular. Kalau orang tahu bahwa toko ini mencuri ide orang lain untuk membuat kuenya, bagaimana jadinya, ya? Hei, Uru-chan?”

Shindou: “…Dengarkan kata-kata saya. Dia dan juga kami semua mengakui kebaikan anda”

Direktur Sakuraba: “Memang kita tidak membuat perjanjian apapun. Tapi aku berubah pikiran… walaupun tidak benar, menurutmu siapa yang akan lebih dipercayai orang? Chain Store yang sudah lama berdiri, atau sebuah kafe di kota?


(15)

Uru:

“Membereskan masalah… ge…gede amat kantor pusat Blossom ini!! Hii!! Aku nggak mau kalah!!” “Aku pergi dulu!! Dipikir seperti apapun juga, akulah yang bersalah. Makanya… makanya akulah yang harus membereskan masalah ini.”

“Pe… permisi…” Apa direktur Sakuraba Mitsuaki di tempat?”

Resepsionis: “Mohon maaf, apa anda punya janji untuk bertemu beliau hari ini”

(Hal 27)

Uru: “Sebenarnya dia orang baik atau jahat, ya… aku nggak ngerti, deh…”

“…Begini… masalah cake itu…”

“Nggak peduli dia orang baik atau jahat. Hanya kulakukan apa yang kubisa!!

Direktur Sakuraba: “… Ooh… Kamu disuruh pemilik toko?”

Uru: “Bukan begitu!!”

Direktur Sakuraba: “…Aku nggak keberatan menutup mata untuk masalah itu.Toh… itu hanya untuk menghabiskan waktu luangku saja. Soal itu sama sekali nggak ada pengaruhnya buatku.


(16)

(hal 58)

Uru: “Aku pulang sekarang.”

Direktur Sakuraba: “..?... … (masih bingung karena baru terbangun)

Uru: “Dia masih belum sadar benar dari tidurnya…? (gumam Uru dalam hati)

“ Ini kembalian yang waktu itu!”

Direktur Sakuraba: “ Kalau enggak salah, soal cake itu… aku enggak ingat kalau aku nggak lagi mempermasalahkan soal itu.”

Uru: “… ‘biarpun aku menutup mata soal itu, itu hanya untuk menghabiskan waktu luangku saja… Soal itu nggak ada pengaruhnya buatku’… anda sendiri yang barusan bilang begitu.”

Direktur Sakuraba: “…Aku berubah pikiran. Misalnya aku bilang begitu? (Suasana tiba-tiba hening)

Uru:

“ Kalau dipikir baik-baik, pak Sakuraba bilang kue di toko kami enak. Makanya sepertinya anda bukan orang jahat.”

“Aku akan kembali berapa kalipun, sampai anda mau membiarkan masalah itu! Aku akan terus datang tanpa bosan.


(17)

Sewaktu Uru pergi ke perpustakaan untuk mencari ide untuk menu baru cake, dia bertemu direktur Sakuraba yang memberikan ide menu cake kepada Uru dan menerimanya dengan senang hati.Namun ternyata setelah cake tersebut masuk ke dalam menu tetap kafe Bonheur, direktur Sakuraba datang ke café dan menuduh bahwa menu tersebut merupakan hasil curian.Uru yang tidak terima namanya serta kafe Bonheur tempat dia bekerja tercemar. Akhirnya mendatangi Direktur Sakuraba, ini tercermin dari cuplikan:“Aku pergi dulu!! Dipikir seperti apapun juga, akulah yang bersalah. Makanya… makanya akulah yang harus membereskan masalah ini.”dan juga cuplikan: “Nggak peduli dia orang baik atau jahat. Hanya kulakukan apa yang kubisa!!

Sesuai dengan konsep Ruth Benedict,Uru yang menanggung giri terhadap nama yaitu terhadap kafe Bonheur, kemudian dia melakukan pengembalian giri dengan cara bertanggung jawab membersihkan nama kafe Bonheur, dia bersikeras kepada Direktur Sakuraba agar tidak memperpanjang masalah penuduhan tersebut, hal ini dapat dilihat dari cuplikan:

Dari cuplikan-cuplikan di atas dapat dilihat Uru merasa bertanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan, sehingga dia merasa giri terhadap kafe Bonheur, dalam hal ini Uru menanggung Giri terhadap nama.

“Aku akan kembali berapa kalipun, sampai anda mau membiarkan masalah itu! Aku akan terus datang tanpa bosan.

Cuplikan III

Cuplikan tersebut menunjukkan tekad Uru untuk membersihkan reputasi café Bonheur.


(18)

Manajer: “U… uru berlatih untuk menjadi istreri?!”

Uru: “ Ah, tidak. Bukan begitu. Suatu saat nanti aku akan menyukai seseorang. Jadi sekarang aku mau berlatih membuat kue buatan sendiri.”

“ …Aku tahu… aku orangnya tidak terampil. Kalau kalian bertiga, kapanpun bisa jadi isteri yang baik

Manajer: “Bagaimana kalau Satsuki-kun (Shindou) yang mengajari Uru-chan rahasia membuat kue?!

Uru: wah? Rahasia membuatkue?!Tolong ajari aku!”

Shindou: “…Apa kamu siap?”

Uru: “IYA! SIAP! Tidak perlu sampai bisa membuat kue sehebat kalian berdua… tapi setidaknya aku bisa membuat kue seperti kebanyakan orang.”

Manajer: “Setelah kafe tutup, aku akan mengajarimu”

Ichirou: “Aku juga akan mengajarimu.”

(Hal 60)

Manajer: “Waah cantik sekali Uru-chan! Setelah kami tidur, Uru memanggangnya sendirian, ya? Maaf ya, aku ketiduran


(19)

“Karena itu, aku sebisa mungkin membuat kue untuk teman-teman, maukah kalian menerimanya? Sebagai rasa terima kasihku.Ini untuk kalian bertiga.A… aku ingin kalian menerimanya.”

Uru yang ingin menjadi istri yang baik, sedang belajar untuk memasak kue, dia menceritakan hal ini kepada manajer, Shindou dan Ichirou.Kemudian ketiga orang ini menawarkan bantuan untuk mengajari Uru. Atas kebaikan mereka telah mengajari dirinya, Uru memberikan kue sebagai rasa terima kasih, padahal teman-temannya yang mengajarinya tanpa meminta balasan, namun Uru secara pribadi merasa menanggung giri terhadap mereka, yaitu giri terhadap dunia (Benedict, 1982:141), sehingga dia berusaha mengembalikan giri tersebut kepada teman-temannya, ini dapat dilihat dalam: “Karena itu, aku sebisa mungkin membuat kue untuk teman-teman, maukah kalian menerimanya? Sebagai rasa terima kasihku.Ini untuk kalian bertiga.A… aku ingin kalian menerimanya.”Hal ini menunjukkan kewajiban Uru untuk membayar hutang budi kepada orang yang membantunya, Uru membayarnya dengan memberikan kue buatannya sendiri kepada teman-teman yang telah menolong mengajarinya memasak.

3.2.2 Ninjou

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, menurut Ruth Benedict bahwa ninjou itu adalah perasaan kasih sayang yang tercurahkan kepada sesamanya, baik antara keluarga, teman, guru, bahkan orang yang tidak dikenal


(20)

sekalipun. Perasaan ini murni dan tulus berasal dari hati dan tidak dituntut balasannya. Nilai moral ninjou dapat dilihat dari cuplikan:

Cuplikan I

(Buku 3 kisah 16, hal 168-169)

Uru: “Ya? Jangan-jangan kamu tersesat,”

Katou: “Ah…i…iya…

Uru: “ Sudah kuduga” (berbicara dalam hati)

Katou: “A…Anu… ke Nishimachi.”

“Kau mau kemana?Kalau aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”

Uru: “ Dari sini kamu bisa sampai ke Nishimachi dengan sekitar 15 menit naik Bus. Kalau kamu jalan sedikit lagi, nanti ada halte bis dari sana, kamu bisa…”

“…?”

Ichirou: “Hei, bocah. Masuk dan minumlah air buatanku.”

Uru: “Eh… kok main perintah…!? Terus masa’ Cuma air sih?”

Ichirou: “Iya… Nah, Ayo”

(Hal 173)


(21)

“Ma… ma… maaaaaaf!!Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaanmu?”

Katou: “Bu… bukan… Aku bukan lagi disuruh ibu.Aku ingin ke Nishimachi.Tapi aku tersesat waktu naik bis. Uang yang kutabung untuk pergi ke nishimachi hilang semua…”

(Hal 183-184)

Katou: “ Aku ingin pergi ke Nishimachi. Tolong beritahu aku jalan ke sana!”

Ichirou: “

Shindou:

Nih. Ini peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”

Ichirou: “Sudah cukup, kok.”

“Ichirou.untuk sampai ke Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?”

Shindou: “Hei, bocah! Keluargamu ada 4 orang, ya?

Katou: “Eh… iya…”

Shindou: “Takamura!

Uru: “ Eh, iya!?

Shindou:

Uru: “Iya!”

“Siapkan 4 potong menu spesial kita hari ini untuk dibawa pulang. Tolong, ya”


(22)

Katou: “Aku pasti mengembalikan uangnya, sekalian membayar harga cake-nya!!”

Ichirou: “Sudahlah. Nggak apa-apa.

Ninjoupada cerita ini terlihat di dalam buku 3, ketika Uru, Ichirou, dan Shindou membantu Katou yang kehilangan uangnya dan tersesat di depan Café Bonheur. Ninjoutersebut dapat dilihat dari cuplikan: “Kau mau kemana? Kalau aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”

Ninjou yang dimiliki oleh Ichirou, dapat dilihat dari cuplikan: “

Ini menunjukkan kebaikanyang dilakukan Uru kepada seorang anak yang tersesat karena adanya ninjou dalam hati Uru terhadap anak tersebut.

Nih. Ini peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”Ninjou yang dimiliki oleh Ichirou mendorong Ichirou untuk melakukan kebaikan, yaitu dengan menuliskan peta untuk Katou yang tersesat. Serta yang terakhir adalah Ninjou yang dimiliki oleh Shindou, dapat dilihat dari cuplikan: “Ichirou.untuk sampai ke Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?Karena adanya ninjou yang dimiliki oleh Shindou dengan tulus dia memberikan uang kepada Katou yang kehilangan uangnya.Ketiga orang tersebut memiliki ninjou di dalam dirinya, hal ini sesuai dengan konsep ninjou, bahwa ninjou adalah perasaan manusia yang muncul tanpa adanya maksud apapun dan memperlihatkan ketulusan manusia itu sendiri, sehingga menyebabkan munculnya kebaikan.


(23)

Cuplikan 2 ( Buku 8 kisah 37, hal 9-11)

Chiyo menangis, karena dia salah tingkah sewaktu tidak sengaja menubruk Kenshi. Karena panik, dia meminta maaf dengan berteriak.

Aizawa: “Bikin salah lagi sama Tokieda (Kenshi) ya?” Waktu nabrak, harusnya senyum bilang ‘maaf’.”

Chiyo: “ Kalau tadi begitu, aku enggak akan cemas.”

Aizawa: “ Padahal Chiyo kalau diam cantik lho, meski dada rata. Kasihan kamu, makanya jangan benci sama cowok.”

Chiyo: “Cerewet. Dari dulu aku diganggu cowok karena penampilanku seperti ini. Aku harus membalas rasa sakit hatiku!! Aku benci cowok…!!

Aizawa: “ Oh.. iya iya. Tapi ssekarang enggak ada lagi cowok yang mengganggu Chiyo, kan?

Chiyo: “Cowok semuanya sama!! 6 bulan lalu, di hari pertama aku pindah ke sini, Takami dan Harada mengejekku (dendam).

~alur mundur~

Takami:

Harada: “ Sudah begitu…. Katanya namanya ‘Chiyo’. Hehehehe..” (keduanya tertawa mengejek)

“Hebat! Anak yang baru pindah itu rambutnya pirang! Katanya ibunya orang Amerika, berarti orang asing dong.


(24)

Kenshi: “Jangan sebut dia ‘orang asing’. Kita kan sama-sama manusia.

Arimoto: “ Di depan Kenshi kalian berani menertawakan nama orang. Hebat juga.Kalau aku enggak berani lho.”

Lagian nama ‘Chiyo’ itu tulisannya chiyo dalam ‘chiyogami’ kan? Menurutku itu nama yang bagus.”

Kenshi: “Kalian ngajak aku berantem ya? Nama adalah pemberian orangtua. Hal kedua paling berharga setelah tubuh!

Chiyo: “Kenshi... Kenshi Tokieda. Dia berbeda” (Chiyo tersentuh dengan perkataan Kenshi)

~kembali ke alur awal~

Chiyo yang merupakan peranakan orang Amerika dan Jepang memiliki mata biru dan rambut pirang yang membuat dia menjadi bahan ejekan oleh teman-temannya pria sehingga dia membenci lelaki.Suatu saat tidak sengaja dia mendengar percakapan temannya yang mengejeknya.Temannya tersebut tidak memiliki ninjou.hal ini dapat dilihat dari cuplikan: “Hebat! Anak yang baru pindah itu rambutnya pirang! Katanya ibunya orang Amerika, berarti orang asing dong.” Mereka tidak mengakui Chiyo sebagai orang Jepang, dan dengan caramengejek Chiyo, menunjukkan bahwa kedua temannya tersebut tidak memiliki ninjousehingga mereka tidak memiliki kebaikan dalam hati mereka untuk Chiyo, karena tidak adanya ninjou membuat Chiyo semakin membenci lelaki.Namun salah satu temannya yang bernama Tokieda Kenshi menunjukkan nilai moral ninjou yaitu dengan membela Chiyo. Hal ini dapat dilihat dari


(25)

yang ditunjukkanTokieda adalahnilai moral ninjou, sesuai dengan kosep ninjou oleh Ruth Benedictyaitu memiliki perasaan empati atau kasih sayang terhadap sesama.Walaupun Chiyo peranakan, tapi Tokieda Kenshi tetap membelanya karena Chiyo juga manusia. Hal ini membuat Chiyo merasa bahwa Tokieda berbeda dengan orang lain dan menghormati Kenshi, dan sehingga dia merasa sedih dan bersalah kalau melakukan kesalahan pada Kenshi.

Cuplikan 3 (buku 15 kisah 78, hal 42)

Hagiwara: “Aku memutuskan untuk memilih jalan yang paling mudah.” (Hagiwara berbicara dalam hati, dia berdiri di pinggir sungai)

Koushi: “Selamat siang! Hari ini cuacanya bagus ya!

“ Eh? Apa kabaar! Hei! Cowok yang di sana! Wah! Kamu jarang kelihatan di daerah sekitar sini. Salam kenal! Aku…”

( Hagiwara beranjak pergi)

“Aaah! Tunggu dulu! …kalau kamu bermaksud loncat ke sungai itu, kusarankan urungkan saja niatmu.Gara-gara hujan kemarin, volume airnya bertambah.Akhir-akhir ini pagi dan malam selalu dingin. Aku enggak merekomendasikan air dalam cuaca seperti sekarang.” Oke?”


(26)

Hagiwara: “ .., biarpun begitu, dunia masih tetap berputar, kan? Walaupun aku menghilang, tetap saja enggak aka nada yang berubah.”

“Itu adalah perbuatan yang sangat bodoh. Perkataan yang akan dilontarkannya sebentar lagi pastilah kata-kata klise yang…” ( pikir Hagiwara)

Koushi:

“Kamu kenapa Uru?

“Minimal untuk saat ini aku enggak mau kamu menghilang.”

Uru: “ Ayah aku mau turun. Aku nemu semut! (Uru turun dari pangkuan Koushi)

Koushi: “Uru, jangan ditangkap, kalau kamu tangkap semutnya bisa remuk.”

“ Anak itu lucu kan? Dia putriku lho. Impianku adalah menyampaikan pada lebih banyak lagi orang… tentang kelucuan putriku itu… makanya…

Hagiwara: “Kalimat bodoh yang tak berarti. Tapi…kalimat itu menyentuh jauh ke dalam hati yang kosong…” (kata Hagiwara dalam hati)

“Aku juga ingin menyampaikan hal itu padamu yang sekarang ada di depanku. Karena itu, aku ingin kamu tetap di sini.” (Koushi tersenyum ramah)


(27)

Hagiwara merupakan anak haram yang tidak diperhatikan dan disembunyikan oleh ayahnya karena ayahnya tidak mau keberadaan Hagiwaramempermalukan dirinya.Hal ini membuat Hagiwara merasa tertolak, sedih dan tidak ada yang memperhatikannya, akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri di sebuah sungai.Namun dia bertemu dengan Koushi sehingga dia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri karena Koushi menunjukkan ninjou padanya yang membuat dia tersentuh. Nilai moral ninjou yang ditunjukkan Koushi dapat dilihat dari cuplikan:“ Aaah! Tunggu dulu! …kalau kamu bermaksud loncat ke sungai itu, kusarankan urungkan saja niatmu.”Serta cuplikan“ Minimal untuk saat ini aku enggak mau kamu menghilang.” Koushi tidak ingin Hagiwara melompat ke sungai, untuk bunuh diri, karena dia memiliki ninjou, sehingga dia langsung mengajak Hagiwara berbicara dengan ramah, dan

Dari cuplikan di atas kita dapat melihat bahwa Koushi berusaha untuk menggagalkan usaha bunuh diri Hagiwara dengan berbicara dan memperlihatkan kelucuan anaknya, dia berharap Hagiwara masih ada bersama dia, hal ini membuat Hagiwara tersentuh karena ninjou, yaitu rasa empati dan kasih sayang terhadap sesamayang diberikan Koushi membuat Hagiwara merasa ternyata keberadaannya diterima oleh orang lain dan dia merasa dibutuhkan. Koushi sendiri berusaha menggagalkan usaha bunuh diri dengan mengajak bicara Hagiwara, padahal dia tidak mengenal Hagiwara, namun karena rasa kasih terhadap sesama dia memiliki tanggung jawab untuk menolong Hagiwara yang sedang sedih.

“Aku juga ingin menyampaikan hal itu padamu yang sekarang ada di depanku. Karena itu, aku ingin kamu tetap di sini.” (Koushi tersenyum ramah)


(28)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari komik Happy Café yaitu:

1. Pesan moral merupakan amanat yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karakter dan kehidupan sosial para tokoh. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.

2. Komik Happy Café ini menceritakan tentang tentang perangai dan kehidupan sehari-hari seorang gadis bernama Takamura Uru sebagai tokoh utama. Dalam komik ini diceritakan bagaimana manusia serta kehidupannya saling berhubungan satu sama lain dengan berpedoman pada nilai giri dan ninjou.

3. Nilai giri dan ninjou yang telah tertanam pada masyarakat Jepang membuat kesadaran kepada masing-masing orang Jepang untuk tetap melakukan giri dan ninjou tanpa dipaksa oleh oranglain


(29)

4. Nilai giri yang ditunjukkan dalam komik Happy Café ini yaitu giri terhadap dunia ketika Katou ditolong Shindou sewaktu tersesat, Katou merasa berhutang budi dan berusaha mengembalikan giri tersebut. Giri terhadap nama dapat dilihat ketika Uru menanggung giri karena café Bonheur dituduh mencuri resep cake oleh Direktur Sakuraba, sehingga dia berusaha membayar giri dengan cara menyelesaikan permasalahan tersebut.

5. Nilai ninjou yang paling menonjol ditunjukkan adalah ninjou terhadap oranglainyaitu saat Shindou dan teman-temannya menolong Katou yang tersesat tanpa pamrih.

6. Nilai giri dan ninjou tersebut membuat masyarakat Jepang sangat berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata kepada orang lain

6.2 Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Isi komik Happy café ini sarat dengan nilai moral serta perilaku-perilaku yang baik dalam kehidupan manusia, sehingga komik ini layak dibaca dan dipelajari.

2. Adanya nilai giri dan ninjou yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Jepang yang berbeda dengan masyarakat Indonesia, membuat kita mengerti sedikit banyaknya bagaimana interaksi sosial antar masyarakat Jepang. Hal ini membuat kita dapat memahami bagaimana sebenarnya nilai moral di Jepang tersebut.


(30)

3. Ada baiknya jika mahasiswa Sastra Jepang menambah pengetahuan mereka tentang Jepang dengan membaca lebih banyak buku-buku Jepang dan hasil karya Sastra Jepang, karena pada umumnya dalam hasil karya sastra Jepang, isinya selalu disangkut pautkan dengan unsur kebudayaan Jepang.

4. Penulis berharap melalui komik ini, banyak orang yang mengerti akan pentingnya nilai-nilai kepribadian moral, sehingga ketika kita telah memahaminya akan menjadikan kita sebagai manusia yang dapat bertindak lebih baik dan bijaksana dalam menjalani hidupnya dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kehidupan masyarakat.


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK

2.1 Defenisi Komik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (di majalah surat kabar,atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Scott McCloud dalam buku Understanding Comics bahwa komik merupakangambar-gambar dan lambang-lambang lain yang tersusun dalam urutan tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca (McCloud, 2002:9).Hampir seluruh teks komik tersusun dari hubungan antara gambar atau lambang visual dan kata-kata atau lambang verbal. Gambar dalam komik merupakan gambar-gambar statis yang berurutan yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang membentuk sebuah cerita dan merupakan sarana komunikasi yang unggul. Sedangkan, fungsi kata-kata dalam komik adalah untuk menjelaskan, melengkapi, dan memperdalam penyampaian gambar dan teks secara keseluruhan.Kata-kata biasanya ditampilkan dalam gelembung-gelembung atau balon-balon yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga serasi dengan gambar-gambar.Balon-balon teks itu dapat berupa ujaran atau pikiran dan perasaan tokoh (teks gelembung bicara dan gelembung pikiran), namun dapat juga berisi deskripsi singkat tentang sesuatu.Gelembung-gelembung kata dan kata-katanya biasanya juga dikreasikan dengan berbagai model sehingga tampak lebih kreatif dan menarik serta untuk menirukan bunyi-bunyi nonverbal.komik pun


(32)

dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan cerita, pesan, dan bahkan sampai pada hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun.

Di Jepang, komik disebut dengan “manga”, perkembangan manga di Jepang sangatlah pesat, popularitas komik Jepang ini bahkan telah mendunia. Di Jepang komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.Misalnya ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar jutaan dan komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak laki-laki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP. Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira 20-30 tahun dan ada juga komik dewasa umum, yaitu komik yang diterbitkan khusus dewasa, dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk membelinya.

Kebanyakan komik yang memiliki popularitas tinggi dijadikan anime (film animasi) yang mengangkat cerita dan tokoh dari komik tersebut, sehingga meningkatkan penjualan dan promosi kepada masyarakat, antara lain seperti Doraemon, Crayon Shinchan, Black Butler, Naruto, dan lain-lain.


(33)

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel.Latar berfungsi sebagai pendukung dan memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000 : 68)

Latar membantu kejelasan jalan cerita, Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Komik Happy Café ini mengangkat kehidupan seorang remaja SMA yang bekerja part-time di sebuah kafe, sehingga komik ini memiliki latar tempatdi kafe Bonheur, sekolah dan apartemen tempat tinggal.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan ceritanya itu sendiri.


(34)

Komik ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan anak SMA yang bekerja part-time di jepang pada zaman modern, yaitu ketika tokoh utama Takamura Urubekerja di kafe Bonheur mulai dari musim dingin sewaktu dia kelas 2 SMA.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan denganperilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalamkarya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapatberupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial jugaberhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,menengah atau tinggi.Dalam komik ini pengarang banyak menampilkankehidupan sosial masyarakat muda di Jepang khususnya siswa SMA yang bekerja part-time di kafe dan restoran. Awalnya dalam bekerja part-timemereka merasa canggung antara satu sama lain, hal ini di akibatkan karena kurangnya interaksi sosial di antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu mereka menjadi kompak karena adanya kerja sama dan penyesuaian diri sewaktu bekerja.

2.3 Studi Moral dan SemiotikSastra 2.3.1 Studi Moral

Kata moral berasal dari bahasa latinMores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan.Moral dengan demikian dapat


(35)

pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya. Pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain : melalui perbuatan, kata-kata yang secara langsung diungkapkan, khayalan, dan lain-lain.

Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Reminisere (2011:18), terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.

Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.

Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia.


(36)

2.3.1.1Prinsip-Prinsip Dasar Moral 1. Prinsip Sikap Baik

Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik yaitu bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk mencegah akibat-akibat-akibat-akibat buruk dari tindakan kita dan tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain. Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia.Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif, dengan menghendaki yang baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya.Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno, 1989:131).

Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masing-masing baik bagi yang bersangkutan.


(37)

2. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja.Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih.Kemampuan hati kita juga terbatas.Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi.

Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132). Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.

Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan, termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang.

3. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri

Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133). Prinsip ini mempunyai dua arah.Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlukan demikian jangan


(38)

membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri.

Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3.1.2Sikap-Sikap Kepribadian Moral 1. Kejujuran

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran.Tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri.Tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain. Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan.

Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita,


(39)

melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita.

Selanjutnya, orang yang jujur harus memperlakukan orang lain menurut standart-standart yang diharapkannya akan dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya.

2. Nilai-Nilai Otentik

Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri.“Otentik” berarti asli.Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.

3. Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam kesediaan untuk bertanggung jawab.Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya. Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut pengorbanan atau kurang menguntungkan bagi kita. Tugas itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang dimulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.


(40)

Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu selesai. Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara tidak terbatas.Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia bersedia untuk mengarahkan tenaga dan kemampuan ketika ia ditentang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146). Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan. Ia tidak pernah akan melempar tanggung jawab atas suatu kesalahan yang dilakukannya terhadap orang lain. Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah tanda kekuatan batin yang sudah matang.

4. Kemandirian Moral

Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral yang kita yakini.

Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu


(41)

melanggar keadilan. Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

5. Keberanian Moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela, ditentang atau di ancam oleh banyak orang.

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147) Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang kuat, yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani, dalam arti ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu.

6. Kerendahan Hati

Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah kerendahan hati.Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya.Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148).Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga melihat kekuatannya.


(42)

Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan “kebaikan” kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.

Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral.Tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani membuka diri.

Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar, apabila benar-benar diberikan perlawanan.Orang yang rendah hati tidak merasa bahwa dirinya terlalu penting.

2.3.2 Semiotik Sastra

Semiotik berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda.Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia.

Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam


(43)

teori juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra dengan pembaca.Tanda yang dapat pada karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan pembaca.Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Pada saat menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru.

Menurut Preminger dalam Pradopo (2001:73) bahwa penerangan itu memandang bahwa studi sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda. Oleh karena itu penelitian harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis tanda itu dan menentukan konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda yang menunjukkan sastra itu mempunyai makna.

2.4 Konsep Giri dan Ninjou serta Aplikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

2.4.1 Giri

Kata girimempunyai bermacam-macam arti. Dilihat dari huruf kanjinya (義 理) giriterdiri dari dua karakter kanji yaitu gi (義) yang memiliki arti “keadilan”, “kewajiban”, atau “perasaan terhormat”, dan ri (理) yang memiliki arti “logika”, atau “teori”. Apabila digabungkan kata giriberarti rasa tanggung


(44)

jawab atau kehormatan, atau hutang budi.Girilebih menekankan kepada hutang budi seseorang terhadap orang lain. Hutang budi yang dimaksud adalah jika seseorang telah menerima sesuatu kebaikan dari orang lain, maka ia harus membalas kebaikan itu dengan memberikan kebaikan kepadanya. Kebaikan yang akan dibalas bisa dalam bentuk jasa, materi, atau bahkan harga diri dan sebagainya.

Girimenurut Ruth Benedict (1982:125) adalah utang-utang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada batas waktunya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan pembayaran ini, maka girimenjadi begitu mengikat orang Jepang sehingga pemberian dengan resiko giriini biasanya sedapat mungkin dihindari oleh orang Jepang.Dalam hal ini, apabila pembayaran ditangguhkan melewati jatuh temponya, maka utang bertambah besar seakan-akan terkena bunga.

Giripada dasarnya, dirasakan sebagai beban yang berat bagi orang Jepang, maksudnya girimerupakan suatu tindakan yang terpaksa harus dikerjakannya atau dilakukannya karena ia telah menerima bantuan orang lain. Ruth Benedict (1982:125) menjelaskan bahwa giriberdasarkan tujuan kepada siapa akan diberikan balasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Giriterhadap dunia

Yaitu kewajiban seseorang untuk membayar hutang budi kepada orang lain, meliputi kewajiban terhadap tuan pelindung, kewajiban terhadap sanak keluarga, kewajiban terhadap orang-orang yang bukan keluarga karena kebaikan


(45)

yang diterima oleh mereka misalnya hadiah atau uang, kewajiban terhadap keluarga tidak begitu dekat, seperti paman, bibi dan kemanakan.

Giriterhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali kebaikan-kebaikan.Secara umum, girikepada dunia dapat digambarkan dalam hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Pernikahan di Jepang merupakan kontrak antara dua keluarga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kontrak tersebut terhadap keluarga mertua selama hidup seseorang adalah ‘bekerja untuk giri’ sehingga bagi seorang istri yang tinggal dengan mertuanya maka hal tersebut dirasakan paling berat. Di Jepang sendiri ada istilah bagi keluarga mertua, yaitu “bapak giri” untuk sebutan bagi bapak mertua, dan “ibu giri” bagi ibu mertua (Benedict, 1982:141).Dalam hal ini semakin kaya keluarga suami, maka semakin besar pula pelayanan yang harus diberikan istri kepada keluarga suami dalam membalas budi.

2. Giriterhadap nama

Yaitu kewajiban seseorang untuk membersihkan reputasinya dari penghinaan, atau tuduhan atas kegagalannya, kewajiban seseorang untuk tidak menunjukkan atau mengakui kegagalan atau ketidaktahuannya dalam melaksanakan jabatannya.Kewajiban untuk mengindahkan sopan santun Jepang, misalnya mengekang emosi.

Giriterhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Giriterhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan yang menghilangkan noda yang telah mengotori nama seseorang dan itu harus dihilangkan.


(46)

Giriterhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai kedudukan atau tempatnya di dalam bermasyarakat. Jika ada orang gagal dalam giri tersebut maka ia tidak berhak untuk menghormati dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa konsep harga diri orang Jepang, merupakan salah satu manifestasi dari giriterhadap nama. Giriini banyak mencakup tingkah laku yang tenang dan terkendali. Orang Jepang berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan, pengendalian diri yang diharuskan dari seorang Jepang yang mempunyai hal ini merupakan bagian dari giriterhadap nama. Sebagai contoh, ketika terjadi gempa maka orang Jepang yang mempunyai harga diri ia tidak akan sibuk atau panik, tetapi ia akan berusaha membereskan barang-barang miliknya dengan sikap yang tenang.

Benedict (1982:141-147) mengemukakan bahwa membayar giri seharusnya keluar dari hati dan tidak dinodai dengan ketidaksenangan. Tapi pada kenyataannya, seringkali pemenuhan kewajiban giridipenuhi rasa ketidaksenangan dan keterpaksaan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Namun orang Jepang akan tetap melakukan girisekalipun itu bertentangan dengan keinginannya, karena jika tidak melakukannya, maka ia akan dicap sebagai orang yang tidak tahu giridan merasa malu dengan masyarakat.

Orang Jepang menganggap gagal orang yang tidak membayar kembali giriyang diterimanya, sehingga dengan kata lain orang Jepang harus membayar kembali setiap perbuatan baik, pemberian, atau janji-janjinya kepada orang lain. Pada umumnya nilai pengembalian girisama dengan apa yang telah diterima sebelumnya, tapi terkadang nilai pengembalian giri bisa menjadi lebih besar jika


(47)

waktu pengembalian giri dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan selain itu juga memberikan penghormatan kepada pemberi sebelumnya

2.4.2 Ninjou

Ninjouterdiri dari dua karakter kanji yaitu nin(人) yang memiliki arti “orang” atau “manusia”. Dan jou(情) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”, “cinta kasih”.Sehingga ninjou( 人 情 ) berarti kebaikan hati manusia.Ninjouinitimbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan.

Ninjousecara umum merupakan perasaan manusia yang merupakan perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan anaknya atau antara kekasihnya. Ninjouini berlaku bagi setiap orang dalam semua hubungan di berbagai lingkup kehidupan, baik antara ayah dan anaknya, hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antarsesama.

Ninjoumerupakan perasaan yang muncul tanpa adanya maksud tertentu dan memperlihatkan adanya ketulusan dari hati manusia itu sendiri.Semua orang di belahan bumi mana pun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja yang berbeda.Di Jepang perasaan manusiawi tersebut disebut dengan ninjou.


(48)

2.5 Biografi Pengarang

Kou Matsuzuki lahir pada tanggal 3 Oktober, dan tinggal di perfektur Aichi di Jepang.Beliau berprofesi sebagai mangaka (kartunis).Beliau mulai aktif membuat komik semenjak tahun 2003 dan masih berlangsung hingga sekarang.Komik beliau yang pertama kali dijadikan buku adalah Happy Café, komik ini pertama kali dirilis tanggal 20 Desember 2004, dan berakhir pada tahun 2009. Komik ini menjadi salah satu komik terlaris di Jepang dan telah diadaptasi ke dalam anime. Kou Matsuzuki tidak banyak menceritakan tentang kehidupan pribadinya. Selain menulis komik Happy Café, Kou Matsuzuki juga membuat beberapa seri komik lainnya di majalah Hana To Yume seperti Hana to Ageha,

Summer, Ouji to Majou to Himegimi to, Ahiru Kakumei, Gokujou Sweet, Happy


(49)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Atar Semi, 1993:8).

Secara umum karya sastra terdiri atas dua macam, yaitu karya sastra yang bersifat non fiksi dan karya sastra yang bersifat fiksi. Karya sastra yang bersifat nonfiksi adalah karya sastra yang dilandasi fakta, pengalaman objektif (kisah nyata), penelitian pemikiran, atau analisis dari suatu masalah, contohnya: paper, tesis, laporan, artikel ilmiah, karya tulis jurnalisme, dan artikel atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin 2000: 66).Salah satu hasil karya sastra fiksi adalah manga atau komik.Manga (漫画)secara sederhana


(50)

berarti “komik” dalam bahasa Jepang, merupakan karya sastra yang menggabungkan gambar dan teks sehingga menjadi satu cerita.Huruf “manga” (

漫画) dapat diterjemahkan sebagai "gambar aneh" atau "sketsa spontan".Awalnya istilah ini muncul di abad ke-18 pada literatur Cina. Kata ini pertama kali digunakan dalam istilah umum di Jepang dengan diterbitkan karya-karya Santō

Kyōden seperti buku bergambar Shiji no yukikai (1798), dan pada awal abad ke-19 dengan karya-karya Aikawa Minwa seperti Manga Hyakujo (1814) dan buku-buku terkenal Hokusai Manga (1814–1834) yang mengandung berbagai macam gambar dari sketsa seniman terkenal Ukiyo-e Hokusai.Rakuten Kitazawa (1876– 1955) pertama kali menggunakan kata manga dalam pengertian modern. Tetapi bagi dunia secara keseluruhan, “manga” telah disamakan dengan gaya artistik tertentu bagi pembuatan sebuah komik yang berasal dari Jepang, yang telah mencapai popularitas yang mengagumkan di seluruh dunia

Komik sebagai salah satu karya sastra di Jepang merupakan karya fiksi yang mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan berbagai tokoh dalam situasi berbeda dan didalamnya tertanam nilai-nilai kehidupan yang dikemas menjadi sebuah cerita melalui gambar menarik yang memberikan pembelajaran bagi para pembaca. Nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh pengarang antara lain seperti nilai moral.

Nilai moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca lewat cerita yang menyarankan pengertian tentang baik buruknya perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan sebagainya.Moral dalam


(51)

karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran (Nurgiyantoro, 1995:321,322). Moral dalam cerita menurut Kenny dalam (Nurgiyantoro, 1995:322), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Salah satu komik yang memiliki nilai moral adalah komik HAPPY CAFÉ karya Kou Matsuzuki.

Komik Happy Café merupakan komik yang menceritakan kisah hidup seorang gadis SMA bernama Takamura Uru sebagai tokoh utama.Uru merupakan anak perempuan yang ceria, murah hati, dan suka menolong.Setelah ibunya menikah lagi, Uru memutuskan untuk belajar hidup mandiri terpisah dari orang tua karena merasa tidak ingin merepotkan ibunya dan ayah barunya.Sewaktu berjalan-jalan, Uru menemukan sebuah kafe yang bernama “Bonheur”, yang berarti kebahagiaan dalam bahasa Perancis, dan memutuskan untuk bekerja di kafe tersebut.Dalam kafe tersebut dia bertemu dengan banyak orang serta berbagai masalah kehidupan, dan dia belajar untuk berani menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya tersebut. Setelah membaca manga ini, penulis menemukan bahwa dalam komik ini terdapat nilai-nilai moral yang disampaikan pengarang kepada pembaca, yaitu nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat Jepang seperti giri dan ninjou.

Nilai moral giri dan ninjou ini dapat kita lihat salah satunya pada episode 16, di buku 3, ketika Uru bertemu dengan seorang anak yang tersesat bernama Katou dan membawanya ke CaféBonheur.Katou tersesat dan kehilangan uangnya


(52)

ketika mencari jalan untuk bertemu adiknya yang terpisah dengannya setelah orang tuanya bercerai.Uru, Shindou dan Ichirou pun menolong anak tersebut dengan memberikan uang, kue, petunjuk arah karena merasa kasihan dan peduli terhadap anak itu.Shindou juga memberikan nasehat kepada Katou untuk menjadi seorang kakak yang tegar.Sikap yang mereka lakukan untuk membantu Katou dalam masyarakat Jepang disebutninjou.Ninjou adalah perasaan kasih sayang yang dicurahkan kepada sesamanya, perasaan ini adalah perasaan yang murni dari hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap manusia di dunia ini (Benedict, 1982:142). Kemudian dalam kisah 57 di buku 11, Katou yang merasa sangat berterimakasih atas pertolongan mereka akhirnya datang kembali ke Bonheur, membawa serta adiknya untuk mengucapkan terimakasih dan mengembalikan uang yang telah dia pergunakan dulu. Katou merasa giri terhadap mereka, terlebih kepada Shindou yang telah memberi nasehat padanya, sehingga dia bertekad untuk menjadi seseorang seperti Shindou.Giri adalah suatu kewajiban untuk mengembalikan atau membalas semua pemberian yang diterima dengan nilai yang sama harganya dari apa yang telah diterima sebelumnya. Hubungan antara kedua belah pihak tersebut pun tidak hanya berlaku di antara mereka yang memiliki hubungan khusus, tetapi juga antara teman, kolega ataupun relasi (Benedict, 1982:141).

Giri dan ninjou adalah nilai moral yang menjadi kepribadian dan karakter masyarakat Jepang yang dibentuk sedari mereka kecil, yang mengatur hubungan kemanusiaan di Jepang, sehingga masyarakat Jepang sangat memperhatikan dan menjaga perasaan orang lain


(53)

ninjouyang sedikit banyaknya dapat dijadikan pembelajaran dan pemahaman mengenai kehidupan masyarakat Jepang.Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis nilai moral tersebut sebagai objek penelitian. Sehingga penulis memilih judul dalam skripsi ini “Nilai Giri Dan Ninjou dalam Komik HAPPY CAFÉ Karya Kou Matsuzuki”

1.2 Rumusan Masalah

Komik Happy Café adalah komik yang dibuat oleh Kou Matsuzuki, pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2004 dan di Indonesia pada tahun 2009, komik ini berjumlah 15 buku dan berisi 82 kisah. Bercerita tentang Takamura Uru, remaja SMA yang bekerja paruh waktu di sebuah café bernama

Bonheur bersama dengan dua rekannya, Shindou Satsuki seorang patissier yang jarang tersenyum namun sangat baik, serta Nishikawa Ichirou, seorang siswa SMA pekerja part-timeyang langsung jatuh tertidur ketika lapar. Berlatarbelakang kehidupan seorang siswi SMA yang memutuskan hidup mandiri terpisah dari orang tuanya, pengarang komik ini menyampaikan nilai-nilai moral yang menjadi pedoman hidup masyarakat Jepang dan merekamnya menjadi sebuah karya sastra berupa komik.Nilai-nilai moral yang tercermin dari kehidupan yang dialami para tokoh sangat bermanfaat untuk mengajarkan sesuatu bagi para pembaca, seperti nilai giri,danninjou, yang merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam etika moral masyarakat Jepang. Berdasarkan defenisi masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan:


(54)

1. Nilai-nilai moral apa yang terkandung dalam komik Happy Café karya Kou Matsuzuki?

2. Bagaimana nilai-nilai moral giri, dan ninjou diungkapkan dalam komik

Happy Café karya Kou Matsuzuki?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, penulis menganggap perlunya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan.Hal ini dimaksudkan agar dalam masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat menjadi lebih terarah dan fokus. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemukan nilai-nilai moral seperti nilai giri, ninjou, keberanian dan kemandirian, namun penulis hanya membahas tentang nilai-nilai moral seperti giri dan ninjouyang biasa dipedomani dan diaplikasikan pada kehidupan masyarakat Jepang sehari-hari, yang diungkapkan oleh Kou Matsuzuki sebagai pengarang Happy Caféyang tercermin dari sikap tokoh-tokoh dalam komik tersebut.Dalam penulisan skripsi ini penulis memilih secara acak dari 82 kisah dalam 15 buku komik Happy Cafe, beberapa kisah yang paling mencerminkan nilai giridanninjou yang akan dianalisis

Sebelum menganalisis pesan moral yang ada pada komik Happy Café , penulis akan menjelaskan juga mengenai defenisi komik, setting komik, pendekatan moral sastra, serta konsep giri dan ninjou dalam masyarakat Jepang.


(55)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang.Dalam kehidupan sehari-hari, karya sastra merupakan media komunikasi yang melibatkan 3 komponen, yaitu pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan, dan pembaca sebagai penerima pesan. Pengarang sebagai pengirim pesan biasanya membuat karya sastra sebagai pesan dengan tujuan menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan moral, pendidikan, agama, budaya dan sebagainya, sementara pembaca sangat berperanan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan (Siswanto, 2008: 67,190).

Sikap moral yang sering disebut moralitas merupakan sifat-sifat yang penting bagi kemanusiaan berupa ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban.Salam (1997:3) mengatakan moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia

manusia.Moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena sadar

akan kewajiban dan tanggung jawab, bukan karena mencari untung. Nilai moral tercermin dari sikap perilaku para tokoh dalam karya sastra.

Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995: 165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dalam tindakan.Penokohan adalah unsur dari sebuah karya sastra yang sangat penting. Tanpa penokohan, tidak akan ada suatu cerita untuk dikisahkan karena tidak ada alur yang terbentuk.


(56)

Karya itu hanya akan menjadi sebuah karya deskripsi saja, karena semuanya dipaparkan statis dan tidak hidup. Melalui penokohan kita dapat mengetahui dan mempelajari nilai-nilai moral yang dilakukan dan dianut oleh para tokoh dalam kehidupannya.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian diperlukan landasan teori dalam mengungkapkan kebenaran yang terdapat di dalamnya.Begitu juga dalam penelitian sastra, dibutuhkan titik tolak untuk menganalisa setiap masalahnya.Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa yang di dalamnya berisi nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat sebagai hasil pengolahan jiwa pengarangnya (Rokhmansyah, 2013:2).

Teori berfungsi memberikan pola dalam proses interpretasi data, yaitu menyediakan berbagai argumentasi yang dapat digunakan untuk menganalisis atau memberikan penafsiran atas hasil penelitian yang telah diolah Teori juga dapat memadu generalisasi-generalisasi satu sama lain secara empiris sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan akan hubungan antar generalisasi atau pernyataan (Nazir, 2006:20)

Pada pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan moral, semiotik, serta konsep giri dan ninjou.Pendekatan moral menghendaki karya sastra menjadi media perekaman keperluan zaman yang memiliki semangat menggerakkan masyarakat ke arah budi pekerti yang


(57)

terpuji.Karya sastra dalam hal ini dinilai sebagai guru yang dapat dijadikan panutan.Karena itu, pendekatan moral menempatkan karya sastra lebih dari hanya

sebagai sebuah karya seni (Semi, 1993:71-72).Pendekatan moral pada sebuah karya

sastra dilihat dari etika dan keyakinan, sehingga pendekatan ini cenderung menjerumus kepada segi-segi nilai keagamaan.Karya sastra yang baik adalah karya yang mengangkat masalah manusia dan kemanusian.Sesuatu yang mempunyai nilai moral, yaitu nilai yang berpangkal dari nilai-nilai kemanusiaan, serta nilai-nilai baik dan buruk yang universal.

Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia yaitu dapat membawa pesan kepada yang dinamakan moral sehingga sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral.Pada penelitian ini, diperlukan suatu teori pendekatan yang menjadi acuan bagi penulis yaitu teori pendekatan moral.Pendekatan moral adalah seperangkat asumsi yang paling berkaitan tentang sastra dalam hubungannya dengan nilai-nilai moral dan pengajarannya.Moral adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih (Suseno, 1987:58).

Berdasarkan pendekatan moral, penulis dapat mengungkapkan amanat atau pesan yang ada dalam komik Happy Cafe , yang dikaji berdasarkan tindakan atau perilaku positif oleh para tokoh cerita yang menunjukkan pesan-pesan moral. Niai-nilai moral yang penulis teliti dalam skripsi ini adalah nilai giri dan ninjou, oleh karena itu penulis menggunakan konsep giri dan ninjou yang dikemukakan oleh Ruth Benedict

Giri adalah suatu kewajiban yang sudah seharusnya dibayar, merupakan hutang budi kepada seseorang baik suka maupun tidak suka harus dibayar dalam


(58)

jangka waktu dekat atau lama.Seseorang tidak boleh melupakan girinya, karena orang Jepang menganggap rendah orang yang tidak mau membayar girinya.Dalam pelaksanaan giri, umumnya orang mengalami dilema, karena kewajiban moral yang harus dilakukannya terkadang bertentangan dengan perasaan pribadinya.Perasaan pribadi inilah yang disebut ninjou.Ninjou merupakan kasih sayang untuk sesamanya dari hati yang terdalam.Perbedaan yang mendasar antara giri dan ninjou adalah bahwa ninjou tidak membutuhkan balasan, karena itu semua berasal dari hati yang tulus (Benedict, 1982:142).

Berdasarkan konsep tersebut, penulis akan menunjukkan cuplikan-cuplikan cerita mengenai pembinaan orang dan kepribadian yang ada hubungannya dengan nilai giri dan ninjouyang terdapat dalam komik Happy Cafe, dan kemudian akan dipilih bagian mana yang merupakan tindakan para tokoh yang menyampaikan pesan moral tersebut.

Pendekatan lain yang juga penulis gunakan adalah pendekatan semiotik. Menurut Pradopodalam Jabrohim(2001:70), semiotikadalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Sastra semiotikmemusatkan kajiannya pada lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan di dalam karya sastra. Pendekatan semiotik beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media bahasa yang estetik.Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki banyak interpretasi.Peneliti juga dapat mengarahkan pada hubungan teks sastra dengan pembaca.Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dan pembaca. Jika pengarang merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami


(59)

oleh pembaca, tentu karya sastra tersebut akan mudah dicerna. Baik karya yang mudah maupun yang sulit dipahami, akan selalu dicerna pembaca menggunakan kode-kode tertentu. Berdasarkan pendekatan semiotik, penulis dapat menginterpretasikan sikap para tokoh-tokoh ke dalam tanda. Tanda yang ada pada komik akan di-interpretasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana yang merupakan tindakan para tokoh yang menyampaikan pesan moral giri dan ninjou. Oleh sebab itu, penulis juga akan menggunakan pendekatan semiotik.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam komik

Happy Café karya Kou Matsuzuki.

2. Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai moral sepertigiri, danninjouyang diungkapkan dalam komik Happy Café karya Kou Matsuzuki melalui para tokoh cerita.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam komik Happy Café yang dapat berguna bagi pembaca.


(60)

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika moral masyarakat Jepang sepertigiri, dan ninjou yang diungkapkan dalam komik Happy Café yang dapat menjadi pembelajaran bagi pembaca.

3. Membantu pembaca lebih memahami isi cerita dalam komik Happy

Café, terutama kondisi para tokoh dan konflik yang dihadapi dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu yaitu moralitas dan sastra

1.6 Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan serta manfaat penelitian yang telah dijelaskan, maka diperlukan metode dalam penelitian ini.Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2004:53). Metode ini juga berfungsi untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Metode ini tidak hanya menjelaskan, tetapi juga memberikan pemahaman yang jelas terhadap data yang kita analisis.

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode kepustakaan (Library research) yaitu dengan mengadakan studi penelaahan terhadap data-data tulisan yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan. Data ini dapat berupa buku-buku, artikel, informasi baik dari media elektronik maupun tulisan,


(61)

selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Departemen Bahasa dan Sastra Jepang, pemanfaatan buku-buku pribadi penulis, serta website atau situs-situs yang menunjang dalam proses pengumpulan data-data dalam penelitian ini. Kemudian buku-buku tersebut dibaca dan dicari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis komik Happy Café berdasarkan pendekatan moral sastra. Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan di atas, langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini antara lain:

1. Membaca komik Happy Café karya Kou Matsuzuki

2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu mencari data tentang kajian pendekatan moral sastra, semiotik dan teori-teori lain yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data berdasarkan pendekatan moral sastra dan mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung di dalam komik Happy Café.

4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk skripsi


(1)

NILAI GIRI DAN NINJOU DALAM KOMIK HAPPY CAFE

KARYA KOU MATSUZUKI

KOU MATSUZUKI SAKUHIN NO HAPPY CAFE TO IU MANGA

NI OKERU GIRI TO NINJOU NO KACHIKAN

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu

syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

OLEH :

ESTER RIKA OKTAVIANA A.

110708022

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara.

Adapun skripsi ini berjudul “Nilai Giri Dan Ninjou dalam Komik HAPPY

CAFÉ Karya Kou Matsuzuki”

Dalam proses penyelesaian skripi ini, penulis banyak menerima bantuan baik secara moril maupun materi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen

Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis di tengah-tengah kesibukan beliau.

3. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian M, M.A selaku dosen pembimbing I

yang telah meluangkan waktu dan memberi perhatian untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(3)

4. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis dalam dunia kerja.

5. Ayahanda J. Aritonang dan ibunda tercinta T. Ambarita, orang tua penulis yang senantiasa memberikan kasih sayang beserta doa-doa dan semangat setiap harinya. Penulis bangga mempunyai orang tua seperti bapak dan ibu, banyak teladan yang luar biasa kalian berikan.

6. Kepada adik-adik penulis Selamat Alex Sandro Aritonang, Desi

Rutnawaty Aritonang dan Roynaldo Aritonang. Terimakasih untuk doa dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan buat adik-adik tetap semangat untuk menggapai cita-citanya.

7. Seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu

per satu. Terimakasih selalu mengirimkan doa dan semangat kepada penulis. Semoga penulis tetap dapat menjadi kebanggaan dalam keluarga.

8. Kepada sahabat-sahabat penulis Yenny Vitasari Saragih, Juliana

Purba, yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka selama penyelesaian skripsi ini. Mari kita tetap menjadi teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

9. Seluruh teman-teman di Sastra Jepang USU khususnya stambuk

2011 “S-Eleven”, adik-adik serta teman-teman dari IMPERATIF serta sahabat kepengurusan IMPERATIF tahun 2014 - 2015 dan


(4)

semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun kalian selalu memberikan semangat dan terus mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kita tetap menjadi teman dan sahabat yang selalu mendukung satu sama lain.

10.Abang Djoko Santoso sebagai adminstrasi jurusan Sastra Jepang

yang selalu membantu mengurus keperluan surat-surat penulis. 11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, 12 Januari 2016 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR ………...i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ………... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...….………. 7

1.4.1Tinjauan Pustaka ……….. 7

1.4.2 Kerangka Teori……… 8

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ...………..11

1.5.1Tujuan Penelitian ...………. 11

1.5.2Manfaat Penelitian ...………... 12

1.6Metode Penelitian ………... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉKARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK 2.1Defenisi Komik………...………..… 14

2.2Latar (Setting) Komik Happy Cafe………….…………... 16

2.3Studi Moral dan SemiotikSastra ……….17


(6)

2.3.1.1 Prinsip- Prinsip Dasar Moral .……… 19

2.3.1.2Sikap- Sikap Kepribadian Moral ...………. 21

2.3.2 Semiotik Sastra ...……….. 25

2.4 Konsep Giri dan Ninjou serta Aplikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Jepang …...…..……….... 26

2.4.1 Giri ... 26

2.4.2 Ninjou ………..……... 30

2.5 Biografi Pengarang ...………... 31

BAB III NILAI GIRI DAN NINJOU DALAMKOMIK HAPPY CAFÉKARYA KOU MATSUZUKI 3.1 Sinopsis Cerita Komik Happy Café karya Kou Matsuzuki ...….……….. 32

3.2 NilaiGiri dan Ninjou dalam Komik Happy Café karya Kou Matsuzuki ….………...36

3.2.1 Giri…...……… 37

3.2.2 Ninjou ..………... 41

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ……….…..….48

4.2 Saran ……….. 49 DAFTAR PUSTAKA