Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Pasar Modal

BAB II
PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH
PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS
JASA KEUANGAN

A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa
keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini
bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal,
modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.26
Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong
diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan disektor jasa keuangan yang
terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu dilakukan penataan
kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan
tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan

lembaga jasa keuangan lainnya.

26

Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan
Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 2008), hal. 28

24

Universitas Sumatera Utara

Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif di dalam menangani permasalaan yang timbul dalam sistem
keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan,
pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut
harus dilakukan secara terintegrasi.27
Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, OJK
bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di
luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum OJK
dibentuk, maka Undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu. Jika mau
dibentuk, undang-undangnya harus dibuat dulu, jika tidak OJK tidak punya dasar
hukum.28
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan
bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan
jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu
alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa
BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan.
Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia
mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat
itu.29

27

Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomormor 111, hal 1
28
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu
Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, Depok, Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004, hal 6.
29
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan yaitu OJK tidak terlepas dari situasi krisis moneter
yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang menimpa wilayah Asia. Krisis ekonomi
selalu menelan biaya yang tidak sedikit, baik dilihat dari biaya ekonomi maupun
biaya sosial yang diakibatkannya. Krisis ekonomi di tahun 1997-1998,
misalnya,membebani perekonomian Indonesia sebesar 50% dari Produk Domestik
Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi minus 13%. Di sisi lain, diperlukan
waktu yang tidak singkat untuk mengembalikan perekonomian ke kondisi sebelum
krisis.30
Juli 1997 Indonesia terkena dampaknya karena struktur ekonomi nasional
Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global tersebut. Akibat dari
krisis yang terjadi tersebut berdampak sangat besar terhadap perekonomian di
Indonesia. Pasar modal, kegiatan usaha di sektor riil maupun perbankan

mengalami penurunan yang cukup besar. Salah satu penyebab krisis yang melanda
sebahagian besar perusahaan di Indonesia adalah karena kurang dimanfaatkannya
pasar modal sebagai sumber dana perusahaan. Ketidaksesuaian pembiayaan,
karena dipakainya dana jangka pendek bagi pendanaan investasi jangka panjang
tersebut dapat dihindari apabila perusahaan memanfaatkan instrument pasar modal
bagi kegiatan pembiayaannya baik dalam ekuitas (equity) maupun hutang (debt).
Indonesia pada saat itu memusatkan sektor perbankan (Banking Centric)
dalam

perkembangan

perekonomiannya.

Terdapatnya

Banking

Centric

30


Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM & FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang
Optimum:Kajian Akademik, xa.yimg.com/kq/.../KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hal.
7, diakses tanggal 12 Mei 2016.

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa keuangan lain dan lebih jauh dapat
menimbulkan gangguan stabilitas finansial sehingga krisis yang terjadi pada tahun
1997-1998 yang melanda Indonesia menyebabkan banyaknya bank mengalami
kolaps. Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas dari BI banyak yang
dipertanyakan, bahkan dianggap krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor
perbankan di Indonesia. 31 Dengan melakukan reformasi hukum terus menerus
terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional yaitu sistem
keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi
intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional
yang diharapkan dan dapat mencegah terulangnya krisis sekaligus penangkal
dalam pemikiran permasalahan-permasalahan dimasa depan, sehingga program
pembangunan ekonomi nasional yakni dengan tujuan untuk menciptakan pondasi
yang kuat harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan

kegiatan perekonomian nasional yang harus dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel yang berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana
diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.32
Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 1999
Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3
Tahun 2004, terakhir dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank
Indonesia yang menyatakan:

31

Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan,
www.ugm.ac.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.
32
Harry Koot, Analisis Pemebntukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari
http://www.geocities.ws/jurnalhet/dokumen/ringkasan-skripsi-harry-koot.pdf, diakses tanggal
15 Mei 2016.

Universitas Sumatera Utara

(1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa

keuangan yang independen dan di bentuk dengan undang-undang
(2) Pembentukan lembaga pegawas sebagaimana di maksud pada ayat (1) akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 pasal tersebut
mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga jasa keuangan yang
independen yang bertugas mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia.
Sehingga tugas pengawasan tidak dilakukan oleh BI.
Namun dalam perkembangan, lembaga jasa keuangan yang dimaksud
berganti nama menjadi OJK dan kewenangan meluas. Tidak hanya mengawasi
perbankan saja, tetapi seluruh jasa keuangan yang ada. Termasuk pasar modal dan
jasa-jasa keuangan lainnya. Untuk keperluan tersebut akan menyatukan seluruh
aktifitas pengawas sektor jasa keuangan di bawah satu atap yang jangka waktu
pendirian OJK tersebut di perpanjang menjadi paling lambat akhir Desember
2010, yang mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, sekuritas,
modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang mengelola
dana masyarakat.33
Sebagaimana Pasal 34 UU BI dijadikan landasan pembentukan dan
pengaturan lembaga pengawasan keuangan dalam UU BI kurang tepat. Karena
pengaturan pengalihan kewenangan kepada lembaga pengawas keuangan bukan
merupakan kompetensinya dan terdapat kesan pasal tersebut merupakan sisipan
bagi pembentukan lembaga pengawas keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka


33

Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah akedemik pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010, hal. 3

Universitas Sumatera Utara

harus dipahami mengapa UU BI berlaku.34 Norma tertinggi atau norma dasar dan
dalam konteks Indonesia norma dasar tersebut adalah UUD 1945, dalam hal ini
Pasal 23D UUD 1945 “Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunannya,
kedudukannya, kewenangan, tanggung jawab dan indepedensi di atur dengan
Undang-undang”. Pada dasarnya UU OJK memuat ketentuan tentang Organisasi
dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai
jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa
keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan
pengaturan prudensial serta ketentuan jasa penunjang industri jasa keuangan dan
lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan di atur dalam undang-undang
sektoral tersendiri yaitu UU No. 6 Tahun 2009 Tentang BI, UU No. 8 Tahun 1995

Tentang Pasar Modal, UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian, UU No. 11
Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan sektor jasa keuangan lannya.
Landasan filosofis mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan
cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia,
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. OJK dibentuk dengan
tujuan agar keselurahan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan
dapat terselenggarakan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK
di bentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi
34

Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah Akademik UU OJK, hal. 3

Universitas Sumatera Utara

independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran
(fairness).35
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan OJK tersebut di atas,

maka OJK harus merupakan bagian dari penyelenggaraan urusan kenegaraan yang
integrasi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan lainnya
di dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum
dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar OJK dapat
melaksanakan fungsinya secara efektif, maka OJK harus memiliki independensi di
dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan
yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut. Independensi ini diwujudkan
dengan dua hal. Pertama, secara kelembagaan OJK tidak berada di bawah otoritas
lain di dalam Pemerintah Negara Republik Indonesia, dan kedua, secara orang
perseorangan yang memimpin OJK harus memiliki kepastian atas jabatannya
berupa jangka waktu jabatan yang tidak bias diganti sejauh melaksanakan tugas
dengan benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas.36
Landasan filosofis berkaitan dengan “rechtside” di mana semua
masyarakat mempunyai yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya
untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum
tersebut tumbuh dari sistem nilai masyarakat mengenai baik atau buruk. Sehingga
hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang

35
36


Ibid, hal 4
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkan dalam tingkah laku
masyarakat.37
Dasar sosiologis artinya, mencerminkan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan
landasan ini diharapkan suatu Undang-undang yang akan di buat akan di terima
masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang
diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu
banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya.
Landasan yuridis, yaitu Pasal 34 UU No. 33 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, UU No. 6 tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.33 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi undang-undang.38
Seperti yang dikemukan oleh Bagir Manan, bahwa kecenderungankecenderungan dan harapan-harapan masyarakat dalam kenyataan dalam
masyarakat merupakan dasar sosiologi. Kelumpuhan peranan hukum akan terjadi
apa bila peraturan perundang-undangan apa bila tidak memasukkan faktor
kecenderungan dan harapan masyarakat tersebut karena hanya akan sekedar
merekam seketika (momen opname). OJK harus menemparkan dirinya secara
proporsional dan mengayomi berbagai kepentingan dari pelaku industri dan
pemangku kepentingan lainnya. Apabila seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) industri dapat menata perilakunya sendiri, OJK dapat menjadi
37

Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusi Peraturan Perundang-Undangan Nasioanal,
Padang, Fakultas Hukun Universitas Andalas, 1994, hal 135
38
Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hal 270

Universitas Sumatera Utara

fasilitator terhadap pasar. Fungsi surveillance dari OJK melalui pengaturan dan
pengawasan menjadi penting. Pemberian keleluasaan kepada industri untuk
mengatur dirinya harus tetap ditempatkan dalam kerangka bahwa fungsi
pengaturan dan pengawasan tetap merupakan tugas dan wewenang OJK dan
senantiasa diarahkan untuk menjaga keberlangsungan sektorkeuangan yang sehat
dan stabil.39
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Untuk menjamin tercapainya tujuan
pembentukan otoritas jasa keuangan, maka otoritas jasa keuangan memiliki
kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan. Selain dari hal tersebut, peran
pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh otoritas jasa keuangan harus
diarahkan untuk menciptakan efesiensi, persaingan yang sehat, perlindungan
konsumen serta memelihara mekanisme pasar yang sehat.
Pembentukan OJK di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang
diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa definisi dari Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK
ini. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa
39

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Op. Cit. hal. 5

Universitas Sumatera Utara

Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum
diamandemen Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi
ketentuannya adalah “Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian
menjadi Otoritas Jasa Keuangan) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir
Desember 2002” Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia merupakan respon dari krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997-1998
yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia, khususnya pada sektor perbankan.
Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya
bankbank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan
pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta
kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Lembaga OJK ini akan mengambil
alih kewenangan pengawasan perbankan yang selama ini dipegang oleh Bank
Indonesia (BI).40
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK menyebutkan,
bahwa lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau
multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini
mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu
40

Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu
Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal 132

Universitas Sumatera Utara

penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan. OJK
bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatann yang berhubungan
dengan jasa keuangan di sektor berbankan. Diharapkan dengan adanya
pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada
jasa keuangan di sektor perbankan.
Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas
lain yang tidak kalah penting yang harus diemban oleh OJK adalah melakukan
pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Pengawasan lain
yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga
peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan
lain. 41 Dalam melaksanakan kewenangan pengawasannya, OJK bertanggung
jawab kepada publik melalui DPR sebagai reprentatif atau perwakilan publik.
Berdasarkan UU OJK, OJK dibekali kewenangan pemeriksaan dan penyidikan,
baik secara rutin maupun insidentil, onside maupun offside.42

B. Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang melaksanakan tugas
pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Untuk beroperasi sebagai
lembaga pengawas yang terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan
bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan secara terpadu. Di
Indonesia, tugas tersebut menjadi tanggung jawab Dewan Komisioner OJK yang

41

http://azarasidi.blogspot.com/2013/10/peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html
diakses tgl 3 Juni 2016.
42
http://www.pulausumbawanews.com/daerah/ojk-berwenang-ciptakan-investasiyangkondusif/ diakses tgl 3 Juni 2016.

Universitas Sumatera Utara

memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan yang
tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik indutri
keuangan. Terintegrasinya peraturan juga penting dalam kaitannya terpisahnya
antara

pengawasan

microprudential

dan

pengawasan

macroprudential

sebagaimana yang diatur Pasal 7 UU OJK.
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan definisi
tentang pengawasan microprudential ataupun definisi tentang pengawasan
macroprudential. Undang-Undang OJK hanya menetapkan bahwa pengawasan
microprudential difokuskan pada kesehatan individu Bank dengan melakukan
analisis kesehatan neraca Bank, khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam
menghadapi siklus usaha. Tujuan pengawasan microprudential adalah melindungi
nasabah dan menurunkan ancaman efek menular kebangkrutan Bank terhadap
perekonomian.
Lingkup pengawasan microprudential yang dialihkan ke OJK mulai 1
Januari 2014 adalah tugas pengaturan dan pengawasan Perbankan yang meliputi
hal-hal berikut:
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi:
a. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin usaha Bank.
b. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi :

Universitas Sumatera Utara

a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan Bank.
b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank.
c. Sistem informasi debitur.
d. Pengujian kredit (credit testing).
e. Standar akuntansi bank.
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian Bank, meliputi:
a. Manajemen risiko.
b. Tata kelola bank.
c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.
d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan Perbankan
4. Pemeriksaan bank Pasal 7 UU OJK menyatakan bahwa selain lingkup
pengawasan diatas, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang
disebut sebagai pengaturan dan pengawasan macroprudential. Dalam rangka
pengaturan dan pengawasan macroprudential tersebut peran OJK adalah
membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada industri
Perbankan. Konsepsi dan transformasi OJK keterikatan antara kebijakan
macroprudential dengan kebijakan microprudential yang mana terdapat pada
Pasal 39 UU OJK yang menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,
Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan dan pengawasan di bidang Perbankan antara lain :
a. Kewajiban pemenuhan modal minimum Bank.

Universitas Sumatera Utara

b. Sistem informasi Perbankan yang terpadu.
c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing,
dan pinjaman komersial luar negeri.
d. Produk Perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha Bank lainnya, antara
lain kartu kredit, kartu debet, dan internet Banking.
e. Penentuan institusi Bank yang masuk kategori systemically important
Bank.43
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
terhadap:44
1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Wewenang OJK secara umum diatur pada Pasal 8 UU OJK, yaitu:
1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK
4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. menetapkan

peraturan

mengenai

tata

cara

penetapan perintah

tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

43

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta,
Penebar Swadaya Grup, 2014, hal 7
44
Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Universitas Sumatera Utara

7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan;
8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.
Undang-Undang OJK mengenal wewenang ini sebagai wewenang
pengaturan, sedangkan wewenang pengawasan diatur sebagai berikut:
1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan
2. mengawasi

pelaksanaan

tugas

pengawasan

yang dilaksanakan oleh

Kepala Eksekutif;
3. melakukan
konsumen,

pengawasan,
dan

tindakan

pemeriksaan,
lain

penyidikan, perlindungan

terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
4. memberikan

perintah

tertulis

kepada

Lembaga

Jasa Keuangan

dan/atau pihak tertentu;
Segala kewenangan dari OJK terdapat di Pasal 7 sampai dengan Pasal 9
UU OJK. Kewenangan dari OJK dibagi kedalam tiga bagian yaitu :45
1. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan lembaga jasa keuangan bank yang
meliputi :
45

Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.

Universitas Sumatera Utara

a. Perizinan untuk pedirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit
(credit testing); dan standar akuntansi bank.
d. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen resiko; tata kelola bank; prinsip mengenala nasabah dan anti
pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan; dan pemeriksaan bank.
2. Terkait pengaturan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) yang
meliputi:
a. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
b. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapna perintah tertulis
terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;

Universitas Sumatera Utara

e. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan;
f. menetapkan struktur organisasi dan infrasruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan da kewajiban;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan.
3. Terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) yang
meliputi :
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala
eksekutif;
c. melakukan

pengawasan,

pemeriksaan,

penyidikan,

perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang keiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau
pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratrif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa
keuangan; dan

Universitas Sumatera Utara

h. memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perorangan,
efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan
melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan
pembubaran dan penetapan lain.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut OJK mempunyai
wewenang, antara lain :46
1. Menetapkan kebijakan tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala
Eksekutif.
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen
dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagainana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.
4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak
tertentu.
5. Melakukan penunjukkan pengelolaan staturter
6. Menetapkan penggunaan pengeloan statute
7. Menetapkan

sanksi

administrative

terhadap

pihak

yang

melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

C. Pengaturan Hukum terhadap Pengawasan Pasar Modal dari Bapepam
kepada Otoritas Jasa Keuangan

46

Kasmir, Op.Cit, hal 277

Universitas Sumatera Utara

Pengalihan kewenangan Bapepam kepada OJK sejak tanggal 31 Desember
2012. Maka, tugas, fungsi, pengaturan dan pengawasan Bapepam beralih kepada
OJK. Beralihnya kewenangan tersebut mengakibatkan kekayaan, pegawai juga
dialihkan kepada OJK untuk menunjang kerja OJK tersebut. Pengalihan
kewenangan Bapepam kepada OJK tidak banyak mengalami perubahan
sebagaimana di bawah Bapepam baik dalam ruang lingkup pengawasan serta
objek pengawasannya. Namun yang berbeda ialah adanya struktur organisasi, di
mana pada struktur organisasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdiri dari direktorat, termasuk Direktorat
Pengawasan Transsaksi Efek dan Lembaga Efek. Berbeda ketika berada di bawah
Bapepam-LK hanyalah bagian dari Biro. Sehingga dengan adanya pengalihan
kewenangan Bapepam kepada OJK dalam hal pengawasan transaksi efek
mempunyai tugas yang lebih banyak daripada sebelumnya.47
Sistem pengawasan industri yang kuat, akan meningkatkan kepercayaan
domestik maupun global terhadap perekonomian Indonesia dalam menghadapi
tantangan ke depan. Adanya kesadaran global bahwa industri keuangan sudah
semakin terintegrasi dan merupakan aktivitas lintas batas (cross-border activities)
mendorong beberapa negara untuk melakukan perubahan fundamental dalam
struktur kelembagaan maupun design pengaturan dan pengawasan.48
Kegiatan pasar modal merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dana
dari masyarakat investor. Dana tersebut diserahkan kepada lembaga pasar modal,
47

Rizka Maulida, dkk. Pengalihan Kewenangan BAPEPAM-LK Kepada Otoritas Jasa
Keuangan dalam hal Pengawasan Transaksi Efek (Studi di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Pusat),
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015, hal 11.
48
Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Bandung:
Alumni, 2005, hal 7

Universitas Sumatera Utara

karena investor atau masyarakat selain menginginkan keuntungan (profit) tetapi
juga menaruh kepercayaan pada bidang pasar modal. Dengan terjadinya krisis
yang melanda terutama lumpuhnya sektor perbankan maka sumber pembiayaan
beralih kepada pasar modal. Bapeam sebagai lembaga yang membina dan
mengawas pasar modal harus dapat mendorong perusahan-perusahaan yang sehat
untuk memanfaatkan pasar modal guna pendanaan jangka panjang mereka. Untuk
menarik minat berinvestasi diperlukan perlindungan terhadap investor dengen
kepastian hukum melaui pengaturan dan pengawasan.49
Secara teoritis ada dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di
satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan
sebaiknya di lakukan oleh beberapa institusi. Alasan dasar di pihak lain ada aliran
yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan
oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya keuangan diawasi oleh FSA,
sedangkan di Amerika diawasi oleh beberapa institusi. Misalnya Alasan dasar
yang melatar belakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem
perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga seberapa dalam konvergensi
diantara lembaga-lembaga keuangan.50
Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking Publication
(1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya
memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada Bank Sentral.
Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk
negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya (resources). Bank
49

Ibid, hal 176
Zulkarnain Sitompul, Menyambut Kehadiran
http://Sippm.unas.ac.id, hal. 1, diakses tanggal 15 Mei 2016, hal 2
50

Otoritas

Jasa

Keuangan,

Universitas Sumatera Utara

Sentral dianggap memadai dalam hal sumber daya (SDM dan Dana). Dari kaca
mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari Bank Sentral sejalan
dengan munculnya kecendrunganpemberian independensi kepada Bank Sentral.
Ada kekhawatiran bahwa dengan independennya Bank Sentral akan memiliki
kewenangan yang sedemikian besar.51
Pengawasan yang berlaku diIndonesia saat ini adalah lebih pada
pendekatan institusional (institusional approach). Dalam model ini, regulator
yang mengawasi suatu institusi adalah didasarkan status badan hukum dari
institusi yang diawasi tersebut. 52 Pendekatan institusional dan fungsional telah
mulai ditinggalkan karena sangat berpotensi menciptakan konflik antara lembaga
pengawasan. Karena kesulitan merespon perkembangan produk keuangan yang
telah terintegrasi lintas sektoral. Konsistensi peraturan juga merupakan isu dalam
kedua pendekatan tersebut.
Undang-Undang OJK memberikan dasar hukum terhadap penyatuan dua
institusi terpisah yang sebelumnya melakukan fungsi pengawasan terhadap
perbankan dan pasar modal, dan lembaga keuangan non bank, yaitu Bank
Indonesia dan Bapepam-LK Kementerian Keuangan ke dalam satu otoritas
tunggal (Unifed Supervisory Model). Di Indonesia, bank diatur dan diawasi oleh
bank Indonesia, sedangkan perusahaan sektor keuangan non bank dan diawasi
oleh Bapepam.53

51

Ibid.
Zaidatul Amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari
Pengalaman Negara Lain, www.unesa.ac.id, diakses tanggal 15 Mei 2016
53
Nurhaida (Anggota Dewan komisioner Kepala Eksekutif Pangawas Pasar Modal),
Reformasi Pengawasan Jasa Keuangan Melalui Pembentukan Otoritas Jasa keuangan Sebagai
52

Universitas Sumatera Utara

Penyatuan pengaturan dan pengawasan terhadap semua sektor jasa
keuangan tersebut menjawab hal-hal sebagai berikut:
Pertama, lebih menyelaraskan cakupan dan kedalam semua sektor jasa
keuangan selama ini dipraktik di sektor jasa keuangan, termasuk dalam rangka
pengelolaan struktur koglomerasi industri keuangan yang ada di Indonesia.
Penyatuan ini ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang lebih optimal bagi
institusi pengatur dan pengawas tersebut dalam rangka memelihara, membenahi,
dan memperkuat kebijakan-kebijakannya, serta untuk mengefektifkan law
enforcement, untuk pemeliharan disiplin pasar dan perlindungan konsumen di
sektor jasa keuangan.
Kedua, untuk menyeimbangi penerapan ketentuan terhadap semua sektor
utama pada industri jasa keuangan, yang sekaligus merupakan peluang yang
berharga untuk membentuk budaya yang baru bagi regulator untuk mengawasi
sektor keuangan. Dengan demikian, OJK harus memampu dan dapat
memperbaharui sistem regulasi sektor jasa keuangan untuk lebih konsisten dan
lebih harmonis terhadap semua sektor jasa keuangan. Ketiga, diharapkan akan
lebih

memungkinkan

untuk

menghasilkan

pengaturan-pengaturan

dan

terkonsolidasi sesuai dengan harapanharapan masyarakat, sebagai modal awal
menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan di
Indonesia.54

Upaya Mendorong pertumbuhan PerekoNomormian Nasional, www.itb.ac.id, diakses tanggal 28
Desember 2012
54
Darmin
Nasution,
Konsepsi
Pemikiran
Otoritas
Jasa
Keuangan,
http://books.google.co.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.

Universitas Sumatera Utara

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memisahkan fungsi pengaturan dan fungsi
pengawasan dalam satu organisasi di mana fungsi pengaturan dilakukan oleh
dewan komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan oleh tiga pengawas
yang berdiri sendiri yaitu pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan
pengawas industri keuangan non bank. Kesemuanya terintegrasi dalam satu
organisasi OJK. Dewan komisioner sebagai organ tertinggi OJK melakukan pula
fungsi pengawasan terhadap ketiga lembaga pengawas di maksud. Dengan
demikian, di Indonesia nantinya, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dapat
bersama-sama dengan OJK melaksanakan pengawasan terhadap bank, bahkan
Bank Indonesia juga diperkenankan untuk bersama dengan OJK melakukan
pemeriksaan lapangan di suatu bank (on site inspection). Selain itu, Bank
Indonesia juga mendapatkan semua akses informasi tentang data perbankan di
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara