Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Pasar Modal

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Anuraga, Pandji dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2001.

Ang, Robbert Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to

Indonesia Capital Market), Mediasoft, Jakarta, 1997.

Anwar, Jusuf. Pasar Modal Sebagi Sarana Pembiayaan dan Investasi, Alumni, Bandung, 2005.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2014.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum Pencaraian dan Pembebasan. UMS Press, Surakarta, 2010.

_______________. Sisi-Sisi Lain Hukum Dari Hukum Di Indonesia. Kompas, Jakarta, 2009.

________________, Ilmu Hukum, Bandung, Aditya Bakti, 2013, hal 5

Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, Penebar Swadaya Grup, 2014.

Sundari, Siti. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011.

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2014.

Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta.2008

Fuady, Munir. Pasar Modal Indonesia (Tinjauan Hukum), Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.

Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah akedemik pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010.


(2)

Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik UU OJK

Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusi Peraturan Perundang-Undangan

Nasioanal, Padang, Fakultas Hukun Universitas Andalas, 1994

Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014 D. Tjiptono & Hendy M. Pasar modal di Indonesia, Jakarta: Salemba, 2001. Nasarudin, Irsan. dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Prenada

Media,2004.

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Nomorrmatif, Surabaya, Bayu Media Publishing, 2005

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan

Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 2003.

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010.

P. Sitorus, “Pengantar Ilmu Hukum (Dilengkapi Tanya Jawab)”, Bandung:

Pasundan Law Faculty, Alumnus Press, 1998.

Arief, Barda Nawawi, “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana”, Cetakan Kesatu, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Bogor, 1995 Nasution Bismar, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Universitas Indonesia

Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, 2001.

Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007.

Yuhassarie, Emmy (ed), Prosiding Transaksi Di Pasar Modal : Obligasi, Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum, 2005.


(3)

B. Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Pasar Modal Peraturan Bapepam-LK NO.IV.C.5

Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. Kep-43/BL/2008 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas.

Peraturan Bapepam dan LK No.IV.D.11 Lampiran Kep. Ketua Bapepam No. KEP-480/BL/2009 tentang Pedoman Fungsi-fungsi Manajer Investasi.Peraturan Bapepam No.IV.B 1. Tentang Pedoman pengelolaan Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

Peraturan Bapepam No.IV.B.2.tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Peraturan Bapepam No. IV.A.3 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal

Keputusan Ketua Bapepam Nomormor: Kep- 86/ PM / 1996 dan Peraturan Nomormor X.K1, mengenai Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik

C. Website

S.Destyantoro. Otoritas Jasa Keuangan OJK Pengawas Lembaga Keuangan Baru

Yang Memiliki Kewenangan Penyidikan,

http://www.academia.edu/9310472/ diakses tanggal 21 Februari 2016. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/23/2106030/OJK.Tangani.Bank.

Mutiara.per.1.Januari.2014, diakses tanggal 1 April 2016.

http://kendaripos.fajar.co.id/2016/03/ojk-siapkan-penyidik-optimalkan-perlindungan-konsumen/ (diakses tanggal 1 Mei 2016)

Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM & FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang Optimum:Kajian Akademik, xa.yimg.com/kq/.../KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hal. 7, diakses tanggal 12 Mei 2016.


(4)

Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan, www.ugm.ac.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.

Harry Koot, Analisis Pemebntukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari

http://www.geocities.ws/jurnalhet/dokumen/ringkasan-skripsi-harry-koot.pdf, diakses tanggal 15 Mei 2016.

http://azarasidi.blogspot.com/2013/10/peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Juni 2016.

http://www.pulausumbawanews.com/daerah/ojk-berwenang-ciptakan-investasi-yangkondusif/ diakses tgl 3 Juni 2016.

Zulkarnain Sitompul, Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan, http://Sippm.unas.ac.id, hal. 1, diakses tanggal 15 Mei 2016.

http://www.bisnis-kti.com, Berita Ekonomi dan Bisnis, tanggal (30/9/2013). diakses tanggal 21 Mei 2016.

http://www.kabarbisnis.com/read/2844036, diakses tanggal 21 Mei 2016.

Zaidatul Amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari Pengalaman Negara Lain, www.unesa.ac.id, diakses tanggal 15 Mei 2016

Darmin Nasution, Konsepsi Pemikiran Otoritas Jasa Keuangan, http://books.google.co.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.

Fitrianti Lestari, http://fitrianalestari.blogspot.com/2011/10/kejahatan-pelanggaran-dibidangpasar.html diakses tgl 1 Juni 2016

http://www.kompasiana.com/minnie/peranan-otoritas-jasa-keuangan-dalam- melindungi-praktek-praktek-kecurangan-yang-terjadi-dalam-pasar-modal_56bd1c2a7193731b05dfe710 (diakses tanggal 1 Juni 2016)

D. Artikel/Jurnal

Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum EkoNomormi Universitas Sumatera Utara, 2013, hal 2


(5)

Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004)

Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008).

Rizka Maulida, dkk. Pengalihan Kewenangan BAPEPAM-LK Kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Pengawasan Transaksi Efek (Studi di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Pusat), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015, hal 11.

Nurhaida (Anggota Dewan komisioner Kepala Eksekutif Pangawas Pasar Modal), Reformasi Pengawasan Jasa Keuangan Melalui Pembentukan Otoritas Jasa keuangan Sebagai Upaya Mendorong pertumbuhan PerekoNomormian Nasional, www.itb.ac.id, diakses tanggal 28 Desember 2012

Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008).

Stephen M. Bainbridge, SECURITIES LAW insider trading, Foundation Press, New York, hal. 150.


(6)

BAB III

KEDUDUKAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENANGANI KASUS KEJAHATAN PASAR MODAL

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

A. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)

Sistem Peradilan Pidana adalah sistem yang dibuat untuk menanggulangi masalah-masalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban dan mengancam rasa aman masyarakat, merupakan salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima.55Pelaksanaan peradilan pidana adalah upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi di masyarakat dengan mengajukan para pelaku kejahatan ke pengadilan sehingga menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan membuat para calon pelaku kejahatan berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan.

Marjono Reksodipoetro memberikan batasan bahwa sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.56 Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Marjono tersebut terlihat bahwa komponen atau sub sistem dalam sistem peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya Marjono juga mengemukakan bahwa

55

Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007, hal 4.

56 Romli Atmasasmita,


(7)

tujuan dari sistem peradilan pidana adalah mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah diadili, mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya.57

Muladi mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial.58 Hal ini dimaksudkan untuk mencapai keadilan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh masyarakat.

Hukum adalah keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan mencapai keadilan, juga meliputi lembaga serta proses yang mewujudkan berlakunya kaidah tersebut sebagai kenyataan di masyarakat.59

Wewenang untuk menunjuk penyidik tersebut dapat dilimpahkan oleh Kapolri kepada Pejabat Kepolisian Negara RI. Sedangkan penyidik yang dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil, pengangkatannya dilakukan oleh Menteri atas usul Departemen yang membawahi Pegawai Negeri Sipil tersebut. Mentri sebelum melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI. Dan wewenang pengangkatan itu dapat dilimpahkan oleh Menteri Kepada Pejabat yang ditunjuknya. (Pasal 2 (6) PPRI No. 27 Tahun 1983).

57

Ibid, hal 3

58

Ibid, hal 5-6

59P. Sitorus,

Pengantar Ilmu Hukum (Dilengkapi Tanya Jawab) , Ba du g: Pasu da


(8)

Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) yang mengatur tentang acara sendiri khususnya perihal penyidikan. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan akankah terjadi penyidikan oleh penyidik OJK di dalam tindak pidana yang sama, dimana hak dan kewenangan penyidikan pada tindak pidana OJK dipunyai juga oleh penyidik lain yang telah ada. Keadaan ini nampaknya akan tidak selaras dengan integrated criminal justice system. Integrated criminal justice system mempunyai pengertian adanya keterpaduan penyidik bidang tindak pidana. Salah satu pilar dari sistem penanganan terpadu, adalah harus adanya koordinasi dari para penyidik.60

Dengan adanya penyidik OJK, hal ini akan menimbulkan rebutan perkara dalam penyidikan tindak pidana OJK dan akan terjadi tumpang tindih kewenangan yang berujung kepada adanya nebis in idem. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang mandiri dan independen serta bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor perbankan, pasar modal, pengasuransian, dana pensiun, lembaga pembayaran dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian termasuk penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, perdagangan obat bius, perdagangan senjata dan manusia, penyelundupan, kejahatan di bidang perpajakan, pasar modal dan kejahatan di industri asuransi. Itu dapat disidik oleh penyidik OJK apabila terindikasi adanya kejahatan. Dengan demikian penyidik OJK mempunyai kewenangan yang besar selain berwenang melakukan penyidikan yang tidak dipunyai oleh penyidik lain. Dalam hal


(9)

penyidikan terhadap tindak pidana jasa keuangan undangundang OJK mengaturnya dalam Pasal 49 yang berbunyi:

(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan;

b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;

c. melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

d. memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;


(10)

f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan; g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun

elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;

h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain;

j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

k. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan m. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan dan Jaksa wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai


(11)

kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Tentang kewenangan penyidikan yang dipunyai oleh penyidik OJK ini, seperti penyidikan terhadap semua tindak pidana yang menyangkut jasa keuangan seperti diatur dalam sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan. Sementara terhadap tindak pidana perbankan telah ada penyidik sebelumnya yaitu pejabat polisi negara.

Polisi sebagai penyidik tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 6 ayat (1) a. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia, selain itu Polisi sebagai penyidik diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 14 ayat (1) a: Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Dengan demikian Polisi sebagai penyidik termasuk penyidik mempunyai hak dan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk tindak pidana di sektor jasa keuangan (Perbankan dan lainlain). Begitu juga Kejaksaan. Jaksa sebagai penyidik mempunyai kewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu seperti tindak pidana korupsi, ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 ayat (1) d. Di bidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.


(12)

Jadi apabila terindikasi adanya tindak pidana korupsi di sektor jasa keuangan (sektor perbankan dan lain-lain) maka Jaksa berwenang melakukan penyidikan. Dengan adanya kewenangan penyidikan dari penyidik OJK, maka akan terjadi diverifikasi penyidik dan akan membuat makin tumpang tindihnya penyidikan dalam tindak pidana tertentu yaitu tindak pidana yang diatur di luar KUHAP.

Kedudukan hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditetapkan sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal tertentu yang diatur tegas dalam UU Nomor 21 Tahun 2011.Akan tetapi, meski independen, anggaran OJK bersumber pada APBN, dan/atau pungutan dari penyelenggara jasa.

Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK.Secara orang perorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Disamping itu, untuk mendapatkan pimpinan yang tepat, dalam UU OJK diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.61 Sebagai lembaga yang bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. OJK berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat.62

61Wahyu Uto o, OJK Bagia Refor asi Eko o i I do esia , artikel da Jur al


(13)

B. Unsur-Unsur Kejahatan dalam Pasar Modal yang terdapat di dalam Pasar Modal UU Nomor 8 tahun 1995

Tindak pidana di bidang Pasar Modal mempunyai karakteristik yang khas,

yaitu antara lain adalah “barang” yang menjadi obyek dari tindak pidana adalah

informasi, selain itu pelaku tindak pidana tersebut bukanlah mengandalkan kemampuan fisik seperti halnya pencurian atau perampokan mobil, akan tetapi lebih mengandalkan pada kemampuan untuk membaca situasi pasar serta memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Tindak Pidana Pasar Modal merupakan aktifitasnya (tindak pidananya) terkait Langsung dalam ruang lingkup definisi Pasar Modal Pasal 1 angka 13 UUPM.63

Melalui UUPM tersebut, maka dapat kita lihat bersama kategori kejahatan Pasar Modal pada Bab XI tentang penipuan, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam, mulai dari pasal 90 sampai dengan pasal 99. Yang dapat di bagi menjadi 3 (tiga) kategori kejahatan Pasar Modal beserta unsur – unsurnya, yaitu:

1. Penipuan (fraud)

Penipuan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 90 huruf c, adalah membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain

63Fitrianti Lestari,


(14)

atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.64 Terkait dengan pengertian KUHP tentang penipuan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga memberikan beberapa spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan/atau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun diluar bursa atas efek emiten atau perusahaan publik. Mengenai pengertian tipu muslihat atau rangkaian kebohongan sebagaimana ditentukan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menegaskan bahwa hal tersebut termasuk membuat pernyataan yang tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material.

Unsur – unsur tindakan kejahatan Pasar Modal yang dilarang yang berupa penipuan yang terdapat di dalam Pasal 90 adalah, antara lain:65

a. Setiap pihak; Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UUPM, pihak yang dimaksud adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.

b. Menipu atau menggelabui pihak lain atau turut serta menipu atau turut serta mengelabui pihak lain; Berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan, maka unsur – unsur yang dikatakan penipuan adalah orang yang hendak mengguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hak, baik dengan

64

http://www.kompasiana.com/minnie/peranan-otoritas-jasa-keuangan-dalam-


(15)

memakai nama palsu atau keadaan palsu baik dengan tipu muslihat maupun perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan barang, membuat hutang atau menghapus piutang.66

c. Dengan menggunakan sarana ataupun cara apapun;

d. Membuat pernyataan tidak benar tentang fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material; Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.67 Informasi atau fakta materil yang diperkirakan dapat mempengharui efek atau keputusan investasi pemodal, antara lain hal-hal sebagai berikut: 1) Penggabungan usaha, pembelian saham,peleburan usaha, atau

pembentukan usaha patungan;

2) Pemecahan saham atau pembagian deviden saham; 3) Pendapatan dari deviden yang luar biasa sifatnya; 4) Perolehan atau kehilangan kontrak penting; 5) Produk atau penemuan baru yang berarti;

6) Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen;

66

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Bogor, 1995, hal 262

67 Republik Indonesia, Undang Undang Nomor.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal,


(16)

7) Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang;

8) Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya;

9) Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang materil; 10)Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;

11)Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direktur atau komisaris perusahaan;

12)Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain; 13)Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;

14)Penggantian wali amanat;

15)Perubahan tahun fiskal perusahaan.68

Menurut pendapat pengadilan dalam List v.Fashion Park, Inc,340 F. 2d 457 (2d Cir. 1995), fakta materil adalah meliputi fakta – fakta yang secara rasional dan objektif mempengharui nilai saham perusahaan.69 e. Dengan tujuan agar pernyataan yang di buat tidak menyesatkan mengenai

keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.

68

Keputusan Ketua Bapepam Nomormor: Kep- 86/ PM / 1996 dan Peraturan Nomormor X.K1, mengenai Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik

69 Bismar Nasution,


(17)

Undang – Undang No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, memberikan batasan mengenai kegiatan perdagangan efek yang dimaksud dalam pasal 90 ini melalui penjelasannya yaitu, kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian.70 Peristiwa – peristiwa yang dapat mempengharui harga saham harus dilaporkan paling lambat 2 (dua) hari kerja.71 Berdasarkan unsur – unsur kejahatan tersebut Pasar Modal yang berupa Penipuan di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap perbuatan semua pihak ataupun turut serta, yang dilarang berdasarkan Pasal 90 UUPM atau memenuhi unsur – unsur dari Pasal 90 tersebut maka di namakan telah melalukan kejahatan Pasar Modal yang berupa Penipuan. Pihak yang melakukan penipuan dikenakan ketentuan selain sanksi administratif, yaitu sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). 72

2. Manipulasi Pasar

Selain tindak pidana penipuan, terdapat tindak pidana yang berupa manipulasi pasar berdasarkan Pasal 91 dan pasal 92 UUPM, maka dapat dilihat ketentuan tentang unsur – unsur yang dikatakan manipulasi pasar yaitu sebagai berikut:

a. Setiap pihak baik sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain;

70 Republik Indonesia, Undang Undang Nomor.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal,

Pasal 90

71

Keputusan Ketua Bapepam Nomormor: Kep- 86/ PM / 1996 dan Peraturan Nomormor X.K1, mengenai Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik

72


(18)

b. dilarang melakukan tindakan atau melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupucn tidak langsung;

c. dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Atau dengan tujuan menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuaan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan.73Pada penjelasan Pasal 91 UUPM yang berbunyi: “Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek, antara lain:

a. melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau

b. melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek pada harga tertentu, di mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada

harga yang kurang lebih sama.”74

Sementara pada penjelasan Pasal 92 UUPM yang berbunyi: “Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di Bursa

73

Penjelasan Pasal 91 dan 92, Undang – Undang Nomor.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal


(19)

Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli Efek yang

sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain.” 4422

Berdasarkan penjelasan Pasal 91 dan 92 UUPM, maka dapat diketahui bahwa rencana pertama dari praktek manipulasi pasar adalah melakukan restriksi artifisial atau penciptaan penampilan palsu atas kegiatan perdagangan yang sebenarnya dalam persedian (supply) dengan mengakuisisi saham secara substansial dalam controlled account. Kegiatan merangsang permintaan (demand) saham yang disengaja dengan upaya pengendalian pesediaan saham. Selanjutnya melakukan penjualan atas persedian saham yang dibeli, sejalan dengan harga saham yang telah membubung (harga manipulasi).

Setiap pihak yang melakukan pratek menipulasi pasar yang dilarang oleh UUPM, dapat dikenakan sanksi administrasi dan juga sanksi pidana yang sama dengan melakukan tindak pidana Penipuan di Pasar Modal. Penipuan dengan manipulasi perbedaannya pada dasarnya hanya terletak pada akibat dari perbuatan tersebut. Pada manipulasi pasar,akibat dari perbuatan tersebut harga saham menjadi semu sedangkan pada tindak pidana penipuan maka akibat dari informasi atau keadaan tidak sebenarnya tersebut akan dapat merugikan pihak lain tanpa mesti mempunyai akibat terhadap pasar yang termanipulasi.

Penjelasan Pasal 92 UUPM yang berbunyi: “Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di Bursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli Efek yang


(20)

sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain.”75 Berdasarkan penjelasan pasal 91 dan 92 UUPM, maka dapat diketahui bahwa rencana pertama dari praktek manipulasi pasar adalah melakukan restriksi artifisial atau penciptaan penampilan palsu atas kegiatan perdagangan yang sebenarnya dalam persedian (supply) dengan mengakuisisi saham secara substansial dalam controlled account. Kegiatan merangsang permintaan (demand) saham yang disengaja dengan upaya pengendalian pesediaan saham. Selanjutnya melakukan penjualan atas persedian saham yang dibeli, sejalan dengan harga saham yang telah membubung (harga manipulasi).76

Setiap pihak yang melakukan pratek menipulasi pasar yang dilarang oleh UUPM, dapat dikenakan sanksi administrasi dan juga sanksi pidana yang sama dengan melakukan tindak pidana Penipuan di Pasar Modal.77 Penipuan dengan manipulasi perbedaannya pada dasarnya hanya terletak pada akibat dari perbuatan tersebut. Pada manipulasi pasar,akibat dari perbuatan tersebut harga saham menjadi semu sedangkan pada tindak pidana penipuan maka akibat dari informasi atau keadaan tidak sebenarnya tersebut akan dapat merugikan pihak lain tanpa mesti mempunyai akibat terhadap pasar yang termanipulasi.

Di dalam penjelasan Pasal 94 UUPM, memberikan batasan bahwa suatu tindakan yang dilarang pada Pasal 91 dan 92 UUPM tersebut menjadi tindakan yang tidak terlarang yang berupa :

a. stabilisasi harga efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut dicantumkan dalam Prospektus; dan

75

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Penjelasan Pasal 92

76 Bismar Nasution,


(21)

b. penjualan dan pembelian efek oleh Perusahaan Efek selaku pembentuk pasar untuk rekeningnya.78

3. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)

Perdagangan orang dalam dilarang karena pihak yang memiliki informasi orang dalam, dan kemudian mempergunakannya untuk memperdagangkan efek, pada dasarnya mempunyai keuntungan berhadapan dengan pihak lain, yang tidak mempunyai informasi orang dalam. Pihak yang memiliki informasi orang dalam ini tidak beda dengan seorang pencuri, karena pihak lain tidak mengetahui informasi orang dalam tersebut (apabila dia mengetahui informasi orang dalam tersebut) mungkin tidak akan pernah menjual sahamnya pada harga tersebut. (apabila dia mengetahui bahwa informasi tersebut akan menyebabkan kenaikan harga), ataupun dia mungkin akan menunda membeli saham seandainya pihak tersebut mengetahui bahwa harga efek tersebut akan turun (apabila informasi yang belum dikeluarkan oleh emiten itu akan menyebabkan penurunan harga).79 Memang tidak semua orang yang membeli atau menjual saham pada harga tersebut mengetahui adanya informasi orang dalam, tetapi bagi pihak yang mengetahui informasi orang dalam dan kemudian menggunakannya bertransaksi, jelas merampas kesempatan pihak lainnya.

78

Undang – Undang No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Penjelasan Pasal 94.

79

Insider trading is said to harm investors in two pricipal ways. Some contend that the i estor’s trades are made at the ro g price . A more sophisticated theory posits that the investor is induced to make a bad purchase or sale. Neiter argument proves convincing on close examination. An in vestor who trades in a security contemporaneosly with insiders having access to material non public information likely will allege injury in that he sold at the wrong price; i.e., a price that does not reflect undiscrosed information. If a fir ’s stock currently slls at $10 per share, but after disclousure of the new information will at $15, a shareholder who sells at the curent price thus will claim a $ 5 loss. Lihat untuk ini Stephen M. Bainbridge, SECURITIES LAW insider trading, Foundation Press, New York, hal. 150.


(22)

Larangan perdagangan oleh orang dalam, sebagaimana dikatakan di atas, pada dasarnya adalah larangan yang dimaksud agar informasi yang keluar dari perusahaan dapat sampai kepada semua orang (pemodal dan calon pemodal) secara bersamaan dan merata, akan memberikan kepada setiap pihak yang membutuhkan informasi kesempatan yang sama untuk mempergunakan informasi tersebut untuk kepentingan masing-masing. Perlunya disampaikannya informasi yang ada dan dimiliki emiten tersebut secara bersamaan dan merata dimaksudkan juga untuk memastikan bahwa tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan, baik karena hubungan yang bersangkutan dengan perusahaan maupun karena yang bersangkutan memperolehnya secara melawan hukum. Perlakuan yang sama dan merata atas informasi emiten ini diperlukan, karena (sekali lagi) informasi di pasar modal merupakan komoditi penting yang membuat orang memutuskan, melakukan atau tidak melakukan investasi. Oleh karena itu orangorang yang dianggap mempunyai hubungan khusus dengan perusahaan (emiten), dilarang melakukan transaksi dengan mempergunakan informasi orang dalam. Dengan tidak seorang pun akan diuntungkan, terutama apabila yang bersangkutan mempunyai akses terhadap manajemen perusahaan.

Jenis kejahatan Pasar Modal yang lainnya adalah insider trading. UUPM melarang adanya praktek perdagangan orang dalam yang dapat dilihat dari Pasal 95 – 99 UUPM. Yang unsur – unsur suatu kejahatan Pasar Modal yang berupa praktik perdagangan orang dalam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Adanya orang dalam atau setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum;


(23)

Berdasarkan penjelasan pasal 95 UUPM, maka dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan orang dalam adalah:

1) komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; 2) pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;

3) orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkanorang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau Berdasarkan kategori orang dalam ini,maka yang dimaksud dengan:

a) Yang dimaksud dengan “kedudukan” dalam penjelasan angka iii ini adalah jabatan pada lembaga, institusi, atau badan pemerintah. b) Yang dimaksud dengan “hubungan usaha” dalam penjelasan angka

iii ini adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, dan kreditur.

4) Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka i, ii, iii di atas.

b. Mempunyai informasi orang dalam yang belum tersedia untuk umum; Yang dimaksud dengan “informasi orang dalam” dalam penjelasan angka iii adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum.

c. Dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek atau memberi informasi orang dalam kepada Pihak


(24)

mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek

Alasan mengapa perdagangan orang dalam dilarang adalah sebagai berikut:

1) Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.

2) Orang dalam dari suatu Emiten atauPerusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. Yang dimaksud

dengan “transaksi” disini adalah semua bentuk transaksi yang terjadi

antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain, termasuk transaksi atas Efek perusahaan.

Beberapa hal yang tidak tergolong ke dalam perdagangan orang dalam berdasarkan Pasal 97 dan 98 UUPM yaitu,


(25)

1) Apabila setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan.

2) Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya. 3) Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada

nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan.

Sanksi yang dapat dikenakan pada pihak yang melakukan pelanggaran di Bursa Efek Indonesia sama dengan sanksi yang dikenakan pada kejahatan manipulasi pasar dan penipuan yaitu berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana yang berupa hukuman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).80

4. Informasi yang Menyesatkan (misleading information)

Landasan hukum Missleading information dalam UUPM dapat ditemui pada Pasal 80, 81, 93 UUPM. Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 93 dan 94 UUPM, maka informasi yang menyesatkan merupakan jenis kejahatan pasar modal yang lainnya selain yang telah disebutkan di atas. Pengertian informasi yang menyesatkan adalah pernyataan menyesatkan yang disebabkan adanya misrepresentation atau pernyataan dengan membuat penghilangan (omission) fakta materil, baik dalam dokumen – dokumen penawaran umum maupun dalam

80


(26)

perdagangan saham. Pernyataan pernyataan tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, dan potensi ekonomi emiten. Mengenai informasi yang menyesatkan dapat dilihat dari Pasal 93 UUPM.

Unsur – unsurnya dapat berupa: a. Setiap pihak;

b. Dengan cara apapun;

c. Membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan;

d. Dengan ketentuan apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material;

e. Bertujuan mempengaruhi harga efek di Bursa Efek; Enam elemen informasi yang menyesatkan antara lain:

a) Adanya pernyataan fakta material yang salah (palsu) atau pernyataan fakta material itu tidak lengkap

b) Adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada publik, apabila gugatan itu didasarkan pada fakta material yang salah atau kurang lengkap.

c) Adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau omission dan dilakukannya dengan maksud melakukan penipuan


(27)

d) Merupakan fakta material

e) Adanya keyakinan (reliance)

f) Adanya kerugian (injury).81

Namun dalam Pasal 94 UUPM beserta penjelasannya menerangkan bahwa ada beberapa tindakan memenuhi unsur misleading information namun tidak termasuk ke dalam kategori kejahatan Pasar Modal yang berupa:

1) Stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut dicantumkan dalam Prospektus.

2) Penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan Efek selaku pembentuk pasar untuk rekeningnya sendiri. Mengenai tanggung jawab atas informasi yang menyesatkan, maka pada Pasal 80 dan 81 UUPM, dapat kita ketahui bahwa ada 2 (dua) hal yang wajib bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas kerugian yang timbul akibat informasi yang menyesatkan tersebut. a. Apabila pernyataan dalam rangka penawaran umum ada informasi

yang tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat informasi tentang fakta material, maka setiap pihak yang menandatangani pernyataan pendaftaran tersebut, direktur dan komisaris emiten, penjamin pelaksana emisi efek, profesi penunjang Pasar Modal atau pihak lain yang memberikan pendapat

81


(28)

atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam pernyataan pendaftaran.

b. Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut.

Namun terdapat pengecualian apabila penjamin pelaksana emisi efek, profesi penunjang Pasar Modal atau pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam pernyataan pendaftaran, dapat membuktikan bahwa Pihak yang bersangkutan telah bertindak secara profesional dan telah mengambil langkah-langkah yang cukup untuk memastikan bahwa 1) Pernyataan atau keterangan yang dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran adalah

benar; dan

2) Tidak ada fakta material yang diketahuinya yang tidak dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran yang diperlukan agar Pernyataan Pendaftaran tersebut tidak menyesatkan.

Maka tuntutan ganti rugi hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak pernyataan pendaftaran efektif.82 Bagi pihak yang melakukan pelanggaran dengan memberikan informasi yang menyesatkan dapat dikenakan ketentuan


(29)

pidana dan sanksi administratif yang sama dengan kejahatan pasar modal yang lainnya.83

C. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan untuk Melakukan Penyidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Kewenangan Pemeriksaan Terhadap Kegiatan Pasar Modal yang dimiliki OJK terkait dengan pemeriksaan dapat dikatakan sebagai kewenangan yang super power. Hal ini dapat terlihat pada kewenangan yang dimiliki OJK yang mencakup pengaturan dan pengawasan serta perizinan dalam jasa keuangan, termasuk di dalamnya kegiatan di Pasar Modal. Dengan kewenangan yang dimiliki OJK, tentunya untuk dapat melakukan pencegahan dalam bentuk identifikasi adanya potensi kejahatan di pasar modal akan menjadi mudah. Namun demikian, serangkaian kewenangan tersebut tidaklah akan berarti jika OJK tidak memiliki kewenangan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku kejahatan di pasar modal.

Pada dasarnya kewenangan menjatuhkan sanksi tidak hanya dimiliki oleh OJK, badan pengawasan sebelumnya, yakni Bapepam juga memiliki kewenangan dalam hal menjatuhkan sanksi. Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidikan juga dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK.

Ketentuan pidana di dalam UU OJK meliputi :84

83

Ibid, Pasal 104.

84 Kasmir. Bank dan

Lembaga Keuangan Lainnya, RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2014,


(30)

1. Perbuatan-perbuatan terhadap pelanggaran kerahasian informasi yang subjeknya adalah setiap orang perorangan atau korporasi

2. Perbuatan-perbuatan terhadap pelaksanaan kewenangan OJK dalam perlindungan konsumen

3. Perbuatan-perbuatan dalam hal tidak mengabaikan perintah tertulis dari OJK Kewenangan OJK juga mengacu pada Undang-Undang tentang Pasar Modal, yang menentukan bahwa setiap pelanggaran yang dilakukan oleh setiap pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari OJK, dapat dijatuhi sanksi berupa:

1. Peringatan tertulis;

2. Denda yaitu kewajiban berupa pembayaran sejumlah uang tertentu; 3. Pembatasan kegaitan usaha;

4. Pembekuan kegiatan usaha; 5. Pencabutan izin usaha; 6. Pembatalan persetujuan; dan

7. Pembatalan pendaftaran; Selain sanksi sebagai mana di atas, OJK juga berwenanga untuk menjatuhkan sanksi berdasar pada Pasal 9 UU OJK, yakni memberikan yaitu antara lain :

a. Izin usaha;

b. Izin orang perseorangan;

c. Efektifnya pernyataan pendaftaran; d. Surat tanda terdaftar;


(31)

f. Pengesahan; dan

g. Persetujuan penetapan pembubaran;

Kewenangan yang dimiliki OJK dalam menjatuhkan sanksi, diharapkan mampu menjadi alat penanggulangan yang efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan manipulasi pasar di pasar modal. Sejauh ini pihak OJK telah memberikan sanksi terhadap beberapa perusahaan yang laporan keuangannya dianggap bermasalah, seperti yang dikutip penulis pada salah satu media massa nasional sebagai berikut :85

Otoritas Jasa Keuangan mengganjar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan sanksi peringatan kedua karena kesehatan keuangan perusahaan dinilai bermasalah. Ngalim Sawega, Deputi Komisioner Pengawas I Industri Keuangan Nonbank OJK, mengatakan pihaknya telah memberikan sanksi kepada perseroan. Namun, dia enggan merinci sejak dan sampai kapan sanksi itu

berlaku.“Jangan sampai sanksi itu menjurus ke pencabutan izin [usaha]. Karena

kalau kita cabut izinnya, ini kan [perusahaan] besa, ada 4 juta, 5 juta pemegang polis, tentunya nasib mereka akan terkatung-katung.”

Bekti Anuar mengemukakan bahwa dalam satu tahun ini telah banyak perusahaan yang kegiatan jasa keuangannya dibekukan karena terbukti melakukan tindakan melawan hukum dalam kegiatan jasa keuangan di pasar modal. Misalnya

85 http://www.bisnis-kti.com, Berita Ekonomi dan Bisnis, tanggal (30/9/2013). diakses


(32)

kasus Perusahaan Modal Ventura (PMV) yang tidak beroperasi secara benar, telah diberikan sanksi pembekuan kegiatan usaha dari Otoritas.86

Jasa Keuangan (OJK). Bekti Anuar mengemukakan bahwa pihaknya telah memberhentikan kegiatan usaha 15 perusahaan modal Ventura, sehingga perusahaan modal ventura tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha. Hal tersebut seperti yang tertuang dalam Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK. 010/2012 tentang perusahaan modal ventura. Disisi lain, dalam penghentian praktik usaha tersebut, ke 15 PMV tersebut dipandang tidak memenuhi ketentuan Pasal 42 ayat 2 huruf a PMK Nomor 18/PMK. 010/2012 tentang perusahaan modal ventura. Isi peraturan tersebut adalah, perusahaan modal ventura wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha semesteran kepada Menteri, Ketua dan Kepala Biro dengan ketentuan paling lama satu bulan setelah periode semester berakhir. Namun pada kenyataannya, 15 Perusahaan Modal Ventura tersebut tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha sejak semester I tahun 2012. Berdasarkan ketentuan pasal 62 ayat 5 PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tentang perusahaan Modal Ventura (PMK18/2012), sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku selama 30 hari kerja. Bekti Anuar menambahkan, bila sampai 1 (satu) bulan tidak ada itikad baik dari mereka (PMV) maka izin usahanya akan dicabut.

Selain itu, berdasarkan penelusuran penulis terkait dengan kejahatan di pasar modal, pada tahun 2013 terdapat 34 (tiga puluh empat) pelanggaran, namun pelanggaran tersebut belum selesai diproses. Hal ini dikemukakan oleh Kepala

86

Dikutip VICKY HO, Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penanganan Kejahatan Manipulasi Pasar Di Pasar Modal, Tesis Program Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin


(33)

Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, pelanggaran tersebut belum bisa disampaikan secara detail karena masih dalam proses lebih lanjut, beliau menegaskan dari 34 pelanggaran atau kejahatan pasar 23 modal tersebut, terbagi menjadi dua pelanggaran yakni yang berkaitan dengan emiten dan yang kedua berkaitan dengan efek. Nurhaida menjanjikan kepada masyarakat akan mengumumkan siapa saja pelaku kejahatan pasar modal. Dalam hal ini, kita akan share dengan publik, apabila prosesnya sudah selesai 87

Tindakan tegas OJK dalam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan ini adalah langkah tepat untuk menghindari terjadinya berbagai kejahatan di pasar modal. Dengan adanya penjatuhan sanksi ini, diharapkan mampu memberikan efek jera baik kepada perusahaan yang telah dijatuhi sanksi dan juga akan memberikan rasa takut kepada perusahaan yang akan melakukan tindakan modus operandi untuk mempengaruhi harga efek di pasar modal. Masih banyak bentuk-bentuk tindakan penjatuhan sanksi yang telah dikeluarkan OJK sampai dengan saat ini.

Pasal 7 UU OJK mengatur tugas dan kewenangan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa kewenangan OJK tersebut merupakan kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan microprudential. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehatihatian dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan

87


(34)

pengawasan selain hal yang diatur dalam Pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada perbankan.

Pasal 8 UU OJK menjelaskan ketentuan yang menentukan secara khusus tentang kewenangan OJK yang berkaitan dengan tugas pengaturan bank. Untuk melaksanakan tugas pengaturan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, OJK mempunyai wewenang:

a. Menetapkan peraturan pelaksana Undang-Undang ini.

b. Menetapkan Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. c. Menetapkan paraturan dan keputusan OJK.

d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan. e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.

f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu.

g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statute pada lembaga jasa keuangan.

h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara dan manata usahakan kekayaan dan kewajiban.

i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.


(35)

D. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Menangani Kasus Kejahatan Pasar Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan ekonomi nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.88

Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi.

88

Lina Maulidiana, Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Pengawas Perbankan Nasional Di Indonesia, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwaijurai, Lampung, 2014,Volume 5 Nomor 1 Maret 2014


(36)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah

1. Pengaturan dan pengawasan pasar modal setelah peralihan BAPEPAM kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 kewenangan OJK terkait dengan kegiatan jasa keuangan memisahkan secara limitatif jenis kewenangannya, yakni pada Pasal 8 diatur yang berkaitan dengan pengaturan, dan pada Pasal 9 diatur mengenai kewenangan yang berkaitan dengan pengawasan.

2. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Menangani Kasus Kejahatan Pasar Modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan, selanjutnya Jaksa yang menerima laporan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai dengan kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan, sesuai dengan Pasal 50 UU OJK

B. Saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini yaitu:


(37)

1. Harus dilakukan harmonisasi undang-undang terkait, seperti Undang-undang Perbankan, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang LPS sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyidikan tindak pidana pasar modal.

2. Dalam pelaksanaan kewenangan penanganan kejahatan manipulasi pasar di pasar modal, diharapkan OJK tidak hanya menunggu adanya laporan dari konsumen/investor mengenai adanya dugaan telah terjadinya manipulasi pasar, namun harus mampu lebih aktif dalam melakukan penelitian terhadap kegiatan jasa keuangan yang diduga melakukan manipulasi pasar.


(38)

BAB II

PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS

JASA KEUANGAN

A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.26

Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan disektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

26

Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas


(39)

Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalaan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan, pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.27

Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum OJK dibentuk, maka Undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu. Jika mau dibentuk, undang-undangnya harus dibuat dulu, jika tidak OJK tidak punya dasar hukum.28

Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.29

27

Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomormor 111, hal 1

28

Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, Depok, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal 6.

29


(40)

Pembentukan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan yaitu OJK tidak terlepas dari situasi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang menimpa wilayah Asia. Krisis ekonomi selalu menelan biaya yang tidak sedikit, baik dilihat dari biaya ekonomi maupun biaya sosial yang diakibatkannya. Krisis ekonomi di tahun 1997-1998, misalnya,membebani perekonomian Indonesia sebesar 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi minus 13%. Di sisi lain, diperlukan waktu yang tidak singkat untuk mengembalikan perekonomian ke kondisi sebelum krisis.30

Juli 1997 Indonesia terkena dampaknya karena struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global tersebut. Akibat dari krisis yang terjadi tersebut berdampak sangat besar terhadap perekonomian di Indonesia. Pasar modal, kegiatan usaha di sektor riil maupun perbankan mengalami penurunan yang cukup besar. Salah satu penyebab krisis yang melanda sebahagian besar perusahaan di Indonesia adalah karena kurang dimanfaatkannya pasar modal sebagai sumber dana perusahaan. Ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi pendanaan investasi jangka panjang tersebut dapat dihindari apabila perusahaan memanfaatkan instrument pasar modal bagi kegiatan pembiayaannya baik dalam ekuitas (equity) maupun hutang (debt).

Indonesia pada saat itu memusatkan sektor perbankan (Banking Centric) dalam perkembangan perekonomiannya. Terdapatnya Banking Centric

30

Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM & FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang Optimum:Kajian Akademik, xa.yimg.com/kq/.../KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hal.


(41)

menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa keuangan lain dan lebih jauh dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial sehingga krisis yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia menyebabkan banyaknya bank mengalami kolaps. Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas dari BI banyak yang dipertanyakan, bahkan dianggap krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor perbankan di Indonesia.31 Dengan melakukan reformasi hukum terus menerus terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional yaitu sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional yang diharapkan dan dapat mencegah terulangnya krisis sekaligus penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan dimasa depan, sehingga program pembangunan ekonomi nasional yakni dengan tujuan untuk menciptakan pondasi yang kuat harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.32

Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004, terakhir dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan:

31 Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan,

www.ugm.ac.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.

32

Harry Koot, Analisis Pemebntukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari http://www.geocities.ws/jurnalhet/dokumen/ringkasan-skripsi-harry-koot.pdf, diakses tanggal 15 Mei 2016.


(42)

(1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan di bentuk dengan undang-undang

(2) Pembentukan lembaga pegawas sebagaimana di maksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 pasal tersebut mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga jasa keuangan yang independen yang bertugas mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia. Sehingga tugas pengawasan tidak dilakukan oleh BI.

Namun dalam perkembangan, lembaga jasa keuangan yang dimaksud berganti nama menjadi OJK dan kewenangan meluas. Tidak hanya mengawasi perbankan saja, tetapi seluruh jasa keuangan yang ada. Termasuk pasar modal dan jasa-jasa keuangan lainnya. Untuk keperluan tersebut akan menyatukan seluruh aktifitas pengawas sektor jasa keuangan di bawah satu atap yang jangka waktu pendirian OJK tersebut di perpanjang menjadi paling lambat akhir Desember 2010, yang mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang mengelola dana masyarakat.33

Sebagaimana Pasal 34 UU BI dijadikan landasan pembentukan dan pengaturan lembaga pengawasan keuangan dalam UU BI kurang tepat. Karena pengaturan pengalihan kewenangan kepada lembaga pengawas keuangan bukan merupakan kompetensinya dan terdapat kesan pasal tersebut merupakan sisipan bagi pembentukan lembaga pengawas keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka


(43)

harus dipahami mengapa UU BI berlaku.34 Norma tertinggi atau norma dasar dan dalam konteks Indonesia norma dasar tersebut adalah UUD 1945, dalam hal ini

Pasal 23D UUD 1945 “Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunannya,

kedudukannya, kewenangan, tanggung jawab dan indepedensi di atur dengan Undang-undang”. Pada dasarnya UU OJK memuat ketentuan tentang Organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan di atur dalam undang-undang sektoral tersendiri yaitu UU No. 6 Tahun 2009 Tentang BI, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian, UU No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor jasa keuangan lannya.

Landasan filosofis mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia, bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. OJK dibentuk dengan tujuan agar keselurahan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggarakan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK di bentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi

34Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa


(44)

independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran (fairness).35

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan OJK tersebut di atas, maka OJK harus merupakan bagian dari penyelenggaraan urusan kenegaraan yang integrasi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan lainnya di dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar OJK dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka OJK harus memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut. Independensi ini diwujudkan dengan dua hal. Pertama, secara kelembagaan OJK tidak berada di bawah otoritas lain di dalam Pemerintah Negara Republik Indonesia, dan kedua, secara orang perseorangan yang memimpin OJK harus memiliki kepastian atas jabatannya berupa jangka waktu jabatan yang tidak bias diganti sejauh melaksanakan tugas dengan benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas.36

Landasan filosofis berkaitan dengan “rechtside” di mana semua

masyarakat mempunyai yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum tersebut tumbuh dari sistem nilai masyarakat mengenai baik atau buruk. Sehingga hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang


(45)

melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkan dalam tingkah laku masyarakat.37

Dasar sosiologis artinya, mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan landasan ini diharapkan suatu Undang-undang yang akan di buat akan di terima masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya.

Landasan yuridis, yaitu Pasal 34 UU No. 33 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 6 tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.33 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi undang-undang.38

Seperti yang dikemukan oleh Bagir Manan, bahwa kecenderungan-kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat dalam kenyataan dalam masyarakat merupakan dasar sosiologi. Kelumpuhan peranan hukum akan terjadi apa bila peraturan perundang-undangan apa bila tidak memasukkan faktor kecenderungan dan harapan masyarakat tersebut karena hanya akan sekedar merekam seketika (momen opname). OJK harus menemparkan dirinya secara proporsional dan mengayomi berbagai kepentingan dari pelaku industri dan pemangku kepentingan lainnya. Apabila seluruh pemangku kepentingan

(stakeholders) industri dapat menata perilakunya sendiri, OJK dapat menjadi

37

Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusi Peraturan Perundang-Undangan Nasioanal, Padang, Fakultas Hukun Universitas Andalas, 1994, hal 135

38


(46)

fasilitator terhadap pasar. Fungsi surveillance dari OJK melalui pengaturan dan pengawasan menjadi penting. Pemberian keleluasaan kepada industri untuk mengatur dirinya harus tetap ditempatkan dalam kerangka bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan tetap merupakan tugas dan wewenang OJK dan senantiasa diarahkan untuk menjaga keberlangsungan sektorkeuangan yang sehat dan stabil.39

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan otoritas jasa keuangan, maka otoritas jasa keuangan memiliki kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan. Selain dari hal tersebut, peran pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh otoritas jasa keuangan harus diarahkan untuk menciptakan efesiensi, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen serta memelihara mekanisme pasar yang sehat.

Pembentukan OJK di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa definisi dari Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK ini. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa


(47)

Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum diamandemen Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi

ketentuannya adalah “Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian

menjadi Otoritas Jasa Keuangan) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir

Desember 2002” Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997-1998 yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia, khususnya pada sektor perbankan. Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bankbank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Lembaga OJK ini akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan yang selama ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI).40

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK menyebutkan, bahwa lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu

40

Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal 132


(48)

penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan. OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatann yang berhubungan dengan jasa keuangan di sektor berbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada jasa keuangan di sektor perbankan.

Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas lain yang tidak kalah penting yang harus diemban oleh OJK adalah melakukan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Pengawasan lain yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan lain.41 Dalam melaksanakan kewenangan pengawasannya, OJK bertanggung jawab kepada publik melalui DPR sebagai reprentatif atau perwakilan publik. Berdasarkan UU OJK, OJK dibekali kewenangan pemeriksaan dan penyidikan, baik secara rutin maupun insidentil, onside maupun offside.42

B. Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang melaksanakan tugas pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas yang terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan secara terpadu. Di Indonesia, tugas tersebut menjadi tanggung jawab Dewan Komisioner OJK yang

41

http://azarasidi.blogspot.com/2013/10/peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Juni 2016.


(49)

http://www.pulausumbawanews.com/daerah/ojk-berwenang-ciptakan-investasi-memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik indutri keuangan. Terintegrasinya peraturan juga penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprudential dan pengawasan macroprudential sebagaimana yang diatur Pasal 7 UU OJK.

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan definisi tentang pengawasan microprudential ataupun definisi tentang pengawasan macroprudential. Undang-Undang OJK hanya menetapkan bahwa pengawasan

microprudential difokuskan pada kesehatan individu Bank dengan melakukan

analisis kesehatan neraca Bank, khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha. Tujuan pengawasan microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan ancaman efek menular kebangkrutan Bank terhadap perekonomian.

Lingkup pengawasan microprudential yang dialihkan ke OJK mulai 1 Januari 2014 adalah tugas pengaturan dan pengawasan Perbankan yang meliputi hal-hal berikut:

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi: a. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin usaha Bank. b. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.


(50)

a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan Bank.

b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank. c. Sistem informasi debitur.

d. Pengujian kredit (credit testing). e. Standar akuntansi bank.

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian Bank, meliputi: a. Manajemen risiko.

b. Tata kelola bank.

c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.

d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan Perbankan

4. Pemeriksaan bank Pasal 7 UU OJK menyatakan bahwa selain lingkup pengawasan diatas, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang disebut sebagai pengaturan dan pengawasan macroprudential. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential tersebut peran OJK adalah membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada industri Perbankan. Konsepsi dan transformasi OJK keterikatan antara kebijakan

macroprudential dengan kebijakan microprudential yang mana terdapat pada

Pasal 39 UU OJK yang menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan dan pengawasan di bidang Perbankan antara lain :


(51)

b. Sistem informasi Perbankan yang terpadu.

c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri.

d. Produk Perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha Bank lainnya, antara lain kartu kredit, kartu debet, dan internet Banking.

e. Penentuan institusi Bank yang masuk kategori systemically important Bank.43

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:44

1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; 2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Wewenang OJK secara umum diatur pada Pasal 8 UU OJK, yaitu: 1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK

4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; 5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

43

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta, Penebar Swadaya Grup, 2014, hal 7

44


(52)

7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. Undang-Undang OJK mengenal wewenang ini sebagai wewenang pengaturan, sedangkan wewenang pengawasan diatur sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan

2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan

dan/atau pihak tertentu;

Segala kewenangan dari OJK terdapat di Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 UU OJK. Kewenangan dari OJK dibagi kedalam tiga bagian yaitu :45

1. Terkait khusus pengawasan dan pengaturan lembaga jasa keuangan bank yang meliputi :


(1)

LEMBAR PENGESAHAN

FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK

PIDANA PASAR MODAL S K R I P S I

Oleh

MUAMMAR RASYAD 100200205

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Dr. M. Hamdan, SH. M.H NIP. 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Ediwarman.SH, M.Hum Nurmalawaty SH, M.Hum

NIP. 195405251981031003 NIP. 196209071988112001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK Muammar Rasyad * Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS** Syafruddin Hasibuan, SH,MS,DFM***

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU OJK, OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama pengaturan dan pengawasan pasar modal setelah peralihan BAPEPAM kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua kedudukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Menangani Kasus Kejahatan Pasar Modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya.

Pengaturan dan pengawasan pasar modal setelah peralihan BAPEPAM kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 kewenangan OJK terkait dengan kegiatan jasa keuangan memisahkan secara limitatif jenis kewenangannya, yakni pada Pasal 8 diatur yang berkaitan dengan pengaturan, dan pada Pasal 9 diatur mengenai kewenangan yang berkaitan dengan pengawasan.

Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Menangani Kasus Kejahatan Pasar Modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan, selanjutnya Jaksa yang menerima laporan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai dengan kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan, sesuai dengan Pasal 50 UU OJK.

Kata Kunci : Fungsi OJK, Penyidikan Tindak Pidana Pasar Modal

*) Mahasiswa Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar FH USU


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis sampaikan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa yang ingin menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehubungan dengan itu, disusun skripsi yang berjudul Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Pasar Modal.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. H.M. Hamdan, SH., MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

7. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini. 8. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH,MS,DFM, selaku Dosen Pembimbing II

Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

10.Kepada kedua orang tua penulis Ayahanda Rajidin dan Ibunda Dardanella, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun materi serta doa yang tidak putus-putusnya sehingga terselesaikanya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Juni 2016 Hormat Saya


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

D. Keaslian Penulisan ... 13

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan ... 14

2. Pengertian Tindak Pidana ... 15

3. Pengertian Penyidikan ... 16

4. Pengertian Pasar Modal ... 17

F. Metode Penelitian ... 19

G.Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN ... 24

A.Sejarah Otoritas Jasa Keuangan ... 24


(6)

C.Pengaturan Hukum Terhadap Pengawasan Pasar Modal

Dari Bapepam Kepada Otoritas Jasa Keuangan ... 41

BAB III KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENANGANI KASUS KEJAHATAN PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 ... 47

A. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)... 47

B. Unsur – Unsur Kejahatan dalam Pasar Modal Yang Terdapat Di dalam Pasar Modal UU No.8 Tahun 1995 ... 54

C. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Untuk Melakukan Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 ... 70

D. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Untuk Melakukan Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 ... 76

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA