Hubungan pengan karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kecamatan Medan Sunggal

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies
Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies
gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau
lebih dan dapat meluas kebagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau
ke pulpa. Karies gigi tidak dapat sembuh dengan sendirinya.13
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan
oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies
ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh
kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri,
proses ini dimulai dari timbulnya white spot pada permukaan email gigi. Bila tak
segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar hingga pada jaringan pulpa
serta terjadi penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.4

2.1.1 Etiologi Karies
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai
banyak faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme
yang kariogenik, substrat atau diet, dan waktu yang lama. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling berhubungan. Faktor-faktor tersebut

digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih.4
a. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut
terutama pada pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
Enamel terdiri atas kristal hidroksiapatit yang tersusun dalam prisma. Kepadatan
kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel
mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin
resisten. Sampai saat ini diketahui bahwa email yang mengandung garam-garam fluor
akan lebih tahan karies dibanding yang tidak mengandung fluor. 4,5,13
Daerah yang mudah diserang karies adalah:14
1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar
dan pit palatal insisif;
2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;

3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva;
4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya
plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;
5. Tepi tumpatan yang tidak baik;
6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
b. Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk pada gigi dan melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Pada awal pembentukan plak, kokus
gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus
mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Streptococcus salivarius
serta beberapa strain lainnya.4
W.D. Miller menunjukkan bahwa bakteri merupakan penyebab inflamasi di
dalam pulpa. Bakteri atau produk-produknya masuk kedalam pulpa melalui suatu
keretakan pada dentin, karies maupun terbukanya pulpa. Reaksi pada pulpa yang
meradang juga berbeda dari reaksi organ lainnya, yaitu tidak adanya ruangan yang
tersedia bagi pulpa yang bengkak karena pulpa seluruhnya tertutup oleh dentin yang
keras, kecuali bagian foramen apikal. Bila proses inflamasi parah, maka akan meluas


Universitas Sumatera Utara

lebih dalam ke dalam pulpa dan gejala suatu reaksi akut akan mulai dirasakan.
Eksudat inflamasi yang banyak bertumpuk menyebabkan rasa sakit karena mulai
menekan ujung saraf pulpa, hal ini menyebabkan gangguan dalam suplai nutrisional,
banyak leukosit polimorfonuklear mati, dan terbentuk nanah, selanjutnya mengiritasi
sel saraf, dan daerah nekrosis mulai berkembang. 6
c. Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain dan menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami
kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung
lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal
ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies.4
d. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48
bulan.4
2.1.2 Karies pada Remaja
Karies gigi merupakan penyakit mulut yang paling umum pada remaja
meskipun berpotensi untuk dapat dicegah, dan akan memerlukan perawatan yang
mahal ketika penyakit ini telah berkembang sampai tahapan yang lebih parah.11
Dari sudut pandang epidemiologi, karies gigi banyak tersebar di seluruh dunia
dan dapat dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang umum di Mexico. Di
Amerika Latin, prevalensi karies gigi pada remaja berusia 12 dan 15 tahun lebih dari

Universitas Sumatera Utara

70%, dengan rata-rata DMFT yang lebih dari 1,5. Strategi-strategi berbeda telah
dilakukan untuk mengontrol masalah karies gigi, terutama dengan menggunakan
teknik fluoridasi.8
Pada gigi yang telah mengalami karies dan tidak dirawat, maka gigi akan mati
dan memerlukan perawatan yang lebih rumit. Karies yang dibiarkan dan tidak dirawat
akan mencapai pulpa gigi, pulpa akan terinfeksi, fistula (jalan dari nanah) dan abses
dapat terbentuk. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah restorasi dan

perawatan endodontik. Apabila tidak segera dilakukan perawatan, kerusakan pada
gigi dan jaringan pendukungnya akan menjadi lebih parah, bahkan dapat
mengakibatkan pencabutan gigi pada usia muda, sehingga diperlukan biaya
perawatan gigi yang semakin mahal.8,15
2.1.3 Karies yang Tidak Dirawat

Bila sudah terdapat karies maka terjadi progresivitas yang tidak dapat berhenti
sendiri, dan bila karies tersebut tidak dirawat maka seiring penjalarannya akan
menyebabkan karies yang melibatkan pulpa.5
a. Pulpitis
Inflamasi merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat penting
terhadap cedera. Inflamasi pulpa disebut pulpitis, dan seperti layaknya jaringan lain
inflamasi pulpa dapat akut atau kronis. Bentuk pulpitis akut umumnya mengalami
rasa sakit berat, sebentar dan terkadang terasa sangat sakit. Bentuk pulpitis kronis
hampir tanpa gejala atau hanya terasa sakit sedikit dan berjalan lama. Gejala dapat
bervariasi dari mulai nyeri tajam yang hanya sebentar, nyeri berkepanjangan tapi
masih dapat ditahan, sampai nyeri berdenyut yang sangat parah. Nyeri juga dapat
timbul jika diberi rangsangan, seperti makanan, atau timbul secara spontan. 5,6
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang
yang timbul jika diberi stimulasi. Pada umumnya gampang terjadi reaksi bila diberi

stimulasi dingin, tetapi pulpa mampu kembali menjadi normal setelah stimuli
dihentikan.5,6
Pulpitis ireversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat

Universitas Sumatera Utara

simtomatik atau asimtomatik, tetapi jika nyeri timbul dapat berlangsung lama.
Walaupun pada umumnya nyeri timbul karena rangsangan makanan atau perubahan
suhu, nyeri dapat pula timbul secara spontan misalnya pada waktu malam hari. Rasa
sakit bertahan untuk beberapa menit sampai beberapa jam, dan tetap ada setelah
stimuli dihilangkan.5,6
Nekrosis pulpa tidak mudah dideteksi kecuali gigi sudah nekrosis seluruhnya.
Walaupun demikian penegakkan diagnosisnya dipermudah karena biasanya nekrosis
sering disertai pulpitis ireversibel dan ada perubahan di jaringan sekitar apeks yang
terlihat melalui radiografi.5,6

Gambar 1. Pulpitis16
b. Ulserasi
Ulserasi oral adalah suatu keadaan akibat dari beberapa penyebab, yang mana
trauma merupakan penyebab yang paling umum. Lokasi ulser yaitu pada mukosa

pipi, mukosa bibir, palatum dan tepi perifer lidah ini diakibatkan oleh kontak dengan
ujung gigi yang tajam atau gigi yang patah. Ulkus biasanya tampak sedikit cekung
dan oval. Pada awalnya eritematous dijumpai di daerah perifer, yang perlahan
menjadi merah muda karena keratinisasi.17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Ulserasi18
c. Fistula
Fistula terjadi karena peradangan kronis dan aktifitas eksudat purulen (pus)
pada daerah akar gigi. Penyebab terjadinya fistula adalah karies yang tidak dirawat.
Karies gigi yang lama menyebabkan peradangan pada daerah sekitar fragmen akar.
Peradangan ini menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi.
Peradangan yang terlalu lama dan infeksi karies gigi dapat menimbulkan nanah pada
sekitar fragmen akar yang karies, pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan juga
mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar
tubuh melalui permukaan yang terdekat. Daerah yang terdekat adalah menembus
tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula.
Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.19


Gambar 3. Fistula20
d. Abses
Abses gigi adalah komplikasi karies gigi yang telah melibatkan pulpa yang
memudahkan bakteri untuk masuk jauh lebih dalam lagi. Abses merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara

penyakit infeksi yang ditandai oleh pembengkakan jaringan lunak yang berisi bahan
purulen yang berasal dari infeksi bakteri di dalam pulpa gigi.17,19

Gambar 4. Abses21

2.2 Indeks DMF-T
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H pada tahun 1938 untuk mengukur
pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi semua gigi
kecuali molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau
tidak dapat berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia
diisi kode D (gigi yang karies/decay), M (gigi yang hilang/missing), F (gigi yang
ditumpat/filling) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode.4
Tabel 1. Indeks DMF-T Klein untuk Gigi Permanen4

DMF-T Klein
D (decay)

M
Mi (missing indicated)
Me (missing extracted)
F (filling)

Gigi yang mengalami karies
Karies sekunder
Tambalan sementara
Gigi yang hilang/dicabut atau diindikasikan
untuk dicabut karena karies
Gigi dengan tumpatan sempurna
Gigi yang sedang dalam perawatan saluran
akar

Untuk DMF-T rata-rata adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah
orang yang diperiksa.4


Universitas Sumatera Utara

2.3 Indeks PUFA
Keterbatasan indeks DMF-T dalam memberikan informasi tentang akibat
karies gigi yang tidak dirawat, seperti abses pulpa atau hal lebih serius seperti
terjadinya lesi pada daerah tersebut, menjadi dasar pengembangan indeks PUFA.
Indeks ini diperkenalkan pertama kali oleh Monse et al. pada tahun 2010. Indeks ini
mencatat tahap-tahap lesi karies gigi yang tidak dirawat, dengan demikian indeks ini
dapat digunakan untuk membuat kebijakan prosedur kesehatan, yang mana tidak
mungkin dapat dilakukan dengan indeks DMFT.7,22
Cara perhitungan skor indeks PUFA individual hampir sama dengan cara
penghitungan DMFT, tetapi dicatat secara terpisah dari indeks DMFT. Skor ini terdiri
atas pulpa yang terbuka (P/p), ulserasi mukosa oral yang disebabkan ujung akar yang
tajam (U/u), fistula (F/f) dan abses (A/a). Ulser yang tidak disebabkan oleh gigi karies
dengan ruang pulpa yang terbuka tidak dicatat. Pada kasus yang mengalami infeksi
odontogenic yang meluas diberikan skor P/p (untuk keterlibatan pulpa). Bila pada
gigi susu dan gigi tetapnya mengalami tahap infeksi odontogenic, maka keduanya
diberikan skor. Huruf kapital (PUFA) untuk menghitung kerusakan pada gigi tetap,
dan huruf kecil (pufa) untuk menghitung kerusakan pada gigi susu. Penilaian ini
dilakukan secara visual tanpa harus menggunakan alat. Kriteria indeks PUFA

diuraikan pada Tabel 2.7,22-24
Tabel 2. Kode dan kriteria indeks PUFA7,22-24
Kode
P/p

Kriteria
Terlihatnya ruang pulpa yang terbuka atau struktur dasar gigi yang
telah rusak yang melibatkan pulpa disebabkan karies, hanya akar atau
pecahan akar saja yang tertinggal. Tidak perlu dilakukan probing
untuk mendiagnosa peradangan ini.

U/u

Ulserasi akibat trauma ujung akar gigi yang tajam yang telah rusak.
Ulserasi karena trauma yang melibatkan pulpa dan pecahan akar ini
dapat dijumpai pada jaringan lunak seperti mukosa bukal, mukosa
bibir, palatum dan lidah.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Lanjutan
F/f

Fistula dilihat dari adanya gigi dengan karies yang mengenai pulpa
disertai saluran pus yang berasal dari gigi yang mengalami
peradangan pulpa.

A/a

Abses ditandai adanya pembengkakan berisi pus yang berasal dari
gigi yang mengalami peradangan pulpa.

2.4 Kualitas Hidup
Berdasarkan sudut pandang kesehatan, kualitas hidup mencakup kehidupan
sosial, emosional dan kesejahteraan pasien, sedangkan WHO mendefinisikannya
sebagai dampak dari penyakit dan pengobatan terhadap kecacatan dan fungsi seharihari. Sehat biasanya dihubungkan dengan tidak adanya penyakit (diseases), keluhan
sakit (illness) dan tidak ada gangguan dalam menjalankan peranan sosialnya seharihari.2,3
Pengukuran status kesehatan didasarkan pada penyimpangan kondisi sehat,
yaitu keadaan sakit. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
memberikan batasan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan
sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan
atau menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum bekerja seperti anak-anak dan
remaja, berlaku produktif secara sosial diartikan mempunyai kegiatan, misalnya
sekolah atau kuliah bahkan kegiatan lainnya.1-3
WHO menyarankan agar status kesehatan penduduk diukur dalam tiga hal,
yaitu melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaian
individu atas kesehatannya. Dengan demikian indikator prevalensi dan keparahan
penyakit belum dapat menggambarkan status kesehatan masyarakat secara
menyeluruh. Oleh karena itu untuk menggambarkan status kesehatan gigi dan mulut
haruslah mencakup ada tidaknya penyakit, bagaimana status fungsi fisik
(pengunyahan), fungsi psikis (rasa malu), fungsi sosial (peranan sosial sehari-hari),

Universitas Sumatera Utara

dan kepuasan terhadap kesehatannya. Dapat disimpulkan bahwa kesehatan ini perlu
dicapai untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.1,2
Saat ini, adanya hubungan kualitas hidup dengan kesehatan mendapat
perhatian para ahli sehingga menjadi sebuah gagasan utama dalam menentukan
kebijakan kesehatan pada negara-negara berkembang. Salah satu penyebabnya adalah
karena kondisi kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup.
Dampak yang ditimbulkan akibat kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi
kesehatan fisik, psikologis, sosial dan kegiatan sehari-hari.25
2.4.1 Definisi Kualitas Hidup
Pada umumnya kualitas hidup dapat didefenisikan sebagai tingkat kepuasan
terhadap hidup. Kualitas hidup merupakan konsep yang lebih luas dari status
kesehatan seseorang dan kesehatan sosial. Menurut Bowling, ada beberapa komponen
yang terdapat dalam kualitas hidup yaitu kemampuan fungsional (kemampuan seharihari, kemampuan untuk bekerja), tingkat kualitas sosial dan interaksi dalam
masyarakat, kesehatan psikologi, kesehatan fisik dan kepuasan hidup. Shin dan
Johnson menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri atas kepentingan seseorang untuk
memiliki kebahagiaan individu, kebutuhan, keinginan dan impian, keikutsertaan
dalam berbagai aktivitas dan kepuasan terhadap diri sendiri dan orang lain.1,3
Dalam pandangan kesehatan saat ini, aspek kualitas hidup perlu diperhatikan.
Campbell menyatakan bahwa aspek kesehatan hanya salah satu dari 12 bagian
kehidupan yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia seperti
bagian komunitas, pendidikan, kehidupan keluarga, persahabatan, perumahan,
pernikahan, kebangsaan, rukun tetangga, diri sendiri, tingkat kehidupan dan
pekerjaan.1
2.4.2 Pengukuran Kualitas Hidup
Hubungan antara kualitas hidup dan kesehatan rongga mulut didefinisikan
sebagai suatu evaluasi, baik dari pandangan pribadi dan dunia medis, dipandang dari
fungsional, psikologis, faktor sosial (interaksi dan persepsi) dan pengalaman trauma
serta efek dari pengalaman yang tidak menyenangkan yang mana dapat

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi kesejahteraan individu.25 Pengukuran kualitas hidup yang berkaitan
dengan kesehatan ternyata telah dimulai dari tahun 1963 hingga saat ini, diantaranya
Health Utilities Index Mark 3 (HUI-3) dari Torrance dengan atribut: vision, hearing,
speech, ambulation, dexterity, emotion, cognition, dan pain. Ada juga menurut Rosser
indeks pada tahun 1982, yang disempurnakan oleh Centre for Health Economics,
York University, Inggris 1994 dengan EuroQol-5D yang mengarah pada pengukuran
5 status kesehatan manusia, yaitu mobility, self-care, usual activities, pain/discomfort,
dan anxiety/depression.1,3
Di Indonesia juga dikembangkan model pengukuran kualitas hidup manusia
Indonesia yang terkait dengan kesehatan, yaitu Indonesia Health Related Quality of
Live (INA-HRQol), yang menghasilkan 12 komponen status kesehatan yang terdiri
komponen fisik dan komponen non fisik. Komponen fisik diantaranya mobilitas,
aktifitas/kegiatan pribadi, aktifitas/kegiatan umum/sosial, pandangan/penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa makanan, berbicara/komunikasi, pergerakan tangan,
jari dan kaki, dan rasa sakit. Sedangkan komponen non fisik adalah emosi dan
ingatan.1,3
Di Australia Slade GD dan Spencer Aj mengembangkan alat ukur kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut, yaitu Oral Health Impact profile
(OHIP-49). Konsep kualitas hidup ini dikembangkan dari konsep sehat WHO, yaitu
respons individu dalam kehidupan sehari-hari terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial
akibat suatu penyakit. Dalam teori ini terdapat tujuh dimensi dan tiap dimensi terdiri
dari 4-9 butir pertanyaan sehingga keseluruhan pertanyaan terdiri dari 49 butir yang
dikelompokan dalam teori Locker. Tujuh dimensi tersebut adalah keterbatasan fungsi,
rasa sakit, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis,
ketidakmampuan sosial, dan hambatan yang urutannya menurut hierarki. 1,2
Tahun 1997, Slade GD menyederhanakan OHIP yang terdiri dari 49 butir
pertanyaan (OHIP-49) menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14).
Penelitian ini dilakukan di Australia Selatan dan menggunakan 1217 sampel. OHIP14 ini juga berhubungan dengan tujuh dimensi yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit,
ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidak-

Universitas Sumatera Utara

mampuan sosial, dan hambatan. Setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan, dan
menggunakan lima skala likert, yaitu 0 = tidak pernah, 1=sangat jarang, 2=kadangkadang, 3=sering, dan 4=sangat sering. Total skor yang tinggi menunjukkan kualitas
hidup yang rendah begitu pula sebaliknya.9,10
Tabel 3. Alat ukur dimensi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut
(Oral Health Impact Profile -14 oleh Slade GD) 9,10
No.
1
2
3
4
5
6
7

Dimensi Kualitas Hidup
Keterbatasan fungsi
Rasa sakit fisik
Ketidaknyamanan psikis

Ketidakmampuan fisik
Ketidakmampuan psikis
Ketidakmampuan sosial
Hambatan

Butir Pertanyaan
 Kesulitan dalam mengucapkan kata-kata
 Tidak dapat mengecap rasa dengan baik
 Sakit yang sangat dirongga mulut
 Tidak nyaman mengunyah makanan
 Merasa khawatir
 Merasa tegang
 Diet (jumlah makanan yang dikonsumsi)
kurang memuaskan
 Terhenti saat makan
 Sulit merasa rileks
 Merasa malu
 Mudah tersinggung
 Sulit melakukan pekerjaan sehari-hari
 Hidup terasa kurang memuaskan
 Sama sekali tidak dapat berfungsi

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konsep
Skor DMF-T:
D (decay)
M (missing)
F (filling)
Skor PUFA:
P (pulpitis)
U (ulserasi)
F (fistula)
A (abses)

Kualitas Hidup Remaja
Keterbatasan Fungsi
Rasa Sakit Fisik
Ketidaknyamanan Psikologis
Ketidakmampuan Fisik
Ketidakmampuan Psikologis
Ketidakmampuan Sosial
Hambatan

Universitas Sumatera Utara