Hubungan pengan karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kecamatan Medan Sunggal

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan sepanjang hidup,
peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbsi nutrisi
pada saluran pencernaan, selain fungsi estetis dan bicara. Berbagai penyakit maupun
kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga mulut, salah
satunya adalah gigi berlubang atau yang disebut dengan karies. Sampai sekarang
karies merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara-negara
berkembang.1,2
Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti faktor host atau tuan rumah, agen
atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Faktor-faktor tersebut harus
ada dan saling berinteraksi, dan dikenal dengan multifactorial disease.3,4 Proses karies
mulai dari permukaan gigi dan terus berpenetrasi semakin kedalam, ketika mencapai
dentin perkembangannya semakin cepat sehingga menyebabkan email menggaung.
Perubahan berikutnya adalah inflamasi pulpa atau pulpitis. Reaksi inflamasi pada
pulpa berbeda dengan reaksi organ lainnya, yaitu tidak adanya ruangan yang tersedia
bagi pulpa yang bengkak karena pulpa seluruhnya tertutup oleh dentin yang keras,
kecuali pada bagian foramen apikal. Terinfeksinya pulpa terjadi pada karies yang
sudah lanjut dan akhirnya dapat menyebar keseluruh jaringan pulpa dan akar

sehingga akan mengakibatkan infeksi di tulang periapeks, yang disebut abses.5,6
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 dilaporkan
bahwa prevalensi karies di Indonesia telah mencapai 90,05% dengan rata-rata indeks
DMFT sebesar 4,85 yang berarti sebagian besar penduduk Indonesia rata-rata
mempunyai 5 gigi yang karies. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
didapatkan prevalensi karies gigi untuk anak remaja (>12 th) sebesar 36,1% dengan
DMFT 0,91, kelompok usia 35-44 th prevalensi karies gigi mencapai 80,5% dengan
DMFT 4,46, sedangkan usia 65> prevalensi sebesar 94,4% dengan DMFT 18,33.

Universitas Sumatera Utara

Angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
Hasil penelitian di Sumatera Utara pada tahun 2007 menunjukkan penduduk berusia
>12 tahun mengalami karies sebesar 62,1% dengan rata-rata indeks DMFT sebesar
3,43.3,7,8
Hasil National Oral Health Survey (NOHS) di Filipina, menunjukkan anak
usia 6 tahun mengalami karies sebesar 97% dan pada umur 12 tahun sebesar 82%.
Data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) mengenai
prevalensi karies yang tidak dirawat pada remaja di Amerika Serikat adalah 16,91%
untuk usia 12-15 tahun dan 22,24% untuk usia 16-19 tahun, 19,31% untuk remaja

wanita dan 19,89% untuk remaja laki-laki. Selain itu, hal yang lebih parah lagi
ditemukan hampir 50% anak menderita infeksi dentogenic dengan karakteristik
adanya karies yang sudah mencapai ke pulpa yang menyebabkan terjadinya pulpitis,
ulserasi, fistula dan abses (PUFA) yang disertai nyeri yang menyebabkan keadaan
tidak nyaman dan bahkan mengurangi kapasitas belajar pada anak.7
PUFA adalah indeks yang digunakan untuk menilai adanya kondisi mulut
akibat karies yang tidak dirawat. Indeks ini dicatat terpisah dari DMFT dan skor
indeks ini menilai adanya pulpa yang terlihat, ulserasi pada rongga mulut yang
disebabkan sisa akar yang tajam, jalan nanah dan pembengkakkan dari gigi yang
mengalami karies. Kriteria untuk indeks PUFA adalah pulpitis, ulserasi, fistula, dan
abses.7
Akhir-akhir ini perhatian pada penelitian tentang akibat penyakit yang
mempengaruhi fungsi, kenyamanan dan kemampuan untuk melakukan tugas seharihari sedang ditingkatkan. Tindakan ini merupakan bagian dari promosi kesehatan
terutama dalam hubungan dengan “hidup sehat sepanjang umur” (healthy years of
live). Organisasi kesehatan sedunia (WHO) merumuskan konsep sehat bukan hanya

dengan tidak adanya penyakit dan kecacatan, melainkan juga mencakup keadaan
sehat baik fisik, mental maupun sosial.1,3
Dari segi hambatan sosial dan psikologi, PUFA dapat menyebabkan sulit
mengucapkan kata-kata, nafas bau, sakit yang sangat di mulut, rahang dan kepala,

bicara tidak jelas dan tidak nyaman mengunyah. Hal ini membuat anak merasa malu,

Universitas Sumatera Utara

cepat marah, menghindari bersama dengan orang lain, dan merasa hidupnya kurang
memuaskan. Penampilan yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak
menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, terutama pada usia
remaja. Terjadinya perubahan fisik, mental dan psikososial dapat berdampak pada
aspek kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini remaja lebih mementingkan daya
tarik penampilan dalam bersosialisasinya.1,2
Kualitas hidup berhubungan dengan kepuasan kebutuhan manusia untuk
tumbuh, sejahtera, kebebasan dan kenyamanan dalam kehidupan sosial dan
pekerjaan. Kualitas hidup merupakan suatu pertimbangan penting dalam perawatan
medis, beberapa pengobatan medis juga dapat mengganggu kualitas hidup. Tindakan
pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu dilakukan agar tidak terjadi
gangguan fungsi dan aktivitas sehari-hari yang akan mempengaruhi kualitas hidup.3
Slade mengembangkan Oral Health Impact Profile (OHIP-49) yang
didasarkan pada konsep kesehatan mulut dari Locker. Model ini terkait gangguan
rongga mulut dengan konsekuensi biologis, perilaku dan psikososial, dengan
menggunakan kerangka kerja dari WHO, yaitu International Classification of

Impairments, Disabilities and Handicap (ICIDH). Pada model WHO, disebutkan

kelainan yang terjadi pada rongga mulut berdampak kepada perilaku lalu ketingkat
sosialnya. Oral Health Impact Profile (OHIP) oleh Slade adalah untuk memberikan
ukuran dampak sosial akibat gangguan kesehatan rongga mulut. Oral Health Impact
Profile terdiri atas 49 pertanyaan (OHIP-49) dengan 7 dimensi, diantaranya

keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik,
disabilitas psikis, disabilitas sosial dan hambatan lainnya. Pada tahun 1977
dikembangkan menjadi Oral Health Impact Profile yang terdiri atas 14 butir
pertanyaan (OHIP-14) yang mana membuang pertanyaan yang tidak penting untuk
digunakan dan untuk mempersingkat waktu, memiliki 7 dimensi dengan 2 pertanyaan
untuk tiap dimensinya.9,10
Menurut WHO dikatakan remaja apabila anak telah mencapai usia 10-19
tahun, yaitu usia 10-14 tahun sebagai remaja awal dan usia 15-19 tahun sebagai
remaja akhir. Departemen Kesehatan pada tahun 1974 menyatakan masa remaja di

Universitas Sumatera Utara

Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu remaja awal pada usia 13-15 tahun dan

remaja akhir pada usia 16-18 tahun.11,12 Masa remaja merupakan tahap penting dalam
kurun kehidupan manusia karena masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Pada masa ini remaja lebih mementingkan daya tarik fisik dalam proses
sosialisasi. Kecantikan dan kesempurnaan fisik sangat didambakan oleh setiap
remaja. Remaja dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak
hanya menyebabkan mereka merasa tertekan tapi juga akan menurunkan fungsinya
dalam kehidupan sosial, bahkan dapat menurunkan aktivitas belajar karena sering
tidak masuk sekolah akibat malu untuk bertemu dengan orang lain atau merasa
dicemoohkan.1 Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat dengan kualitas hidup pada remaja
usia 12-18 tahun yang mewakili remaja awal dan akhir di Kecamatan Medan
Sunggal.

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut: “Bagaimana hubungan pengalaman karies dan karies yang tidak dirawat
dengan kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal?”
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui skor DMF-T pada remaja usia 12-18 tahun di Kec.
Medan Sunggal.

2. Untuk mengetahui skor PUFA pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan
Sunggal.
3. Untuk mengetahui tingkat kualitas hidup pada remaja usia 12-18 tahun di
Kec. Medan Sunggal.
4. Untuk mengetahui hubungan skor DMF-T dengan tingkat kualitas hidup
pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.
5. Untuk mengetahui hubungan skor PUFA dengan tingkat kualitas hidup
pada remaja usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan antara skor DMF-T dan tingkat kualitas hidup pada remaja
usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.
2. Ada hubungan antara skor PUFA dan tingkat kualitas hidup pada remaja
usia 12-18 tahun di Kec. Medan Sunggal.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
1. Masyarakat: sebagai bahan penyuluhan untuk masyarakat umum mengenai

pentingnya memelihara kesehatan gigi dan rongga mulut terhadap kualitas hidup.
2.Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat:
untuk menambah kepustakaan.
3. Dinas Kesehatan: sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pembuat
kebijakan di lingkungan Dinas Kesehatan khususnya bagian pelayanan kesehatan gigi
di Puskesmas dan Upaya Kesehatan Gigi di Sekolah untuk mengoptimalkan status
kesehatan remaja.
4. Peneliti: mendapat pengalaman meneliti.

Universitas Sumatera Utara