T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kejahatan Illicit Drug Trafficking Jalur Perbatasan Darat Negara Republik Indonesia Papua New Guinea: Sudi Kasus Keamanan Perbatasan di Kota Jayapura, Provinsi Papua T1 BAB V

BAB V
ILLICIT DRUGS TRAFFICKING DI JALUR PERBATASAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA DAN PAPUA NEW GUINEA

Perbatasan RI-PNG yang ada di Kota Jayapura, merupakan salah satu perbatasan
negara yang berada di paling Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari definisi dan
karakteristik perbatasan yang disampaikan oleh O.J Martinez terkait tipe-tipe perbatasan,
perbatasan RI-PNG yang berada di Kota Jayapura termasuk dalam tipe perbatasan
interdependent Borderland dan integrated borderland. Perbatasan RI-PNG masuk kedalam

dua kategori ini karena, hubungan internasional antara negara RI-PNG masih dalam
hubungan yang relatif stabil dan juga penduduk kedua negara yang berada di daerah
perbatasan terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi yang saling menguntungkan kedua
negara tersebut. Disamping itu juga, penduduk kedua negara ini masih tergabung dalam
sebuah persekutuan yang erat. Hal ini disebabkan karena sejarah masa lalu penduduk kedua
negara di daerah perbatasan ini masih memiliki hubungan kekerabatan. Walaupun sering
beredar isu-isu terkait pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering mencari
suaka ke negara PNG, namun sampai saat ini hubungan bilateral kedua negara masih terjalin
dengan baik.
Pengelolaan wilayah perbatasan baik perbatasan darat maupun laut, memiliki peran

yang sangat penting bagi keamanan dan pertahanan serta kedaulatan suatu negara. Hal ini
sejalan seperti apa yang dijabarkan oleh Riwanto (2002), bahwa perbatasan adalah salah satu
manifestasi yang terpenting dari kedaulatan territorial. Sejauh perbatasan itu secara tegas
diakui dengan traktak atau diakui secara umum tanpa pernyataan yang tegas, maka
perbatasan merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayahnya. Oleh sebab itu
apabila perbatasan suatu negara tidak dikelola dengan baik atau kurang adanya pengawasan
dan pengamanan yang baik, sudah tentu dapat menimbulkan berbagai permasalahan
keamananan sebuah negara.
Secara garis besar, permasalahan keamanan yang terjadi di perbatasan darat RI-PNG
merupakan permasalahan yang tergolong kedalam ancaman keamanan non-tradisional atau
lebih bersifat ancaman keamanan individu (human security) berupa ancaman kejahatan illicit
drug trafficking. Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan ancaman keamanan

tradisional yang lebih mengacu pada segala jenis ancaman yang dapat mengganggu

kedaulatan dan identitas negara/bangsa, seperti isu militer strategis (lebih mengacu pada
keamanan sebuah negara). Dari permasalahan inilah, pada bab ini peneliti akan memfokuskan
untuk membahas dan mendeskripsikan kejahatan illicit drug trafficking serta faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan illicit drug trafficking dapat melewati jalur perbatasan darat
negara RI-PNG di Kota Jayapura.


IV. 1. Kejahatan Illicit Drug Trafficking di Jalur Perbatasan Darat RI-PNG
Kawasan wilayah perbatasan Indonesia merupakan salah satu ladang subur bagi para
sindikat organisasi transnational crime untuk melakukan aksi kejahatannya. Hal ini
disebabkan karena kurang efektifnya sistem pengamanan di wilayah perbatasan negara baik
perbatasan darat maupun perbatasan laut. Kondisi ini terjadi karena, selama ini wilayah
perbatasan masih dianggap sebagai halaman belakang dari sebuah negara dan merupakan
wilayah terbelakang yang sulit dijangkau dan diawasi oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat. Namun masalah kejahatan lintas negara ini tidak hanya dialami oleh negara
Indonesia saja, tetapi juga dialami oleh semua negara di dunia ini, termasuk juga negara
super power Amerika Serikat. Begitu pula yang terjadi di kawasan wilayah perbatasan yang

ada di Indonesia, termasuk wilayah perbatasan RI-PNG di Kota Jayapura.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997, narkotika
didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi
sintesis yang bisa menyebabkan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketegantungan. Narkotika sendiri
terbagi kedalam tiga golongan, yaitu golongan I, II, dan III dimana letak perbedaannya pada
skala sangat tinggi (I: Opium, Koka, Ganja dan Heroin), skala menengah (II: Morfina,
Fetanil, dan Petidina), dan yang ringan (III: Kodeina dan Etil Morfina). WHO mendefinisikan

narkotika sebagai zat padat, cair maupun yang dimasukan kedalam tubuh yang dapat
mengubah fungsi dan struktur secara fisik maupun psikis tidak termasuk makanan, air dan
oksigen yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal (Winarto, 2014:400).
Di Kota Jayapura, wilayah perbatasan antara negara Indonesia dan Papua New Guinea
masih banyak terdapat jalan tikus yang sangat rawan yang menjadi akses masuk atau jalur

lintas kejahatan transnasional berupa kejahatan illicit drug trafficking.1 Hal ini disebabkan
karena disepanjang garis batas wilayah perbatasan RI-PNG masih dikelilingi oleh banyaknya
hutan yang belum terjamah oleh manusia, dan juga belum tersediannya pos-pos penjaga
keamanan kedua negara. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh sekelompok oknum-oknum yang
dengan sengaja melakukan tindak kejahatan penyelundupan narkotika (illicit drug
trafficking). Namun kadang juga aktivitas kehajatan ini ada yang tidak melewati jalur jalan

tikus, seperti terjadi dalam berbagai kasus penyelundupan narkotika (illicit drug trafficking)
kerap kali diselundupkan melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas tanpa pemeriksaan dari pihak
Imigrasi dan Bea dan Cukai maupun pihak aparat keamanan. Tidak hanya di perbatasan darat
saja, tetapi kejahatan ini juga sering menggunakan jalur laut untuk menyelundupkan narkoba
dari negara PNG.
Tidak dapat dipungkiri lagi, jalur perbatasan darat RI-PNG di Kota Jayapura
merupakan salah satu jalur perbatasan darat yang sangat rawan akan terjadinya tindak

kejahatan illicit drug trafficking (terutama jenis ganja) dari negara PNG. Hal ini terbukti
dengan jumlah kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan oleh aparat keamanan yang
terus bertambah setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 2013-2016, kasus penyelundupan
yang berhasil digagalkan oleh aparat keamanan adalah berjumlah 7 kasus dengan hasil
tangkapan sebanyak kurang lebih 19 Kg ganja dengan berbagai motif penyelundupan.2
Namun banyak juga kasus illicit drug trafficking dari negara PNG yang berhasil lolos dan
luput dari pengawasan aparat keamanan, karena banyak penyelundupan yang melewati jalur
jalan tikus yang tidak diawasi oleh aparat keamanan dan berhasil lolos masuk ke negara
Indonesia khususnya di Kota Jayapura. Hal ini terbukti dengan tingginya tingkat pemakai
narkoba jenis ganja di Kota Jayapura dan sekitarnya. Di tingkat Provinsi Papua, berdasarkan
hasil survei BNN tahun 2011, yang dipublikasikan pada 2012, ditemukan sebanyak 5.000
orang pemakai pemula, 7.500 pemakai tetap, 250 kecanduan narkoba suntik, dan 4.000
kecanduan narkoba nonsuntik. Jika jumlah ini kita totalkan mencapai 0,8 persen penduduk
Papua, dan golongan pemakai terbanyak adalah para remaja dan pelajar. Sementara untuk
kasus narkoba sendiri pada tahun 2013 terdapat 136 kasus narkoba dan di tahun 2014 terdapat
81 kasus.3

“Polisi: Banyak Jalur Tikus Peredaran Ganja dari Papua New Guinea”. Diakses dari http://news.liputan6.com/r
ead/2121114/polisi-banyak-jalur-tikus-peredaran-ganja-dari-papua-nugini, pada tanggal 14 Desember 2016.
2

Lihat Tabel 1.1 Data Tangkapan Ganja di Kota Jayapura
3
“Papua dan Narkoba”. Diakses dari http://www.jeratpapua.org/2015/04/01/papua-dan-narkoba/, pada tanggal
10 Febuari 2017.
1

Pada tahun lalu, tepatnya pada bulan Juli 2016, sebanyak 21 pelajar di tujuh sekolah
di Kota Jayapura, dinyatakan positif sebagai pengguna narkoba golongan satu jenis ganja.
Hal ini ditemukan berdasarkan pemeriksaan urine oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi
Papua di sejumlah SMA selama bulan Juli 2016.4 Disamping itu, diketahui juga bahwa
sepanjang tahun 2015 terdapat sebanyak 174 pengguna yang menjalani rehabilitasi di BNNP
Papua. Sebanyak 60 persen dari 174 pengguna itu adalah pelajar dan mahasiswa. Semuanya
mengonsumsi ganja yang berasal dari Papua New Guinea. Tidak hanya itu saja, baru-baru ini
tepatnya tanggal 11 Febuari 2017, Polsek Nimbokrang Kabupaten Jayapura berhasil
menangkap 87 anak dibawah umur yang terbukti menggunakan narkoba jenis ganja. 5 Hal ini
tentunya sangat memperihatinkan, dimana anak yang masih dibawah umur sudah terjerumus
untuk menggunakan narkoba jenis ganja.
Dari data-data yang telah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sampai
dengan sekarang ini penggunaan narkoba jenis ganja yang ada di Kota Jayapura, sudah
mencapai level yang sangat memperihatinkan. Korbannya bukan hanya pemuda/pelajar saja,

tetapi anak-anak yang dibawah umur pun terkena dampaknya. Hal ini bila tidak diatasi
dengan cepat, bahaya narkoba jenis ganja dapat merusak generasi penurus bangsa. Menurut
Kapolda Provinsi Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, semua barang haram (narkoba) jenis
ganja yang beredar di Kota Jayapura semuanya berasal dari negara Papua New Guinea yang
berhasil diselundupkan masuk ke Indonesia khususnya di Kota Jayapura.6 Memang sampai
saat ini belum ada informasi yang pasti terkait dimana wilayah penghasil narkoba jenis ganja
di PNG. Namun pada tahun lalu tepatnya pada tanggal 7 September 2016, aparat gabungan
TNI/POLRI berhasil menemukan setengah hektar ladang ganja di wilayah perbatasan darat
RI-PNG tepatnya di Kampung Bompay, Kabupaten Keerom. Ladang ganja ini sudah setinggi
1,8-2 meter yang berumur 3-4 bulan yang sudah siap panen. Ada dugaan bibit ganja ini
didapat atau dibeli dari negara PNG.7

“Temuan BNN, 21 Pelajar di Jayapura Positif Gunakan Ganja”. Diakses dari http://regional.kompas.com/read/
2016/07/29/17550791/temuan.bnn.21.pelajar.di.jayapura.positif.gunakan.narkoba, pada tanggal 10 Febuari
2017.
5
“ Memperihatinkan! Bocah Pengguna Ganja di Jayapura Kian Melonjak”. Diakses dari http://news.okezone.co
m/read/2017/02/11/340/1615736/memprihatinkan-bocah-pengguna-ganja-di-jayapura-kian-melonjak,
pada
tanggal 17 Febuari 2017.

6
“Peredaran Ganja, Papua Berstatus Waspada”. Diakses dari http://kabarpapua.co/peredaran-ganja-papuaberstatus-waspada/, pada tanggal 7 Maret 2017.
7
“Ladang Ganja Terselip di Hutan Perbatasan Papua New Guinea”. Diakses dari http://regional.liputan6.com/re
ad/2596649/ladang-ganja-terselip-di-hutan-perbatasan-papua-nugini, pada tanggal 7 Maret 2017.
4

V. 2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Illicit Drug Trafficking
Melewati Jalur Perbatasan Darat Negara RI-PNG
Kejahatan illicit drug trafficking merupakan salah satu jenis kejahatan yang termasuk
dalam kategori transnational crime. Kajahatan ini merupakan kejahatan yang melibatkan
oganisasi kejahatan internasional dimana akibat yang ditimbulkan sangat merusak dan
merugikan bagi negara. Permasalahan ini tidak hanya dialami oleh negara Indonesia namun
juga oleh seluruh negara di dunia. Hal ini juga seperti yang terjadi di perbatasan RI-PNG di
Kota Jayapura. Fenomena kejahatan lintas negara seperti illicit drug traffickingakan sangat
berdampak besar pada penurunan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini senada
dengan apa yang di kemukakan oleh Buzan, 1998 menjelaskan bahwa, ancaman keamanan
diterjemahkan tidak hanya pada kekuatan bersejata dan politik (state), tetapi lebih didominasi
oleh faktor-faktor berupa populasi penduduk, kejahatan transnasional, sumber daya alam,
bencana alam dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena ancaman-ancaman yang ada sekarang

ini lebih mengarah pada aktor non-state seperti keamanan individu (human security).
Kawasan wilayah perbatasan negara merupakan salah satu ladang yang subur bagi
para sindikat kejahatan lintas negara terorganisir. Kejahatan yang terjadi secara teroganisir di
perbatasan negara semakin menjadi masalah yang sangat serius bagi suatu negara, karena
tidak saja terjadi di wilayah perbatasan darat, tetapi juga di wilayah perbatasan laut yang
berbatasan dan memiliki jarak yang relatif dekat atau dengan kecanggihan teknologi
transportasi tentu dapat diakses dengan cepat dan mudah. Hal seperti inlah yang terjadi di
wilayah perbatasan negara RI-PNG di Kota Jayapura.
Wilayah perbatasan darat RI-PNG di Kota Jayapura merupakan salah satu ladang
subur dan akses masuk kejahatan illicit drug trafficking. Hal ini terbukti dengan berbagai
kasus illicit drug trafficking yang terjadi di wilayah perbatasan darat RI-PNG seperti yang
telah dijelaskan peneliti pada sub bab sebelumnya. Oleh sebab itu, selanjutnya di bawah ini
peneliti akan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kejahatan
illicit drug trafficking di jalur perbatasan darat negara RI-PNG.

a) Faktor Globalisasi
Globalisasi memang memberikan banyak sekali dampak yang positif bagi kehidupan
masyarakat global, seperti kemudahan teknologi komunikasi, menyatunya masyarakat di

dunia menjadi masyarakat global, mudahnya akses infomasi, terjadinya kerjasaama bilateral

maupun multilateral diberbagai bidang, dan lain sebagainya. Namun dengan adanya
globalisasi juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya kejahatan lintas
negara seperti illicit darug trafficking.
Adanya aktivitas kejahatan lintas negara diatas, termasuk penyelundupan dan
perdagangan narkoba, tidak dapat dilepaskan dari era globalisasi yang ditandai dengan
munculnya teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan interaksi individu
antarnegara makin intensif. Komunikasi dan pertukaran informasi bisa dengan cepat
dilakukan. Munculnya teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi “menyederhanakan
dan memuaskan” kerja, baik individu maupun suatu organisasi. Namun di sisi lain juga
menjadi instrumen bagi para pelaku kriminal untuk menaikkan intensitas operasinya baik
pada tataran domestik maupun global, seperti yang dikemukakan Thomas L. Friedman
(dalam jurnal Muhamad, 2015), bahwa teknologi mendorong terjadinya globalisasi yang
melibatkan integrasi global, bahkan lebih jauh menurutnya dunia seolah menjadi kampung
global (global village).
Dampak dari hubungan lintas batas dan globalisasi ini pada gilirannya mengakibatkan
negara tidak mampu untuk memenuhi secara optimal keamanan individu, pertumbuhan
ekonomi, perlindungan sosial, bahkan hak-hak individu itu sendiri. Ini artinya, keamanan
manusia (human security) suatu masyarakat juga menjadi terancam, yang disebabkan oleh
tidak maksimalnya upaya perlindungan yang diberikan oleh negara. Hal seperti inilah yang
terjadi di daerah wilayah Perbatasan RI-PNG.Itulah yang menyebabkan globalisasi adalah

salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kejahatan illicit drug trafficking di jalur
perbatasan darat RI-PNG.
Dengan adanya globalisasi, terciptalah kerjasama bilateral antara RI-PNG di berbagai
bidang, salah satunya di bidang ekonomi yaitu adanya pasar bersama untuk penduduk di
wilayah perbatasan kedua negara. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pelintas batas
baik pelintas batas tradisional, maupun pelintas batas resmi yang menggunakan papor dan
visa. Pada awalnya, perbatasan RI-PNG mulai dibuka untuk aktivitas ekonomi pada tahun
1999, sesuai dengan kesepakatan atau Perjanjian kedua Negara (Basic Agreement on Border
Arrangements Between The Republic of Indonesia and The Republic of Papua New Guinea ).

Sebelum dibuka tahun 1999, para pelintas batas masih berkisar 10-20 orang perhari. Itupun
dilakukan untuk pergi berkebun dan melakukan perdagangan secara tradisional oleh kedua

penduduk daerah perbatasan.8 Namun jika dibandingan dengan sekarang, jumlah pelintas
batas sudah mencapai 900-1000 orang perharinya. Dari faktor inilah yang menyebabkan
sebagian oknum-oknum mengambil kesempatan untuk melakukan kejahatan illicit drug
trafficking seperti kasus-kasus tangkapan kejahatan illicit drug trafficking yang sudah peneliti

jelaskan pada sub-sub bab sebelumnya.
Salah satu contoh kasus yang berhasil ditangkap oleh pihak Kepolisian yaitu pada

tanggal 9 Agustus 2016. Berdasarkan data daru Humas Polres Kota Jayapura bahwa ada
seorang mahasiswa disalah satu Universitas Negeri di Kota Jayapura yang memasuki daerah
PNG secara illegal serta membawa ransel (tas punggung). Pelaku masuk ke negara PNG pada
siang hari dan kemudian kembali ke perbatasan RI-PNG pada pukul 18.30 WIT. Pelaku
menyimpan tas yang sudah terisi dengan ganja di komlpek Pasar Skouw. Namun sebelum
pelaku mengambil motor yang diparkir di pondok pekerja salah satu PT yang bertugas
membangun gedung Pos Pelintas Batas yang baru,para pekerja segera melaporkan ke Pospol
perbatasan. Pelaku pun akhirnya diamankan oleh pihak Pospol perbatasan. Setelah
diinterogasi pelaku pun mengakui kejahatannya. Pelaku mengaku sudah melakukan transaksi
melalui Facebook, pada hari itu pelaku bertujuan untuk mengambil pesanannya yaitu ganja di
PNG.9 Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya globalisasi, para oknum-oknum yang
dengan sengaja ingin menyelundupkan narkoba lebih dipermudah untuk bertransaksi atau
memuluskan kejahatan mereka.

b) Faktor Perdagangan Lintas Batas
Perdagangan lintas batas antara RI-PNG merupakan implementasi dari perjanjian
yang telah disepakati antara kedua negara dalam Persetujuan Dasar Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea tentang Pengaturan-Pengaturan
Perbatasan, Pasal 9 Tahun 2013 terkait Perdagangan Berdasarkan Kebiasaan di Perbatasan.10

8

Sumber: Badan Pengelola Perbatasan Kota Jayapura Tahun 2015.
“Bawa Ganja di Perbatasan Papua-PNG, Mahasiswa Ditangkap”. Diakses dari http://megapolitan.kompas.com/
read/2016/08/11/12332761/bawa.ganja.di.perbatasan.papua-png.mahasiswa.ditangkap, pada tanggal 3 Maret
2017.
10
Sumber: Dokumen Resmi Badan Nasional Pengelola Perbatasan Kota Jayapura.
Isi dari Persetujuan Dasar Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea tentang
Pengaturan-pengaturan Perbatasan, Pasal 9 Tahun 2013 terkait Perdagangan Berdasarkan Kebiasaan di
Perbatasan, adalah para pihak akan memfasilitasi kesinambungan perdagangan lintas batas berdasarkan
kebiasaan sesuai dengan Pengaturan Khusus termasuk Pedoman-Pedoman dan Intruksi-Instruksi bersama.
9

Namun sebelum adanya perjanjian kedua negara terkait perdagangan lintas batas, sejak
dahulu penduduk kedua negara didaerah perbatasan sudah lebih dulu melakukan kegiatan
perdagangan lintas batas ini.
Adanya perdagangan lintas batas antara kedua negara ini, sudah tentu sangat
menguntungkan bagi kedua negara, terutama penduduk di wilayah daerah perbatasan kedua
negara. Disatu sisi, adanya kegiatan perdagangan lintas batas sudah tentu dapat menambah
pendapatan negara dan juga disisi lain, penduduk kedua negara yang tinggal di daerah
wilayah perbatasan tidak perlu bersusah payah pergi ke kota untuk melakuakan kegiatan jual
beli atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Untuk lebih mempermudah dan memfasilitasi perdagangan lintas batas ini,
Pemerintah Provinsi Papua melalui Pemerintah Kota Jayapura membangun dua pasar yang
terletak di daerah wilayah perbatasan RI-PNG, yaitu: Marketing Point dan Lhoncin, yang
ditempati oleh 173 orang pedagang. Kedua pasar ini menjualan berbagai jenis barang, mulai
dari makanan, pakaian, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik dan lain sebagainya.
Keberadaan kedua pasar ini menpunyai peranan yang sangat bagi penduduk PNG yang
tinggal di sekitar perbatasan. Hal ini disebabkan karena, barang dagangan di kedua pasar ini
harganya jauh lebih murah jia dibandingkan dengan harga barang di PNG (Reinhold.,&
Ma’rif, 2008).
Adanya perdagangan lintas batas inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya kasus illicit drug trafficking. Hal ini dapat terjadi karena para petugas CIQS
kewalahan dalam menjaga dan mengamati pelintas batas tradisonal yang ingin pergi
berbelanja di pasar Marketing Point dan Lhoncin dengan jumlah pelintas batas yang setiap
harinya berkisar antara 900 sampai dengan 1000 orang pelintas batas. Jumlah pelintas batas
ini lebih didominasi oleh pelintas batas yang berasal dari PNG. Sedangkan para pelintas batas
yang berasal dari RI ke PNG per harinya hanya berkisar 20-30 orang pelintas batas dan
itupun hanya didominasi oleh para pebisnis dan penduduk lokal di Jayapura yang ingin
berbelanja di Kota Vanimo, PNG.11 Hal ini disebabkan karena, lebih banyak penduduk PNG
yang lebih memilih untuk berbelanja di pasar Marketing Point dan Lhoncin karena mereka

Perjanjajian ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. R. M. Marty M Natalogawa dan
Menteri Luar Negeri dan Imigrasi Papua New Guinea, Hon. Rimbink Pato, OBE, LLB, MP.
11
data ini didapat dari pengalaman Kerja Praktek (Magang) yang diikuti oleh peniliti pada saat melaksanakan
kegiatan magang di Kantor Bea dan Cukai Kota Jayapura di perbatasan RI-PNG.

menganggap barang-barang yang di jual di pasar Marketing Point dan Lhoncin lebih murah
jika dibandingkan dengan harga barang-barang jika di beli di negara mereka.
CIQS terdiri dari Custom (Bea dan Cukai), Imigration, Quarantina , dan Security
(TNI/POLRI). Sistem kerja CIQS adalah bagi para pelintas batas untuk masuk ke RI pertamatama harus melewati bagian Imigrasi yang diawasi sekitar kurang lebih 10-15 orang petugas
yang biasanya bekerja secara bergantian. Setelah melewati Imigrasi, para pelintas batas harus
melewati pemeriksaan bagian Bea dan Cukai yang diawasi oleh 5-7 petugas dan hanya
memiliki satu buah alat x-ray. Setelah melewati pemeriksaan bagian Bea dan Cukai, para
pelintas batas sudah bisa manaiki angkutan seperti ojek dan angkutan carteran dan diawasi
oleh pihak aparat keamanan seperti TNI/POLRI. Bagian karantina biasanya tidak terlalu
banyak terlibat dalam pemeriksaan karena, sangat jarang para pelintas batas yang membawa
hewan ternak untuk dijual maupun bibit-bibit tanaman.
Meskipun sudah ada pos pemeriksaan pelintas batas atas Pos Lintas Batas, namun
masih banyak para pelintas batas yang tidak mengikuti prosedur dan hanya melewati sisi luar
pos pemeriksaan dengan beralasan mereka adalah pelintas batas tradisional yang ingin
berkebun dan berbelanja. Disamping itu juga, banyak dari petugas yang berwenang di
wilayah perbatasan seperti CIQS yang membiarkan hal itu terjadi, dengan alasan yang sama
bahwa mereka adalah pelintas batas tradisional yang ingin pergi berkebun dan berbelanja.12
Tentulah hal ini tidak sesuai dengan SOP dari yang seharusnya dilakukan, dan sudah tentu
juga bisa menjadi ancaman tersendiri seperti adanya oknum-oknum yang dengan sengaja
berpura-pura sebagai pelintas batas tradisional yang ingin berkebun dan juga berbelanja
padahal mereka sedang melakukan kejahatan illicit drug trafficking.
Menurut Kasat Intelkam Polres Jayapura, Iptu Yan Viktor Makanuay, dari beberapa
kasus yang berhasil ditangkap di Kota Jayapura, ada sebagian pelaku yang mendapatkan
barang selundupan berupa ganja melalui pelintas batas tradisional yang melewati Pos Lintas
Batas dengan alasan ingin berkebun serta berbelanja di pasar Marketing Point dan Lhoncin.13

12

Ibid.
Ketika itu peneliti bertanya pada atasan peneliti, kenapa orang-orang yang melewati sisi luar Pos Lintas Batas
tidak diperiksa, dan jawab atasan peneliti tidak usah diperiksa, mereka hanya pelintas batas tradisional yang
ingin pergi berkebun dan juga berbelanja. Disamping itu juga, apabila sudah mulai meningginya jumlah pelintas
batas yaitu pada siang hari, biasanya kami hanya memeriksa mengawasi barang bawaan mereka melalui x-ray
tanpa pemeriksaan fisik.
13
Hasil wawancara peneliti dengan Kasat Intelkam Polres Jayapura, Iptu Yan Viktor Makanuay melalui
sambungan telepon pada tanggal 25 Febuari 2017, pada pukul 14:47 WIB.

c) Wilayah Perbatasan RI-PNG Sebagai Objek Wisata
Daerah wilayah perbatasan negara RI-PNG di Kota Jayapura, kini merupakan salah
satu tempat yang paling banyak di kunjungi oleh wisatan lokal maupun luar Kota Jayapura
yang pada saat berkunjung ke Kota Jayapura sering menyempatkan diri untuk berkunjung ke
daerah wilayah perbatasan ini. Hal menarik yang menjadikan daerah wilayah perbatasan RIPNG menjadi tujuan wiasata adalah karena selain bisa melihat-lihat keindahan alam yang
ditawarkan, para pengunjung juga dapat melewati garis batas perbatasan tanpa menggunakan
paspor atau Kartu Lintas Batas untuk melihat-lihat daerah perbatasan serta mengabadikan
gambar (foto-foto) di negara PNG. Disamping itu juga, biasanya para pengunjung tidak
hanya berwisata saja, tetapi juga berbelanja. Barang-barang yang biasanya di beli pengunjung
dari pedagang-pedagang di daerah wilayah perbatasan PNG adalah makanan (sosis, kornet,
makanan ringan, dll) khas negara PNG, kain batik PNG, dan lain sebagainya.
Gambar 5
Aktivitas Pengunjung Wisata di Perbatasan RI-PNG

Sumber: Dokumentasi Pribadi pada saat Magang

Objek wisata di daerah perbatasan inilah yang merupakan salah satu bagian dari
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatanillicit drug trafficking. Hal ini bisa
terjadi karena para pengunjung tidak diawasi dengan baik oleh bagian CIQS. Para
pengunjung yang datang berkunjung disamping tidak harus melewati jalur CIQS, para
pengunjung juga dapat langsung menggunakan kendaraan mereka hingga mencapai pintu
gerbang perbatasan RI-PNG, dan setelah selesai berkunjung mereka dapat langsung kembali
tempat asal mereka melewati Pos Pelintas Batas tanpa diperiksa oleh petugas CIQS .
Sedangkan letak Pos Lintas Batasnya berada sekitar 500 M di belakang pintu gerbang RIPNG. Oleh karena adanya kurang pengawasan yang baik dari para petugas keamanan inilah
yang digunakan oleh para penyelundup untuk melakukan transaksi di depan pintu gerbang
perbatasan RI-PNG. Hal ini terbukti dengan beberapa kasus yang berhasil ditangkap oleh
para aparat keamanan.14 Ada juga motif yang digunakan oleh para oknum penyelundup
narkoba jenis ganja dari PNG dengan berpura-pura menjadi penumpang dan rekannya yang
dari Kota Jayapura berpura-pura sebagai angkutan ojek. Namun mereka berhasil ditangkap
setelah sesudah melewati Pos Lintas Batas dan setelah ada kecurigaan dari para aparat
keamanan. Dari masalah inilah yang menyababkan salah satu faktor terjadinya kejahatan
illicit drug trafficking adalah objek wisata di daerah wilayah perbatasan.

Salah satu contoh kasus yang berhasil ditangkap oleh aparat Kepolisian adalah pada
tanggal 7 Juli 2016. Pada saat itu pihak Kepolisian berhasil menangkap salah seorang warga
negara PNG yang membawa 2 Kg ganja kering melewati jalur Pos Pelintas Batas dengan
memanfaatkan momen syukuran yang dilaksanakan di daerah perbatasan RI-PNG serta
dengan alasan hanya berkunjung untuk melihat-lihat objek wisata di daerah perbatasan.15 Dan
adanya juga kasus seperti yang sudah peneliti contohkan pada sub bab sebelumnya yaitu,
seorang mahasiswa yang berhasil ditangkap oleh pihak Pospol Perbatasan. Awalnya juga
pelaku berpura-pura untuk berwisata di perbatasan RI-PNG.

d) Minimnya Sarana dan Prasarana Penunjang Keamanan di Pos Lintas Batas
Pos Lintas Batas RI-PNG masih mengalami kendala dalam pengamanan dan
pemeriksaan barang bawaan yang dibawa oleh pelintas batas. Hal ini disebabkan karena di
14

Lihat Tabel 1.1 Data Tangkapan Ganja di Kota Jayapura
“Anggota Pospol Gagalkan Penyelundupan dari Luar Negeri”. Diakses dari http://www.jpnn.com/news/anggo
ta-pospol-gagalkan-penyelundupan-dari-luar-negeri, pada tanggal 2 Maret 2017.
15

Pos Lintas Batas RI-PNG masih mengandalkan genset (mesin diesel) sebagai pengganti arus
listrik. Ditambah lagi mesin pemeriksa barang-barang (x-ray) yang ada, kondisinya sudah
tidak terlalu baik dan sering mengalami masalah. Apabila mesin x-ray mengalami masalah,
dengan terpaksa petugas Pos Lintas Batas seperti Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan
secara manual, dan sudah tentu tidak efisien dan sangat rawan untuk terjadinya kejahatan
illicit drug trafficking.16 Disamping itu juga, minimnya atau kurangnya petugas CIQS yang

menjaga di Pos Lintas Batas menjadi salah satu kelemahan dalam mengawasi para pelintas
batas, khusunya para oknum yang dengan sengaja ingin melakukan penyelundupan barangbarang iligal seperti narkoba dan lain sebagainya.
Gambar 6
Kodisi Sarana dan Prasaran di Pos Pemeriksaan Bea dan Cukai

Sumber: Dokumentasi pribadi pada saat Magang

Tidak hanya itu saja, minimnya pos-pos penjagaan disepanjang batas wilayah
perbatasan RI-PNG pun yang menjadi celah yang dimanfaatkan oleh para oknum-oknum
16

Hal ini dialami sendiri oleh peneliti pada saat melaksanakan kegiatan magang di kantor Bea dan Cukai di
perbatasan RI-PNG. Pada saat sedang melaksanakan kegiatan magang dan bertugas dibagian pemeriksaan,
ternyata mesin x-raymengalami masalah.Dengan terpaksa kami pun melakukan pemeriksaan barang-barang
bawaan pelintas batas secara manual.

kejahatan illicit drug trafficking untuk melakukan aksinya. Karena minimnya sarana dan
prasarana penunjang keamanan di Pos Lintas Batas RI-PNG inilah yang menjadi salah satu
faktor sehingga dapat terjadinya kejahatan illicit drug trafficking.

e) Jalur Pelintas Batas Tidak Resmi (Jalan Tikus)
Jalur pelintas batas tidak resmi (jalan tikus) merupakan salah satu jalur alternatif terbaik
yang digunakan oleh para oknum penyelundup narkoba jenis ganja dari negara PNG. Tidak
bisa dipungkiri bahwa di daerah wilayah perbatasan RI-PNG di Kota Jayapura, terdapat
banyak sekali jalur jalan tikus yang sering digunakan untuk bertransaksi ataupun
menyelundupkan narkoba jenis ganja dari negara PNG. Hal ini terjadi karena wilayah
perbatasan RI-PNG dari Jayapuran sampai ke Merauke, hampir semua masih di selimuti oleh
hutan-hutan yang sebagian besar belum terjamah oleh manusia. Hal ini juga diakui oleh
Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Zusana Wanggai
bahwa masih banyak jalan-jalan tikus disepanjang perbatasan RI-PNG yang digunakan
sebagai jalur peredaran ganja.17 Hal serupa juga sampaikan oleh Letkol Inf. A. Yoyok
Pramonok (Dandim 1701/Jayapura), beliau mengatakan bahwa masih terdapat begitu banyak
jalan-jalan pelintas tradisional yang belum memiliki Pos Lintas Batas sehingga di
khawatirkan apabila tidak disikapi dengan baik akan dijadikan daerah penyelundupan
narkoba, ganja, miras, maupun senjata api ilegal yang dapat membahayakan masyarakat lain
di Kota Jayapura (BPP, 2015).
Dari bebarapa faktor di atas inilah dalam penelitian dan pengamatan peneliti yang
menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan illicit drug trafficking melewati jalur
perbatasan darat RI-PNG di Kota Jayapura. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus
kejahatan illicit drug trafficking dan tinggginya angka kejahatan dan kasus narkoba jenis
ganja baik di perbatasan RI-PNG, maupun di Kota Jayapura yang sudah peneliti jabarkan
sebelumnya. Permasalahan ini harus cepat diatasi dengan baik oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah, sebab permasalahan ini memiliki dampak yang sangat buruk dan
merugikan bagi negara, terlebih khusus penduduk wilayah perbatasan maupun pendududk
yang ada di Kota Jayapura kedepannya. Disamping itu juga sudah seharusnya manajemen
keamanan di perbatasan negara RI-PNG diperketat pengawasannya, agar tidak dapat terjadi
“Pembangunan PLBN RI-PNG Cegah Narkoba Batas Negara”. Diakses dari http://www.jayatv.com/artikels/5245-pembangunan-plbn-ri---png-cegah-narkoba-batas-negara, pada tanggal 18 Febuari 2017.
17

masalah-masalah yang akan merugikan bagi negara dan terutama masyarakat wilayah
perbatasan.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Blake (1998) tentang manajemen
perbatasan terkait manajemen akses bahwa, bila akses perbatasan dibuka seluas-luasnya
(dengan adanya globalisasi dan kerjasama internasional seperti adanya pasar bersama atau
pasar lintas batas antara RI-PNG) maka dari aspek keamanannya harus dikelola dengan
sangat baik. Disamping itu juga, pegawai pemerintahan kedua negara seperti; bea cukai,
polisi, imigrasi, jasa transportasi, serta pelayanan kesejahatan perlu disiapkan secara baik.
Sedangkan untuk menajemen keamanan menurut Blake, aktivitas keamanan di perbatasan
akan sangat tergantung pada politik hubungan luar negeri antara kedua negara, aspek geografi
dan ekonomi. Yang terpenting adalah masyarakat kedua negara khususnya di perbatasan
harus diberi pemahaman dan kesadaran tentang; pendatang haram (migran gelap), barangbarang haram (narkoba, senjata api ilegal dll), bahaya kesejahatan, dan serangan militer.

f) Permintaan Konsumen terhadap Narkotika Jenis Ganja dari PNG
Faktor penyebab terjadinya kejahatan illicit Drug Trafficking di jalur perbatasan RIPNG yang terahir ini, merupakan faktor atau akar sebenarnya dari permasalahann penyebab
terjadinya illicit Drug Trafficking di jalur perbatasan RI-PNG. Mengapa peneliti mengatakan
demikian, karena dari jumlah kasus yang sudah peneliti jabarkan pada bab-bab sebelumnya
tidak mungkin dapat terjadi apabila tidak ada permintaan terhadapa narkotik jenis ganja dari
PNG itu sendiri. Oleh karena adanya permintaan, mengakibatkan kasus-kasus illicit Drug
Trafficking tidak akan pernah berakhir. Oleh sebab itu, Pemerintah harus bekerjasama dengan

harus bekerja ekstra keras agar dapat memutuskan rantai permintaan terhadap narkotika jenis
ganja yang berasal dari negara PNG itu sendiri.

V. 3. Refleksi Hasil Penelitian
Wilayah perbatasan RI-PNG merupakan salah satu perbatasan negara yang langsung
berbatasan dengan negara tetangga yang terletak di Desa Wutung Kampung Mosso-Distrik
Muara Tami, di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Secara garis besar permasalahan keamanan
yang terjadi di perbatasan RI-PNG merupakan permasalahan yang tergolong didalam

permasalahan ancaman keamanan non-tradisional berupa ancaman kejahatan illicit drug
trafficking. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhamad (2015)

dengan judul “Kejahatan Transnasional Penyelundupan Narkoba Dari Malaysia ke Indonesia:
Kasus di Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat”, bahwa ancaman yang dialami oleh
negara saat ini adalah ancaman yang lebih bersifat non-tradisional. Hal ini disebabkan karena
aktornya bukan lagi negara, tetapi lebih kepada aktor-aktor non-state dan ancamannya bukan
lagi negara tetapi lebih kepada individu atau penduduk di dalam negara itu sendiri. Hal ini
tentu tidak terlepas dari apa yang dikatakan oleh Buzan bahwa, ancaman-ancaman yang di
sekarang ini dihadapi oleh negara-negara di dunia bukan lagi ancaman-ancaman berupa
ancaman tradisional berupa konflik (militer strategis) atau ancaman kedaulatan dari sebuah
negara, namun lebih bersifat ancaman non-tadisional (human security) seperti ancaman
kejahatan transnasional, human trafficking, illegal fishing, dan lain sebagainya.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa, jalur perbatasan negara RI-PNG
merupakan salah satu jalur yang digunakan oleh para oknum-oknum sindikit kejahatan
terorganisir (transnational crime) untuk melakukan kejahatan illicit drug trafficking. Jalur
perbatasan ini memang menjadi sasaran yang sangat empuk, hal ini didukung oleh letak dan
kondisi wilayah perbatasan yang membentang sepanjang 820 Km dari Jayapura di sebelah
Utara sampai ke muara sungai Bensbach, Merauke di sebelah Selatan. Ditambah lagi dengan
kondisi wilayah perbatasan yang masih dikelilingi oleh banyaknya hutan-hutan yang sebagian
besar belum terjamah oleh manusia. Namun yang menjadi dasar sehingga dapat terjadinya
tindak kejahatang illicit drug trafficking di jalur perbatasan negara RI-PNG adalah karena
adanya faktor globalisasi. Dengan adanya globalisasi maka terciptalah keterhubungan dan
keterbukaan negara RI dengan Negara PNG. Hal inilah yang menjadi akses pertama
masuknya tindak kejahatan illicit drug trafficking. Kita tahu bahwa globalisasi tidak hanya
memberikan dampak yang positif bagi sebuah negara, tetapi juga memberikan dampak
negatif bagi negara, sebagai contohnya adalah ancaman tindak kejahatan illicit drug
trafficking di jalur perbatasan negara RI-PNG. Hal seperti ini juga yang terjadi di daerah-

daerah lain maupun di negara lain. Seperti contoh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dr. Pushpita Dus dalam papernya yang berjudul “Drug Trafficking in India, A Case For
Border Security”, bahwa jalur perbatasan merupakan sasaran empuk bagi para oknum

organisasi transnational crime berupa kejahatan penyelundupan narkotika. Kejahatan
transnasional berupa illicit drug trafficking tentu tidak terlepas dari adanya faktor globalisasi

yang sengaja digunakan untuk memperluas jaringan kejahatan mereka di berbagai belahan
dunia.
Hal ini sudah seharusnya menjadi fokus utama bagi pemerintah daerah maupun
pemerintah daerah untuk segera diatasi dan lebih memperketat manajemen keamanan di
wilayah perbatasan. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Blake (1998) bahwa, apabila
akses perbatasan dibuka seluas-luasnya, maka aspek kemananan atau manajemen
keamanannya harus juga dikelola dengan sangat baik. Aktivitas keamanan di perbatasan akan
sangat tergantung pada politik hubungan luar negeri antara kedua negara, aspek geografi dan
ekonomi. Yang terpenting adalah masyarakat kedua negara khususnya di perbatasan harus
diberi pemahaman dan kesadaran tentang; pendatang haram (migran gelap), barang-barang
haram (narkoba, senjata api ilegal dll), bahaya kesejahatan, dan serangan militer.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ada terdapat beberapa faktor-faktor
yang mendukung sehingga dapat terjadinya kejahatan illicit drug trafficking melalui jalur
perbatasan negara RI-PNG di Kota Jayapura. Faktor-faktor yang mendukung sehingga
terjadinya kejahatan ini adalah seperti faktor globalisasi, faktor perdagangan lintas batas,
wilayah perbatasan RI-PNG sebagai objek wisata, minimnya sarana dan prasarana penunjang
keamanan di Pos Lintas Batas, dan jalur pelintas batas tidak resmi (jalan tikus). Dari hasil
penelitian peneliti, kelima faktor inilah yang menyebabkan dapat terjadinya kejahatan illicit
drug trafficking melalui jalur perbatasan negara RI-PNG di Kota Jayapura. Kelima faktor ini

jugalah yang menyebabkan sehingga semakin maraknya kasus-kasus kejahatan narkoba jenis
ganja terjadi di Kota Jayapura. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya
penyalagunaan narkoba jenis ganja (mulai dari pengedar dan pemakai) dari berbagai
kalangan. Namun yang sangat memperihatinkan, penyalagunaan narkoba jenis ganja ini lebih
banyak didominasi oleh kalangan remaja dan pelajar mulai dari mahasiswa hingga anak-anak
dibawah umur yang masih duduk dibangku SMP. Apabila dibiarkan seperti ini, kedepannya
masalah penyalagunaan narkoba jenis ganja ini akan merusak generasi muda bangsa terutama
yang ada di Kota Jayapura.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25