Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kota Padangsidimpuan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam konteks penguatan demokratisasi, Pemilihan Umum Kepala Daerah
(selanjutnya disebut Pemilukada) secara langsung berpeluang untuk melakukan
pematangan dan penyadaran berdemokrasi. Masyarakat yang memiliki kesadaran
berdemokrasi merupakan langkah awal dalam menuju proses demokrasi yang
benar dan substansial. Inilah kehidupan demokrasi yang sebenarnya, bukan
demokrasi prosedural yang selama ini telah dijalankan dalam kehidupan
berdemokrasi. Demokrasi dimaknai sebagai proses yang memiliki implikasi
anggaran besar dan tidak bermanfaat, terjadinya konspirasi, pelanggaran dan
keamanan yang tidak terjamin, etika politik yang terabaikan, saat inilah cara
pandang demikian harus dirubah. Realita ini terlihat dari proses demokrasi
langsung yang justru menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks. Tingkat
konflik yang tinggi, konspirasi politik, money-politic bahkan dampak lain adalah
tingginya korupsi di daerah. (Soebagio dalam Makara, Sosial Humaniora, Vol. 12,
N0. 2, Desember 2008: 82-86)
Terlepas dari permasalahan tersebut sebenarnya Pemilukada langsung
memiliki makna strategis yaitu pendidikan politik sekaligus penguatan potensi
lokal yang selama ini terabaikan. Sebagaimana disampaikan oleh Murray Print

dalam Mawardi (2008), pembentukan warga negara yang memiliki keadaban
demokratis dan demokrasi keadaban paling mungkin dilakukan secara efektif
hanya melalui pendidikan kewarganegaraan (civic education). Aktualisasi dari
1

Universitas Sumatera Utara

civic education terletak kepada tingkat partipasi politik rakyat di setiap
momentum politik seperti Pemilu maupun Pemilukada. Partisipasi politik yang
lemah berakibat pada sebuah realitas politik yang kini menggejala di permukaan
dan terkait dengan era otonomi daerah yaitu terjadinya kesenjangan politik antara
masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan lokal, dimana aktor pelaksana
kekuasaan lokal sering melakukan langkah pengambilan dan pelaksanaan
kebijakan politik yang tidak selaras dengan aspirasi kolektif masyarakat sipil.
Akibatnya proses democratic governance yang sudah berjalan baik, justru
menimbulkan permasalahan baru yang komplek. Tingkat resistensi masyarakat
yang tinggi terhadap berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan menimbulkan pro
dan kontra yang berkepanjangan. Hal ini muncul sebagai gejala baru di daerah
yang telah melaksanakan proses rekrutmen pemimpin publik melalui Pemilukada
langsung. Ditambah lagi permasalahan baru yaitu korupsi massal, sebagai

implikasi dari bagi-bagi kekuasaan.
Untuk itu partisipasi politik menjadi jaminan bagi fungsi kontrol yang baik
bagi kekuasaan lokal. Inilah pentingnya pendidikan politik melalui partisipasi
politik. Partisipasi politik merupakan keterlibatan rakyat secara perseorangan
untuk mengerti, menyadari, mengkaji, melobi dan memprotes suatu kebijakan
yang ditelurkan oleh pemerintah dengan tujuan mempengaruhi kebijakan agar
aspiratif terhadap kepentingan mereka. Partisipasi masyarakat dapat dipahami
sebagai keterlibatan rakyat dalam pengertian politik secara sempit yaitu hubungan
negara dan masyarakat dalam bingkai governance. Sedangkan dalam pengertian
secara luas dapat dikatakan semua bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses

Universitas Sumatera Utara

berhimpun untuk mempengaruhi ataupun melakukan perubahan terhadap
keputusan yang diambil.
Momen Pemilukada inilah dijadikan tolak ukur menilai partisipasi
masyarakat sebagai bagian dari proses pendidikan politik yang baik. Semakin
tinggi partisipasi menjadi nilai tersendiri akan penguatan proses pendidikan
politik, demikian sebaliknya. Maka partisipasi dimaknai sebagai proses penguatan
lembaga lokal yang semakin mengerti dan memahami proses penyelenggaraan

kekuasaan di daerah. Masyarakat akan semakin menyadari fungsi dan arti
strategisnya dalam mewujudkan pemerintahan yang baik melalui pelayanan yang
baik dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. (Bismar Arianto dalam Jurnal Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011)
Partisipasi politik dewasa ini cenderung mengalami penurunan baik di
tingkat nasional berkaitan dengan Pemilu maupun Pemilukada di berbagai daerah
termasuk di Kota Padangsidimpuan. Dalam kurun waktu 2 (dua) tahun berturutturut Kota Padangsidimpuan telah melaksanakan Pemilukada, yaitu Pemilukada
Kota

Padangsidimpuan

untuk

memilih

Walikota

dan

Wakil


Walikota

Padangsidimpuan pada tahun 2012 dan Pemilukada Propinsi Sumatera Utara
untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013.
Ada perbedaan yang sangat mencolok di kedua pelaksanaan Pemilukada
ini, dimana pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Walikota dan Wakil Walikota)
Padangsidimpuan terdapat sekitar 100.835 pemilih yang menggunakan hak
pilihnya atau sekitar 67,69 persen dari total pemilih 148.960 jiwa yang di tetapkan
sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh KPUD Kota Padangsidimpuan.
(sumber; KPUD Kota Padangsidimpuan).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan pada Pemilukada Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2013
tingkat partisipasi masyarakat (pemilih) sangat jauh di bawah hasil Pemilukada
Kota Padangsidimpuan, dimana partisipasi masyarakat (pemilih) hanya 73.999
jiwa atau sekitar 49,67 persen dari total pemilih 148.960 jiwa. Adapun hasil dari
perolehan suara dari masing masing pasangan calon adalah sebagai berikut:
1. Pasangan nomor urut 1 (Gus Irawan Pasaribu - Soekirman) memperoleh

suara sebanyak 31.225 suara.
2. Pasangan nomor urut 2 (Effendi Simbolon - Djumiran Abdi) memperoleh
suara sebanyak 6.607 suara.
3. Pasangan nomor urut 3 (Chairuman Harahap - Fadly Nurzal) memperoleh
suara sebanyak 11.480 suara.
4. Pasangan nomor urut 4 (Amri Tambunan - Rustam Effendi Nainggolan)
memperoleh suara sebanyak 2.978 suara.
5. Pasangan nomor urut 5 (Gatot Pujo Nugroho - Tengku Erry Nuradi)
memperoleh suara sebanyak 21.709 suara.
(sumber; KPUD Kota Padangsidimpuan)
Dari hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon dapat kita lihat
bahwa peraih suara terbanyak pada Pemilukada Propinsi Sumatera Utara di Kota
Padangsidimpuan adalah pasangan Gus Irawan Pasaribu dan Soekirman dengan
perolehan suara sebanyak 42,19 persen dari jumlah suara 73.999 suara, diikuti
oleh pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan perolehan
suara sebanyak 29,33 persen dari jumlah 73.999 suara.
Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala
Daerah Propinsi Sumatera Utara ini sudah sangat memprihatinkan dimana kita

Universitas Sumatera Utara


lihat secara keseluruhan di Propinsi Sumatera Utara tingkat partisipasi pemilih
hanya 48,50 persen dari total suara 10.310.872 suara (sumber; KPUD Propinsi
Sumatera Utara). Artinya, tingkat partisipasi Pemilihan Gubernur Sumatera Utara
Tahun 2013 berada di bawah 50 persen dari total jumlah suara pemilih termasuk
yang terjadi di Kota Padangsidimpuan.
Kecenderungan penurunan tingkat partisipasi politik ini juga disampaikan
oleh Bismar Arianto dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1,
No. 1, 2011, mengatakan bahwa :
Golput tidak hanya terjadi dalam pemilu legislatif. Dalam perhelatan
politik di tingkat lokal seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada) gejala golput juga terjadi. Dalam Pemilukada Gubernur
Kepulauan Riau dari data quick count yang dilakukan LSI golput
mencapai angka 50%. Pemilukada Batam 2011 angka masyarakat yang
tidak memilih melebihi angka 50%, kasus yang sama juga terjadi di
Kabupaten Karimun di atas 40% dipastikan tidak menggunakan hak pilih.
Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi apatisme di
kalangan pemilih, di saat arus demokratisasi dan kebebasan berpolitik masyarakat
sedang marak-maraknya. Tentunya potensi rendahnya partisipasi politik dalam
pesta demokrasi nasional maupun lokal tersebut kiranya cukup mengkhawatirkan

bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Sebab tingginya resistensi
terhadap partisipasi politik dapat berimplikasi melumpuhkan demokrasi, karena
merosotnya kredibilitas kinerja partai politik sebagai mesin pembangkit partisipasi
politik.
Sementara menurut Soebagio dalam Makara, Sosial Humaniora, Vol. 12,
N0. 2, Desember 2008: 82-86, Secara empirik peningkatan angka Golput terjadi
antara lain oleh realitas sebagai berikut :
a. Pemilu dan Pemilukada langsung belum mampu menghasilkan
perubahan berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

b. Menurunnya kinerja partai politik yang tidak memiliki platform politik
yang realistis dan kader politik yang berkualitas serta komitmen politik
yang berpihak kepada kepentingan publik, melainkan lebih
mengutamakan kepentingan kelompok atau golongannya.
c. Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik (elit politik) yang
berperilaku koruptif dan lebih mengejar kekuasaan/kedudukan
daripada memperjuangkan aspirasi publik.
d. Tidak terealisasikannya janji-janji yang dikampanyekan oleh elit

politik kepada publik yang mendukungnya.
e. Kejenuhan pemilih karena sering adanya Pemilu/Pemilukada yang
dipandang sebagai kegiatan seremonial berdemokrasi yang lebih
menguntungkan bagi para elit politik.
f. Kurang netralnya penyelenggara Pemilu/Pemilukada yang masih
berpotensi melakukan keberpihakan kepada kontestan tertentu,
disamping juga kurangnya intensitas sosialisasi Pemilu/Pemilukada
secara terprogram dan meluas.

Begitu juga dengan Lembaga Survey Indonesia yang merasa prihatin
dengan rendahnya partisipasi politik di berbagai daerah. Keprihatinan tersebut
disampaikan dengan menerbitkan Kajian bulanan LSI edisi 05 September 2007
yang berjudul Golput Dalam Pemilukada,
Didalamnya menyebutkan salah satu gejala penting dari Pemilukada
hingga saat ini adalah tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam
pemilihan (Golput). Di sejumlah wilayah, angka golput ini bahkan
mencapai hampir separuh, seperti yang terjadi dalam Pemilukada Kota
Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Jayapura, Kota Depok
dan Propinsi Kepulauan Riau. Tidak jarang, jumlah golput ini lebih tinggi
dibandingkan dengan perolehan suara pemenang pemilukada. Jika dibuat

rata-rata, tingkat golput selama pelaksanaan pemilukada mencapai angka
27,9%.
Adapun berbagai fenomena yang ada terhadap kecenderungan penurunan
tingkat partisipasi politik baik dalam pemilu legislatif, maupun pemilukada di
berbagai daerah di Indonesia membuat penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2013 DI KOTA PADANGSIDIMPUAN.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah
Pada hakikatnya masalah dalam suatu penelitian merupakan segala bentuk
pernyataan yang perlu dicari jawabannya, atau segala bentuk kesulitan yang
datang, tentunya harus ada kegiatan yang memecahkannya sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai.
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Mengapa partisipasi politik masyarakat di Kota Padangsidimpuan
sangat rendah pada Pemilukada Propinsi Sumatera Utara tahun 2013?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat

pada Pemilukada Propinsi Sumatera Utara di Kota Padangsidimpuan?

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa penyebab rendahnya Partisipasi Politik
Masyarakat Dalam Pemilukada Propinsi Sumatera Utara tahun 2013 di
Kota Padangsidimpuan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi Politik
Masyarakat Kota Padangsidimpuan Dalam Pemilihan Umum Kepala
Daerah Propinsi Sumatera Utara tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
Temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi (manfaat) dalam pengembangan keilmuan terutama yang berkaitan
langsung dengan kegiatan sosial politik masyarakat atau kajian sosiologi politik.
Kontribusi penelitian ini tidak hanya dalam memperkaya khasanah teori, tetapi
hasil temuan yang diolah secara proporsional dan profesional, diharapkan menjadi

sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam merancang level kebijakan
mengenai proses Pemilihan Umum Kepala Daerah, khususnya di Kota
Padangsidimpuan.

Universitas Sumatera Utara