Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

(1)

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA

PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN

TAHUN 2010

(Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

Medan Tuntungan)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 2


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN TAHUN 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

ABSTRAK

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin berkembang yang salah satunya adalah diwujudkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya.

Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil. Begitu juga yang terjadi di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dimana rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba menguraikan partisipasi politik masyarakat karo pada pemilihan kepala daerah kota medan tahun 2010 tersebut.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori partisipasi politik, bentuk-bentuk partisipasi politik dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya partisipasi politik. Teori ini digunakan untuk dapat melihat partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pilkada tersebut dan fakor-faktor yang mempengaruhinya.


(3)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 Di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan medan Tuntungan ”. Skripsi ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum tersebut. Rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti.

Alhamdulillah, atas syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat berupa kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan skripsi dari hasil penelitian yang dikerjakan, dari proses awal tidak kurang dari sepuluh bulan. Selawat dan salam penulis juga sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya sampai akhir zaman mendapatkan manfaat.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. P. Antonius Sitepu,M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. Tonny P. Situmorang M.Si, selaku dosen wali dan dosen Pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktu, dan memberikan arahan dalam proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini, dan juga kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting,M.SP, selaku Dosen Dosen Pembaca skripsi saya yang telah bersedia meluangkan waktu, dan memberikan bimbingan serta arahan dalam proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini,. Dan seluruh staf pengajar Ilmu Politik FISIP USU yang telah memberikan bantuan dan dukungan bagi saya di dalam proses perkuliahan.


(4)

Kepada seluruh keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda dan adikku yang sangat saya kasihi dan yang selalu memberikan dorongan baik moril maupun materi, mulai dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Terimakasih buat teman-teman politik angkatan 2006 ( Fisip USU ), yang telah banyak memberikan saran berupa kritikan dan teguran ketika saya sedang dilanda rasa malas untuk mengerjakan skripsi ini. Terimakasih kepada abang saya Iwan yang telah memberikan masukan dan juga motivasi kepada saya dalam penulisan skripsi ini, dan juga terimakasih kepada Mega Anggraini Harefa yang telah membantu saya secara moril dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, 20 Desember 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat penelitian ... 12

E. Kerangka Teori ... 13

E.1. Partisipasi Politik ... 13

E.1.1. Bentuk Partisipasi Politik ... 20

E.1.2. Jenis-Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik... 21

E.1.3. Tujuan Partisipasi Politik ... 22 E.1.4. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Partisipasi


(6)

Politik Masyarakat ... 23

E.2. Pemilihan Kepala Daerah ... 25

E.3. Etnisitas ... 27

F. Metodologi Penelitian ... 29

F.1. Jenis Penelitian ... 29

F.2. Lokasi Penelitian ... 29

F.3. Populasi dan Sampel ... 30

F.4. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F.5. Teknik Analisis Data ... 32

G. Sistematika Penulisan ... 32

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 34

A. Gambaran Umum ... 34

A.1. Letak Secara Geografis ... 34

A.2 Demografi Penduduk ... 35

B. Gambaran Umum Pemilukada ... 41

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 43

A. Karakteristik Responden ... 43

B. Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 ... 50

B.1 Faktor Psikologis ... 50

B.2 Faktor Latar Belakang Status Sosial-Ekonomi ... 59


(7)

B.4 Sistem Pemilihan Umum ... 67

B.5 Faktor Sistem Politik ... 69

C. Interpretasi Data ... 70

BAB IV PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN TAHUN 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

ABSTRAK

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin berkembang yang salah satunya adalah diwujudkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya.

Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil. Begitu juga yang terjadi di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dimana rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba menguraikan partisipasi politik masyarakat karo pada pemilihan kepala daerah kota medan tahun 2010 tersebut.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori partisipasi politik, bentuk-bentuk partisipasi politik dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya partisipasi politik. Teori ini digunakan untuk dapat melihat partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pilkada tersebut dan fakor-faktor yang mempengaruhinya.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem demokrasi, dimana rakyat memiliki peranan penting didalam urusan negara, atau demokrasi merupakan kekuasaan rakyat berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan rakyat ikut mengambil bagian dalam pemerintahan. Oleh karena itu, kekuasaan para pemimpin dan pejabat formal itu bukan muncul dari pribadinya, akan tetapi merupakan titipan rakyat atau merupakan kekuasaan yang dilimpahkan rakyat kepada pemimpin dan pribadi-pribadi penguasa.

Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasinya suatu Negara. Dapat kita lihat dari pengertian demokrasi itu sendiriyang secara normatif adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ungkapan ini diterjemahkan dalam setiap negara yang menganut demokrasi, di Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 (setelah Amandemen) pada Pasal 1 ayat (2): “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Rakyat membuat kontrak sosial lewat perwakilannya untuk mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah yang dipilih. Maka akan ada aturan main yang berupa Undang-Undang Dasar, Peraturan Hukum dan sebagainya. Kemudian dibuat dan ditetapkan dengan maksud agar dengan sarana-sarana kekuasaan titipan yang dilaksanakan oleh pejabat atau penguasa itu benar-benar mulus lurus, benar dan jujur,


(10)

demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dan tidak dimanipulasikan untuk kepentingan pribadi para pemimpin dan pejabat untuk mengeruh keuntungan dan memperkaya diri.1

Pembuatan kontrak sosial tersebut dilakukan melalui pemilu (pemilihan umum), yakni sarana demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi dilembaga politik negara, legislatif dan eksekutif. Melalui pemilu, rakyat memilih figur yang dapat dipercaya yang akan mengisi jabatan legislatif dan jabatan eksekutif. Dalam pemilu, rakyat yang telah memilih, secara bebas dan rahasia, menjatuhkan pilihannya pada figur yang di nilai sesuai dengan aspirasinya.2

Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat individual maupun kolektif, terorganisir ataupun spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Pembahasan mengenai partisipasi politik masyarakat adalah persoalan menarik untuk diperbincangkan. Melalui partisipasi politik yang diartikan sebagai:

3

Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk daerah-daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang diatur dalam Undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintah daerah,

1

Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung: Mandar Maju, 1996, h.156-158. 2

Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung: Fokusmedia, 2007, h.173-174.

3

Samuel P. Hungtington; Joan M. Nelson, Partisipasi Politik diNegara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta, 1990. h.5.


(11)

pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan disentralisasi yang dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah (pusat) kepada unit-unit sub nasional (daerah/wilayah) administrasi negara atau kepada kelompok-kelompok fungsional atau organisasi atau non-pemerintahan swasta.4 Otonomi daerah merupakan bagian dari sistem politik yang diharapkan memberikan peluang bagi warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreatifitasnya.5

Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional. Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.6

Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan,7

4

Bambang Yudhoyono, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h.20. 5

M. Arif Nasution, Nasionalisme dan Isu-Isu lokal, Medan:USU Press, 2005, h.63. 6

Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta: Pembaruan, 2004, h.ix-x. 7

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005, h.203.

sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara langsung sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintahan N0. 6 Tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan, pengesahan dan pemberhentian kepala daerah, yang merupakan tonggak baru penegakkan kedaulatan


(12)

rakyat daerah di Indonesia.

Partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Sebagaimana dikemukakan oleh ‘Herbert Miclosky” (1991:9) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konstest kehidupan politik. Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam artian setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik.


(13)

Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Oleh karena itu, sikap dan perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik berupa pemberian suara dan kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan parameter dalam mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat. Paling tidak warga masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik sekaligus mengambil bagian untuk mempengaruhi pemerintah dalam keputusan politik. Pemilihan kepala daerah sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi masyarakt melalui suksesi dalam pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat terutama dalam mempengaruhi keputusan politik sangat prioritas.

Dengan adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya, seperti kampanye. Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sebagaimana di kemukakan tadi sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil.


(14)

Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud sebagaimana mestinya. Namun demikian sikap dan perilaku anggota masyarakat dalam partisipasi politik kadang kala mengarah pada sikap apatis, sinisme, dan arogan sehingga yang demikian ini mempengaruhi partisipasi mereka dalam pemilihan kepala daerah, yang akhirnya mereka enggan memberikan suara dalam pemilihan dan juga tidak menghadiri kegiatan-kegiatan politik (kampanye). Fenomena-fenomena ini selalu muncul dimana-mana lebih-lebih lagi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Pilkada Kota Medan sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak 2 (dua kali) yaitu tahun periode 2005 -2010 yang dimenangkan oleh Abdillah – Ramli dan periode 2010-2015. Tanggal 12 Mei 2010 adalah pilkada kedua yang dilaksanakan secara langsung, 1,9 juta lebih warga Kota Medan akan memberikan suaranya untuk memilih

Wali Kota dan wakil Wali Kota Medan untuk periode 2010-2015. Ada sepuluh pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan yang ikut serta dalam pemilukada Kota Medan dan telah lulus dalam verifikasi oleh pihak KPUD Medan. Calon tersebut adalah:

1. Pasangan Sjahrial – Yahya 2. Sigit – Nurlisa Ginting


(15)

4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim 5. Joko – Amir

6. Rahudman – Eldin

7. Prof. Arief Nasution – Supratikno 8. Maulana Pohan – Arif

9. Ajib Syah – Binsar Situmorang 10. Sofyan Tan – Nelly

KPUD sebagai pelaksana pemilukada Kota medan telah mempersiapkan beberapa tahapan proses dari verifikasi Calon, sosialisasi tentang cara pemilihan Umum di Kota Medan sampai dengan mempersiapkan keperluan logistik yang digunakan dalam pemilukada Kota Medan. Ketua KPU Medan, Evi Novida Ginting menjelaskan jika seluruh persiapan Pilkada hampir rampung. Dijelaskannya, saat ini sebanyak 1.961.155 kartu pemilih dan kartu undangan C6 KWK untuk warga yang namanya terdaftar dalam DPT telah didistribusikan, telah memastikan seluruh logistik Pilkada yang meliputi tinta coblos, busa, paku, kertas suara dan logistik lainnya telah disampaikan ke KPPS sejak beberapa waktu lalu. “2.011.121 kertas suara yang sudah termasuk dengan kertas tambahan telah sampai ke KPPS. (kutipan dari Surat Kabar Waspada Medan).

Tanggal 12 Mei 2010 dilakukanlah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan yang dilaksanakan di 21 Kecamatan. Dari hasil perolehan suara pada putaran I, terdapat dua pasangan yang unggul dan maju pada putaran II karena perolehan suara tidak mencapai 30% yaitu pasangan dengan nomor urut 6 Rahudman


(16)

Harahap-Dzulmi Eldi dan pasangan nomor urut 10 Sofyan Tan – Nelly Armayanti.

Pilkada dua putaran ini sesuai UU No 12 tahun 2008 perubahan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Bila merujuk pada Keputusan KPU Medan nomor 35 perubahan ke 2 tahun 2009 tentang tahapan Pilkada, putaran kedua berlangsung 16 Juni 2010, diikuti dua pasangan peraih suara terbanyak. Pilkada Medan putaran kedua sebanyak 1.961.155 pemilih. Jumlah ini menunjukkan ada sebanyak 641,199 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Medan 2010 ini. Partisipasi pemilih Pilkada Medan ini meningkat dari putaran pertama yang hanya 34,7 persen menjadi 45 persen. Dan hasil terakhir yang diperoleh pasangan Rahudman Harahap – dzulmi Eldin memenangkan pilkada Medan periode 2010 – 2015 dengan mengalahkan pasangan Sofyan Tan – Nelly Armayanti.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada disebutkan oleh Mawardi (2008) disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut; Pertama, masyarakat secara sadar dan mandiri untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan yang didasari sikap apatis, yakni mereka meyakini bahwa para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan mereka. Selain itu, mereka menyadari bahwa mencoblos dan tidak mencoblos memiliki makna yang sama, yakni tidak memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan mereka. Kedua, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada, diakibatkan persoalan tekhnis dalam pilkada. Dalam hal ini, penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang amburadul memicu tingginya jumlah warga yang tidak terdaftar di DPT sehingga menggugurkan hak mereka sebagai pemilih. Persoalan DPT selama pelaksanaan pilkada menjadi


(17)

masalah krusial yang sepertinya tidak memiliki solusi. Sebab serangkaian pilkada sudah berlangsung, masalah DPT yang tidak akurat tetap menyisakan persoalan rendahnya partisipasi pemilih. Ketiga, partisipasi juga dipengaruhi oleh kepentingan individual pemilih.

Pada penelitian ini, agar lebih objektif, peneliti memilih objek penelitian adalah masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan sebagai tempat penelitian.

Di Indonesia secara relative terdapat kesetiaan etnis yang relative tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.8

8

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta; LP3S, 2003, h. 182

Kesetiaan etnis di Indonesia masih terlihat sangat signifikan dan mengabaikan faktor etnis yang dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukkan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.

Identitas partai akan berkaitan dengan kesetiaan dan ketidaksetiaan dari massa suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa partai, sebaiknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah loyalitasnya di Indonesia loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas. Perbedaan etnis diikuti pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka sehari-hari. Semua perbedaan adalah perbedaan etnis, agama, pekerjaan, menjurus pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang mereka pilih atau ikuti.


(18)

Dalam perkiraan kasar jumlah masyarakat Karo telah melebihi angka 1 juta jiwa. Ada beberapa kalangan bahkan memperkirakan telah melampaui tersebut. Mereka bermukim di 3 (tiga) wilayah yaitu daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat dan Deliserdang. Namun, jumlah yang cukup besar dan wilayah bermukim yang luas ini belum menjadikan mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan kepurtusan-keputusan politik di tingkat Pemerintahan Propinsi. Alokasi dana pembangunan, penyebaran proyek-proyek yang berimplikasi penambahan jumlah uang beredar di daerah, penentuan pejabat penting kebanyakan dirasakan belum memperhatikan aspirasi masyarakat Karo. Kalangan masyarakat Karo juga mencatat bahwa setiap kali dibuat keputusan-keputusan yang memerlukan pertimbangan tentang jumlah anggota/ pendukung suatu etnis.

Akses terhadap kekuasaan adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan mempengaruhi pejabat-pejabat politik. Umumnya kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan adalahkelompok masyarakat yang tingkat partisipasiny dalam politik (yang sudah barang tentu mempersyaratkan kompetensi) cukup tinggi. Masyarakat Karo pasca era G305/PKI telah menjadi kelompok masyarakat yang sangat rendah aksesnya terhadap kekuasaan.

Adapun pertimbangan yang diperhatikan peneliti dalam melakukan penelitian dengan memilih masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan adalah karena pertimbangan subjektif. “Pertimbangan subjektif adalah pertimbangan berkisar tentang kredibilitas


(19)

peneliti terhadap apa yang ditelitinya”,9

B. Perumusan Masalah

yang mencakup antara lain: 1. penelitian sesuai dengan minat peneliti; 2. Penguasaan teori seputar masalah; 3. sesuai disiplin ilmu yang dipelajari; 4. cukup banyak penelitian sebelumnya tentang masalah tersebut; 5. berdasarkan pertimbangan waktu; 6. pertimbangan biaya; 7. situasional masyarakat menyambut baik masalah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)”

Dari latar belakang di atas, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan dan faktor yang mempengaruhinya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010-2015”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran bagaimana partisipasi politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

9


(20)

Kota Medan pada Pemilihan Umum Kepala daerah Kota Medan Tahun 2010-2015. a. Untuk mengetahui bagaimana faktor Sosial Ekonomi. Kondisi Sosial Ekonomi

meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

b. Untuk mengetahui bagaimana faktor politik. Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir meliputi komunikasi politik, kesadaran politik, pengetahuan masyarakat, kontrol masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

c. Untuk mengetahui bagaimana faktor nilai budaya. Kondisi nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

D. Manfaat penelitian

a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian dibidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya mengenai partisipasi politik. b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi

peneliti lain yang ingin meneliti partisipasi politik, khususnya mengenai partisipasi politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang


(21)

Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pemilihan Umum Kepala Daerah.

c. Bagi Peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan menambah pengetahuan di bidang ilmu politik, khususnya mengenai partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah.

E. Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.

Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.10 Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subagyo pada buku Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena.11

10

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta:LP3ES, 1989, h.37.

11

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997, h.20.

Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan beberapa teori-teori yang relevan dengan subjek penelitian.


(22)

E.1. Partisipasi Politik

Partisipasi yang meluas ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah diartikan dalam berbagai arti, apakah partisipasi politik itu hanya perilaku atau mencakup pula sikap- sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi perilaku partisipasi.

Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar adalah keterlibatan secara aktif (ithe active engagement) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.12

Dalam international eccyclopedia of the social sciences, Herbert McClosky memberikan batasan pengertian partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.13

12

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenada Meida Group, 2010, h.180. 13Ibid


(23)

Berdasarkan buku Samuel P. Huntington dan Joan Nelson14

1) Ia mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak sikap-sikap. Dimana kegiatan politik adalah yang objektif dan sikap-sikap politik yang subjektif.

penulis merangkum defenisi inti yang perlu dicatat dalam partisipasi politik, yakni sebagai berikut:

2) Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada hubungan antara partisipasi-partisipasi politik dan orang – orang profesional di bidang politik.

3) Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan pemerintah. Usaha– usaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak) dengan cara-cara tertentu.

4) Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah kegiatan itu benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik dapat berhasil atau tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam pengertian ini, maka kebanyakan partisipan politik mempunyai kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa partisipan saja yang mencapai sukses yang cukup besar dalam politik

14


(24)

Pada era saat ini kita dapat melihat, bahwa tingkat partisipasi masyarakat tidak lagi dipengaruhi dimana ia tinggal atau dalam artian pedesaan atau perkotaan. “kesemuanya bergantung pada tingkat perekonomian setiap daerah apabila kita mengetahui bahwa tingkat partisipasi politik disuatu negara bervariasi sejalan dengan tingkat pembangunan ekonominya”.

Samuel P.Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya menuliskan lebih lanjut, bahwa partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai arti, adapun pengertian tersebut adalah sebagai berikut:

Partisipasi politik itu hanya perilaku, atau mencakup sikap-sikap dan persepsipersepsi (misalnya persepsi seseorang tentang relevansi politik bagi urusannya sendiri). Jika ditelusuri lagi secara spesifik, di dalam bukunya akhirnya didefenisikan bahwa partisipasi politik tidak hanya mencakup kegiatan yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang lain di luar sipelaku dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Yang pertama dapat dinamakan partisipasi otonom, yang terakhir partisipasi yang dimobilisasikan. Masalah niat, dan persoalan yang berkaitan dengannya, yakni motivasi-motivasi partisipasi politik merupakan hal yang kompleks dan kontroversial.15

Banyak orang bertindak, seperti: memberikan demonstrasi, yang merupakan jenis partisipasi tetapi tidak merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan keinginan sendiri melainkan dikarenakan adanya perintah orang lain yang disebut istilah “Ward Boss”, istilah ini digunakan untuk orang-orang yang dengan menggunakan paksaan, persuasi atau dengan rangsangan-rangsangan materi mereka yang digunakan untuk memobilisasi orang-orang lain dalam usaha mengejar sasaran

15


(25)

mereka. Dalam beberapa studi secara eksplisif tidak menganggap tindakan yang dimobilisasi atau yang dimanipulasi sebagai partisipasi politik.

Banyak tanggapan mengenai apa itu partisipasi politik, jadi jelaslah banyak partisipasi di dalam sistem – sistem politik yang demokratis dan kompetitif mengandung suatu unsur tekanan dan manipulasi. Dalam penelitian ini, partisipasi yang dimobolisasi dan yang otonom bukan merupakan kategori-kategori dikotomis yang dapat di bedakan dengan satu tujuan satu sama lain. Yang benar keduanya adalah satu spectrum, terdapat perbedaan yang bersifat arbiter dan batas-batasnya tidak jelas. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan melihat partisipasi politik masyarakat yang terlihat atau yang dilakukan baik secara otonom maupun dimobilisasi yang ukurannya dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik itu sendiri.

Sebagai defenisi umum, sesuai dengan yang diartikan oleh Miriam Budiarjo16

16

Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politi, PT Gramedia, Jakarta, 1982, h.12.

, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Partisipasi politik juga, senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan yang dilakukan dengan cara terorganisir maupun tidak.


(26)

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam buku Partisipasi Politik di Negara Berkembang mendefenisikan konsep partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal.17

Galen A. Irwin dalam tulisannya mengenai “Polotical Efficacy, Statisfaction and Participation”, partisipasi politik adalah suatu bentuk proses yang sistematis untuk memilih kepala negara dengan jala pemilu. Hasil pemilu haruslah dapat diterima oleh masyarakat umum sebgai kebijakan bersama.18

Menurut Thalha Hi Abu, adaptasi dari buku Michael Rush; Philip Adolf, Pengantar Sosiologi Politik;1993;124 ada berbagai kesulitan dalam penyajian berbagai bentuk partisipasi politik, terlepas dari tipe sistem politik, yaitu: segera muncul dalam ingatan peranan para politisi profesional, pemberi suara, aktivis partai, para demonstran. Menempatkan posisi dari aktivis politik memang dirasa penting, untuk melihat apakah terdapat semacam hubungan hierarkis antara peristiwa-peristiwa di atas. Hierarki yang paling sederhana dan berarti adalah hierarki yang didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi. Namun demikian didapati tingkat hierarki partisipasi politik yang bebrbeda dari suatu sistem politik dengan yang lain,

17

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta:Rieneka Cipta, 1994, h.1.

18Ibid, h.6.


(27)

tetapi partisipasi pada suatu tingkat hierarki tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang berbeda-beda dalam suatu sistem politik dengan sistem politik lain, lagipula berbeda dalam suatu sistem menurut waktunya. Hierarki partisipasi politik :

- Apatihi Total (masa bodoh), ini merupakan bentuk partisipasi yang paling rendah, bahkan pada bentuk ini sebagian masyarakatnya menghindari berbagai bentuk partisipasi politik, ataupun hanya berpartisipasi pada tingkat yang paling rendah. - Voting (pemberian suara), pada bentuk ini partisipasi yang dilakukan adalah

berupa pemberian suara pada saat pemilu.

- Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik. Pada bagian ini partisipasi yang dilakukan adalah diskusi secara informal dalam ruang lingkup keluarga, teman, terkadang ditempat kerja.

- Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan lain-lain. Partisipasi ini lebih nyata dari pada diskusi politik informal.

- Keanggotaan pasif organisasi semu politik. - Keanggotaan aktif organisasi semu politik. - Keanggotaan pasif suatu organisasi politik. - Keanggotaan aktif suatu organisasi politik. - Mencari jabatan politik atau administratif.

- Menduduki jabatan politik atau administratif. Ini merupakan partisipasi politik tertinggi.


(28)

E.1.1. Bentuk Partisipasi Politik

Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipsi aktif dan partisipasi pasif:

a. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.

b. Sedangkan partisipasi pasif antara lain, berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.19

Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat.20

Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menunjukkan suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana.21

19

Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Grasindo, Jakarta,2003, h.74. 20

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h.118. 21

Althof, Philip dan Michael Rush, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2003.h.127.


(29)

E.1.2. Jenis-Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik

Sementara itu menurut Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori perilaku yaitu:

1. Apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik.

2. Spektator, yaitu berupa orang-orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilu.

3. Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.

4. Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.22

Menurut Samuel P. Huntington, jenis-jenis perilaku politik antara lain sebagai berikut:

1. Kegiatan pemilihan, mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan dalam kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

2. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat – pejabat pemerintahan dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi keputusan pemerintah.

4. Mencari Koneksi (Contacting), merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintahan dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu atau segelintir orang.

5. Tindakan kekerasan (violence), juga dapat berupa partisipasi politik yakni upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan jalam menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta,

22


(30)

pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru-hara, pemberontakan), atau mengubah seluruh sistem politi (revolusi).23

Menurut Sudijono Sastroatmojo, partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.

E.1.3. Tujuan Partisipasi Politik

24

Sama halnya menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Partisipasi Politik di Negara Berkembang, seperti dikutip oleh Sudijono Sastroatmojo, tujuan partisipasi politik adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.25

Pendapat senada turut dilontarkan oleh Miriam Budiarjo, bahwa tujuan dari partisipasi politik aktif, yaitu dengan cara datang ke tempat pemungutan suara adalah untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.

26

Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Scince, mengatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.27

23

Samuel P. Huntington, Op Cit, h.16-18. 24

Sastroatmojo, Op Cit, h. 67. 25Ibid

, h.68. 26

Miriam Budiarjo,Op Cit, h.1. 27Ibid


(31)

E.1.4. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Menurut Ramlan Surbakti, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan orang tersebut kepada pemerintah.28

28

Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Jakarta Grasindo, 2003, h.128.

Aspek kesadaran politik seseorang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara, baik hak – hak politik, ekonomi, maupun hak-hak mendapatkan jaminan sosial dan hukum.27

Sedangkan menurut Weimer setidaknya ada lima penyebab faktor – faktor yang mempengaruhi meluasnya partisipasi politik, yaitu:

1. Modernisasi.

Modernisasi disegala bidang berakibat pada partisipasi warga kota baru seperti kaum buruh, pedagang dan profesional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadarannya bahwa mereka pun dapat mempengaruhi nasibnya sendiri.

2. Terjadinya perubahan – perubahan struktur kelas sosial.

Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja baru yang makin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Hal ini menyebabkan munculnya persoalan, siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan-keputusan politik mengakibatkan perubahan-perubahan pola partisipasi politik.

3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa.

Munculnya ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisme dan egaliterisme mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi membantu menyebarluaskan seluruh ide–ide ini kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang belum maju sekalipun akan menerima ide – ide tersebut secara cepat, sehingga sedikit banyak berimplikasi pada tuntutan rakyat.

4. Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik.

Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan massa, dengan menyuarakan ide – ide partisipasi massa. Implikasinya muncul tuntutan terhadap hak – hak rakyat, baik HAM, keterbukaan, demokratisasi maupun isu-isu kebebasan pers.


(32)

5. Keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dan urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.29

d. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik, yakni masyarakat menguasai Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, yaitu:

1. Faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga.

2. Faktor politik. Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir.

Faktor Politik meliputi :

a. Komunikasi politik, adalah komunikasi yang mempunyai konsekuansi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika.

b. Kesadaran Politik, kesadaran politik yang menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap permasalahan dan atau pembangunan.

c. Pengetahuan masyarakat terdap proses pengambilan keputusan, akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil.

29Ibid


(33)

kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu. Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaaan kewenangan dalam keputusan politik. Kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan (ide,gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan.

4. Faktor nilai budaya, merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakikatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik.29

E.2. Pemilihan Kepala Daerah

a. Perspektif Teoritis

David Easton, teorotisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.

Sebagai suati sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub – sub sistem. Bagian tersebut


(34)

adalah electoral Regulation, Electoral process, dan electoral Law Enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing. Elektoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah.

Sebagai suatu sistem pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen terlibat dan kegiatan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.

b. Perspektif Praktis.

Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah


(35)

harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekutmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik.

Pemilihan kepala daerah merupakan rekutmen politik yaitu, penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, ataupun Walikota/Wakil Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah.30

Konsep kulturalis tentang etnisitas merupakan suatu usaha yang berani untuk melepaskan diri dari implikasi rasis yang inheren dalam sejarah konsep ras. Seperti ditulis Stuart Hall (1996), “jika subjek kulit hitam dan pengalaman kulit hitam tidak distabilkan oleh alam atau esensi lainnya, maka pastilah ia terkonstruksi secara

E.3. Etnisitas

Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan identifikasi diri dan asal usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai identitaskita tergantung kepada apa yang kita pikirkan sebagai bukan kita. Orang Jawa bukan Madura, Batak dan lain-lain. Konsekuensinya, etnisitas akan lebih baik dipahami sebagai proses penciptaan batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik (Barth, 1969).

30


(36)

historis, cultural, dan politis. Term etnisitas mengakui sejarah, bahasa, dan kebudyaan dalam konstruki subjektivitas dan identitas, seperti halnya fakta bahwa semua wacana selalui punya tempat, posisi, situasi dan semua pengetahuan selalu konstekstual”.

Masalah dalam konsepsi kulturalias tentang etnisitas adalah diabaikannya pertanyaan-pertanyaan tentang kekuasaan dan ras. Etnisitas dapat dikembangkan ke dalam diskusi tentang multikulturalisme, untuk menunjukkan formasi sosial yang beroperasi dalam kelompok yang plural dan sejajar daripada kelompok yang terasialisasi secara hirarkhis. Konsekuensinya, Hooks (1990) dan Gil Roy (1987) lebih suka memakai konsep “ras”, bukan karena ia berhubungan dengan keabsolutan biologis atau kultural, tetapi karena ia berhubungan dengan isu kekuasaan. Sebaliknya Hall (1996) mencoba membangun kembali konsep etnisitas dengan memusatkan perhatian pada dimana kita semua terlokasikan secara etnis.31

Menurut Fredrick Barth istilah etnis adalah suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut pada sistem sistem nilai budayanya. Keompok etnis adalah kelompok

orang-Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etnis berarti sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bangsa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnis memiliki kesamaan dalam sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan atau tidak), sisitem nilai, serta adat istiadat dan tradisi.


(37)

orang sebagai suatu populasi yang:32

• Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

• Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatubentuk budaya.

• Membentuk jaringan komunikasi dan inetraksi sendiri.

• Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

F. Metodologi Penelitian F.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat dari individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara, ataupun observasi.33

Lokasi pada penelitian ini adalah di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

F.2. Lokasi Penelitian

32

Fredrik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) 1988, hal. 11.

33


(38)

Medan Tuntungan Kota Medan.

F.3. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang (N).34

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin untuk meneliti semua yang ada dipopulasi sehingga dalam hal ini dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

Dalam hal ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Karo yang telah memiliki hak suara di dalam pemilihan umum kepala daerah Kota Medan pada Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan yang berjumlah 2.896 jiwa.

2. Sampel

35

Dikarenakan populasi yang bersifat heterogen atau tidak homogen, maka pada teknik penarikan sampel menggunakan Teknik Proportionate Stratified Random Sampling, yakni populasi yang mempunyai anggota atau unsur yang

34

Husein Umar, Metode Riset Bisnis, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.h.65. 35


(39)

tidak homogen dan berstrata secara proporsional.

Beberapa peneliti menyatakan, bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari

10%,36

N

disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 000 orang, maka adapun rumus yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel adalah rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane,

n = N.d2

n =

2.896 . (10%)² +1 2.896

+ 1

Keterangan:

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90% Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

2.896

n =

29.96

n = 96,6 atau 97 orang

36


(40)

F.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan oleh peneliti adalah:

1. Dengan menggunakan data primer yakni, melalui penyebaran angket atau kuesioner dan wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada masing-masing responden.

2. Dengan menggunakan data sekunder yakni, melakukan studi pustaka atau dokumen dari kantor Lurah Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.

F.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif. Data-data yang telah dikumpul, baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari lapangan yang akan diekplorasi secara mendalam, selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi dan teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Menguraikan tentang sejarah umum dan gambaran secara umum masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan


(41)

Tuntungan.

BAB III : PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan menguraikan hasil dan analisis dari penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat Karo di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.

BAB IV : PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan analisis dan saran-saran yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan, dengan berdasrkan kesimpulan yang telah diambil.


(42)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum

A.1. Letak Secara Geografis

Kelurahan : Simpang Selayang

Kecamatan : Medan Tuntungan

Kabupaten/Kota : Medan

Provinsi : Sumatera Utara

Kecamatan Medan Tuntungan, Medan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan berbatasan dengan:

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Utara berbatasan dengan Medan Selayang.

Kecamatan Medan Tuntungan pada umumnya mempunyai dua iklim musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan. Salah satu kelurahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Kelurahan Simpang Selayang, yang merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan dengan luas sekitar 512 Ha, dengan rincian: 3,36 Ha luas pemukiman, 00,4 Ha luas kuburan, 1,40 Ha luas perkarangan,


(43)

00,7 Ha luas tanam, 0,30 Perkantoran. Kelurahan Simpang Selayang memiliki 17 lingkungan dengan batas-batas wilayah Kelurahan Simpang Selayang terdiri dari: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel. Kem. Tani - Sebelah Timur berbatasan dengan kel. Lau Cih.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tj. Selamat.

Sebagai bahan kajian perihal partisipasi politik masyarakat Karo pada pemilihan kepala daerah Kota Medan tahun 2010, maka jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kelurahan Simpang Selayang adalah sebanyak 13.748 pemilih.

A.2 Demografi Penduduk

Penduduk Kelurahan Simpang Selayang berjumlah 16.673 jiwa. Untuk memperjelas komposisi penduduk Kelurahan Simpang Selayang ini dapat dilihat berdasarkan agama, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan etnis/suku.

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Mayoritas penduduk Kelurahan Simpang Selayang ini menganut agama Islam sekitar 56,80, penduduk menganut agama Kristen Protestan 39,78%, penduduk menganut agama Kristen Katolik 2,48%, penduduk menganut agama Hindu 0,45% dan penduduk yang menganut agama Budha 0,49%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel nomor 2.1 sebagai berikut:


(44)

Tabel 2.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah %

1 Islam 9.471 56,80

2 Kristen Protestan 6.631 39,78

3 Kristen Khatolik 413 2,48

4 Hindu 76 0,45

5 Budha 82 0,49

Jumlah 16.673 100

Sumber : Data yang diperoleh dari kantor Kecamatan

Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk di Kelurahan Simpang Selayang. Setelah itu agama Kristen Protestan, Katholik dan Hindu juga terdapat di daerah ini.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan Simpang Selayang dimana perempuan memiliki persentase yang tinggi yakni sebesar 50,72% dan selebihnya 49,28% komposisi penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table nomor 2.2 sebagai berikut:


(45)

Tabel 2.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 8.217 49,28

2 Perempuan 8.456 50,72

Jumlah 16.673 100

Sumber : Data yang diperoleh dari kantor Kelurahan

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia

Komposisi penduduk berdasarkan golongan usia dimana usia 16 – 55 tahun memiliki persentase yang tinggi yakni sebesar 59,65%, golongan usia diatas 55 tahun sebesar 23,39% dan selebihnya 16,96% lainya komposisi penduduk yang bergolongan usia 0 – 15 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut,

Table 2.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia

No Usia Laki-laki Perempuan Persentase

1 0 – 15 tahun 1.410 1.418 16,96

2 16 – 55 tahun 4.847 5.100 59,65

3 diatas 55 tahun 1.806 2.092 23,39

Jumlah 8.063 8.610 100


(46)

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Simpang Selayang dimana masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTA merupakan yang tertinggi yaitu 38,01%, sebesar 31,17% masyarakat dengan pendidikan SLTP, sebesar 15,47% masyarakat dengan pendidikan SD, dan bahkan masih ada masyarakat yang tidak tamat SD yaitu sebesar 6,58%, hanya ada 6,15% mayarakat dengan pendidikan Diploma, 2,50% pendidikan S1, 0,09% pendidikan S2 dan 0,02% dengan pendidikan S3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tidak tamat SD 1.004 6,58

2 SD 2.358 15,47

3 SLTP 4.751 31,17

4 SLTA 5.793 38,01

5 Diploma 938 6,15

6 S1 381 2,50

7 S2 11 0,09

8 S3 2 0,02

Jumlah 15.238 100


(47)

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Komposisi penduduk di Kelurahan Simpang Selayang berdasarkan jenis pekerjaan dimana masyarakat dengan jenis pekerjaan lain-lain sebanyak 29,35%, mayarakat dengan pekerjaan sebagai PNS sebagai 15,70% dan pengusaha sebesar Pengusaha % dan 13,9%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Pegawai Negeri 735 15,70

2 TNI 8 0,17

3 POLRI 15 0,32

4 Pensiunan

PNS/TNI/Polri

352 7,51

5 Petani 345 7,37

6 Pedagang 107 2,28

Buruh tani 456 9,74

Dosen Swasta 16 0,34

7 Supir 175 3,73

8 Pembantu rumah tangga

25 0,53

9 Pengusaha 702 14,99

10 Buruh 340 7,26

11 Montir 31 0,66

12 Dan lain-lain 1.374 29,35

Jumlah 4.681 100


(48)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan utama masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang adalah pekerjaan lain-lain, kemudian mayarakat berkerja sebagai pekerja bangunan.

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

Komposisi penduduk berdasarkan etnis/suku di Kelurahan Simpang Selayang adalah mayoritas etnis/suku Jawa yaitu sebesar 41,44%, kemudian etnis karo dengan jumlah 36,03% dan beberapa etnis minoritas lainnya. Berikut ini adalah tabel komposisi penduduk berdasarkan etnis/suku di Kelurahan Simpang Selayang.

Tabel 2.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

No Etnis/suku Jumlah Persentase

1 Karo 6.008 36,03

2 Melayu 810 4,85

3 Jawa 6.910 41,44

4 Batak 1.708 10,24

5 Aceh 248 1,48

6 Nias 238 1,42

7 Tamil/India 137 0,82

8 Banjar 20 0,11

9 Banten 55 0,32

10 Minang 244 1,46

11 Tiong Hoa 75 0,44

12 Dan lain-lain 220 1,31

Jumlah 16.673 100,00


(49)

Masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang sangat heterogen. Terdapat beberapa suku mayoritas dan minoritas yang menetap di desa tersebut. Ini menunjukan Kelurahan Simpang Selayang kaya akan suku budaya.

7. Organisasi Di Desa

Kelurahan Simpang Selayang ini memiliki organisasi yang cukup berjalan dengan baik. Masyarakat begitu antusias di dalam pengurusan organisasi. Adapun organisasi masyarakat misalnya, persatuan keagamaan, persatuan sosial, persatuan kelompok suku-suku, dan organisasi kepemudaan (KNPI, AMPI, FKPPI, Karang Taruna dan Ikatan Remaja Mesjid).

B. Gambaran Umum Pemilukada

Pemilukada Kota Medan sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak 2 (dua kali) yaitu tahun periode 2005 -2010 yang dimenangkan oleh Abdillah – Ramli dan periode 2010-2015. Tanggal 12 Mei 2010 adalah pilkada kedua yang dilaksanakan secara langsung, 1,9 juta lebih warga Kota Medan akan memberikan suaranya untuk memilih

Wali Kota dan wakil Wali Kota Medan untuk periode 2010-2015. Ada sepuluh pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan yang ikut serta dalam pemilukada Kota Medan dan telah lulus dalam verifikasi oleh pihak KPUD Medan. Calon tersebut adalah:


(50)

1. Pasangan Sjahrial – Yahya 2. Sigit – Nurlisa Ginting

3. Indra Sakty Harahap – Delyuzar 4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim 5. Joko – Amir

6. Rahudman – Eldin

7. Prof. Arief Nasution – Supratikno 8. Maulana Pohan – Arif

9. Ajib Syah – Binsar Situmorang 10. Sofyan Tan – Nelly

Berikut ini akan diuraikan data-data pelaksanaan pemilukada di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan:

Jumlah DPT Suara Sah Suara Tidak Sah

Jumlah DPT Laki-Laki Perempuan

13.748 4.022 85 6.844 6.904

Sumber: KPU Kota Medan

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 13.748 jiwa, dengan pembagian laki-laki sebanyak 6.844 jiwa dan perempuan 6.904 jiwa. Suara sah sebanyak 4.022 suara dan suara tidak sah sebanyak 85.


(51)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dianalisis data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para responden di kelurahan Simpang Selayang dengan responden sebanyak 100 orang. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang bersuku Karo yang telah memiliki hak suara di dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Medan Tahun 2010 di Kelurahan Simpang Selayang yaitu berjumlah 2.896 orang. Data yang disajikan dan dianalisis adalah karakteristik umum responden dan Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010.

A. Karakteristik Responden

Berikut ini akan disajikan data yang berkaitan dengan identitas responden yaitu: Umur, jenis kelamin, agama, pendapatan perbulan dan pendidikan.


(52)

Tabel 3.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persentase

1 17-21 0 0

2 22-26 31 30,1

3 27-31 14 13,6

4 32-36 8 7,8

5 37-41 7 6,9

6 42-46 10 9,7

7 47-51 8 7,7

8 52-56 10 9,7

9 57-61 9 8,7

Jumlah 97 100

Sumber : Kuesioner 2012

Di dalam penelitian ini, jumlah responden adalah 97 orang. Jika dilihat dari karakteristik umur responden pada tabel di atas maka, yang paling banyak jumlahnya adalah responden yang berusia muda.

Suatu hal yang dapat dinarasikan dari hasil tabel di atas adalah banyaknya responden muda karena berada pada usia yang produktif. Artinya responden pada usia sebagaimana dijelaskan di atas memiliki suatu idealisme yang sangat baik dalam hal menentukan dan berpartisipasi pada pelaksanaan pilkada. Responden pada usia di atas juga dapat dijelaskan sangat berkarakter dalam menggunakan hak pilihnya, tidak sedemikian mudah terpengaruh dan lebih menunjukkan idealismenya.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diambil secara acak dikarenakan populasi bersifat heterogen. Selain itu juga dalam penentuan responden yang akan diwawancarai peneliti menggunakan metode accident sampling dimana peneliti menanyai terlebih dahulu setiap calon responden yang ditemukan peneliti apakah


(53)

menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum Walikota dan Wakil Walikota Kota Medan tahun 2010 untuk kemudian dilanjudkan dengan mengisi kuesioner. Karakteristik umur ini cukup baik dalam mewakili pandangan responden tentang alasan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya.

Tabel 3.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 56 54,3

2 Perempuan 41 39,7

Jumlah 97 100

Sumber: Kuesioner 2012

Perbedaan jenis kelamin tidak menjadi faktor penghambat bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah, dimana adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dilihat dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan, meskipun perbedaannya tidak begitu jauh.

Oleh karena itu, komposisi berdasarkan jenis kelamin masih dianggap berimbang. Sangat dipahami jika perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi keikutsertaan masyarakat di dalam pemilihan umum. Untuk itu, agar penelitian ini dapat mewakili atau menggambarkan masyarakat pemilih berdasarkan karakteristik jenis kelamin dilakukan. Pengambilan sampel berdasarkan jenis kelamin ini diambil


(54)

secara acak sesuai dengan hasil data yang diperoleh di lapangan. Tabel 3.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 79 76,6

2 Kristen Protestan 15 14,5

3 Kristen Katolik 3 2,9

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Begitu juga halnya dengan karakteristik responden berdasarkan agama, pengambilan sampel berdasarkan hasil yang ada di lapangan. Masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang merupakan masyarakat yang beraneka ragam di dalam segala hal termasuk agama. Karakteristik responden berdasarkan agama diwakili oleh tiga agama yaitu Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik.

Perbandingan jumlah reponden berdasarkan karakteristik agama pada penelitian ini ternyata di dominasi oleh agama Islam. Tidak bisa dipungkiri bahwa faktor agama juga dapat berpengaruh terhadap tingkahlaku masyarakat dalam penentuan pilihannya.

Agama adalah suatu fundamen yang mendasar bagi masyarakat dalam bertingkah laku, termasuk dalam menggunakan partisipasi politiknya. Agama sangat mempengaruhi masyarakat untuk menentukan pilihannya termasuk dalam hal pelaksanaan pilkada di Kota Medan tahun 2010.


(55)

Tabel 3.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Petani 10 10,3

2 Sopir 9 9,2

3 Wiraswasta 6 6,1

4 Pedagang 12 12,3

5 PNS 3 3,1

6 Mahasiswa 8 8,2

7 Ibu rumah tangga 17 17,5

8 Pegawai swasta 3 3,1

9 Buruh Bangunan 22 22,6

10 Sopir Becak 7 7,2

97 100

Sumber : Kuesioner 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang terdiri dari beraneka ragam jenis pekerjaan. Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah buruh bangunan. Kemudian Pegawai Negeri Sipil dan pegawai swasta.

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat responden dalam penelitian ini semuanya memiliki pekerjaan. Pekerjaan ini sangat mempengaruhi kesempatan responden untuk berpartisipasi politik dalam pelaksanaan pilkada. Tentunya apabila pekerjaan yang dijalani oleh responden menyita waktu mereka bukan tidak mungkin mereka tidak akan berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada di Kota Medan Tahun 2010.


(56)

Tabel 3.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Setiap Bulan

No Pendapatan Perbulan Jumlah Persentase

1 < Rp. 500.000 23 23,7

2 Rp.500.000 – Rp. 1 juta 58 59,8

3 Rp. 1.000.000 – 3.000.000 16 17,5

4 > Rp. 3.000.000 0 0

97 100

Sumber : kuesioner 2012

Secara umum masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang berada pada level menengah kebawah. Hal ini dapat dilihat dari data yang diambil dari 97 responden. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, bahwa responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik hidup yang sederhana. Hal ini juga dilandasi dari tabel jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden yang identik dengan penghasilannya.

Pendapatan responden setiap bulannya juga memberikan kontribusi terhadap partisipasi responden dalam pelaksanaan pilkada di Kota Medan tahun 2010. Apabila responden menilai bahwa partisipasi yang diberikan akan mampu memberikan perubahan terhadap kesejahteraannya tentunya partisipasi akan menjadi lebih baik. Demikian juga sebaliknya apabila ternyata responden menilai apabila partisipasinya tidak memberikan pengaruh terhadap pendapatannya maka partisipasi yang diberikan oleh responden tentunya akan menurun.


(57)

Tabel 3.6

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 Sarjana (SI, S2 dan S3) 2 2,1

2 Diploma (DI, D2 dan D3) 8 8,3

3 SLTA (Sederajat) 48 49,5

4 SMP (Sederajat) 27 27,8

5 SD 12 12,3

Jumlah 97 100

Sumber : Kuesioner 2012

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir yaitu SLTA (sederajat). Pada responden yang pendidikan terakhirnya SLTA (sederajat) terdapat beberapa responden yang merupakan mahasiswa. Kemudian pada urutan kedua terbesar yaitu responden dengan pendidikan terakhir SMP (sederajat) Sementara itu, jumlah responden yang pendidikan terakhirnya sarjana sedikit.. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang ada di Kelurahan Simpang Selayang berada pada tingkat sedang.

Tingkat pendidikan juga sangat memberikan kontribusi terhadap partisipasi politiknya. Semakin baik tingkat pendidikan seseorang maka akan memberikan suatu pandangan betapa pentingnya partisipasi politik tersebut diberikan. Demikian juga apabila tingkat pendidikan responden rendah maka partisipasi politik juga akan rendah.


(58)

B. Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010

B.1 Faktor Psikologis

Berikut ini adalah tabel rekapitulasi tentang partisipasi politik masyarakat Karo pada pemilihan kepala daerah Kota Medan Tahun 2010. Partisipasi politik masyarakat dapat dijelaskan berdasarkan faktor psikologis yaitu, yang berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian seseorang dan orientasi kepribadian seseorang.

Tabel 3.7

Jawaban Responden Apakah Memiliki Hubungan Keluarga Dengan Salah Satu Calon Walikota dan Wakil Walikota

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Ya 0 0

2 Tidak 97 100

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun responden yang memiliki hubungan keluarga dengan salah satu calon Walikota dan Wakil Walikota. Seluruh responden menjawab tidak memiliki hubungan dengan salah satu calon Walikota dan Wakil Walikota.

Secara psikologis seseorang berpartisipasi menggunakan hak pilihnya ditentukan oleh kedekatannya dengan kandidat yang ada. Dari data di atas dapat dilihat bahwa masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang tidak mengenal lebih dekat dengan calon Walikota dan Wakil Walikota tetapi meskipun tidak memiliki hubungan


(59)

keluarga sedarah masyarakat Kelurahan Simpang Selayang tetap mempergunakan dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada.

Tabel 3.8.

Jawaban Responden Jika Anda Tidak Memiliki Hubungan Keluarga Apakah Ada Keluarga Anda Yang Memiliki Hubungan Keluarga Dengan Salah Satu Calon

Walikota Dan Wakil Walikota

No Jawaban

Responden Frekuensi Persentase

1 Ya 0 0

2 Tidak 97 100

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Untuk menindaklanjuti pertanyaan sebelumnya tentang hubungan keluarga tersebut kemudian dipertanyakan kepada responden Jika anda tidak memiliki hubungan keluarga apakah ada keluarga anda yang memiliki hubungan keluarga dengan salah satu calon Walikota dan Wakil Walikota, maka jawaban yang diberikan responden tetap sama dengan jawaban tabel sebelumnya, yaitu tidak ada keluarga responden yang memiliki hubungan keluarga dengan salah satu calon walikota dan wakil walikota.

Hal ini menjelaskan bahwa selain responden tidak memiliki hubungan keluarga dengan peserta oilkada, maka keluarga responden juga tidak ada memiliki hubungan keluarga dengan peserta pilkada. Hal ini menggambarkan bahwa partisipasi politik yang diberikan oleh responden tidak didasarkan oleh adanya hubungan kekeluargaan antara responden dengan peserta pilkada.


(60)

Tabel 3.9

Jawaban Responden Apakah Agama Dari Calon Walikota dan Wakil Walikota Mempengaruhi Partisipasi Politik Responden

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1. Memberikan pengaruh 16 16,5

2. Kurang memberikan pengaruh 0 0

3. Tidak memberikan pengaruh 81 83,5

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa agama dari calon Walikota dan Wakil Walikota tidak memberikan pengaruh responden untuk berpartisipasi dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Medan tahun 2010. Hanya sebagian kecil responden yang memberikan jawaban bahwa agama memberikan pengaruh partisipasi politik responden Sebagian besar responden menjawab agama yang dianut para calon tidak mempengaruhinya untuk berpartisipasi politik dalam pemilihan pilkada. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang tidak melihat sisi agama dari pasangan calon yang ada untuk berpartisipasi politik.

Melihat hasil sebaran angket di atas maka dapat diketahui bahwa agama calon pasangan pilkada tidak menjadi dasar bagi para responden untuk menentukan pilihannya dalam pelaksanaan Pilkada di Kota Medan Tahun 2010.


(61)

Tabel 3. 10

Jawaban Responden Apakah Suku Dari Calon Walikota dan Wakil Walikota Mempengaruhi Partisipasi Politik Responden

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Memberikan pengaruh 0 0

2 Kurang memberikan pengaruh 0 0

3 Tidak memberikan pengaruh 97 100

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa suku dari calon Walikota dan Wakil Walikota sama sekali tidak mempengaruhi partisipasi politik responden. Hal ini karena responden beranggapan bahwa berasal dari latar belakang suku apapun seorang calon Walikota dan Wakil walikota tidak menjadi masalah bagi mereka.

Dengan tidak adanya pengaruh dari suku masing-masing peserta pasangan pilkada di Kota Medan Tahun 2010 maka hal ini menjelaskan bahwa responden berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada Kota Medan Tahun 2010 tidak dipengaruhi oleh kesukuan peserta pilkada. Dengan demikian gambaran yang akan diperoleh dari hasil pilkada di wilayah penelitian menunjukkan suatu keadaan bahwa partisipasi politik responden adalah netral dalam kaitannya dengan kesukuan peserta pilkada.


(62)

Tabel 3. 11

Jawaban Responden apakah Masyarakat Lain Memberikan Partisipasi Politik Karena Adanya Pengaruh Suku/Ras Dengan Para Peserta Pilkada

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Memberikan pengaruh 0 0

2 Kurang memberikan pengaruh 0 0

3 Tidak memberikan pengaruh 97 100

Jumlah 97 100

Sumber : kuesioner 2012

Demikian juga halnya dengan pertanyaan apakah masyarakat lain memberikan partisipasi politik karena adanya pengaruh suku/ras dengan para peserta pilkada, maka responden penelitian memberikan jawaban tidak memberikan pengaruh. Artinya responden memberikan anggapan bahwa masyarakat memberikan partisipasi politik karena tidak adanya pengaruh suku/ras dengan para peserta Pilkada. Anggapan responden tentang tidak adanya pengaruh bagi masyarakat lainnya dalam memberikan partisipasi politiknya karena adanya suku/ras dengan para peserta pilkada. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat yang dijadikan responden dalam penelitian ini sudah bersikap positif dalam melakukan partisipasi politiknya dimana menurut mereka suku/ras bukan menjadi pembeda dalam hal mereka berpartisipasi pada pelaksanaan pilkada di Kota Medan tahun 2010.


(63)

Tabel 3.12

Jawaban Responden Terhadap Apakah Faktor Ideologi Partai Memberikan Pengaruh Kepada Anda Dalam Partisipasi Politik Pada Pemilihan Walikota Dan Wakil Walikota

Tahun 2010 Yang Lalu

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Memberikan pengaruh 9 9,3

2 Kurang memberikan pengaruh 0 0

3 Tidak memberikan pengaruh 88 90,7

Jumlah 97 100

Sumber : Kuesioner 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa faktor ideologi partai politik yang ikut mengusung calon Walikota dan Wakil Walikota sangat kecil pengaruhnya kepada partisipasi politik responden. Hanya sebagian kecil responden yang memberikan pengaruh partisipasi politik karena faktor ideologi partai politik. Sebagian besar responden menjelaskan tidak memberikan pengaruh partisipasi politik terhadap faktor ideologi partai politik yang ikut bersaing dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Medan tahun 2010.

Tabel di atas memberikan suatu pandangan kepada kita bahwa masyarakat tidak terpengaruh terhadap ideologi partai dalam partisipasi politiknya. Artinya apapun ideologi suatu partai yang mendukung salah satu peserta pilkada Kota Medan Tahun 2012 tidak memberikan pengaruh kepada responden untuk berpartisipasi dalam kegiatan pilkada tahun 2010 di Kota Medan.


(1)

responden tidak pernah mengikuti kampanye. Intensitas responden yang pernah mengikuti kampanye juga sangat rendah, dari 26 responden yang pernah mengikuti kampanye, sebanyak 84,6% responden hanya satu kali mengikuti kampanye tersebut, sedangkan hanya 15,4% responden sebanyak dua kali dengan partai yang sama.

• Berdasarkan faktor sistem politik dapat dilihat bahwa bagaimana para calon Walikota dan Wakil Walikota menyusun program-program kerjanya yang sesuai dan menyentuh masyarakat dalam bentuk visi dan misi yang baik. Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 81,4% responden tidak terpengaruh terhadap visi dan misi yang dimiliki oleh setip kandidat dan hanya 18,6% yang terpengaruh visi dan misi para kandidat. Tingginya tingkat ketidakpercayaan masyarakat kepada visi dan misi yang disampaikan oleh para calon menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk memilih salah satu pasangan Walikota dan Wakil Walikota. Masyarakat berpendapat bahwa setelah terpilih nantinya maka mereka juga akan melupakan janji-janji yang telah disampaikannya.


(2)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, secara faktor psikologis yaitu berkaitan terhadap orientasi kepribadian dan ciri-ciri kepribadian seseorang mempengaruhi masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang dalam berpartisipasi politik. Tidak adanya kedekatan dengan calon Bupati dan Wakil Bupati mempengaruhi masyarakat untuk berpatisipasi politik. Selain itu masyarakat Kelurahan Simpang Selayang dapat dikatagorikan ke dalam karakteristik yang apatis, karena menganggap mengikuti pemilu hanya sebagai suatu kegiatan yang sia-sia. Melihat tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan penghasilan dalam satu bulan, masyarakat Kelurahan Simpang Selayang secara umum dapat dikatakan sebagai masyarakat tergolong sedang dalam hal status sosial-ekonomi. Dengan pengetahuan dan penghasilan yang terbatas yang mereka miliki cendrung menghalangi mereka untuk menggunakan hak pilihnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa latar belakang status sosial-ekonomi berpengaruh terhadap partisipasi politik pada masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang terhadap pemerintah juga secara tidak langsung mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Rendahnya minat dan informasi yang diperoleh masyarakat terhadap pemilu juga mempengaruhi masyarakat di Kelurahan


(3)

Simpang Selayang untuk berpartisipasi politik.

2. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kelurahan Simpang Selayang merupakan termasuk kedalam pemilih skeptis dan rasional, karena masyarakat berkeyakinan bahwa siapapun yang akan menjadi pemenang tidak akan membawa perubahan terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Selain itu masyarakat juga beranggapan bahwa mengikuti kegiatan pemilu adalah suatu yang sia-sia dan tidak menguntungkan bagi mereka bahkan dapat merugikan mereka karena dengan mengikuti kegiatan pemilu maka mereka harus meninggalkan pekerjaannya.

B. Saran

1. Dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat hendaknya instansi terkait dalam pelaksanaan pilkada dapat lebih menggiatkan sosialisasi pelaksanaan pilkada di tengah masyarakat.

2. Masyarakat disarankan hendaknya dapat melakukan peningkatan partisipasi politik dalam pelaksanaan pilkada guna meningkatkan keabsahan hasil pilkada tersebut dan juga keperfungsian suara yang dimiliki masyarakat.

3. Kepada peserta pilkada hendaknya juga dapat lebih meningkatkan partisipasi politik masyarakat melalui kampanye yang dilakukannya sehingga masyarakat mengenal lebih jauh siapa yang menjadi peserta pilkada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Althof, Philip dan Michael Rush, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2003.

Bungin Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Prenada Media, Jakarta, 2005. Budiarjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia,

1993.

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenada Meida Group, 2010.

Fredrik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) 1988.

Huntington, Samuel. P & Joan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta, Rineka Cipta, 1990.

Juliantara, Dadang, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta, Penerbit : Pembaruan, 2004. Kartono, Kartini, Pendidikan Politik, Bandung, Manjar Maju, 1996.

Kuncoro, Mudjarad, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta, Erlangga, 2003.

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta; LP3S, 2003.

Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Nasution, M.Arif, Nasionalisme dan Isu – Isu Lokal, Medan, USU Press, 2005. Prihatmoko, Joko J, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang, Pustaka Pelajar,

2005.

Ranadireksa Hendarmin, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung: Fokusmedia, 2007.


(5)

Singarimbun, Masri & Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 1992.

Surbakti, Ramlan, Memahami Politik, Jakarta, Grasindo, 2003.

Umar Husen, Metode Riset Bisnis, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Yudhoyono Bambang, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001.


(6)

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA

PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN

TAHUN 2010

(Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

Medan Tuntungan)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 2