Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas AFTA

10

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu fenomena yang dalam kurun waktu terakhir ini berkembang pesat
mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok
ekonomi dan perdagangan regional di sejumlah wilayah di dunia. Di dalam
literatur perdagangan / ekonomi internasioanal, fenomena ini disebut sebagai
regionalism, yakni pembentukan integrasi-integrasi ekonomi regional seperti
ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika
Utara. Bentuk dari integrasi-integrasi ekonomi regional yang ada bervariasi,
mulai dari yang sangat sederhana atau yang masih pada tahap awal dari
pembentukan suatu integrasi ekonomi regional, yakni sejumlah negara membuat
kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan perdagangan antarmereka
(preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat tidak mengikat atau
sukarela

seperti


APEC

(Asia

Pacific

Economic

Co-operation)

hingga

pembentukan organisasi resmi dengan segala macam kesepakatan yang sifatnya
mengikat, seperti ASEAN dan UE. 1
Kedua organisasi ekonomi regional tersebut mempunyai pengaruh yang
tidak kecil terhadap perdagangan internasional, terutama UE yang merupakan
organisasi ekonomi regional termaju di dunia hingga saat ini yang telah mencapai
tahap akhir dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional yakni kesamaan
1


Hawamita.Blogspot.Com/2013/06/Usaha Indonesia Menghadapi Perdagangan.Html,
diakses tanggal 1 Juni 2014

Universitas Sumatera Utara

11

dalam bidang fiscal dan moneter dengan mengeluarkan uang tunggalnya Euro (€).
Bahkan organisasi ekonomi ini juga sangat diperhitungkan di dalam kancah
perpolitikan internasioanal. Semakin pentingnya UE, tidak hanya di dalam
perekonomian dan perdagangan Eropa, tetapi juga pada tingkat global, banyak
negara-negara di Eropa Timur bekas negara-negara satelit Uni Soviet
berkeinginan keras untuk bergabung dengan UE. Bahkan Turki telah ditolak oleh
Perancis untuk sementara waktu tetap berusaha sekuat tenaga untuk bergabung
dengan UE.
Adam Smith dalam tulisannya An Inquiry into The Wealth of Nation atau
yang dikenal dengan The Wealth of Nation (1776) mengatakan secara alami
bahwa setiap manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat
meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Selanjutnya
dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan warganya melakukan hal-hal

yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasar falsafah individualisme yang menjadi
landasan prinsip demokrasi ekonomi pasar dan hak asasi manusia. Falsafah
individualisme ini dalam perjalanannya memenangkan dari segala pertarungan
dan macam-macam falsafah pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran
ekonomi, terutama dengan pemikiran komunisme. Posisi falsafah individualisme
ini lebih memiliki sifat universal dan manusiawi dibandingkan dengan
komunisme yang dikembangkan oleh Karl Marx. 2
Pemikiran individualisme yang merangsang setiap aktivitas ekonomi
bergerak secara bebas merupakan dasar dari perkembangan ekonomi pasar

2

Ibid

Universitas Sumatera Utara

12

sehingga berkembang menjadi perdagangan bebas antar individu, antar kelompok,
antar masyarakat, antar daerah hingga antarnegara.

Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, investasi, dan
perdagangan yang kemudian memengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa.
Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan
antar negara, bahkan menimbulkan proses menyatukan ekonomi dunia sehingga
batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia usaha/ bisnis seakan-akan
tidak berlaku lagi.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan
dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan
pasar regional bagi 500 juta penduduknya AFTA dibentuk pada waktu Konperensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA
ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan
dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan
dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam
waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan
terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area
(CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui :

penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan

Universitas Sumatera Utara

13

hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan
AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor
barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan
Vietnam pada tahun 2015. 3
Menghadapi perkembangan tananan ekonomi dunia yang serba cepat dan
tidak pasti, melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IV- 27-28 Januari 1992 di
Singapura, ASEAN mengambil beberapa langkah penguatan integritas ekonomi
yang dirangkumkan dalam dua macam dokumen. Pertama kerangka persetujuan
peningkatan Kerjasama Ekonomi ASEAN (Franework Agreement on Enhancing
ASEAN Economic Cooperation), sebagai payung dari semua bentuk kerjasama
yang telah ada dan akan dilaksanakan. Kedua pembentukan kawasan perdagangan
bebas ASEAN (Asean Free Trade Area) yang diwujudkan melalui skema Tarif
Preferensi Efektif yang seragam (Common Effentive Tarif CEPT) terhitung mulai

1 Januari 1991. 4
Negara ASEAN menyatakan bahwa AFTA tidak dimaksudkan untuk
menciptakan blog dagang, melainkan untuk mendorong agar Negara-negara
ASEAN lebih cepat berintegrasi dan menyesuaikan diri dengan sistem dan
keadaan perdagangan internasional. AFTA diharapkan dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan efisiensi termasuk juga speasialisasi dan pembagian kerja dari
anggotanya, dan sekaligus sebagai sarana untuk memasuki pasar global. 5

3

Ibid
Ibid.
5
Departeman Perdagangan Republik Indonesia, Laporan Perdagangan AFTA, (Jakarta:
1991), hlm 121
4

Universitas Sumatera Utara

14


Dibentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN bukan berarti tidak
menimbulkan masalah dan hambatan, justru beberapa diantaranya sangat
mendasar dan sulit diatasi, salah satunya masalah mendasar adalah adanya
keserupaan pandangan dalam struktur ekonomi negara-negara anggota ASEAN.
Rendahnya perdagangan antar sesama anggota negara ASEAN sekaligus
mencerminkan orientasi perdagangan luar negeri masing-masing Negara yang
langsung berhubungan dengan pasar internasional, di luar kawasan regional. 6
Perjanjian AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 . Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN
sebagai wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk
suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun ( 1993-2008 ), kemudian
dipercepat menjadi tahun 2003 , dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade
Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui :
penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan
hambatan-hambatan non tarif lainnya. Maka dalam melakukan pedagangan
sesama anggota biaya operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan.

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan
untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam

6

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

15

pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan
bagi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Bagi
nasionalistik

Indonesia

yang


menganut

falsafah

pembangunan

ekonomi

regional

tentu

dalam

menanggapi

pembentukan

kawasan


Perdagangan Bebas ASEAN tidak melarutkan eksistensi dan posisi Indonesia.
Dengan kata lain, pembentukan AFTA bersifat penting, tetapi tidak harus
mengorbankan kepentingan pembangunan ekonomi nasional yang selama ini
sudah berjalan. Oleh karena itu Indonesia masih tetap hati-hati dalam menentukan
komoditi yang akan dilepas bersaing dalam rangka AFTA tersebut.
Dengan masuknya Indonesia dalam siklus AFTA secara otomatis terjadi
perubahan dimensi dan sifat ekonomi nasional. Dimensi ekonomi nasional
berubah menjadi ekonomi regional. Hal ini disebabkan bukan hanya sebagai
bagian dari pasaran ekonomi bangsa (Negara) lain, tetapi sekaligus memperluas
pasarnya sendiri sampai meliputi perekonomian negara lain.
Dengan diberlakukannya kawasan perdagangan bebas ASEAN itu berarti
kian bebasnya hambatan dari produk-produk yang telah disepakati (semen, pupuk,
pulp, tekstil, perhiasan dan permata, perabot dari kayu, rotan, barang-barang,
kulit, plastic, obat-obatan, elektronika, kimia, produk karet, minyak nabati,
keramik dan gelas serta copper cathode) dari Negara ASEAN untuk dijual di
Indonesia begitu pula sebaliknya.
Dalam menerapkan ketentuan anti dumping berdasarkan GATT-WTO,
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996 kurang mengakomodasi semua
ketentuan GATT-WTO tentang anti dumping. Prosedur penyelesaian sengketa


Universitas Sumatera Utara

16

GATT pada dasarnya mempunyai tiga tujuan, yaitu realisasi dari tujuan GATT,
perlindungan keuntungan yang berasal dari perjanjian, dan untuk penyelesaian
sengketa itu sendiri, 7 sehingga masih adanya kekaburan yang perlu penafsiranpenafsiran terutama dalam penentuan harga normal, kerugian (Injury), dan Causal
Link sehingga tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada
produsen dalam negeri dimana dalam kasus tindakan dumping sering kali
merugikan produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis memilih judul
“Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas
AFTA”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kerangka hukum perdagangan bebas AFTA?
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap industri
dalam negeri dalam kerangka perdagangan bebas AFTA?
3. Bagaimanakah

kebijakan

Pemerintah

Republik

Indonesia

dalam

melindungi industri dalam negeri dalam kerangka perdagagan bebas
AFTA?

7

Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional,Mandar
Maju, Bandung, 2007, hlm 442

Universitas Sumatera Utara

17

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui kerangka hukum perdagangan bebas AFTA.
b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap
industri dalam negeri dalam kerangka perdagangan bebas AFTA
c. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam
melindungi industri dalam negeri dalam kerangka perdagagan bebas
AFTA

2. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan menjadi pertimbangan dalam pemikiran dan wawasan berpikir
dalam suatu karya ilmiah di bidang hukum, khususnya dalam bidang hukum
ekonomi yang membahas perdagangan internasional terlebih dengan spesifikasi
perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya mengenai
Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas
AFTA dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan
tentang Kerangka Pasar Bebas AFTA dalam melindungi industri dalam negeri

Universitas Sumatera Utara

18

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang
Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas Afta
Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang
Fakultas Hukum yang mirip yang penulis temukan adalah :
1. Febrina Rezkitta Hasibuan, dengan judul Kebijakan di

Bidang

Perdagangan yang Tanggap terhadap Perubahan Makrostruktur Sistem
Internasional (Analisis Yuridis terhadap Perjanjian AFTA China –
Indonesia). Skripsi Universitas Sumatera Utara
2. Halimatul Maryani, Analisis Hukum Mengenai Kesepakatan Perdagangan
Bilateral dan Regional dalam Kaitannya dengan WTO (Studi Terhadap
Kesepakatan Perdagangan China-AFTA). Skripsi Universitas Sumatera
Utara
3. Mayer Hayrani DS Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri
Dalam Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) Skripsi Universitas
Sumatera Utara

E. Tinjauan Pustaka
Arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi
dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa
dampak yang cukup luas pada perekonomian Indonesia. Dampak dari arus
globalisasi ekonomi ini lebih terasa lagi setelah dikembangkannya prinsip
liberalisasi perdagangan (trade liberalization) yang telah diupayakan dan

Universitas Sumatera Utara

19

didukung secara bersama-sama oleh negara-negara di dunia dalam bentuk
kerjasama ekonomi regional. 8 ASEAN yang merupakan salah satu kerjasama
regional merupakan bentuk kekuatan baru di benua Asia, karena menjadi salah
satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia.
Hal ini tentunya menarik minat negara-negara lain yang ingin
mengembangkan potensi kerjasama mereka di wilayah Asia. Terlebih lagi rencana
terbesar ASEAN yang akan membentuk ASEAN Economic Community (AEC)
yang membawa kerjasama ekonomi ke arah yang lebih luas yaitu dalam satu
kerangka komunitas ASEAN.
1. Pasar Bebas
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu
penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan
perdagangan lainnya. 9
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan
antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara
yang berbeda.
Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara,
biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non
tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang
ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjianperjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini
8

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library,
2009), hlm. 7
9
Serbamakalah.Blogspot.Com/2013/05/Pasar-Bebas_6014.Html, diakses tanggal 1 Juni

Universitas Sumatera Utara

20

justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.
Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan
perusahaan-perusahaan besar.
Hambatan-Hambatan Perdagangan Non Tarif. Kebijakan perdagangan
internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu
negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi
struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional negara tersebut.
Kebijakan perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk
melindungi kepentingan ekonomi nasional, industri dalam negeri, dan lapangan
kerja serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Akan tetapi, dalam praktek
perdagangan internasional saat ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur
tangan dalam kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan lainnya
yang lebih rumit, yaitu kebijakan nontarif barrier (NTB). Hal ini dilakukan negara
tersebut untuk menyembunyikan motif proteksi atau sekedar mengecoh negara
lainnya. Oleh karena itu, sampai saat ini masih banyak negara yang
memberlakukan kebijakan nontarif barrier walaupun beberapa ahli beranggapan
bahwa kebijakan nontarif barrier dapat menjadi penghalang untuk tercapainya
keterbukaan dalam perdagangan internasional. 10
Berbagai hambatan nontarif
1. Kuota impor
Kuota impor adalah pembatasan secara lansung terhadap jumlah barang
yang boleh diimpor dari luar negeri untuk melindungi kepentingan industri dan
10

Stdln.blogspot.com/2010/07/Hambatan-Hambatan-Perdagangan-Non-Tarif_29.html,
diakses tanggal 14 Juni 2014

Universitas Sumatera Utara

21

konsumen. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi
kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor
suatu produk yang jumlahnya dibatasi secara langsung.
Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu
dan

neraca

pembayaran

suatu

negara.

Negara

maju

pada

umumnya

memberlakukan kuota impor untuk melindungi sektor pertaniannya. Sedangkan
negara-negara berkembang melakukan kebijakan kuota impor untuk melindungi
sektor

industri

manufakturnya

atau

untuk

melindungi

kondisi

neraca

pembayarannya yang seringkali mengalami defisit akibat lebih besarnya impor
daripada ekspor.
Perbedaan kuota impor dan tarif impor yang setara : 11
1. Pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang selanjutnya
akan diikuti kenaikan harga domestik dan produksi domestik yang lebih besar
daripada yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif impor yang setara;
2. Dalam pemberlakuan kuota impor, jika pemerintah melakukan pemilihan
perusahaan yang berhak memperoleh lisensi impor tanpa mempertimbangkan
efisiensi, maka akan menyebabkan timbulnya monopoli dan distorsi
3. Pada kuota impor, pemerintah akan memperoleh pendapatan secara lansung
melalui pemungutan secara lansung pada penerima lisensi impor;
4. Kuota impor membatasi arus masuk impor dalam jumlah yang pasti,
sedangkan tarif impor membatasi arus masuk impor dalm jumlah yang tidak
dapat dipastikan.

11

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

22

Macam-macam kuota impor :
a. Absolute/ uniteral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara
sepihak (tanpa negoisasi)
b. Negotiated/ bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas
kesepakatan atau menurut perjanjian
c. Tarif

kuota,

yaitu

pembatasan

impor

yang

dilakukan

dengan

mengkombinasikan sistem tarif dengan sistem kuota.
d. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertent untuk
melindungi industri dalam negeri.
2. Pembatasan Ekspor Secara Sukarela
Konsep ini mengacu pada kasus di mana negara pengimpor mendorong
atau bahkan memaksa negara lain mengurangi ekspornya secara sukarela dengan
ancaman bahwa negara pengimpor tersebut akan melakukan hambatan
perdagangan yang lebih keras lagi. Kebijakan ini dilakukan berdasarkan
kekhawatiran akan lumpuhnya sektor tertentu dalam perekonomian domestik
akibat impor yang berlebih.
Pembatasan ekspor secara sukarela ini kurang efektif, karena pada
umumnya negara pengekspor enggan membatasi arus ekspornya secara sukarela.
Pembatasan ekspor ini justru membebankan biaya yang lebih mahal bagi negar
pengimpor karena lisensi impor yang bernilai tinggi itu justru diberikan pada
pemerintah atau perusahaan asing.

Universitas Sumatera Utara

23

3. Kartel-kartel Internasional
Kartel internasional adalah sebuah organisasi produsen komoditi tertentu
dari berbagai negara. Mereka sepakat untuk membatasi outputnya dan juga
mengendalikan ekspor komoditi tersebut dengan tujuan memaksimalkan dan
meningkatkan total keuntungan mereka. Berpengaruh tidaknya suatu kartel
ditentukan oleh hal-hal berikut:
a. Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam
menentukan harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki
subtitusi;
b. Peluang tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara,
atau pihak yang terhimpun dalam kartel relatif sedikit.
4. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah
pasaran, atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya.
5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian keringanan
pajak dan bantuan subsidi pada para eksportir atau calon eksportir nasional, dan
atau pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor asing dalam
rangka memacu ekspor suatu negara.
2. ASEAN Free Trade Agreement
AFTA merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN
untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

24

daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN
sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta
penduduknya. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan
bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun
hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. 12
Perkembangan terakhir AFTA adalah adanya kesepakatan untuk
menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada
tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura,Thailand,Cambodia,
Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Sebagai Con toh : Vietnam
menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia
melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui
spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang
tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif
bagi negara – negara ASEAN melalui skema CEPT-AFTA.
AFTA sendiri dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Pada pelaksanaan perdagangan bebas
khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan
tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif
Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan
hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN sehingga

12

Ibid

Universitas Sumatera Utara

25

dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya operasional mampu di
tekan sehinnga akan menguntungkan.
Dalam skema CEPT-AFTA barang-barang yang termasuk dalam tarif
scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk
pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk
pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan
dari skemaCEPT).
Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah
suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non-tarif
dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsensi
CEPT.
3. Industri dalam Negeri
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Industri dalam negeri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.

Universitas Sumatera Utara

26

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif
dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif
yaitu ilmu hukum yang obyeknya hukum itu sendiri. 13
Dalam penelitian ini metode yuridis normatif digunakan untuk meneliti
norma-norma hukum internasional dan hukum nasional yang berlaku terkait
dengan perlindungan industri dalam negeri dalam kerangka AFTA.
2. Sifat Penelitian
Penelitian dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum. 14 Dengan
demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan
gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan perlindungan
industri dalam negeri dan kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha industri
dalam negeri menghadapi AFTA akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis
fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara
sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

13

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), hlm. 57.
14
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

27

3. Sumber Data Penelitian
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau
informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan
sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah,
jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas, yang
meliputi:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang bersifat mengikat seperti undang-undang, perjanjian
inernasional, dan lain-lain, yang dalam penelitian tesis ini terdiri dari berbagai
peraturan hukum yang berkaitan dengan implementasi dari perjanjian AFTA
termasuk perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dalam hal ini yaitu
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1984 Tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996
Tentang Bea Masuk Antidumping Dan Bea Masuk Imbalan, Keppres Nomor 84
Tahun 2002 Tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat
Lonjakan

Impor,

DAG/PER/3/2007

dan

Peraturan

Tentang

Menteri

Standarisasi

Jasa

Perdagangan
Bidang

Nomor

Perdagangan

14/MDan

Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang Dan Jasa
Yang Diperdagangkan, Peraturan Daerah Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang
Izin Gangguan.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
seperti berbagai tulisan, jurnal dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan
pokok permasalahan yang akan diangkat.
c. Bahan Hukum Tersier:
Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum, dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan
dengan materi penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi
teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu
yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.
5. Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan dimana seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian
ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi kepustakaan. Pada tahap awal
pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang
relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-

Universitas Sumatera Utara

29

data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Data tersebut
selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih. 15
6. Analisis Data
Dilakukan secara kualitatif, yakni suatu bentuk analisa yang tidak
bertumpu pada angka-angka melainkan pada kalimat-kalimat. Bahan hukum yang
diperoleh akan dipilah-pilah, dikelompokkan dan disusun sedemikian rupa
sehingga menjadi suatu rangkaian yang sistematis yang akan dipergunakan untuk
membedah dan menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini melalui
interpretasi dan abstraksi bahan-bahan hukum yang tersedia. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif induktif yaitu
dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk
melakukan penelitian. Dengan demikian teori digunakan sebagai alat, ukuran dan
bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung
akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam
perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dalam AFTA.

G. Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bagian bab ini akan membahas tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan Sistematika
Penulisan

15

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 6

Universitas Sumatera Utara

30

BAB II

KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS AFTA
Pada bagian bab ini akan membahas tentag Tinjauan Umum
tentang Perdagangan Bebas ; Sejarah dan Pengertian Perdagangan
Bebas, Manfaat Perdagangan Bebas, Dasar Hukum Pengaturan
Perdagangan Regional dan Tinjauan Umum tentang AFTA;
Sejarah dan Pengertian AFTA, Keanggotaan AFTA, Tujuan AFTA
Dasar Hukum AFTA serta Kerangka Hukum Perdagangan Bebas
AFTA ; Pengaturan Tarif dan Perdagangan Barang; Pengaturan
Bidang Jasa Penyelesaian Sengketa AFTA

BAB III

BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
INDUSTRI

DALAM

NEGERI

DALAM

KERANGKA

PERDAGANGAN BEBAS AFTA
Pada bagian ini akan membahas tentang Pengaturan Industri Dalam
Negeri; Pengertian Industri Dalam Negeri, Dasar Hukum Industri
Dalam Negeri, Perlindungan Hukum Industri Dalam Negeri,
Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam
Kerangka Perdagangan Bebas, Peran Pemerintah Indonesia dalam
Perdagangan Bebas, Penerapan Standar Industri Di Indonesia,
Perlindungan hukum pemerintah terhadap produk-produk Barang
Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas AFTA seta
Instrumen Yang Digunakan Untuk Melindungi Industri Dalam
Negeri Dari Praktik Dumping

Universitas Sumatera Utara

31

BAB IV

KEBIJAKAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DALAM
MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM
KERANGKA PERDAGAGAN BEBAS AFTA
Pada bab ini akan membahas tentang Kebijakan Politik Hukum
Perdagangan Bebas Indonesia, Kebijakan Pemerintah Republik
Indonesia dalam Melindungi Industri Dalam Negeri dalam
Kerangka

Perdagangan

Bebas,

Pengaruh

AFTA

terhadap

Kebijakan Perdagangan Indonesia, Kendala Pemerintah Republik
Indonesia Terkait Pelaksanaan Perdagangan Bebas AFTA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh
rangkaian

bab-bab

sebelumnya.

Dalam

bab

ini

berisikan

kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian
dilengkapi dengan saran

Universitas Sumatera Utara