T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PPKn Melalui Penerapan Model Pembelajaran Example NonExample pada Siswa Kelas VIIIF SMP Negeri 7 Salatiga Semester 1 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Dalam menjalani kehidupan ini, manusia tidak pernah terlepas dari aktivitas atau
kegiatan belajar, aktivitas yang dilakukan oleh seseorang baik sebagai individu atau bagian
dari suatu kelompok, pada hakekatnya adalah kegiatan belajar. Hal ini menunjukan bahwa
belajar tidak pernah dibatasi oleh usia, tempat maupun waktu. John Dawey (1904 : 10), salah
seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach berpendapat
“Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan
(reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada
dirinya sebagai hasil pengalaman. Slameto ( 2010 : 2) menyatakan belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sardiman (2010:20) juga mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat
para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri seseorang dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan dan meniru, sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen pada dirinya
sebagai hasil pengalaman.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Jumanta Hamdayana (2014 : 2) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang menggunakan media dan metode tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran terjadi transfer
(pemindahan) sejumlah ilmu pengetahuan, kemampuan teknologi, kebudayaan, nilai-nilai
(value) maupun berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran harus
berlangsung secara nyaman, eduktif, variatif, dan menantang bagi peserta didik. Tugas guru
sebagai pendidik salah satunya memfasilitasi terjadinya pembelajaran seperti itu.

6

Miftahul Huda (2014 : 2) menyatakan pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari
memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang
terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang”. Menurut Wanger (1998)
dalam Miftahul huda ( 2014 : 2) pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan
oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah
sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi
dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.
Hal senada dikemukakan oleh Winkel (dalam Slameto, 2007:50 ) mengatakan bahwa

pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses
belajar peserta didik, dengan memperhitungkan rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang
berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung didalam diri peserta
didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara
seksama dengan maksud agar terjadi yang berhasil guna. Pembelajaran perlu dirancang,
ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaanya. Berdasarkan
pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi yang
terjadi antara pendidik dan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar yang
bersifat edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan penguasaan yang baik terhadap materi
yang diajarkan pendidik kepada peserta didik.
2.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006 : 200), hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang terwujud dalam jenis-jenis ranah kognitif,
efektif dan psikomotor, sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pembelajaran. Hal senada dikemukakan Nana Sudjana (1990 : 65 )
hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar siswa dan proses
mengajar guru. Atau kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Nana Sudjana 1990 : 22) membagi 3
macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian,

(c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan oleh kurikulum. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah pengalaman belajar
siswa dari suatu proses belajar mengajar dengan perkembangan lebih baik.

7

Hasil belajar menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana 1990 : 22-23) secara garis besar
dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris,yaitu
Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif
tingkat tinggi, ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi, ranah psikomotoris
berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah
psikomotoris, yakni (a) gerakan reflex, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perceptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga Ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

2.3 Penilaian Hasil Belajar
Berdasarkan lampiran Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian
pendidikan, penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Penilaian adalah bagian dari pembelajaran yang dilakukan untuk
mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran atau pada akhir pembelajaran.
Penilaian (assement) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa
2. Pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi tersebut
Adapun tujuan penilaian hasil belajar menurut Zainal Arifin (2011 : 15) yaitu :
1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah
diberikan;
2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat dan sikap peserta didik terhadap
program pembelajaran;
3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan
8

4. Untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran, keunggulan peserta didik dapat dijadikan dasar bagi guru untuk
memberikan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya
dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan atau bimbingan;
5. Untuk seleksi yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis
pendidikan tertentu;
6. Untuk menentukan kenaikan kelas
7. Menempatkan pserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya
Seorang guru perlu mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sebab pengetahuan
mengenai kemajuan peserta didik mempunyai bermacam-macam kegunaan. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian hasil belajar adalah suatu
penilaian akhir dari proses belajar peserta didik, karena hasil belajar dapat membentuk
perubahan pribadi individu dengan cara berpikir yang lebih baik serta akan menghasilkan
perilaku yang baik dan akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama.
2.4 Hakikat Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
2.4.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku
bangsa untuk menjadi warga Negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004).
Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Undang-Undang RI No.2

Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa
“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar dengan berkenaan dengan hubungan antara warga negara
dengan negara serta pendidikan pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. PPKn merupakan mata pelajaran
pokok dan wajib diajarkan kepada siswa di setiap jenjang sekolah salah satunya Sekolah
Menengah Pertama karena materi PPKn memuat berbagai konsep yang sangat penting bagi
perkembangan karakter dan kepribadian siswa berkaitan dengan statusnya sebagai warga
Negara.

9

2.4.2 Tujuan PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
Adapun tujuan mata pelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006 ; 49) adalah untuk
memberikan kompetensi :
1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lain

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga bertujuan untuk mengetahui persoalan jati
diri dan identitas suatu bangsa. Di Indonesia PPKn juga berkontribusi penting dalam
menunjang tujuan bernegara Indonesia. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegraan secara
sistematik mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
UUD NKRI 1945 (pasal 3). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan dan
berjalan seiring dengan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks
tujuan pendidikan Nasional dewasa ini, warga negara yang baik yang gayut dengan
pendidikan kewarganegaraan adalah warga Negara yang demokratis bertanggung jawab dan
warga Negara yang memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air ( pasal 37 UndangUndang No.20 Tahun 2003 ). Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat melahirkan
warga Negara yang berkualitas baik dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja,
dalam produktivitas kerja, dalam kemampuan intelektual dan professional, dalam tanggung
jawab kemasyarakatan, kebangsaan, kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan
kepribadian.
Berdasarkan Undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia adalah membentuk warga Negara yang
demokratis, memantapkan kepribadiannya menjadi warga negara Indonesia yang baik yaitu
mewujudkan nilai-nilai Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dan
memiliki rasa semangat kebangsaan.


10

2.4.3 Ruang Lingkup PPKn
Ruang Lingkup mata pelajaran PPKn meliputi aspek-aspeknya :
1. Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi hidup rukun dalam perbedaan cinta
lingkungan, kebanggan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia partisipasi dalam pembelaan negara. Sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Norma hukum dan peraturan

meliputi; tertib dalam kehidupan keluarga, tertib

disekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah normanorma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem hukum dan peradilan
nasional hukum dan peradilan internasional
3. Hak Asasi Manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrument nasional dan Internasional HAM, pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,

prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara
5. Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama
konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia. Hubungan dasar negara
dengan konstitusi
6. Kekuasaan dan politik meliputi: pemerintah desa dan kecamatan, pemerintahan
daerah dan otonomi, pemerintah pusat. Demokrasi dan sistem politik.budaya politik.
Budaya demokrasi menuju masyarakat madani. Sistem pemerintahan. Pers dalam
masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara
proses perumusuhan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai ideology terbuka ( kurikulum KTSP,
2006)
Dengan demikian mata pelajaran PPKn adalah suatu program pendidikan yang tujuan
utamanya membina warga Negara yang lebih baik lagi yang memfokuskan pada
pembentukan diri yang baik dan bertanggung jawab. Ruang lingkup Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan ini merupakan pembahasan formil dan matrial untuk mencapai sasaran

11

berkaitan dengan warga negara yang baik, meliputi : wawasan, sikap, dan perilaku warga

negara dalam kesatuan bangsa dan negara
Dari penjelasan-penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa mata pelajaran PPKn senantiasa
dikembangkan secara komprehensif melalui berbagai unsur pembelajaran yang dapat
memperkuat jati diri warga Negara yang dapat diandalkan oleh negaranya.
2.5 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK)
Sesuai dengan profesinya sebagai pendidik, guru harus memiliki kualifikasi dan kompetensi
akademik yang memadai. Hal ini merupakan amanat Undang – undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional Guru dan Dosen. Menurut Arikunto (2012 : 333 )
Guru merupakan komponen penting dalam kegiatan belajar – mengajar. Guru yang inspiratif
adalah guru yang berkarakter yang dapat meningkatkan kecerdasan dengan terampil
dihadapan siswanya. Penelitian merupakam kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan
aturan metedologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi. Tindakan merupakan suatu
kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk
rangkaian siklus kegiatan. Kelas Merupakan sekelompok peserta didik dalam waktu yang
sama menerima pembelajaran yang sama dari seorang guru. Jadi, Penelitian tindakan kelas
dikatakan sebagai pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja di munculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas, sebagai suatu penelitian terapan, PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk
meningkatkan proses dan kualitas atau pembelajarn dikelas. Kunandar (dalam Heris
Hendriana, 32 : 13 -14). Dalam pendidikan, Penelitian tindakan dilaksanakan sebagai usaha
pengembangan kurikulum berbasis sekolah, pengembangan profesional, program – program

pengembangan sekolah, pengembangan kebijakan dan perencanaan sistem. Kemudian Elliot (
Hopkins, 2011 : 28) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan
sebagai penelitian terhadap situasi sosial dengan tujuan meningkatkan kualitas tindakan
didalamnya. Selanjutnya, penelitian tindakan kelas merupakan salah satu bentuk penyelidikan
reaksi diri yang dilaksanakan oleh partisipan dalam situasi –situasi sosial (termasuk
pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dalam (a) praktik – praktik sosial
dan pendidikan mereka sendiri; (b) pemahaman mereka tentang praktik – praktik ini; dan (c)
situasi – situasi yang melingkupi pelaksanaan praktik – praktik tersebut. ( Heris dan
Afrilianto 2014 : 32 ).

12

2.5.1 Tujuan dan Karakteristik PTK
Penelitian Tindakan kelas memiliki beberapa tujuan sebagai berikut. (Heris dan Afrilianto
2014 : 32)
1. Memperbaiki dan meingkatkan kualitas isi, masukan, proses dan hasil pembelajaran;
2. Menumbuhkembangkan budaya meneliti para guru agar lebih proaktif mencari solusi
terhadap permasalahan pembelajaran;
3. Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti para guru, khususnya dalam
mencari solusi masalah – masalah pembelajaran;
4. Meningkatkan kolaborasi antarguru dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah pendidikan dan
pembelajaran yang terjadi sehari – hari di kelas. Oleh karena itu, penelitian kelas dengan
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, Suyitno (2011 :
11 ) mengemukakan bahwa PTK tersebut dilakukan oleh guru yang bertujuan memperbaiki
mutu praktik pembelajaran dikelasnya sehingga berfokus pada pada proses dan hasil belajar
yang terjadi dikelas,
Secara umum, terdapat tiga karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu :
1. Inkuri
Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari –
hari dihadapi oleh guru dan siswa ( pratice driven) dan (action driven). Tujuan
penelitian tindakan adalah untuk memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung.
2. Reflektif
Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khusus, yaitu sikap reflektif yang
berkelanjutan
3. Kolaboratif
Upaya Perbaikan proses dan hasil pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh
guru, tetapi ia harus berkolaborasi dengan guru lainnya. ( Heris dan Afrilianto, 2014 :
33 )

13

2.6 Model Pembelajaran Example Non-Example
2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Example non-Example
Example non-Example merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan

gambar sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran. Strategi ini bertujuan
mendorong siswa untuk belajar berpikir kritis dengan memecahkan permasalahanpermasalahan yang termuat dalam contoh-contoh gambar yang disajikan. Penggunaan media
gambar dirancang agar siswa dapat menganalisis gambar tersebut untuk kemudian di
deskripsikan secara singkat perihal isi dari sebuah gambar, dengan demikian, strategi ini
menekankan pada konteks analisis siswa. Strategi Example non-Example juga ditujukan
untuk mengajarkan siswa dalam belajar memahami dan menganalisis sebuah konsep. Konsep
pada umumnya dipelajari melalui dua cara yakni pengamatan dan definisi. Menurut Buehl
1996 ( Miftahul Huda, 2014 : 235-236 ) strategi Example non-Example melibatkan siswa
untuk: 1) menggunakan sebuah contoh untuk memperluas pemahaman sebuah konsep dengan
lebih mendalam dan lebih kompleks; 2) melakukan proses discover (penemuan), yang
mendorong mereka membangun konsep secara progresif melalui pengalaman langsung
terhadap contoh-contoh yang mereka pelajari; dan 3) mengekplorasi karakteristik dari suatu
konsep dengan mempertimbangkan bagian non-example yang dimungkinkan masih memiliki
karakteristik konsep yang telah di paparkan pada bagian example.
Pembelajaran Example non-Example adalah salah satu contoh model pembelajaran
yang menggunakan media. Media dalam pembelajaran merupakan sumber yang digunakan
dalam proses belajar mengajar. Manfaat media untuk guru dapat membantu dalam proses
mengajar , mendekati situasi dengan keadaan yang sesungguhnya. Dengan media, diharapkan
proses belajar dan mengajar lebih komunikatif dan menarik. Media gambar merupakan salah
satu alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa lebih
melatih diri dalam mengemabangkan pola pikirnya. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran
siswa diharapkan akan aktif termotivasi untuk belajar. Gambar juga mempunyai peranan
penting dalam proses belajar mengajar yakni untuk mempermudah dan membantu siswa
dalam membangkitkan imajinasinya dalam belajar.Dengan demikian, dalam model
pembelajaran Example non-Example tercakup teori belajar konstruktivisme. Menurut teori
konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa
guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat diberi kemudahan untuk proses ini,
14

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri. Model pembelajar Example non-Example menggunakan gambar yang dapat
melalui proyektor ataupun yang paling sederhana adalah poster ( Jumanta Hamdayama, 2014
: 98-99 )
2.6.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non-Example
Langkah-langkah dari proses pembelajaran Example Non-Example menurut Slavin 1994 (
dalam Jumanta Hamdayama, 2014 : 99 ) , yaitu sebagai berikut :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau ditayangkan melalui OHP atau LCD
3. Guru memberikan petunjuk dan kesempatan pada siswa untuk memperhatikan atau
menganalisis gambar
4. Melalui diskusi kelompok 4-5 orang siswa, hasil diskusi dari hasil analisis gambar
tersebut dicacat pada kertas kerja siswa.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan memberikan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Agus Suprijono ( Jumanta Hamdayama, 2014 : 99-100) langkah-langkah
model Example Non-Example, diantaranya berikut ini.
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gambar
yang digunakan tentunya merupakan gambar yang relevan dengan materi yang
dibahas sesuai dengan kompetensi dasar
2. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD atau OHP,
jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini, guru juga dapat
meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat dan sekaligus
pembentukannya kelompok siswa
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memperhatikan/ menganalisis gambar. Biarkan siswa melihat dan menelaa gambar
yang disajikan secara seksama. Agar detail gambar dipahami oleh siswa. Selain itu
guru juga memberikan deskripsi jelas tentang gambar yang sedang diamati siswa.

15

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisis gambar,
tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika disediakan
oleh guru.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih untuk
menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing-masing
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisis yang
dilakukann siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai.
7. Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.6.3 Sintak Model Pembelajaran Example Non-Example
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai materi yang ingin di ajarkan. Misalnya, materi
tentang Menjelajah Masyarakat Indonesia, pada tahap penyajian materi, contonya pada sub
tema materi 1 tentang Norma dan Antardaerah di Indonesia. Guru mempersiapkan gambar
yang akan ditayangkan seperrti contoh kasus yang baik dan gambar kasus yang tidak baik.
pada tahap inilah guru harus berhasil memberi motivasi belajar, selanjutnya peserta didik
dibagi dalam kelompok 4-5 siswa. Guru menempelkan gambar tentang contoh gambar kasus
yang baik dan kasus tidak baik di papan tulis atau ditayangkan melalui LCD, pada tahap ini
guru mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati
setiap gambar yang ditayangkanagar siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Kemudian guru memberikan petunjuk dan kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan
dan menganalisis gambar melalui diskusi 4-5 orang siswa. Siswa menganalisi gambar kasus
yang baik dan gambar kasus yang tidak baik untuk bahan diskusi siswa. Hasil diskusi dari
analisis gambar tersebut dicatat pada kertas kerja siswa. Siswa saling berdiskusi mengenai
gambar yang ditayangkan, dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan satu anggotanya.
Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi dengan yang lainnya. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif
dalam proses berpikir. Tiap kelompok diberi kesempatan memberikan hasil diskusinya mulai
dari komentar / hasil diskusi peserta didik lalu guru menjelaskan materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Di akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi
mengenai apa yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat
materi dan kompetensi dalam ingatan siswa.

16

2.6.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Example Non-Example
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Example non-Example
menurut Jumanta Hamdayama, (2014: 10) :
Kelebihan model pembelajaran Example Non-Example adalah :
a) Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar
b) Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar
c) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
Kekurangan dari model pembelajaran Example Non-Example adalah :
a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b) Memakai waktu yang cukup lama.
2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan
Rahmawati, Farida Nur (2013), “Penerapan model Example non-Example untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PPKn di kelas IV SDN Jetis 1 Pace
Nganjuk” , skripsi, program studi S1 PGSD. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
penerapan model Example non-Example dapat meningkatkan hasil belajar siwa pada mata
pelajaran PPKn di SDN Jetis 1 Pace, hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata hasil belajar
siswa pada pratindakan 59,63 meningkat menjadi 63,13 pada siklus 1 dan siklus II juga
mengalami peningkatan yaitu menjadi 82,5. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan
bahwa upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran Example non-Example
pada mata pelajaran PPKn kelas IV SDN Jetis 1 Pace Nganjuk semester II Tahun pelajaran
2012/2013, berhasil dilaksanakan.
Marlay, Albertina 2011. “Penerapan Model

Example

non-Example

Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Madyopuro 5 Kota Malang” Skripsi.
Jurusan KSDP Program Studi S-I PGSD. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar
siswa kelas IV SDN Madyopuro 5 Kota Malang, mengalami peningkatan secara signifikan.
Hal ini dapat diketahui dari hasil pra tindakan sebesar 62,66%, siklus 1 sebesar 72,82%,
siklus 2 sebesar 81,73% setelah menggunakan model Example Non Example.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar PPKN dan IPS pada siswa kelas IV SD
dapat ditingkatkan melalui penerapan model Example non-Example. Pembelajaran dengan
17

menggunakan model pembelajaran Example non-Example pada intinya dapat meningkatkan
hasil belajar siswa, dimana setiap penulis penelitian yang menggunakan model pembelajaran
Example non-Example memberikan kesimpulan akhir bahwa dengan menggunakan model

pembelajaran Example non-Example hasil belajar menjadi lebih baik. Oleh karena itu akan
dilakukan penelitian yang sejenis pada mata pelajaran PPKn di kelas VIIIF SMP Negeri 7
Salatiga.
2.8 Kerangka Berpikir
Kondisi awal guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional sehingga hasil
belajar siswa masih di bawah KKM, Interaksi dan kerjasama dalam kelas pun kurang aktif
maka dari itu akan dilakukan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaraan Example
non-Example dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa mencapai KKM yang

ditentukan.
Langkah dari model pembelajaran Example non-Example adalah guru mempersiapkan
gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran, guru menempelkan gambar di papan tulis atau
ditayangkan melalui OHP, guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa
menganalisis gambar, siswa mencatat hasil diskusi untuk dibacakan hasil diskusinya. Model
pembelajaran Example non-Example melibatkan siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar
dan guru sebagai fasilitator sehingga kegiatan pembelajaran aktif dan kondusif dan hasil
belajar siswa dapat meningkat.

18

KONDISI
AWAL

PROSES PEMBELAJARAN
Dengan menggunakan metode
ceramah/konvensional (guru
mendominasi sehingga siswa
menjadi pasif)

HASIL
BELAJAR
RENDAH

Siklus 1 Proses
pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran example
TINDAKAN
PERBAIKAN

(guru
sebagai fasilitator
dan siswa aktif )

non-example

Siklus II Proses
pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran example
non- example (guru
sebagai fasilitator dan
siswa aktif)

KONDISI
AKHIR

GAMBAR 2.1
Kerangka Berpikir

19

HASIL
BELAJAR
MENINGKAT

Hasil Belajar
Meningkat
Sesuai
Indikator

Keberhasilan

2.9 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Melalui penerapan model pembelajaran Example non-Example dapat meningkatkan hasil
belajar PKn siswa kelas VIIIF SMP Negeri 7 Salatiga semester 1 tahun ajaran 2016/2017.

20

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22